BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa dalam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia merupakan negara hukum berlandaskan Pancasila dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara sebesar 1.201,7 triliun. Namun dalam perubahan pada APBNP,

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia saat ini dihuni oleh hampir 255,5 juta jiwa penduduk pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber dana luar negeri, misalnya pinjaman luar negeri dan hibah ( grant),

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam arti tidak terlalu tergantung pada pinjaman luar negeri. Upaya ekstensifikasi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan, yakni pada tahun 2015 besarnya belanja negara sebesar

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pemungutan pajak di Indonesia mengacu pada sistem self assessment. Self assessment

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN Ditetapkan tanggal 17 Juli 2007 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BESERTA PERATURAN-PERATURAN PELAKSANAANNYA

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP)

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata. Tujuan yang luhur demikian itu hanya dapat diwujudkan melalui

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5)

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PMK.03/2008 TENTANG

Lamhot, S.E., M.Si Dosen Tetap Politeknik Mandiri Bina Prestasi ABSTRAKSI

BAB I PENDAHULUAN. sumber dana luar negeri dan sumber dana dalam negeri. non migas serta pajak. Namun pemerintah lebih mengoptimalkan

PERPAJAKAN I KUASA & KONSULTAN PAJAK, PEMERIKSAAN, PENAGIHAN, RESTITUSI PAJAK. Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Direktorat Jenderal Pajak (fiskus) melakukan ekstensifikasi dan

BAB III GAMBARAN DATA. akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam

BAB I PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

BAB 2 LANDASAN TEORI. Cuma-Cuma) yang diberikan rakyat kepada Negara, namun seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai tujuan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang menjunjung tinggi hak dan

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENGERTIAN DAN DEFINISI CIRI CIRI YANG MELEKAT PADA DEFINISI PAJAK ISTILAH-ISTILAH PERPAJAKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 36 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI GOWA PAJAK PARKIR PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA,

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan tahun 2012 terlihat pada tabel berikut ini: Tabel 1.1 Perkembangan Penerimaan Pajak (triliun rupiah)

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya

BAB I PENDAHULUAN. Makalah Pemeriksaan Pajak Page 1

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pajak merupakan komponen yang sangat penting dalam keberlangsungan

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA BANDA ACEH,

BAB I PENDAHULUAN. yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4.

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA BANDA ACEH,

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya

- 1 - BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 34 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMUNGUTAN PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Widyatama

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. pribadi maupun badan yang bersifat memaksa berdasar Undang-Undang, dengan

PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 43 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 14 TAHUN 2011 T E N T A N G PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KOMPILASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN (KUP)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. bukunya Mardiasmo (2011 : 1) :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan usaha mengadakan perubahan-perubahan menuju keadaan yang lebih

Sejak dilakukan reformasi perpajakan pada tahun 1983 yang ditandai dengan perubahan

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARAA PENGAJUAN KEBERATAN DAN BANDING

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia bertujuan mewujudkan

BAB II BAHAN RUJUKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BURU,

PENGANTAR PERPAJAKAN HAK WAJIB PAJAK

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2012 NOMOR 5 SERI B

WALIKOTA LANGSA QANUN KOTA LANGSA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PARKIR BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN TERA/TERA ULANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARO,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. perpajakan, termasuk pemungutan pajak atau pemotongan pajak tertentu.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA GORONTALO,

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU,

LEMBARAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 10 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN

WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TEORI PERPAJAKAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI, PENGADILAN PAJAK DAN BANDING PAJAK

1 PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 32 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH

Pengertian & Tujuan Pemeriksaan

BUPATI GOWA RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA,

PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MEDAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2011 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 1 TAHUN 2011

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa dalam pembiayaan pembangunan dan kesejahteraan masyarakatnya yaitu dengan menggali sumber dana yang diperoleh dari dalam negeri. Dalam melaksanakan pembangunan ini Pemerintah melalui Kementrian Keuangan telah memberikan tanggung jawab untuk menghimpun dan mengamankan penerimaan yang berasal dari sektor pajak tersebut dengan menunjuk Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai wasit atau penegak keadilan dalam dunia perpajakan. Pajak merupakan iuran wajib yang diberlakukan pada setiap Wajib Pajak atas Obyek pajak yang dimilikinya dan hasilnya untuk diserahkan kepada Pemerintah dan merupakan sumber penerimaan negara terbesar yang diterima oleh pemerintah. Kontribusi pajak dalam mendanai pengeluaran negara yang terus meningkat membutuhkan dukungan berupa peningkatan pemenuhan kewajibannya secara jujur dan bertanggungjawab. Hal ini selaras dengan sistem perpajakan di Indonesia yang menggunakan prinsip Self-Assessment System. Prinsip ini memberikan kepercayaan kepada pembayar pajak untuk melaksanakan hak dan kewajibannya dalam bidang perpajakan, seperti yang tertuang dalam Undang-undang No. 28 Tahun 2007 pasal 4 ayat (1) yang menyatakan: Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, jelas dan

menandatanganinya. Sementara pasal 12 ayat (1) setiap wajib pajak wajib membayar pajak yang terutang berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak. Dalam hal ini, pembayar pajak mengisi sendiri Surat Pemberitahuan (SPT) yang dibuat pada setiap akhir masa pajak atau akhir tahun pajak. Tugas Fiskus adalah melakukan penelitian dan pemeriksaan mengenai kebenaran pemberitahuan tersebut. Dengan menerapkan prinsip ini, diharapkan pembayar pajak harus memahami peraturan perundang-undangan mengenai perpajakan sehingga dapat melakukan tugas administrasi perpajakan dengan baik. Pengetahuan masyarakat akan perpajakan sangat penting karena dengan mengerti dan mengenal dengan baik sistem ini, maka selain menciptakan masyarakat yang sadar pajak tentu penerimaan negara yang bisa dimaksimalkan serta dapat digunakan untuk kepentingan pembangunan negeri bersama. Penerimaan Pajak adalah semua penerimaan yang terdiri dari pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional. (Pasal 1 Angka 2 UU Nomor 2 Tahun 2000 Tentang APBN Tahun 2000). Penerimaan pajak juga merupakan presentase dari penerimaan atau realisasi pajak Penghasilan badan yang dapat dihimpun oleh KPP dengan target penerimaan pajak penghasilan badan yang dianggarkan oleh KPP. Penerimaan Pajak dibagi dan dibedakan menjadi dua, yaitu pajak pusat dan pajak daerah. Pajak pusat adalah pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat dalam hal ini sebagian besar dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP)- Kementrian Keuangan, antara lain Pajak Penghasilan

(PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan Bea Materai. Pajak Daerah adalah pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota, pajakpajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah antara lain Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Rokok, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Parkir, Pajak Penerangan Jalan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. Dalam upaya peningkatan penerimaan pajak tersebut, salah satu yang menjadi pusat perhatian adalah institusi penerima pajak, dalam hal ini adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Tujuan setiap institusi pemungut pajak adalah terciptanya atau tercapainya penerimaan pajak yang optimal, yakni berimbangnya tingkat penerimaan pajak actual (actual revenue) dengan penerimaan pajak potensial. Dengan kata lain, tidak ada selisih antara penerimaan aktual dengan penerimaan potensial, yang sering disebut Tax Gap. Sebagai upaya agar target penerimaan pajak dapat tercapai sangat berikatan dengan dengan tugas pemerintah khususnya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam melakukan pengawasan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Pajak Penghasilan Badan atau PPh Badan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak. Sedangkan menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), pajak Penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan pajak ini dikenakan atas penghasilan kena pajak perusahaan. Pajak

Penghasilan adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau Badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu tahun pajak (Sutedi, 2011). Pengertian badan menurut pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No.36 Tahun 2008, yaitu sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan suatu kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. Hal ini menunjukan kepada kita peranan pajak akan semakin menentukan bagi jalannya roda pemerintahan saat ini dan dimasa yang akan datang. Penelitian ini meneliti faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penerimaan pajak penghasilan Badan seperti Pemeriksaan Pajak, Penagihan Pajak, dan Jumlah Wajib Pajak Badan terhadap penerimaan pajak penghasilan badan. Pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan proporsional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pemeriksaan juga merupakan upaya mengantisipasi kemungkinan terjadinya penyelewengan wajib pajak dalam self assessment system. Walaupun

memakai sistem self-assessment dimana memberikan kepercayaan terhadap Wajib Pajak untuk menghitung sendiri jumlah wajib pajaknya, bukan berarti pemerintah atau DJP tidak diijinkan untuk memeriksa wajib pajak. Oleh karena segala sesuatu yang dilaporkan wajib pajak hanya dianggap benar, bukan pasti benar. Hal ini tertuang dalam pasal 29 ayat (1) UU No.28 tahun 2007 disebutkan bahwa: Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan perundang-undangan perpajakan. Tidak menutup kemungkinan dari kepercayaan yang pemerintah berikan kepada Wajib pajak lewat self assessment system tidak dilaksanakan secara benar oleh WP maka Pemerintah berhak untuk memeriksa WP, terlebih lagi jika pemerintah mendapatkan bukti bahwa jumlah pajak terutang tidak dibayar secara benar. Hal ini juga tertuang dalam Pasal 12 ayat (3) UU KUP yang mengatakan: Apabila Direktur Jenderal Pajak mendapatkan bukti jumlah pajak terutang menurut Surat Pemberitahuan tidak benar, maka DJP berhak untuk menetapkan jumlah pajak yang terutang. Pemeriksaan pajak dilakukan terhadap wajib pajak dimaksudkan untuk menguji kebenaran dan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakannya yang dilakukan dengan kriteria Wajib Pajak: 1. Menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar, termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak;

2. Menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan rugi; 3. Tidak menyampaikan atau menyampaikan SPT tetapi melampaui jangka waktu yang telah ditentukan dalam Surat Teguran; 4. Melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya; 5. Menyampaikan SPT yang memenuhi kriteria seleksi berdasarkan analisis resiko (risk based selection) mengindikasikan adanya kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang tidak terpenuhi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Sedangkan pemeriksaan untuk tujuan lain: 1. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara Jabatan; 2. Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak; 3. Pengukuhan atau pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak; 4. Wajib Pajak mengajukan Keberatan. Terdapat 2 (dua) jenis pemeriksaan terhadap wajib pajak yaitu pemeriksaan kantor dan pemeriksaan lapangan. Pemeriksaan Kantor dilakukan di kantor DJP dengan jangka waktu pemeriksaan paling lama 3 (tiga) bulan dan Pemeriksaan Lapangan dilakukan ditempat kedudukan, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, tempat tinggal wajib pajak dengan jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan. Produk hukum dari hasil pemeriksaan pajak adalah Penyampaian Surat Ketetapan Pajak (SKP). Surat ketetapan Pajak adalah Surat hasil dari pemeriksaan yang berisi besaran ataupun jumlah pajak terutang yang

ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Didalam Undang-Undang KUP terdapat 4 jenis SKP yaitu: (1). Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), (2). Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), (3). Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), (4). Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN). SKPKB adalah Surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar. SKPKBT adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. SKPLB adalah Surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak terutang atau yang seharusnya tidak terutang. SKPN adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau tidak terutang dan tidak ada kredit pajak lagi. Pemeriksaan Pajak memiliki Pengaruh terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Badan yaitu semakin banyak pemeriksaan pajak yang dilakukan, maka semakin meningkatkan penerimaan pajak penghasilan badan, jika hasil pemeriksaan tersebut berupa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB). Tetapi jika hasilnya adalah Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) tentu tidak akan meningkatkan penerimaan pajak penghasilan badan, bahkan sebaliknya jika hasilnya adalah Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) justru akan menurunkan penerimaan pajak penghasilan badan. SKP sendiri diterbitkan untuk memberikan kepastian hukum tuntasnya proses pemeriksaan. Jadi

Pemeriksaan pajak dalam penelitian ini adalah Jumlah Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dalam rupiahnya (Rp) yang diterbitkan oleh KPP periode 2011-2013. Menurut IMF, langkah kunci untuk meningkatkan penerimaan pajak adalah dengan menaikan pemeriksaan pajak. Hal ini perlu dilakukan, mengingat pemeriksaan pajak mempunyai peran yang sangat strategis sejalan dengan fungsinya yang lain, yaitu (1). Untuk tujuan edukasi, yaitu dilakukan terhadap Wajib Pajak yang melakukan kesalahan karena kurang memahami ketentuan-ketentuan perpajakan, (2). Untuk tujuan pendeteksian pelanggaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak secara sengaja, (3). Untuk tujuan pencegahan (preventive) terhadap Wajib Pajak lain yang bermaksud melakukan pelanggaran. Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, melaksanakan penyitaan, dan menjual barang yang disita. Penagihan Pajak adalah Serangkaian tindakan dari aparatur Direktorat Jenderal Pajak, hubungan Wajib Pajak tidak melunasi baik sebagian atau seluruh kewajiban perpajakan yang terutang menurut undangundang perpajakan. DJP dapat melakukan penagihan pajak apabila jumlah pajak yang terutang dalam STP, SKPKB, SKPKBT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan dan Keputusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, yang tidak dibayar oleh WP sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam UU

Perpajakan. Penagihan pajak yang dimaksud adalah realisasi pembayaran WP atas SKPKB yang belum dilunasi sehingga menjadi tunggakan pajak yang terbit atau dikeluarkan tahun 2011-2013 dan memiliki kaitan dengan tunggakan pajak pada tahun-tahun sebelumnya dengan jumlah Tunggakan pajak yang masih harus ditagih oleh KPP. Terdapat hubungan antara Penagihan Pajak terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Badan, semakin banyak terjadinya penagihan pajak atas SKPKB, maka juga akan mendorong meningkatkan pelunasan tunggakan pajak tersebut, yang juga akan mendorong semakin meningkatnya penerimaan pajak penghasilan yang diterima dari Badan. Tetapi jika penagihan pajak atas SKPKB tidak efektif maka tidak meningkatkan atau mempengaruhi penerimaan pajak penghasilan badan. Ada dua jenis penagihan yaitu: 1. Penagihan Aktif Penagihan aktif merupakan penagihan yang dilakukan oleh fiskus setelah tanggal jatuh tempo pembayaran dari Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan atau sejenisnya, keputusan pembetulan, keputusan keberatan, keputusan banding yang mengakibatkan jumlah pajak kurang dibayar tidak dilunasi oleh Wajib Pajak sehingga diterbitkan Surat Teguran, Surat Paksa, Surat Perintah melakukan Penyitaan hingga pelaksanaan penjualan barang yang disita melalui lelang barang milik penanggung pajak. 2. Penagihan Pasif

Penagihan pasif merupakan penagihan yang dilakukan oleh fiskus sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran dengan cara menghimbau dari tanggal Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) diterbitkan sampai dengan jatuh tempo, antara lain dengan: menghubungi wajib pajak melalui telepon, mengundang wajib pajak untuk memperoleh kejelasan penyelesaian utang pajaknya, mengirimkan surat pemberitahuan dan himbauan pelunasan utang pajak kepada wajib pajak, meminta kepada wajib pajak agar sukarela menyerahkan harta kekayaannya untuk pelunasan pajak. (Undang-Undang Pajak nomor 19 Tahun 2007). Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apa pun, Firma, kongsi, Koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan Bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan Bentuk Usaha Tetap (BUT). Dengan kata lain Wajib Pajak Badan adalah Pembayar pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak yang memiliki usaha, menjalankan usaha maupun tidak melakukan usaha. Jumlah Wajib Pajak Badan memiliki pengaruh

terhadap penerimaan pajak penghasilan badan, dikarenakan, semakin bertambahnya atau banyaknya jumlah wajib pajak badan, maka juga akan mendorong meningkatnya penerimaan pajak penghasilan Badan yang dapat dihimpun oleh KPP dalam rangka pemenuhan penerimaan pajak penghasilan yang berasal dari Pajak Badan. Tetapi jika penambahan Wajib Pajak dirasakan tidak signifikan atau efektif, maka tidak mempengaruhi penerimaan pajak penghasilan badan. Penelitian sebelumnya menggunakan variabel-variabel Pemeriksaan Pajak, Penagihan Pajak dan Jumlah Wajib Pajak dimana variabel-variabel diatas telah dilakukan penelitiannya terhadap penerimaan pajak penghasilan badan. Penelitan ini mereplikasi dari penelitian Mahendra dan Sukartha (2014) dengan perbedaan sebagai berikut: 1. Penambahan variabel independen Jumlah Wajib Pajak (Hariyanto et al, 2013) 2. Objek penelitian ini adalah Penerimaan Pajak Penghasilan Badan untuk periode tahun 2011-2013. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka judul dari penelitian ini adalah Pengaruh Pemeriksaan Pajak, Penagihan Pajak dan Jumlah Wajib Pajak Badan terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Badan 1.2 Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini yaitu:

1. Penelitian menggunakan data-data yang dikeluarkan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kosambi periode 2011-2013; 2. Variabel dependen yang digunakan adalah penerimaan pajak penghasilan badan yang dikeluarkan oleh KPP Kosambi. Sedangkan variabel independen yang diteliti adalah Pemeriksaan pajak, Penagihan pajak dan Jumlah Wajib Pajak Badan yang terdaftar. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di kemukakan, rumusan masalah dalam penelitian ini dapat di rumuskan, yaitu: 1. Apakah Pemeriksaan Pajak memiliki pengaruh terhadap penerimaan pajak penghasilan Badan? 2. Apakah Penagihan Pajak memiliki Pengaruh Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Badan? 3. Apakah Jumlah Wajib Pajak memiliki Pengaruh Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Badan? 4. Apakah Pemeriksaan Pajak, Penagihan Pajak dan Jumlah Wajib Pajak memiliki Pengaruh Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Badan? 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dalam penelitian ini, yaitu: 1. Untuk menganalisa bukti empiris mengenai pengaruh pemeriksaan pajak terhadap penerimaan pajak penghasilan badan.

2. Untuk menganalisa bukti empiris mengenai pengaruh penagihan pajak terhadap penerimaan pajak penghasilan badan. 3. Untuk menganalisa bukti empiris mengenai pengaruh jumlah wajib pajak terhadap penerimaan pajak penghasilan badan. 4. Untuk menganalisa bukti empiris mengenai pengaruh pemeriksaan pajak, penagihan pajak, dan jumlah wajib pajak terhadap penerimaan pajak penghasilan badan. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi: 1. Pemerintah daerah Dengan penelitian ini diharapkan menjadi informasi tambahan bagi pemerintah daerah tentang faktor-faktor lain yang dapat menambah atau mempengaruhi penerimaan pajak daerah. 2. Peneliti Dengan penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai pengaruh Kepatuhan Pajak, Pemeriksaan Pajak, Penagihan Pajak dan Jumlah Wajib Pajak Badan serta mengembangkan kemampuan peneliti dalam mengaplikasikan teori-teori yang sudah diperoleh sebelumnya. 3. Mahasiswa dan Akademisi Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman mengenai perpajakan khususnya tentang penerimaan pajak dengan faktor-faktor lainnya seperti jumlah Kepatuhan Pajak, Pemeriksaan Pajak, Penagihan Pajak dan

Jumlah Wajib Pajak Badan dalam hal penerimaan pajak penghasilan Badan serta dapat dijadikan dasar untuk penelitian selanjutnya. 4. Masyarakat Diharapkan dengan adanya penelitian ini masyarakat menjadi lebih memahami tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan Pajak Badan dan lebih menyadari akan pentingnya pajak bagi kesejahteraan bersama. 1.6 Sistematika Penulisan Penelitian ini terbagi menjadi tiga bab yang disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang latar belakang penelitian, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II : TELAAH LITERATUR Bab ini membahas mengenai teori-teori yang mendasari penelitian, uraian penelitian terdahulu, kerangka berfikir, dan hipotesis. BAB III : METODE PENELITIAN Metode penelitian yang menguraikan populasi dan sampel, sumber data, variabel penelitian, metode pengumpulan data, dan metode analisis data. BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang deskripsi penelitian berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan, pengujian dan analisis hipotesis, serta pembahasan hasil penelitian. BAB V : SIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi simpulan, keterbatasan, dan saran yang didasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan.