QANUN KOTA LHOKSEUMAWE NOMOR : 02 TAHUN 2006

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 06 TAHUN 2002 T E N T A N G PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 01 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 21 TAHUN 1997 T E N T A N G PAJAK HOTEL DAN RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR : 12 TAHUN 2004 T E N T A N G PAJAK HOTEL DAN RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA,

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA. Nomor : 8 Tahun 2005 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

NOMOR : 3 TAHUN 2002 SERI : A PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor 2 Tahun 2000 Seri A

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 25 TAHUN 2001 TENTANG P A J A K H O T E L DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 18 TAHUN 2001 T E N T A N G PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS,

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 06 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 06 TAHUN 2007 TENTANG PAJAK HOTEL

PERATURAN DAERAH KEBUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERAM BAGIAN TIMUR,

LEMBARAN DAERAH K O T A L H O K S E U M A W E

PEMERINTAH KABUPATEN BONE PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 06 TAHUN 2009 ( DICABUT ) TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR,

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 5 TAHUN 2009 SERI : B NOMOR : 1

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G NOMOR 10 TAHUN 1998 SERI A.3

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,

QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI SIMEULUE,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR : 03 TAHUN 2000 SERI : A NOMOR : 2

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK HOTEL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN,

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 02 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PURBALINGGA NOMOR 5 TAHUN 1998 SERI A NO. 1

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 6 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 07 TAHUN 2004 PAJAK PARKIR

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 23 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GARUT

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 4 TAHUN : 2003 SERI :B PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 4 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 18 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN

2. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685);

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR : 3 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

PEMERINTAH KABUPATEN LANDAK

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 09 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR : 2 TAHUN 2003 PAJAK HOTEL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR,

KABUPATEN CIANJUR NOMOR : 63 TAHUN : 2002

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

S A L I N A N Nomor : 7/B 2002

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR : 15 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK HOTEL DAN RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIGI,

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 9 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR : 17 TAHUN 2004 SERI B PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PAJAK RESTORAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 11 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK HOTEL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGGAI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 3 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR: 17 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG

5. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Raperda (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839) ;

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 8 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIMAHI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 10 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK PENGGUNAAN LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GARUT

PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO PAJAK HOTEL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 09 TAHUN 2005 TENTANG PAJAK RESTORAN BUPATI LUWU TIMUR,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA. Nomor : 11 Tahun : 2010 Seri : B Nomor : 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA NOMOR 11 TAHUN 2010

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 37 TAHUN 2003

PEMERINTAH KABUPATEN WAJO PAJAK HOTEL BUPATI WAJO,

PAJAK PENERANGAN JALAN ATAS PENGGUNAAN TENAGA LISTRIK DARI PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PLN)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR : 09 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG BARAT

PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 5 TAHUN 2002 T E N T A N G PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR,

BUPATI JENEPONTO Jalan Lanto Dg. Pasewang No. 34 Jeneponto Telp. (0419) Kode Pos 92311

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PASIR NOMOR: 2 TAHUN: 1999 SERI: A NOMOR: 02

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 13 TAHUN 2005 PAJAK RESTORAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 7 TAHUN 1998 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 1 TAHUN 2001 SERI A NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR : 1 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK HOTEL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2006 NOMOR 2 SERI B PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PAJAK RESTORAN

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 28 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II BEKASI NOMOR : 47 TAHUN 1998 SERI : A.

SALINAN PAJAK PENERANGAN JALAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 1 TAHUN 2004 SERI : B PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BIAK NUMFOR NOMOR 6 TAHUN 1998 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 02 TAHUN 2011

L E M B A R A N D A E R A H KABUPATEN BALANGAN NOMOR 16 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 16 TAHUN 2009 T E N T A N G

PEMERINTAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT

PAJAK RESTORAN BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BONE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 05 TAHUN 2009

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 45 TAHUN : 2004 SERI : B PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 8 TAHUN 2004 TENTANG PAJAK PARKIR

LEMBARAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 09 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK HOTEL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

Transkripsi:

QANUN KOTA LHOKSEUMAWE NOMOR : 02 TAHUN 2006 T E N T A N G PAJAK HOTEL BISMILLAHIRRAHMANNIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA LHOKSEUMAWE, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Undang - Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dimana Pajak Hotel merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah ; b. bahwa dengan berlakunya Undang - Undang Nomor 2 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Lhokseumawe, maka Pemerintah Kota Lhokseumawe berhak dan berwenang melakukan pungutan Retribusi Daerah sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) ; c. bahwa untuk maksud tersebut perlu ditetapkan dalam Qanun Kota Lhokseumawe. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 40,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3684); 2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3987); 1

3. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048); 4. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Lhokseumawe (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4109); 5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan PerUndang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437); 7. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 8. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 118,Tambahan Lembaran negara Republik Indonesia Nomor 4138); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH Dan WALIKOTA LHOKSEUMAWE MEMUTUSKAN : Menetapkan : QANUN KOTA LHOKSEUMAWE TENTANG PAJAK HOTEL 2

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Qanun ini yang dimaksudkan dengan : a. Daerah adalah Kota Lhokseumawe ; b. Kepala Daerah adalah Walikota Lhokseumawe; c. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah Beserta Perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah; d. Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah Kota Lhokseumawe; e. Pejabat adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas tertentu dibidang Perpajakan Daerah sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku; f. Pajak Hotel yang selanjutnya disebut pajak adalah Pungutan Daerah atas Pelayanan Hotel; g. Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap/istirahat, memperoleh pelayanan, dan atau fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran; h. Pengusaha Hotel, adalah perseorangan atau badan hukum yang menyelenggarakan usaha hotel untuk dan atas namanya sendiri atau untuk atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya; i. Surat Pemberitahuan Tentang Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SPTPD adalah surat yang wajib pajak gunakan untuk melaporkan perhitungan dan/ atau pembayaran pajak yang terhutang menurut Peraturan Perundangundangan Perpajakan Daerah ; j. Surat Setoran Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SSPD, adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terhutang ke Kas Daerah atau ke tempat lain yang ditetapkan Kepala Daerah; k. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDLB adalah Surat Penetapan yang menentukan jumlah pajak yang terhutang; l. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar,yang selanjutnya disingkat SKPDKB adalah Surat Penetapan yang menentukan besarnya jumlah pajak tidak terhutang ; 3

m. Surat Keterangan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang selanjutnya disingkat SKPDKBT, adalah Surat Penetapan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan ; n. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDLB, adalah Surat Penetapan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak yang terutang atau tidak seharusnya terhutang ; o. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, yang selanjutnya disingkat SKPDN, adalah Surat Penetapan yang menentukan jumlah pajak yang terhutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terhutang dan tidak ada kredit pajak ; p. Surat Tagihan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat STPD, adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. BAB II NAMA, OBYEK DAN SUBJEK PAJAK Pasal 2 (1) Setiap pemberian jasa pelayanan hotel dipungut pajak dengan nama Pajak Hotel; (2) Objek pajak adalah setiap pelayanan yang disediakan dengan pembayaran dihotel; (3) Objek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi : a. Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek, antara lain : gubuk pariwisata (Cottage), motel, wisma pariwisata, pesanggrahan (hotel, hotel melati dan rumah penginapan termasuk rumah kos dengan jumlah kamar 10 atau lebih yang menyediakan fasilitas seperti rumah penginapan ; b. Pelayanan penunjang antara lain telepon, wartel, faximili, telex, Foto copy, pelayanan cuci, setrika, taksi dan pengangkutan lainnya, yang disediakan atau dikelola hotel; c. Fasilitas olah raga dan hiburan, antara lain pusat kebugaran (fitness centre), kolam renang, tenis, golf, karaoke, yang disediakan atau dikelola hotel; d. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel; e. Penjualan makanan atau minuman ditempat yang disertai dengan fasilitas penyantapannya. 4

Dikecualikan dari obyek pajak adalah : Pasal 3 a. Penyewaan rumah atau kamar, apartemen dan fasilitas tempat tinggal lainnya yang tidak menyatu dengan hotel. b. Asrama dan pesantren; c. Fasilitas olahraga dan hiburan yang disediakan di hotel yang dipergunakan oleh bukan tamu hotel dengan pembayaran; d. Pertokoan, perkantoran, perbankan, salon yang dipakai oleh umum di hotel; e. Pelayanan perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotel dan dapat dimanfaatkan oleh umum. Pasal 4 (1) Subjek Pajak Hotel adalah orang pribadi atau badan hukum yang melakukan pembayaran atas pelayanan hotel ; (2) Wajib Pajak Hotel adalah Pengusaha Hotel. BAB III DASAR PENGENAAN, TARIF DAN CARA PERHITUNGAN PAJAK Pasal 5 Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel. Pasal 6 Tarif Pajak ditetapkan 10% ( sepuluh persen ). BAB IV WILAYAH PEMUNGUTAN DAN CARA PERHITUNGAN PAJAK Pasal 7 (1) Pajak yang terhutang dipungut diwilayah Daerah; (2) Besarnya pajak terhutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dengan dasar pengenaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5. 5

BAB V MASA PAJAK, SAAT PAJAK TERHUTANG DAN SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK DAERAH Pasal 8 Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) bulan takwin. Pasal 9 Pajak terhutang dalam masa pajak terjadi pada saat pelayanan di hotel. (1) Setiap Wajib Pajak mengisi SPTPD; Pasal 10 (2) SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasanya; (3) SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan kepada Kepala Daerah melalui dinas teknis selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah berakhirnya masa pajak; (4) Bentuk, isi dan tata cara pengisian SPTPD ditetapkan oleh Kepala Daerah. BAB VI TATA CARA PERHITUNGAN DAN PENETAPAN PAJAK Pasal 11 (1) Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 Ayat (1) Kepala Daerah melalui dinas teknis menetapkan Pajak terhutang dengan menerbitkan SKPD; (2) Apabila SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak atau kurang dibayar setelah lewat waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak SKPD diterima dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% (dua persen) sebulan ditagih dengan menerbitkan STPD. Pasal 12 (1) Wajib Pajak yang membayar sendiri SPTPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) digunakan untuk memperhitungkan dan menetapkan sendiri pajak yang terhutang; 6

(2) Dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sesudah saat terhutang nya pajak, Kepala Daerah dapat menerbitkan : a. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB); b. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT); c. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil (SKPDN). (3) Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diterbitkan : a. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar, dikenakan sanksi kaji acuan berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terhutangnya pajak; b. Apabila SPTPD tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dan telah ditegur secara tertulis, dikenakan sanksi kaji acuan berupa bunga 2 % (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lambat 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terhutangnya pajak; c. Apabila kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi pajak yang terhutang dihitung secara jabatan dan dikenakan sanksi berupa bunga sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pajak pokok tambahan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terhutangnya pajak. (4) Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT) dan SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diterbitkan apabila ditemukan data baru atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terhutang akan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan bunga sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak; (5) Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil (SKPDN) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diterbitkan apabila jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau tidak terutang dan tidak ada kredit pajak; (6) Apabila kewajiban membayar Pajak terhutang dalam SKPDKB dan SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b tidak atau sepenuhnya dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan ditagih dengan menerbitkan STPD ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan; (7) Penambahan jumlah pajak yang terhutang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dikenakan apabila wajib pajak melaporkan sendiri sebelum dilaksanakan tindakan pemeriksaan. 7

BAB VII TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 13 (1) Pembayaran Pajak dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang telah ditunjuk oleh Kepala Daerah sesuai yang ditentukan dalam SPTPD, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, dan STPD; (2) Apabila pembayaran pajak dilakukan ditempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan pajak harus disetor ke Kas Daerah selambat-lambatnya 1 x 24 jam atau dalam waktu yang telah ditentukan oleh Kepala Daerah; (3) Pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan menggunakan SSPD. Pasal 14 (1) Pembayaran Pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas; (2) Kepala Daerah dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk mengangsur pajak terhutang dalam kurun waktu tertentu setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan; (3) Angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilakukan secara teratur dan berturut-turut dan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang bayar; (4) Persyaratan untuk dapat mengangsur dan menunda pembayaran serta tata cara pembayaran angsuran dan penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) ditetapkan oleh Kepala Daerah; (5) Persyaratan untuk dapat mengangsur dan menunda pembayaran serta tata cara pembayaran angsuran dan penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) ditetapkan oleh Kepala Daerah. Pasal 15 (1) Setiap pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 diberikan tanda bukti pembayaran dan dicatat dalam buku penerimaan; (2) Bentuk, jenis, isi, ukuran dan tanda bukti pembayaran dan buku penerimaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Daerah. 8

BAB VIII TATA CARA PENAGIHAN PAJAK Pasal 16 (1) Surat teguran atau surat peringatan atau surat izin yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran; (2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran atau surat penagihan atau surat lain yang sejenis wajib pajak harus melunasi pajak yang terutang; (3) Surat teguran, surat peringatan atau surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Daerah. Pasal 17 (1) Apabila jumlah pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis jumlah pajak harus dibayar dan ditagih dengan surat paksa; (2) Pejabat menerbitkan surat paksa segera apabila lewat 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal surat teguran atau surat peringatan atau surat lain sejenis. Pasal 18 Apabila pajak yang harus dibayar dilunasi dalam jangka waktu 2 x 24 jam sesudah pemberitahuan surat paksa segera menerbitkan surat perintah melaksanakan penyitaan. Pasal 19 Setelah dilakukan penyitaan dan wajib pajak belum juga melunasi utang pajaknya, setelah lewat 10 (sepuluh) hari sejak tanggal pelaksanaan surat perintah melaksanakan penyitaan, pejabat mengajukan permintaan penetapan tanggal pelelangan kepada Kantor Lelang Negara. Pasal 20 Setelah Kantor Lelang Negara menetapkan hari, tanggal, jam, dan tempat pelaksanaan lelang, juru sita memerintahkan dengan secara tertulis kepada wajib pajak. 9

Pasal 21 Bentuk, jenis, dan isi formulir yang dipergunakan untuk pelaksanaan penagihan pajak Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah. BAB VIX PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN PAJAK Pasal 22 (1) Kepala Daerah berdasarkan permohonan wajib pajak dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak; (2) Tata cara pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Daerah. Pasal 23 (1) Kepala Daerah karena jabatan atau atas permohonan wajib pajak dapat: a. Membetulkan SKPD atau SKPDKB atau STPD yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan dalam penetapan Peraturan Perundang-Undangan; b. Membatalkan atau mengurangkan ketetapan pajak yang tidak benar; c. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga denda dan kenaikan pajak yang terutang dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan wajib pajak atau bukan karena kesalahannya. (2) Permohonan, pembetulan pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi atas SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD sebagaimana Kelebihan Pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat bulan). BAB X PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK Pasal 24 (1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran kepada Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk secara tertulis dengan menyebutkan sekurang-kurangnya : a. Nama dan alamat Wajib Pajak; b. Masa Pajak; c. Besarnya kelebihan pembayaran pajak; d. Alasan yang jelas. 10

(2) Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan Keputusan; (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampaui Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk tidak memberikan Keputusan, pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan; (4) Apabila Wajib Pajak mempunyai pajak lainnya, kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu hutang pajak dimaksud; (5) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB dengan menerbitkan surat perintah membayar kelebihan pajak SPMKP; (6) apabila kelebihan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat waktu 2 (dua) bulan sejak diterbitkan SKPDLB, Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk dapat memberikan imbalan bunga sebesar 2 % ( dua persen) sebulan atas keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Pasal 25 Apabila kelebihan pembayaran pajak diperhitungkan dengan hutang pajak lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4), pembayaran dilakukan dengan cara pemindah bukuan dan bukti pemindah bukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran. BAB XI KADALUARSA Pasal 26 (1) Hak untuk melakukan penagihan pajak, kadaluarsa setelah melampaui jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila wajib pajak melakukan tindakan pidana dibidang perpajakan Daerah; (2) Kadaluarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila : a. Diterbitkan surat teguran dan surat paksa atau ; b. Ada pengakuan hutang pajak dari wajib pajak langsung maupun tidak langsung. 11

BAB XII KETENTUAN PIDANA Pasal 27 (1) Wajib Pajak yang karena kealpaan tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak yang terhutang; (2) Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi sdengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak yang terhutang. Pasal 28 Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak. BAB XIII PENYIDIKAN Pasal 29 (1) Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk penyelidikan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undangundang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana; (2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang perpajakan daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; b. Meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan daerah tersebut ; c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah; d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana dibidang perpajakan daerah; 12

e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap perpajakan daerah; f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyelidikan tindak pidana dibidang perpajakan daerah; g. Menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e; h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan daerah; i. Memanggil orang untuk di dengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. Menghentikan penyidikan; k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang pajak daerah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Pasal 30 Hal-hal yang belum diatur dalam Qanun ini sepanjang menyangkut aturan pelaksanaannya akan ditetapkan tersendiri oleh Kepala Daerah sesuai dengan ketentuan/pedoman yang berlaku. BAB XIV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 31 Dengan berlakunya Qanun ini maka segala produk hukum daerah lainnya yang mengatur tentang Pajak Hotel dinyatakan tidak berlaku lagi. 13

BAB XV KETENTUAN PENUTUP Pasal 32 Qanun ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Qanun ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Lhokseumawe. Disahkan di Lhokseumawe pada tanggal PENJABAT WALIKOTA LHOKSEUMAWE RACHMATSYAH 14

15