BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyajiannya dalam laporan keuangan. Sebelum membahas lebih lanjut kita harus

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

Pengertian aset tetap (fixed asset) menurut Reeve (2012:2) adalah :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II BAHAN RUJUKAN

AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH I

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Aktiva Tetap Tanaman Menghasilkan. menghasilkan, ada beberapa defenisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli.

FIXED ASSETS. Click to edit Master subtitle style 4/25/12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II BAHAN RUJUKAN. Pada bab ini akan dikemukakan teori-teori yang dikutip dari literatur

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PENELITIAN. 1. Pengertian dan Penggolongan Aktiva Tetap. milik perusahaan dan dipergunakan secara terus-menerus dalam kegiatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk dipergunakan dalam operasional perusahaan bukan untuk diperjualbelikan,

BAB II TINJAUAN PENELITIAN. 1. Pengertian dan Penggolongan Aktiva Tetap. milik perusahaan dan dipergunakan secara terus-menerus dalam kegiatan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Akuntansi dan Perlakuan Akuntansi. Pengertian akuntansi memiliki definisi yang berbeda-beda, tergantung dari

BAB II LANDASAN TEORI. adalah bahasa bisnis(business language). Akuntansi menghasilkan informasi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Penggolongan Aktiva Tetap. menentukan bagaimana sederhana dan kompleknya suatu badan usaha

AKTIVA TETAP BERWUJUD

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Akuntansi yang mengatur tentang aset tetap. Aset tetap adalah aset berwujud yang

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERTEMUAN KEENAM. Pengertian Aktiva Tetap

AKTIVA TETAP. Prinsip Akuntansi => Aktiva Tetap harus dicatat sesuai dengan Harga Perolehannya.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 7 ASET TETAP. dilakukan agar bisa digunakan secara optimal selama umur ekonominya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Setiap perusahaan pada umumnya memiliki aset tetap dalam

AKTIVA TETAP BERWUJUD (FIXED ASSETS)

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu bagian aset yang umumnya selalu dimiliki oleh setiap

ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI BERDASARKAN SAK ETAP DAN SAK IFRS ATAS PEROLEHAN ASET TETAP DAN KAITANNYA DENGAN ASPEK PERPAJAKAN.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS AKUNTANSI AKTIVA TETAP PADA PT. SRI AGUNG MULIA PEKANBARU

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II KAJIAN TEORITIS. Terdapat beberapa definisi mengenai analisis, yaitu:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORITIS. Aset tetap termasuk bagian yang sangat signifikan dalam perusahaan. Jika

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Aset Tetap Definisi Aset Tetap

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB III TOPIK PENELITIAN. aktiva tetap yang dilakukan PT. Agung Sumatera Samudera Abadi. Berdasarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana menurut Grady (2000 : 12) transaksi atau kejadian dalam suatu cara tertentu dan dalam ukuran uang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PEMBAHASAN. Aktiva tetap memiliki pengertian yang berbeda-beda tapi pada prinsipnya

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Aset Tetap Pengertian Aset Tetap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PEMBAHASAN 3.1. Pengertian Aktiva Tetap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN. 2.1 Aset Tetap Pengertian Aset Tetap

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan operasional sebuah perusahaan banyak faktor yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Akuntansi memiliki definisi yang berbeda-beda, tergantung dari sudut

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 5 Aktiva Tetap Berwujud (Tangible - Assets)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas

BAB II LANDASAN TEORI. Sistem berasal dari bahasa Latin (systẻma) dan bahasa Yunani (sustẻma),

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian akuntansi Menurut Accounting Principle Board (ABP) Statement

BAB II LANDASAN TEORITIS. atau mempertanggungjawabkan. bersangkutan dengan hal-hal yang dikerjakan oleh akuntan dalam

BAB II BAHAN RUJUKAN

Implementasi PSAK 16 Tentang Aset Tetap pada PT. SBP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II LANDASAN TEORITIS. informasi tersebut kepada pihak yang berkepentingan untuk dijadikan dasar dalam

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORI

30/06/2010 MARKETABLE SECURITIES STOCKS BONDS NERACA SHORT-TERM INVESTMENTS STOCKS BONDS OTHER SECURITIES LONG-TERM INVESTMENTS

BAB V AKTIVA TETAP PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. Perbandingan Perlakuan Akuntansi PT Aman Investama dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pengertian Aktiva Tetap Dalam penelitian ini yang dibahas adalah akuntansi aktiva tetap dan penyajiannya dalam laporan keuangan. Sebelum membahas lebih lanjut kita harus mengetahui terlebih dahulu landasan teoritis tentang pengertian akuntansi dan aktiva tetap. Aktiva tetap aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai baik melalui pembelian maupun dibangun lebih dahulu yang digunakan dalam kegiatan usaha perusahaan serta tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. Menurut Mulyadi (22 : 110) Aktiva tetap adalah kekayaan perusahaan yang memiliki wujud, mempunyai manfaat ekonomis lebih dari satu tahun dan diperoleh perusahaan untuk melaksanakan kegiatan perusahaan, bukan untuk dijual. Menurut IAI (27 : 16.2) Aktiva tetap adalah aset berwujud yang: (a) Dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif; dan (b) Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode.

Karakteristik aktiva tetap berwujud adalah bahwa aktiva yang dimiliki perusahaan untuk digunakan secara terus menerus dan umur manfaatnya relative lebih panjang dibandingkan aktiva lancar dan nilainya material. Akuntansi aktiva tetap sangat berarti terhadap kelayakan laporan keuangan, kesalahan dalam menilai aktiva tetap dapat mengakibatkan kesalahan yang cukup material karena nilai investasi yang ditanamkan pada aktiva tetap relatif besar. Oleh karena itu, perlakuannya harus berdasarkan pada Standar Akuntansi Keuangan (PSAK No.16) dan diterapkan secara konsisten dari suatu periode ke periode selanjutnya. Selama masa pemakaian kemampuan suatu aktiva untuk menghasilkan pendapatan dan jasa biasanya semakin menurun, baik secara fisik maupun fungsinya. Oleh karena itu perlu adanya pengakuan terhadap penurunan nilai aktiva tetap berwujud. Caranya adalah dengan mengalokasikan harga perolehan aktiva tetap berwujud secara sistematis sebagai beban selama beberapa periode akuntansi yang menerima manfaat dari aktiva tetap berwujud tersebut. Pengalokasian harga perolehan itulah yang disebut dengan depresiasi. 2. Perolehan Aktiva Tetap Aktiva tetap dapat diperoleh dengan berbagai cara, dimana masing-masing cara perolehan akan mempengaruhi penentuan harga perolehan. Cara perolehan aktiva tetap adalah sebagai berikut: a. Pembelian tunai Aktiva yang dibeli dengan tunai dicatat sebesar uang yang dikeluarkan untuk pembelian itu ditambah dengan biaya-biaya sehubungan dengan pembelian

aktiva itu, dikurangi potongan harga yang diberikan baik karena pembelian dalam partai besar maupun karena pembayaran yang dipercepat. Contoh. PT. Handoko membeli bangunan seharga Rp 5.0.0,-, biaya lain-lain yang dikeluarkan adalah biaya perantara Rp 10.0,-, biaya akte notaries Rp 10.0,-, dan biaya pembersihan Rp 5.0,-. Perhitingan harga perolehan bangunan adalah sebagai berikut : Harga beli Rp 5.0.0,- Biaya akte notaries 1.0.0,- biaya perantara 1.0.0,- biaya pembersihan 5.0,- total Rp 502.5.0,- jurnal saat pembelian : Bangunan Rp 502.5.0,- Kas Rp 502.5.0,- Jika ada potongan harga maka potongan tersebut langsung mengurangi harga beli dan bukan merupakan keuntungan, karena keuntungan hanya diperoleh dari penjualan bukan dari pembelian. Apabila potongan harga tersebut tidak dimanfaatkan perusahaan, maka harus dilaporkan sebagai kerugian atau biaya bunga. Contoh. Sebuah mesin dibeli seharga Rp 50.0.0,-, jika dibeli secara kontan maka harganya Rp 47.5.0,-, maka jurnalnya : 1. Jika potongan harga dimanfaatkan Mesin Rp 47.5.0,- Kas Rp 47.5.0,-

2. Jika potongan harga dimanfaatkan Mesin Rp 50.0.0,- Kas Rp 50.0.0,- Jika aktiva tetap dibeli sekaligus dengan harga borongan (lump sump) maka harus dipisahkan nilai masing-masing aktiva. Dalam penentuan nilai masing-masing dari aktiva tersebut maka dibuatlah suatu angka perbandingan sebagai berikut : 1. Harga pasar yang wajar. Untuk menentukan nilai pasar yang wajar salah satu cara berikut dapat digunakan : penaksiran untuk tujuan asuransi, penilaian yang ditetapkan untuk tujuan pajak, atau penaksiran independent oleh seorang insinyur atau penaksir lainnya. Jika harga pasar yang wajar tidak ada, maka : 2. Harga penilaian menurut lembaga penilaian yang objektif (Independent Appraisal Company). Sebagai ilustrasi dari kondisi di atas, sebuah perusahaan memutuskan untuk membeli beberapa aktiva berupa lahan, peralatan dan bangunan dengan harga Rp 8.0.0,-, berdasarkan informasi pasar yang diketahui aktiva ini berharga : Nilai Buku Nilai Pasar Lahan Rp 3.0.0,- Rp 5.0.0,- Peralatan Rp 2.0.0,- Rp 2.5.0,- Bangunan Rp 3.0.0,- Rp 2.5.0,- Rp 8.0.0,- Rp 10.0.0,-

Harga beli sebesar Rp 8.0.0,-, akan dialokasikan atas dasar nilai pasar yang wajar dengan cara berikut : Lahan Rp 8.0.0,- = Rp 4.0.0,- Peralatan Rp 8.0.0,- = Rp 2.0.0,- Bangunan Rp 8.0.0,- = Rp 2.0.0,- Maka jurnal dari transaksi di atas adalah : Lahan Rp 4.0.0,- Peralatan Rp 2.0.0,- Bangunan Rp 2.0.0,- Kas Rp 8.0.0,- Jika aktiva tetap yang dibeli merupakan aktiva bekas maka harus dicatat sebesar harga beli ditambah biaya-biaya reparasi dan perbaikan sehingga bias dipakai. Tidak perlu diperhatikan nilai buku dari penjual. b. Pembelian secara kredit jangka panjang Apabila aktiva tetap diperoleh dari pembelian angsuran, maka dalam hal harga perolehan tidak boleh termasuk bunga, dalam kontrak pembelian dapat menyebutkan bahwa pembelian akan dilakukan dalam beberapa kali angsuran ditambah dengan pembayaran bunga. Pembebanan bunga atas kredit ada dua kemungkinan: 1. Dalam angsuran tidak termasuk bunga Pembebanan bunga atas kredit jangka panjang menurut cara ini ada dua,yaitu Secara flat dan berdasarkan sisa utang. Secara flat yaitu biaya bunga

sama untuk pembayaran angsuran setiap semester. Berdasarkan sisa hutang, yaitu biaya bunga dihitung dari sisa hutang terakhir. Contoh. PT. Handaka membeli lahan dengan membeli lahan dengan harga Rp 1.0.0,-. Pembayaran atas pembelian lahan ini dilakukan dengan pemberian uang muka sebesar Rp 40.0.0,-. Sisa hutang atas pembelian tersebut dilakukan secara angsuran dalam 10 kali angsuran per semester. Bunga per tahun adalah 12%. Pada saat pembelian jurnal yang dicatat adalah : Lahan Rp 1.0.0,- Kas Rp 40.0.0,- Utang Kontrak/ Angsuran Rp 60.0.0,- Secara flat pembayaran angsuran selama 10 kali per semester akan dicatatkan sebagai berikut : Utang Kontrak/ Angsuran Rp 6.0.0,- Biaya Bunga* Rp 3.6.0,- Kas Rp 9.6.0,- *(6% x Rp 60.0.0,-) Akan tetapi jika pembebanan bunga atas pembelian kredit tersebut didasarkan atas sisa utang maka akan dijurnal sebagai berikut : Angsuran semester I : Utang Kontrak/ Angsuran Rp 6.0.0,- Biaya Bunga* Rp 3.6.0,- Kas Rp 9.6.0,- *(6% x Rp 60.0.0,-)

Angsuran semester II : Utang Kontrak/ Angsuran Rp 6.0.0,- Biaya Bunga** Rp 3.240.0,- Kas Rp 9.240.0,- **(6% x Rp 54.0.0,-) Pembayaran ini akan diteruskan sampai utang tersebut lunas. 2. Dalam angsuran sudah termasuk bunga Jumlah angsuran yang dibayarkan tiapperiode dalam cara ini sudah termasuk bunga yang telah diperhitungkan terlebih dahulu. Pada waktu pembelian, bunga dicatat pada perkiraan biaya bunga yang ditangguhkan di debet. Sedangkan waktu pembayaran angsuran, biaya bunga yang ditangguhkan tersebut dicatat di kredit. Bunga dihitung berdasarkan pokok utang. Untuk menghitung pokok utang ditentukan dengan faktor annuity nilai sekarang. Atau sering disebut dengan Present Value Annuity. contoh. Bunga = suku bunga x pokok utang Pokok utang = angsuran x Keterangan : i = suku bunga per periode n = jumlah periode PT. Pandu tanggal 1 Januari 27 membeli peralatan dengan cara angsuran tiap tahun sebesar Rp 12.5.0,- selama tiga tahun. Uang muka Rp 7.0.0,-. Bunga pertahun 15%. Jurnal transaksi tersebut adalah :

Untuk mencatat pembelian tanggal 1 Januari 27 Peralatan Rp 35.540.0,- Beban Bunga Ditangguhkan Rp 8.960.0,- Kas Rp 7.0.0,- Utang Kontrak/ Angsuran Rp 37.5.0,- Perhitungan: Diketahui: n = 3 tahun i = 15 % per tahun Pokok utang = Rp 12.5.0,- x = Rp 12.5.0,- x 2,2832 = Rp 28.540.0,- Bunga selama angsuran dihitung sebagai berikut: Jumlah angsuran Rp 37.5.0,- Pokok utang Rp 28.540.0,- Bunga yang ditangguhkan Rp 8.960.0,- Bunga yang ditangguhkan sebesar Rp 8.960.0,-akan dialokasikan dalam jangka waktu 3 tahun dengan perhitungan sebagai berikut: Tabel 2.1 Pengalokasian Bunga yang ditangguhkan (dalam ribuan rupiah) Tahun Angsuran Bunga Pokok Angsuran Pokok Utang 0 - - - 28.540 1 12.5 15% x 28.540 = 4.281 8.219 20.321 2 12.5 15%x 20.321 = 3.048,15 9.451,85 10.869,15 3 12.5 15% x 10.869,15 = 1.630,373 10.869,15 0

Untuk mencatat pembayaran angsuran tanggal 1 Januari 28 Utang Kontrak/ Angsuran Rp 12.5.0,- Biaya Bunga Rp 4.281.0,- Kas Rp 12.5.0,- Beban Bunga Ditangguhkan Rp 4.281.0,- Untuk mencatat pembayaran angsuran tanggal 1 Januari 29 Utang Kontrak/ Angsuran Rp 12.5.0,- Biaya Bunga Rp 3.048.150,- Kas Rp 12.5.0,- Beban Bunga Ditangguhkan Rp 3.048.150,- Untuk mencatat pembayaran angsuran tanggal 1 Januari 2010 Utang Kontrak/ Angsuran Rp 12.5.0,- Biaya Bunga Rp 1.630.373,- Kas Rp 12.5.0,- Beban Bunga Ditangguhkan Rp 1.630.373,- c. Pembelian dengan surat berharga Pembelian Aktiva tetap dengan surat berharga adalah dengan pengeluaran obligasi atau saham milik perusahaan untuk ditukar dengan aktiva tetap. Aktiva tetap tersebut harus dicatat sebesar harga pasar obligasi atau saham pada saat pembelian. Nilai surat berharga tersebut dicatat sebesar nilai pari atau nilai nominalnya. Selisih antara harga pembelian aktiva tetap dengan nilai nominal saham atau obligasi dicatat sebagai agio atau disagio dari saham atau obligasi tersebut. Apabila harga pasar saham atau obligasi itu tidak diketahui, harga perolehan aktiva tetap ditentukan sebesar harga pasar aktiva tersebut. Kadangkadang harga pasar surat berharga dan aktiva tetap yang ditukar tidak diketahui,

dalam keadaan seperti ini, nilai pertukaran ditentukan oleh keputusan pimpinan perusahaan. Contoh. PT. Yayang membeli sebidang tanah dengan mengeluarkan 15 lembar saham dengan nilai nominal @ Rp 7.0,-. Harga kurs saat pembelian adalah : 1. Sebesar 99 2. Sebesar 115 Transaksi di atas akan dijurnal: 1. Jika kurs adalah 99, saham akan bernilai Rp 10.395.0,- (Rp 7.0,- x 1.5 lembar x 0,99). Tanah Rp 10.395.0,- Disagio Saham Rp 105.0,- Modal Saham Rp 10.5.0,- 2. Jika kurs adalah 115, saham akan bernilai Rp 12.075.0,- (Rp 7.0,- x 1.5 lembar x 1,15). Tanah Rp 12.075.0,- Modal Saham Rp 10.5.0,- Agio Saham Rp 1.575.0,- d. Aktiva tetap yang diperoleh dari hadiah/donasi Jika aktiva tetap diperoleh dengan cara dihadiahkan maka transaksi ini disebut nonreciprocal transfer (transfer yang tidak memerlukan umpan balik). Aktiva yang diperoleh melalui donasi atau sumbangan pada hakikatnya tidak menyebabkan pengeluarn modal. Kalupun ada hanyalah biaya yang dikeluarkan untuk memindahkan aktiva tetap tersebut sehingga dapat digunakan sesuai dengan tujuannya. Aktiva ini harus dicatat sebesar harga pasar yang wajar atau

berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh pihak perusahaan penilai yang independent. Contoh. PT. Handoko menyumbangkan tanah dan bangunan kepada PT. Yayang dengan masing-masing memiliki nilai pasar wajarnya sebesar Rp 17.0.0,- dan Rp 25.0.0,- PT. Yayang akan mencatatnya sebagai berikut: Tanah Rp 17.0.0,- Bangunan Rp 25.0.0,- Modal donasi Rp 42.0.0,- e. Aktiva tetap yang dibangun sendiri Dalam pembuatan aktiva, semua biaya yang langsung (biaya variable), yaitu bahan dan upah langsung serta overhead pabrik yang digunakan untuk pembangunan ini harus dikapitalisasi. tetap sendiri. Ada tiga permasalahan yang selalu muncul dalam pembangunan aktiva 1. Biaya Overhead yang Dibebankan Untuk berapa besar biaya overhead yang akan dibebankan terhadap aktiva tetap yang dibangun sendiri menurut Harahap (22:31) ada 2 yaitu: 1. Metode incremental cost Dalam hal ini biaya overhead yang dibebankan adalah kenaikan (tambahan) biaya overhead akibat adanya pembangunan aktiva tersebut. 2. Metode proporsional Dalam metode ini yang dibebankan bukan saja kenaikan overhead itu tetapi juga dibebankan biaya overhead tetap secara pro-rata baik untuk kegiatan biasa maupun untuk kegiatan pembangunan itu sendiri.

2. Laba Rugi Pembangunan Sendiri Dalam pembangunan sendiri aktiva tetap, yang diharapkan adalah biaya pembangunan sendiri akan lebih rendah dibandingkan jika pembangunan tersebut diborongkan. Jika hal tersebut terjadi maka kondisi yang sepertinya menghasilkan laba tersebut tidak dapat dianggap sebagai keuntungan bagi perusahaan. Tetapi ada kondisi yang mengakibatkan biaya pembangunan sendiri lebih besar dibandingkan jika diborongkan. Jika hal ini terjadi maka perlu dipertanyakan dan dicari tahu mengapa hal tersebut dapat terjadi. Apabila biaya yang lebih tinggi ini terjadi disebabkan hal-hal yang tidak efisien atau karena kelalaian maka harus dicatat sebagai kerugian. Jadi harga pokok dari aktiva tetap yang dibangun tersebut dicatat sebesar jumlah biaya yang sesungguhnya dikeluarkan untuk pembangunan tersebut. 3. Biaya Bunga Selama Masa Pembangunan/ Kontruksi Tiga pendekatan telah diusulkan Kieso (22:6) untuk memperlakukan bunga yang muncul dalam pembiayaan kontruksi atau akuisisi property, pabrik, dan peralatan : 1. Tidak mengkapitalisasi beban selama periode kontruksi. Menurut pendekatan ini, bunga dianggap sebagai biaya pendanaan dan bukan sebagai biaya kontruksi. Jadi dapat disimpulkan bahwa jika perusahaan menggunakan pembiayaan dengan saham dan bukan dengan utang, maka beban ini tidak akan muncul. 2. Membebankan semua biaya dana yang digunakan, baik yang dapat diidentifikasi maupun yang tidak kekontruksi. Metode ini mengatakan bahwa satu bagian dari biaya kontruksi merupakan biaya pendanaan, apakah dengan utang, kas atau saham. Suatu aktiva harus dibebankan dengan semua biaya yang diperlukan untuk membuat aktiva tersebut siap digunakan. Bunga, baik actual maupun terkait (imputed), merupakan biaya pembangunan, seperti halnya dengan biaya tenega kerja, lahan dan overhead.

3. Hanya mengkapitalisasi biaya bunga actual yang terjadi selama kontruksi. Pendekatan ini mengandalkan konsep biaya historis yang hanya mencatat transaksi actual. Prinsip yang digunakan Kieso (22 : 9) dalam memilih suku bunga yang tepat yang diaplikasikan pada akumulasi pengeluaran rata-rata tertimbang adalah : Contoh. 4.Untuk bagian akumulasi pengeluaran rata-rata tertimbang yang kurang dari atau sama dengan jumlah yang secara khusus dipinjam untuk membiayai pembuatan aktiva, gunakan suku bunga yang terjadi atas pinjaman khusus tersebut. 5.Untuk bagian akumulasi pengeluaran rata-rata tertimbang yang lebih besar dari setiap utang yang dipinjam khusus untuk membiayai pembuatan aktiva, gunakan suku bunga rata-rata tertimbang yang terjadi atas semua utang lainnya yang beredar selama periode berjalan. Sebagai ilustrasi atas masalah pengkapitalisasian bunga, di asumsikan bahwa pada tanggal 1 Oktober 25, PT. Handaka telah menandatangani kontrak dengan PT. Yayang untuk membangun sebuah bangunan senilai Rp. 250.0.0,- di atas tanah yang mempunyai harga pokok Rp 50.0.0,- (dibeli dari kontraktor dan dimasukkan kedalam pembayaran pertama). PT. Handaka telah melakukan pembayaran berikut kepada perusahaan kontruksi selama lima tahun 26 : Tabel 2.2 Pembayaran PT. Handaka (dalam ribuan rupiah) 1 Januari 1 Mei 1 September 31 Desember Total Rp 75.0 Rp 75.0 Rp 75.0 Rp 75.0 Rp3.0

Pembangunan telah selesai dilaksanakan dan PT. Handaka siap untuk memakai bangunan tersebut pada tanggal 31 Desember 26. PT. Handaka memiliki utang yang beredar berikut pada tanggal 31 Desember 26 : Utang Kontruksi Khusus Wesel bayar 3 tahun, bunga 15%, untuk membiayai pembelian tanah dan pembuatan bangunan, tertanggal 31 Desember 25 Rp 90.0.0,- Utang Lainnya Wesel bayar 5 tahun, bunga 10%, tertanggal 31 Desember 22, dan bunga dibayar secara tahunan setiap tanggal 31 Desember Rp 75.0.0,- Obligasi 10 tahun, bunga 12%, dikeluarkan tanggal 31 Desember 21, dan bunga dibayar secara tahunan setiap tanggal 31 Desember Rp 80.0.0,- Akumulasi pengeluaran rata-rata tertimbang selama tahun 26 dihitung sebagai berikut : Pengeluaran Periode Kapitalisasi Akumulasi Pengeluaran Tgl Jumlah Tahun Berjalan Rata-Rata Tertimbang 1 Jan Rp 75.0.0,- 12/12 Rp 75.0.0,- 1 Mei Rp 75.0.0,- 8/12 Rp 50.0.0,- 1 Sep Rp 75.0.0,- 4/12 Rp 25.0.0,- 31 Des Rp 75.0.0,- Rp Rp 3.0.0,- Rp 150.0.0,- Perhatikan bahwa pengeluaran yang dilakukan pada tanggal 31 Desember, yaitu hari terakhir tahun berjalan, tidak memiliki biaya bunga.

Bunga yang dapat dihindarkan dihitung sebagai berikut : Akumulasi Pengeluaran Bunga yang Dapat Rata-Rata Tertimbang Suku Bunga Dihindarkan Rp 90.0.0,- 0,15 (wesel kontruksi) Rp 13.5.0,- Rp 60.0.0,-* 0,1103 (rata-rata tertimbang Rp 661.8,- Rp 150.0.0,- utang lainnya) Rp 14.161.8,- *Rp 60.0.0,- adalah jumlah dimana akumulasi pengeluaran rata-rata tertimbang melebihi pinjaman kontruksi khusus (Rp 150.0.0,- Rp 90.0.0,-) Perhitungan suku bunga rata-rata tertimbang hutang lainnya : Pokok Bunga Wesel 5 tahun, bunga 10% Rp 75.0.0,- Rp 7.5.0,- Obligasi 10 tahun, bunga 12% Rp 80.0.0,- Rp 9.6.0,- Rp 155.0.0,- Rp 17.1.0,- Suku bunga rata-rata tertimbang 11,03% Biaya bunga aktual yang merupakan jumlah maksimum yang dapat dikapitalisasi selama tahun 26, dihitung sebagai berikut : Wesel kontruksi Rp 90.0.0,- 0,15 : Rp 13.5.0,- Wesel 5 tahun Rp 75.0.0,- 0,1 : Rp 7.5.0,- Obligasi 10 tahun Rp 80.0.0,- 0.12 : Rp 9.6.0,- Bunga Aktual Rp 30.6.0,- Biaya bunga yang akan dikapitalisasi adalah bunga terkecil antara bunga yang dapat dihindari (Rp 14.161.8,-) dengan bunga actual (Rp 30.6.0,-), yaitu Rp 14.161.8,- Sebagai pencatat atas transaksi selama tahun 26 yang dilakukan PT. Handaka maka dibuatlah jurnal sebagai berikut : 1 Januari 26 Tanah Rp 50.0.0,- Bangunan/ Kontruksi dalam Proses Rp 25.0.0,- Kas Rp 75.0.0,-

1 Mei 26 Bangunan Rp 75.0.0,- Kas Rp 75.0.0,- 1 September 26 Bangunan Rp 75.0.0,- Kas Rp 75.0.0,- 31 Desember 26 Bangunan Rp 75.0.0,- Kas Rp 75.0.0,- Bangunan (bunga yang dikapitalisasi) Rp 14.161.8,- Beban bunga* Rp 16.438.2,- Kas** Rp 30.6.0,- * Rp 30.6.0,- Rp 14.161.8,- ** Rp 13.5.0,- Rp 7.5.0,- Rp 9.6.0,- f. Aktiva tetap yang diperoleh secara pertukaran Menurut cara ini aktiva tetap diperoleh dengan cara menukarkan aktiva tetap yang kita miliki dengan aktiva tetap lainnya yang dimilliki pihak lain baik itu yang sejenis maupun tidak sejenis. Transaksi pertukaran bisa bersih tanpa tambahan-tambahan lain atau dapat juga ditambah dengan transaksi tambahan lainnya, misalnya kas. Transaksi pertukaran aktiva tetap memiliki permasalahan yang khusus dalam pencatatannya. Kieso (22: 16), mengatakan : Akuntansi yang tepat untuk pertukaran aktiva non-moneter (seperti persediaan serta properti, pabrik dan peralatan) masih diperdebatkan atau masih kontroversial. Sebagian akuntan berpendapat bahwa akuntansi untuk jenis pertukaran ini harus didasarkan atas nilai wajar aktiva yang diberikan atau nilai wajar aktiva yang diterima, dengan mengakui suatu keuntungan atau kerugian. Sebagian lagi berpendapat bahwa akuntansi harus didasarkan atas jumlah yang tercatat (nilai buku) dari aktiva yang diberikan, tanpa mengakui keuntungan atau kerugian. Sementara yang lainnya lagi memilih pendekatan yang akan

mengakui kerugian dalam semua kasus, tetapi menangguhkan keuntungan dalam situasi khusus. IAI (27 : 16.6) sendiri dalam menjelaskan tentang pertukaran aktiva tetap adalah : Entitas menentukan apakah suatu transaksi pertukaran memiliki substansi komersial atau tidak dengan mempertimbangkan sejauh mana arus kas masa depan diharapkan dapat berubah sebagai akibat dari transaksi ini.suatu transaksi pertukaran memiliki substansikomersial jika: (a) Konfigurasi (risiko, waktu, dan jumlah) arus kas atas aset yang diterima berbeda dari konfigurasi dari aset yang diserahkan; atau (b) Nilai khusus entitas dari kegiatan operasional entitas yang dipengaruhi oleh transaksi tersebut berubah sebagai akibat dari pertukaran; dan (c) Selisih antara (a) dan (b) adalah relatif signifikan terhadap nilai wajar dari aset yang dipertukarkan. Jika pertukaran aktiva tetap dilakukan atas dasar yang tidak sejenis, maka perbedaan antara nilai buku aktiva tetap yang diserahkan dengan nilai aktiva yang diperoleh lansung dicatat sebagai laba atau rugi pertukaran aktiva tetap. Pertukaran aktiva tetap yang sejenis dilakukan dengan kondisi tidak adanya pembayaran kas ataupun adanya kas. Kedua kondisi ini akan dijelaskan sebagai berikut: a. Bila pertukaran tidak dissertai dengan pembayaran Nilai perolehan aktiva tetap dicatat sebesar nilai buku dari aktiva yang bersangkutan. b. Bila pertukaran disertai dengan pembayaran Harga perolehan aktiva tetap dapat dilihat dari kedua belah pihak yang melakukan transaksi, yaitu :

Pihak yang menyerahkan uang Bagi pihak yang menyerahkan uang, harga perolehan dicatat sebesar nilai buku aktiva tetap yang diserahkan ditambah pembayan kas, dan tidak boleh dicatatkan laba. Pihak yang menerima uang Bila pembayaran disertai disertai oleh pembayaran kas, maka ada dua hal yang mempengaruhi pengakuan keuntungan, yaitu : 1. Apabila kas yang diterima sebesar kurang dari 25% dari nilai pasar aktiva tetap yang diterima, maka keuntungan diakui sebagian jika uang diterima. Bagi pihak yang menerima uang, diperlakukan bahwa transaksi itu mengandung realisasi laba walaupun transaksi itu bukan kegiatan utama perusahaan. Pihak yang menerima kas harus mencatat bagian laba yang timbul dari penerimaan kas tersebut. Jadi ada keuntungan yang diakui (realized gain) realized gain dapat dihitung sebagai berikut : Indicated Gain (total keuntungan) adalah laba yang ditujukkan dari transaksi pertukaran tersebut dihitung dari harga pasar aktiva tetap yang diberikan dikurangi dengan nilai bukunya. Atau dapat pula dihitung dengan cara harga pasar aktiva tetap yang diterima

dikurangi dengan nilai buku aktiva tetap yang diserahkan dikurangi kas yang dibayar. 2. Apabila kas yang diterima sebesar lebih dari 25% dari nilai pasar aktiva tetap yang diterima, maka semua keuntungan diakui. Contoh. PT. Pandu menukar mesin sejenis yang nilai perolehannya sebesar Rp 15.0.0,-, akumulasi penyusutannya sebesar Rp 9.0.0,-, dan harga pasar Rp 6.375.0,- dengan mesin milik PT. Handaka yang nilai perolehannya sebesar Rp 18.0.0,- akumulasi penyusutannya Rp 12.0.0,- dan harga pasar Rp 6.750.0,- maka transaksi ini akan dijurnal sebagai berikut : Mesin (baru) Rp 6.0.0,- Akumulasi penyusutan mesin Rp 9.0.0,- Mesin (lama) Rp 15.0.0,- Dari contoh diatas dianggap PT. Pandu sebagai pihak yang menukarkan mesin dan PT. Handaka sebagai pihak yang memberikan mesin dan menerima kas sebesar Rp 375.0,- 1. Dalam hal ini apabila kas yang dibayar PT. Pandu lebih kecil dari 25% harga pasar mesin tersebut. Untuk menghitung harga perolehan atas aktiva tetap yang diterimanya : Harga pasar mesin yang diterima Rp 6.750.0,- (-) Laba yang ditangguhkan Rp 375.0,- Nilai perolehan mesin yang diterima Rp 6.375.0,- Atau Nilai buku mesin yang diserahkan Rp 6.0.0,- (+) Kas yang dibayar Rp 375.0,-

Nilai perolehan mesin yang diterima Rp 6.375.0,- Transaksi di atas akan dijurnal sebagai berikut : Mesin (baru) Rp 6.375.0,- Akumulasi penyusutan Rp 9.0.0,- Kas Rp 375.0,- Mesin (lama) Rp 15.0.0,- Sebagai pihak penerima uang maka PT. Handaka akan memperhitungkan sebagian keuntungan yang diakuinya diterimanya. Keuntungan yang diakui tersebut akan dihitung sebagai berikut : Harga pasar mesin yang diserahkan Rp 6.750.0,- (-) Nilai buku mesin yang diserahkan Rp 6.0.0,- Total keuntungan Rp 750.0,- Atau Harga pasar mesin yang diterima Rp 6.375.0,- (-) Nilai buku mesin yang diserahkan Rp 6.0.0,- (+) Kas yang diterima Rp 375.0,- Total keuntungan Rp 750.0,- Keuntungan yang diakui = Rp 750.0,- = Rp 41.666,67 Aktiva yang diperolehnya akan dinilai : = Nilai buku aktiva tetap yang diserahkan penerimaan kas (boot) + keuntungan yang diakui = Rp 6.0.0,- Rp 375.0,- + Rp 41.666,67 = Rp 5.666.666,67 Untuk mencatat transaksi di atas maka PT.Handaka akan menjurnal : Mesin (baru) Rp 5.666.666,67 Akumulasi penyusutan Rp 12.0.0,-

Kas Rp 375.0,- Mesin (lama) Rp 18.0.0,- Laba pertukaran Rp 41.666,67 2. Apabila PT. Handaka menerima kas lebih besar dari 25% harga pasar aktiva tetap yang diterimanya dari PT. Pandu, yaitu menerima kas sebesar Rp 1.912.5,- (30% dari harga pasar mesin yang diterima). Maka dalam hal ini transaksi dianggap sebagai pertukaran moneter, dimana semua keuntungan dan kerugian diakui, dan aktiva tetap yang diterima dicatat berdasarkan nilai pasarnya. PT.Handaka mencatat transaksinya sebagai berikut : Kas Rp 1.912.5,- Mesin (baru) Rp 6.0.0,- Akumulasi penyusutan Rp 12.0.0,- Mesin Rp 18.0.0,- Laba pertukaran Rp 1.912.5,- 3. Pengeluaran Selama Masa Penggunaan Aktiva Tetap Selama penggunaan aktiva tetap perusahaan tidak dapat menghindarkan diri dari pengeluaran-pengeluaran untuk aktiva tetap itu. Pengeluaran itu ada dua macam, yaitu: a. Pengeluaran Pendapatan (revenue expenditure) Pengeluaran pendapatan adalah pengeluaran-pengeluaran yang hanya mendatangkan untuk tahun dimana pengeluaran tersebut dilakukan. Oleh karena itu, pengeluaran pendapatan akan dicatat sebagai beban. Pengeluaran untuk pemeliharan dan perbaikan rutin merupakan contoh dari pengeluaran ini. Beban pemeliharaan terjadi agar aktiva tetap selalu berada dalam keadaan baik.

Sedangkan beban perbaikan adalah beban-beban untuk mengembalikan aktiva tetap dalam keadaan baik. b. Pengeluaran Modal (capital expenditure) Pengeluaran modal adalah pengeluaran-pengeluaran yang harus dicatat sebagai aktiva (dikapitalisir). Pengeluaran-pengeluaran yang akan mendatangkan manfaat lebih dari satu periode akuntansi termasuk dalam kategori ini. Dalam praktek sangat sulit membedakan antara revenue expenditure dengan capital expenditure. Untuk mengatasi kesulitan ini dalam akuntansi diberikan beberapa pedoman bagaimana untuk membedakannya. Menurut Harahap (22 : 49) Pedoman itu adalah sebagai berikut: 1. Segi Keuntungan Jika pengeluaran itu memberikan keuntungan selama lebih dari satu tahun, maka dianggap sebagai capital expenditure. Jika sebaliknya maka dianggap sebagi revenue expenditure. 2. Kebiasaan Jika pengeluaran itu merupakan pengeluaran yang sifatnya lazim dan rutin dikeluarkan dalam periode tertentu maka dianggap sebagai revenue expenditure, jika sebaliknya maka dianggap sebagai capital expenditure. Jika pengeluaran itu jumlahnya relative besar dan sifatnya penting biasanya dianggap sebagai capital expenditure. Sedangkan jika pengeluaran tersebut relative kecil maka dianggap sebagai revenue expenditure. 3. Jumlah Jika pengeluarannya relative kecil dianggap sebagai revenue expenditure dan jika pengeluaran itu jumlahnya relative besar dan sifatnya penting maka dianggap sebagai capital expenditure. Agar biaya-biaya tersebut dapat dikapitalisasi menurut Donald E. Kieso (23 : 23) beberapa kondisi yang harus dipenuhi ialah sebagai berikut : 1. Umur manfaat aktiva harus meningkat 2. Kuantitas unit yang diproduksi aktiva harus meningkat

3. Kualitas unit yang diproduksi harus ditingkatkan. biaya-biaya yang dikeluarkan untuk aktiva tetap tersebut dapat dikelompokkan menjadi : a. Biaya Reparasi, yaitu biaya untuk memperbaiki aktiva tetap menjadi baik seperti semula dan dapat digunakan kembali dalam operasi perusahaan.reparasi dibedakan atas dua yaitu reparasi biasa dan reparasi besar. Reparasi yang bersifat biasa (ordinary repairs) adalah pengeluaran yang dilakukan untuk mempertahankan aktiva tetap dalam kondisi siap operasi; biaya ini dapat dibebankan ke akun beban selama periode terjadinya atas dasar bahwa periode tersebut merupakan periode yang paling banyak menerima manfaat. Contohnya adalah penggantian komponen kecil, pelumasan, penyetelan peralatan, pengecetan kembali, dan pembersihan. Reparasi yang sifatnya besar (major repairs) adalah reparasi dimana beberapa periode akan menerima masa manfaat dan biaya tersebut harus diperlakukan sebagai penambahan, perpaikan atau penggantian. b. Biaya Penambahan, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk menambah aktiva tetap yang lama dengan bagian-bagian yang baru. Pengeluaran ini dilakukan untuk menambah mutu serta manfaat aktiva tetap tersebut. Contoh yang sering terlihat adalah penambahan peralatan yang dipasang pada mesin dengan tujuan untuk mengurangi pencemaran. Jika peralatan yang ditambahkan tersebut dipasang menjadi satu dengan mesin maka biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh dan memasang alat itu

merupakan suatu penambahan. Biaya-biaya yang timbul dalam penambahan dikapitalisasi, menambah biaya perolehan aktiva dan disusustkan selama umur ekonomisnya. c. Biaya Pemeliharaan, yaitu biaya untuk menjaga aktiva tetap tersebut tetap pada kondisi baik. Biaya ini sifatnya biasa dan berulang-ulang dan tidak menambah umur aktiva, pengeluaran ini dianggap sebagai revenue expenditure. d. Biaya Penyusunan Kembali dan Pemasangan Kembali, yaitu pengeluaran yang ditujukan untuk memberikan manfaat diperiode masa depan. Jika biaya pemasangan awal dan akumulasi penyusutan yang dihitung sampai tanggal sekarang dapat ditentukan atau diestimasi, maka biaya penyusunan kembali dan pemasangan kembali diperlakukan sebagai penggantian. Jika tidak maka biaya baru itu apabila jumlahnya material harus dikapitalisasi sebagai aktiva yang akan diamortisasi selama periode masa depan yang diharapkan menerima manfaat. Akan tetapi jika ternyata jumlahnya tidak material dan jika tidak dapat dipisahkan dari beban operasi lainnya atau jika manfaat masa depannya masih diragukan, maka hal itu harus segera dibebankan. e. Biaya Perbaikan, yaitu penggantian suatu aktiva dengan aktiva yang baru untuk memperoleh kegunaan aktiva yang lebih baik. Perbedaan antara perbaikan dengan pergantian yaitu: perbaikan adalah penggantian aktiva yang sekarang sedang digunakan dengan aktiva lain yang lebih baik,

contoh: laintai kayu dengan lantai marmer. Sedang pergantian adalah subsitusi dari aktiva yang sama, contoh: lantai kayu dengan lantai kayu. 4. Pengertian dan Metode Depresiasi Aktiva Tetap Aktiva tetap yang digunakan oleh perusahaan didalam menjalankan operasinya pasti akan mengalami penurunan produktivitas, kecuali tanah. Penurunan produktivitas ini disebabkan oleh faktor fisik dan faktor faktor funsional. Kehilangan masa manfaat yang disebabkan oleh faktor fisik misalnya karena pemakain, keausan karena umur, dan kerusakan. Sedangkan hilangnya masa masa manfaat aktiva tetap yang disebabkan oleh faktor fungsional karena hal-hal sebagai berikut. Faktor fungsional akan membatasi umur aktiva tetap karena : a. Ketidak mampuan untuk memenuhi kebutuhan produksi. b. Perubahan permintaan terhadap barang dan yang dihasilkan. c. Kemajuan tekhnologi sehingga aktiva tetap tersebut tidak ekonomis lagi. Sebagai akibat dari penurunan produktivitas tersebut maka nilai dari aktiva tetap tersebut juga ikut menurun. Penurunan nilai inilah yang sering disebut dengan depresiasi ataupun penyusutan. Menurut IAI (27 : 16.2) depresiasi/penyusutan adalah alokasi sistematis jumlah yang dapat disusutkan dari suatu aset selama umur manfaatnya. Sedangkan menurut Jay M. Smith dan Fred K. Skousen (1997 : 491) penyusutan adalah pengalokasian harga perolehan aktiva tetap secara sistematik dan rasional selama masa manfaat dari aktiva bersangkutan.

Dari kedua definisi di atas dapat disimpilkan bahwa penyusutan merupakan alokasi yang sistematis dan rasional dalam membebankan biaya dan bukan merupakan pengumpulan dana untuk menggantikan aktiva tersebut, yang berati bahwa seiring dengan jasa yang diberikan suatu aktiva terhadap proses produksi maka sangat perlu untuk mengalokasikan harga perolehannya melalui metode perhitungan yang sistematis. Menurut IAI (27 : 16.11) Metode penyusutan yang digunakan untuk untuk aset harus di-review minimumsetiap akhir tahun buku dan, apabila terjadi perubahan yang signifikan dalam ekspektasi pola konsumsi manfaat ekonomi masa depan dari aset tersebut, maka metode penyusutan harus diubah untuk mencerminkan perubahan pola tersebut. Perubahan metode penyusutan harus diperlakukan sebagai perubahan estimasi akuntansi sesuai dengan PSAK No. 25. Berbagai metode depresiasi dapat digunakan untuk mengalokasikan jumlah yang disusutkan secara sistematis dari suatu aset selama umur manfaatnya. Metode tersebut antara lain : 1. Berdasarkan Waktu a. Metode garis lurus (straight line method) Metode pembebanan biaya selama masa penggunaan, dengan membagi sama rata secara periodik. Metode ini beranggapan bahwa aktiva tetap memberi jasa yang sama setiap periode selama umur penggunaan. Kelemahan metode ini adalah kapasitas produksi aktiva tetap semakin lama semakin menurun serta biaya pemeliharaan dan reparasi dari suatu periode ke periode berikutnya akan semakin besar, seiring dengan semakin tuanya umur aktiva tetap tersebut.

Menurut metode ini penghitungan depresiasi/penyusutan dihitung dengan rumus : Deprisiasi = H arg a Perolehan Nilai Re sidu Taksiran Umur Pengguanaan Contoh. Sebuah peralatan dibeli dengan harga Rp 5.0.0, nilai residu ditaksir Rp 5.0 dan estiamasi umurnya adalah 5 tahun. Penyusutan tahunan aktiva tersebut dihitung sebagai berikut Akhir tahun Tabel 2.3 Penyusutan Menurut Metode Straight Line Harga pokok (Rp) Penyusutan (Rp) Akk. Penyusutan (Rp) Nilai buku (Rp) 0 5.0.0 - - 5.0.0 1 5.0.0 9.0 9.0 4.1.0 2 5.0.0 9.0 1.8.0 3.2.0 3 5.0.0 9.0 2.7.0 2.3.0 4 5.0.0 9.0 3.6.0 1.4.0 5 5.0.0 9.0 4.5.0 5.0 4.5.0 Metode ini lebih sesuai jika dipergunakan oleh perusahaan yang produksinya dari tahun ke tahun tidak banyak berfluktuasi. Bila produksiproduksi dari tahun ke tahun sangat bervariasi, pengguanaan metode ini kurang tepat, karena penghapusan selalu sama setiap tahunnya. Pada periode dimana

produksinya rendah, beban penyusutan per unit bias menjadi lebih besar, demikian sebaliknya. b. Metode Pembebanan Yang Menurun T H N i. Metode jumlah angka tahun (sum of the years digit method) Dalam metode ini beban depresiasi pada mulanya tinggi dan selanjutnya menurun. Beban penyusutan ini dihitung dengan cara menjumlahkan semua angka (digit) umur aktiva itu. Menurut metode ini penghitungan depresiasi dihitung dengan rumus : n +1 Depresiasi = x n 2 n = umur ekonomis aktiva contoh. Sebuah peralatan dibeli dengan harga Rp 5.0.0, nilai residu ditaksir Rp 5.0 dan estiamasi umurnya adalah 5 tahun. Harga perolehan Rp. 5.0.0,- Nilai residu Rp. 5.0,- Rp. 4.5.0,- Tabel 2.4 Penyusutan Menurut Metode sum of the years digit Dasar Penyusutan (Rp) Beban Penyusutan (Rp) Akk. Penyusutan (Rp) Nilai buku (Rp) 5.0.0 1 4.5.0 5/15x4.5.0= 1.5.0 1.5.0 3.5.0 2 4.5.0 4/15x4.5.0= 1. 2.0 2.7.0 2.3.0 3 4.5.0 3/15x4.5.0= 9.0 3.6.0 1.4.0

4 4.5.0 2/15x4.5.0=.6.0 4.2.0 8.0 5 4.5.0 1/15x4.5.0= 3.0 4.5.0 5.0 ii. Metode saldo menurun/saldo menurun ganda (declining/double declining balance method) Metode saldo menurun berganda (double declining balance method) menghasilkan beban periodic yang terus menurun sepanjang estimasi umur manfaat aktiva. Untuk menerapkan metode ini tarif penyusutan garis lurus tahunan terlebih dahulu harus digandakan. Contoh. Dengan menggunakan ilustrasi contoh sebelumnya maka tarif penyusutan saldo menurun adalah: = 1% / 5 tahun = 20% Digandakan menjadi 20% x 2 = 40% Tahun Tabel 2.5 Penyusutan Menurut Metode declining/double declining balance Nilai Buku Aktiva Awal Tahun (Rp) Beban Penyusutan (Rp) Akk. Penyusutan (Rp) Nilai buku Akhir Tahun (Rp) 5.0.0 1 5.0.0 40%x5.0.0= 2.0.0 2.0.0 3.0.0 2 3.0.0 40%x3.0.0= 1.2.0 3.2.0 1.8.0 3 1.8.0 40%x1.8.0= 720.0 3.920.0 1.080.0 4 1.080.0 40%x1.080.0= 432.0 4.352.0 648.0

5 648.0 148.0 4.5.0 5.0 Beban penyusutan pada tahun terakhir terbatas hanya pada Rp. 148.0,- karena nilai buku tidak boleh lebih rendah dari nilai sisa. 2. Berdasarkan Penggunaan a. Metode jam jasa (service hours method) Metode ini didasarkan atas asumsi bahwa penurunan umur manfaat aktiva tetap dihubungkanlangsung dengan jumlah waktu penggunaan aktiva. Sehingga di dalam mengestimasi umur aktiva tersebut di perlukan suatu taksiran usia dalam ukuran jasa jam produksi. Besarnya beban penyusutan menurut metode ini adalah mengalihkan jam jasa aktiva tetap dengan tingkat penyusutan perjam. Perhitungan besarnya beban penyusutan perjam adalah dengan rumus berikut : Contoh. Sebuah mesin dibeli dengan harga Rp 5.0.0,- nilai residu ditaksir Rp 5.0,- dan jumlah jam kerja mesin tersebut di estimasi sebesar 150.0 jam. Maka beban penyusutan mesin per jam : Jika dalam tahun pertama mesin tersebut telah bekerja selama 30.0 jam kerja, maka beban penyusutan untuk tahun tersebut adalah : 30.0 jam x Rp 30,-/jam = Rp 9.0,-

Tahun Jam Kerja Tabel 2.6 Penyusutan Menurut Metode service hours Beban Penyusutan (Rp) Akk. Penyusutan (Rp) Nilai buku 5.0.0 1 30.0 30.0 x 30 = 9.0 9.0 4.1.0 2 20.0 20.0 x 30 = 6.0 1.5.0 3.5.0 3 35.0 35.0 x 30 = 1.050.0 2.550.0 2.450.0 4 40.0 40.0 x 30 = 1.2.0 3.750.0 1.250.0 5 25.0 25.0 x 30 = 750. 4.5.0 5.0 150.0 b. Metode jumlah unit produksi (productive output method) Pada dasarnya hamper sama dengan metode jam jasa. Jika pada metode sebelumnya menggunakan jam kerja sebagai dasar perhitungan maka pada metode jumlah unit produksijumlah jam kerja tersebut digambarkan sebagai output atau produksi dalam unit. Rumus untuk mencari besarnya per unit adalah : Untuk mencari besarnya penyusutan pertahun adalah : Contoh. Dengan menggunakan ilustrasi contoh sebelumnya, diketahui bahwa taksiran produksi aktiva tersebut sebesar 250.0 unit, maka besarnya penyusutan per unit :

Jika pada tahun pertama diproduksi 30.0 unit, maka besarnya penyusutan untuk tahun tersebut adalah : 540.0,- Tahun Jam Kerja Tabel 2.7 Penyusutan Menurut Metode productive output Beban Penyusutan (Rp) Akk. Penyusutan (Rp) Nilai buku 5.0.0 1 30.0 30.0 x = 540.0 540.0 4.460.0 2 50.0 50.0 x = 9.0 1.440.0 3.560.0 3 75.0 75.0 x = 1.350.0 2.790.0 2.210.0 4 60.0 60.0 x = 1.080.0 3.870.0 1.130.0 5 35.0 35.0 x = 63. 4.5.0 5.0 250.0 3. Berdasarkan kriteria lain a. Metode berdasarkan kelompok dan jenis (group and composite method) i. Metode Penyusutan Kelompok (Group Deprecistion Method) Perhitungan penyusutan menurut metode kelompok, tarif penyusutan didasarkan pada umur rata-rata seluruh aktiva dalam kelompok. Apabila menggunakan metode ini maka tidak ada nilai buku yang dikalkulasikan untuk aktiva tertentu, jadi tidak ada nilai buku aktiva tetap yang dihapuskan 1%. Penyusutan dicatat berdasarkan nilai

Akhi r Tah un sisa tanpa memandang umur aktiva tersebut. Apabila suatu aktiva dalam kelompok tersebut dihentikan penggunaanya, tidak ada keuntungan atau kerugian yang akan dicatat, perkiraan aktiva tersebut dikredit sebesar harga perolehannya dan perkiraan penilaian didebet sebesar selisih antara harga perolehan dengan nilai sisa. Contoh. Pada awal tahun 29, PT. Handoko membeli 50 unit mesin sejenis yang diperkirakan mempunyai umur ekonomis rata-rata 5 tahun dengan harga keseluruhan Rp 10.0.0,-. Dari kelompok mesin ini terjadi disposisi (tanpa penjualan); pada akhir tahun 2012, 15 unit mesin, pada akhir tahun 2013, 20 unit mesin dan pada akhir tahun 2014, 15 unit mesin. Berdasarkan rata-rata umur ekonomisnya, maka tarif penyusutan per tahun adalah 20%. Dengan asumsi selama masa manfaat aktiva tersebut tidak ada penambahan mesin, maka table perhitungan penyusutan adalah seperti dibawah ini: Beban penyusu tan 20% x cost Tabel 2.8 Penyusutan Menurut Metode group and composite tanpa disposisi penjualan (Dalam Ribuan Rupiah) Aktiva Akumulasi Penyusutan Debit Kredi Balanc Debit Kredi t e t 1.0.0-1.0.0 29 2.0 - - 1.0.0 Balan ce Nilai buku - - - 1.0.0-2.0 2.0 8. 0

2010 2.0 - - 1.0.0 2011 2.0 - - 1.0.0 2012 2.0-3.0 7. 0 2013 140.0-4.0 3. 0 2014 60.0-3.0-2.0-2.0 3.0 2.0 4.0 140.0 0 3.0 60. 0 4.0 6.0 5.0 6. 0 4. 0 2. 0 240.0 60.0 0 0 Ayat jurnal untuk mencatat penjualan mesin tersebut adalah: 212 Akumulasi penyusutan Rp 3.0.0 Mesin Rp 3.0.0 2013 Akumulasi penyusutan Rp 4.0.0 Mesin Rp 4.0.0 2014 Akumulasi penyusutan Rp 3.0.0 Mesin Rp 3.0.0 Akumulasi penyusutan Rp 3.0.0 Keuntungan dalam disposisi Mesin Rp 3.0.0 Perhatikan table di atas, beban penyusutan per unit mesin adalah Rp 4.0.0 pada empat tahun pertama digunakan 50 unit mesin dan beban

penyusutan adalah Rp 4.0.0 x 50 = Rp 2.0.0. pada akhir tahun kelima, hanya beroperasi 35 unit mesin sehingga beban penyusutan menjadi Rp 140.0.0(20%x7.0.0), dan pada akhir tahun keenam mesin yang beroperasi tinggal 15 unit, sehingga beban penyusutan menjadi Rp 60.0.0 (20% x Rp 3.0.0 ). Bila diasumsikan, bahwa pada akhir tahun 2012, 2013 dan 2014 berturut-turut 14,20,dan 15 unit mesin yang dihentikan kemudian dijual dengan harga Rp 25.0., Rp 20.0.0, dan Rp 15.0.0. Tabel penyusutan sebagai berikut: Akhi r Tah un Tabel 2.9 Penyusutan Menurut Metode kelompok-kelompok tertutup Beban penyusu tan 20% x cost Debit dengan disposisi penjualan (Dalam Ribuan Rupiah) Aktiva Kredi t Balanc e 1.0.0-1.0.0 29 2.0 - - 1.0.0 2010 2.0 - - 1.0.0 2011 2.0 - - 1.0.0 2012 2.0-3.0 7. 0 Akumulasi Penyusutan Debit Kredi t Balan ce Nilai buku - - - 1.0.0-2.0 2.0 8. 0-2.0 4.0 6. 0-2.0 6.0 4. 0 275.0 2.0 525.0 175. 0

2013 140.0-4.0 3. 0 2014 60.0-3.0 380.0 140.0 0 285.0 60. 0 60. 0 285.0 15.0 60. 0 ( 60.0) - 0 0 212 Ayat jurnal untuk mencatat penjualan mesin tersebut adalah: Kas Rp 25.0.0 Akumulasi penyusutan Rp 275.0.0 Mesin Rp 3.0.0 2013 Kas Rp 20.0.0 Akumulasi penyusutan Rp 380.0.0 Mesin Rp 4.0.0 2014 Kas Rp 15.0.0 Akumulasi penyusutan Rp 285.0.0 Mesin Rp 3.0.0 Akumulasi penyusutan Rp 60.0.0 Keuntungan dalam disposisi Mesin Rp 60.0.0 Dalam contoh di atas diasumsikan tidak ada penambahan aktiva kedalam kelompok tersebut, yang disebut dengan istilah kelompok tertutup (closed group). Perusahaan dapat menambahkan aktiva baru kedalam kelompok tersebut pada satu atau beberapa tahun tertentu yang disebut kelompok terbuka (open ended

group).contoh: Diasumsikan bahwa dalam contoh di atas, terjadi penambahan mesin sebagai berikut; pada akhir tahun 2010, 10 unit mesin dengan harga Rp 215.0.0, akhir tahun 2013, 15 unit mesin dengan harga Rp 325.0.0 dan pada akhir tahun 2014, 25 unit mesin dengan harga Rp 550.0.0. tabel perhitungan penyusutan menjadi sebagai berikut: Tabel 2.10 Penyusutan Menurut Metode kelompok-kelompok terbuka dengan disposisi penjualan (Dalam Ribuan Rupiah) Aktiva Akumulasi Akhi Beban Penyusutan r Tah un penyusu tan 20% x cost Debit Kredi t Balanc e Debit Kredi t Balan ce 1.0.0-1.0.0 29 2.0 - - 1.0.0-2.0 2.0 2010 2.0 215. - 1.215.0-2.0 4.0 0 2011 243.0 - - 1.215.0-243.0 643.0 2012 243.0-3.0 915. 0 2013 183.0 325. 0 2014 168.0 550. 0 4.0 840. 0 3.0 1.090.0 3.0 Nilai buku - - - 1.0.0 8. 0 815. 0 572. 0 243.0 586.0 329. 0 4.0 3.0 183.0 168.0 369.0 237.0 471. 0 853. 0 ii. Metode Penyusutan Komposit (Composite Depreciation Method) Tarif komposit ditetepkan dengan menganalisa berbagai aktiva yang digunakan dan menghitung penyusutan sebagai rata-rata penyusutan

Aktiva garis lurus. Rata-rata ini tetap dipertahankan sampai terdapat perubahan yang mencolok dalam umur ekonomis yang diakibatkan karena penambahan atau disposisi yang mempunyai pengaruh material terhadap tarif penyusutan semula. Contoh. Perusahaan mempunyai tiga kelompok aktiva yang berbeda. Aktiva bangunan, harga perolehan Rp 1.0.0.0 dengan nilai sisa Rp 60.0.0, masa manfaat 4 tahun. Aktiva peralatan, harga perolehan Rp 3.0.0.0 dengan nilai sisa Rp 150.0.0, masa manfaat 5 tahun. Aktiva mesin-mesin, harga perolehan 7.0.0.0 dengan nilai sisa Rp 6.0.0, masa manfaat 10 tahun. Tabel 2.11 Alokasi Harga Perolehan Menurut Metode Penyusutan Komposit Nilai Sisa Harga Perolehan Yang Disusutkan Harga Perolehan Bangunan 1.4.0. 0 Peralatan 4.2.0. 0 Mesinmesin 8.4.0. 0 Jumlah 14.0.0.0 84.0.0 1.316.0.0 210.0. 3.990.0.0 0 840.0. 7.560.0.0 0 1.134.0. 12.866.0. 0 0 Taksira n Masa Manfaa t Penyusuta n Tahunan 4 329.0.0 6 665.0.0 10 756.0.0 1.750.0. 0 Tarif penyusutan komposit adalah Rp 1.750.0.0 : Rp 14.0.0.0 = 12,5%. umur ekonomis rata-rata aktiva adalah Rp 12.866.0.0 : Rp 1.750.0.0 = 7,35 tahun. Dengan demikian

biaya penyusutan per tahun sebesar 12,5% dikalikan dengan harga perolehan terhadap kelompok aktiva tersebut Rp 14.0.0.0 atau sebesar Rp 1.750.0.0 selama 7,35 tahun. b. Metode anuitas (annuity method) Dalam metode ini aktiva tetap dianggap sebagai aktiva yang akan memberikan kontribusi selama umur teknisnya. Harga perolehan dari aktiva tersebut dianggap sebagai present value yang akan didiskontokan atas jasa yang akan diberikannya secara merata selama umur teknisnya. Menurut metode ini penyusutan merupakan angka bunga yang akan diperhitungkan atas harga perolehan aktiva yang belum disusutkan ditambah akumulasi penyusutan. Beban penyusutan dihitung berdasarkan rumus berikut : Present Value yang digunakan disini adalah Present Value dari anuitas selama taksiran umur pada tingkat bunga tertentu. Contoh. Sebuah peralatan dibeli dengan harga Rp 5.0.0, nilai residu ditaksir Rp 5.0 dan estiamasi umurnya adalah 5 tahun. Dengan tingkat bunga 10%. Dari contoh ini penyusutan dapat dihitung sebagai berikut :

Melaui perhitungan di atas dikethui besarnya penyusutan adalah sebesar Rp 1.237.088,635 per tahun yang akan didistribusikan sebagai angka Implicit Interest Revenue dan penyusutan. Interest Revenue dihitung 10% dari nilai buku. Ikhtisar beban penyusutan, Interest Revenue dan akumulasi penyusutan dapat dilihat dari table berikut : T H N Penyusutan (Rp) Tabel 2.12 Penyusutan Menurut Metode annuity Implisit Interest Revenue 10% Akk. Penyusutan / Tahun (Rp) Akk. Penyusutan (Rp) Nilai buku 5.0.0 1 5.0 737.088,631 737.088,631 4.262.911,369 2 426.291,136 810.797,494 1.547.886,125 3.452.113,875 9 1 3 345.211,387 891.877,243 2.439.763,369 2.560.236,631 5 5 4 256.023,663 981.064,967 3.420.828,337 1.579.171,663 1 9 5 157.917,166 3 1.079.171,4 65 4.499.999,802 5.0,1982 6.185.443,15 5 1.685.443,3 54 4.499.999,8 02 Pencatatn atas beban penyusutan atas aktiva tetap tersebut adalah : Tahun I Beban penyusutan Rp Interest revenue Rp 5.0 Akk. Penyusutan Rp 737.088,631

Tahun II Beban penyusutan Rp Interest revenue Rp 426.291,1369 Akk. Penyusutan Rp 810.797,4941 Angka yang dibebankan ke akumulasi penyusutan merupakan beban bersih (biaya perusahaan) yang menunjukkan peningkatan tiap tahun sehingga totalnya sama dengan harga pokok dikurangi nilai residu. Metode ini sangat cocok digunakan didalam mencatat besarnya penyusutan aktiva tetap yang diperoleh secara leasing. c. Sistem persediaan (inventory systems) Dalam metode ini penyusutan dihitung dengan menambah persediaan awal aktiva yang tersedia dengan perolehan aktiva tetap selama periode berjalan, kemudian dikurangi persediaan akhir aktiva tetap tersebut. Metode ini biasanya dipakai untuk menilai aktiva tetap yang kecil-kecil seperti perkakas atau peralatan. Metode ini cukup mudah digunakan, tetapi tidak sistematis dan tidak rasional. Disamping itu juga sulit menentukan nilai sesungguhnya dari aktiva tetap tersebut diakhir periode. 5. Penghentian Aktiva Tetap Penghentian aktiva tetap dapat disebabkan karena;(a) penjualan, (b) Pertukaran dengan aktiva lain, (c) konversi terpaksa. a. Penjualan

Selisih penjualan bersih dan nilai buku aktiva yang dijual merupakan laba atau rugi penjualan aktiva. Bila hasil penjualan lebih besar dari pada nilai bukunya, maka selisihnya merupakan laba penjualan aktiva, dan sebaliknya bila lebih kecil merupakan kerugian penjualan aktiva. Contoh. Pada tanggal 1 Maret 28, PT. Handaka menjual peralatan seharga Rp 327.0.0, yang harga perolehannya Rp 627.0.0 dan akumulasi penyusutan pada tanggal 1 Januari 27 Rp 379.5.0 perusahaan menyusutkan peralatan tersebut dengan menggunakan metode garis lurus dengan tarif 10% per tahun. Kebijakan perusahaan yaitu menyusutkan aktivanya kebulan terdekat. Ayat jurnal untuk mencatat penjualan ini adalah: Depreciation Expense- Equipment Rp 10.450.0 Accumulated Depreciation- Equipment Rp 10.450.0 (2/12 x 10% x Rp 627.0.0 = Rp 10.450.0 ) Cash Rp 327.0.0 Accumulated Depreciation- Equipment Rp 389.950.0 Equipment Rp 627.0.0 Gain on Sale of Equipment Rp 89.950.0 Perhitungan; Harga jual bersih 327.0.0 Harga perolehan 627.0.0 Akumulasi penyusutan = 379.5.0 + 10.450.0 389.950.0 Nilai buku 237.050.0 Laba penjualan peralatan 89.950.0 Kedua ayat jurnal tersebut dapat digabungkan sehingga menjadi sebagai berikut: Cash Rp 327.0.0 Accumulated Depreciation- Equipment Rp 379.5.0 Depreciation Expense- Equipment Rp 10.450.0

Equipment Rp 627.0.0 Gain on Sale of Equipment Rp 89.950.0 b. Pertukaran dengan aktiva lain Dalam hal terjadinya pertukaran suatu aktiva dengan aktiva lainnya, yang pertama-tama harus dibedakan adalah apakah pertukaran tersebut berkasus umum atau berkasus khusus. Pertukaran umum Salah satu Ciri dalam pertukaran aktiva bersifat kasus umum adalah bahwa aktiva yang dipertukarkan tidak sejenis. Dasar kapitalisasi yang digunakan untuk pencatatan harga perolehan aktiva tetap dalam pertukaran umum adalah : 1. Harga pasar aktiva yang diberikan atau harga pasar aktiva yang diterima tergantung mana yang lebih jelas yang dapat ditetapkan. 2. Apabila terdapat unsur moneter atau uang tunai yang terlibat dalam pertukaran atau tombokan (boot), maka aktiva yang baru dicatat berdasrkan harga pasar yang wajar dari aktiva yang diberikan ditambah dengan boot yang dibayarkan. 3. Bila terdapat unsure boot tanpa diketahui harga pasar yang wajar dari aktiva yang diberikan melainkan hanya diketahui harga pasar yang wajar atas aktiva yang diterima, maka boot tidak dapat ditambahkan pada harga pasar aktiva yang wajar dari aktiva yang diterima yang merupakan harga

Contoh. perolehan aktiva yang baru, karena bila hal ini dilakukan akan terjadi over statemen terhadap aktiva yang baru yang berpengaruh kemasa depan dalam pembebanan penyusutan periodik. Pada tanggal 2 Januari 29 PT. Handaka memperoleh satu unit kendaraan truck baru yang harga pasarnya Rp 573.0.0. perolehan ini dilakukan dari suatu pertukaran dengan peralatan pabrik yang harga perolehannya Rp 6.0.0 dan akumulasi penyusutan Rp 180.0.0 dalam pertukaran ini perusahaan harus memberikan uang tunai tambahan (boot) Rp 159.0.0. Ayat jurnal untuk mencatat perolehan kendaraan adalah sebagai berikut: Automobile (trucks) Rp 573.0.0 Accumulated depreciation-factory equipment Rp 180.0.0 Loss exchange of factory equpment Rp 6.0.0 Factory equipment Rp 6.0.0 Cash Rp 159.0.0 Trade-inallowance = Rp 573.0.0 - Rp 159.0.0 Rp 414.0.0 Nilai buku = Rp 6.0.0 - Rp 180.0.0 Rp 420.0.0 Loss on exchange of equipment Rp 6.0.0 Pertukaran khusus Dasar kapitalisasi yang digunakan untuk pencatatan harga perolehan aktiva tetap dalam pertukaran khusus adalah : 1. Apabila harga pasar tidak ada yang diketahui, maka aktiva dicatat berdasarkan nilai buku aktivayang diberikan dan tidak ada laba-rugi pertukaran yang diakui. 2. Apabila harga pasar diketahui dan laba-rugi pertukaran dapat dihitung, maka dasar pencatatnnya adalah: (1) apabila aktiva yang dipertukarkan