EVALUASI POTENSI SILICA SCALING PADA PIPA PRODUKSI LAPANGAN PANASBUMI LAHENDONG SULAWESI UTARA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

KAJIAN SILICA SCALING PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI (GEOTHERMAL)

KAJIAN POTENSI SILICA SCALING PADA PIPA PRODUKSI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI (GEOTHERMAL)

Analisis Scaling Silika pada Pipa Injeksi Brine di Lapangan Panas Bumi Dieng dengan Studi Kasus di PT. Geo Dipa Energi

PENGUJIAN UAP/MONITORING SUMUR PANAS BUMI MATALOKO, NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2006

BAB 3 SIMULASI SIKLUS CETUS-BINER PADA PLTP

MONITORING SUMUR-SUMUR EKSPLORASI LAPANGAN PANAS BUMI MATALOKO, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Dahlan, Eddy M., Anna Y.

Gambar 2.1 Skema siklus cetus tunggal sederhana pada sistem pembangkit. Gambar 2.22 Diagram T-s untuk siklus cetus tunggal sederhana.

BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Single Flash System

Pengujian Uap/Monitoring Sumur Panas Bumi MT-2, MT-3, dan MT-4 Mataloko Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur Tahun 2005

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensi dan kapasitas terpasang PLTP di Indonesia [1]

KONVERSI ENERGI PANAS BUMI HASBULLAH, MT

ASPEK ENDAPAN (SCALING) PADA RENCANA PLTP SIKLUS BINARI DI LAPANGAN PANAS BUMI DIENG, JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V KIMIA AIR. 5.1 Tinjauan Umum

TEKANAN FLASHING OPTIMAL PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI SISTEM DOUBLE-FLASH

OPTIMALISASI PEMBANGKIT LISTRIK SIKLUS BINER DENGAN MEMPERHATIKAN FLUIDA KERJA YANG DIGUNAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Perkembangan Neraca Listrik Domestik Indonesia [2].

MONITORING SUMUR-SUMUR EKSPLORASI LAPANGAN PANAS BUMI MATALOKO, KABUPATEN NGADA, NTT TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara yang memiliki sumber panas bumi yang sangat

INOVASI PEMANFAATAN BRINE UNTUK PENGERINGAN HASIL PERTANIAN. PT Pertamina Geothermal Energi Area Lahendong

MONITORING SUMUR-SUMUR EKSPLORASI LAPANGAN PANAS BUMI MATALOKO, KABUPATEN NGADA, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2015

Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN

Perkiraan Luas Reservoir Panas Bumi dan Potensi Listrik Pada Tahap Eksplorasi (Studi Kasus Lapangan X)

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1. Skema produksi panas bumi dan lokasi pengambilan sampel kerak silika

SUMBER DAYA PANAS BUMI: ENERGI ANDALAN YANG MASIH TERTINGGALKAN

PENENTUAN LAJU PRODUKSI OPTIMUM BERDASARKAN ANALISA DATA UJI PRODUKSI PADA SUMUR PRODUKSI ULUBELU-11 PT.PERTAMINA GEOTHERMAL ENERGY SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Tatanan Geologi Lapangan Panas Bumi Kamojang

BAB I PENDAHULUAN. Pada akhir Desember 2011, total kapasitas terpasang pembangkit listrik di

MODEL PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI SISTEM HYBRID FLASH-BINARY DENGAN MEMANFAATKAN PANAS TERBUANG DARI BRINE HASIL FLASHING

BAB IV SISTEM PANAS BUMI DAN GEOKIMIA AIR

I. PENDAHULUAN. menghasilkan energi listrik. Beberapa pembangkit listrik bertenaga panas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah. Reservoir panas bumi yang dieksploitasi untuk Pembangkit Listrik Tenaga Panas

BAB I PENDAHULUAN. dan perekonomian. Data Kementerian ESDM (2014) menyatakan bahwa

EVALUASI PENANGGULANGAN PROBLEM SCALE PADA FLOWLINE SUMUR TLJ-XXX DI PT. PERTAMINA EP ASSET II FIELD PRABUMULIH SUMATERA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN I.1

learning, sharing, meaningful

ISSN JEEE Vol. 6 No. 1 Richa Melysa, Fitrianti

BAB III METODE PENELITIAN. panasbumi di permukaan berupa mataair panas dan gas. penafsiran potensi panasbumi daerah penelitian.

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB III APLIKASI TERMODINAMIKA PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI

PENGELOLAAN RESERVOIR GEOTERMAL UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DAN BERWAWASAN LINGKUNGAN. Nenny Saptadji

MAKALAH SEMINAR KERJA PRAKTEK. PROSES SINKRON GENERATOR PADA PEMBANGKIT di PT. GEO DIPA ENERGI UNIT I DIENG

PENGARUH REKUPERATOR TERHADAP PERFORMA DARI PEMBANGKIT LISTRIK SIKLUS BINER

Analisa Efisiensi Thermal Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Lahendong Unit 5 Dan 6 Di Tompaso

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

EVALUASI PENGGUNAAN AERATED DRILLINGPADASUMURDINDRA LAPANGANPANAS BUMI BPA-08PT.PERTAMINA UPSTREAM TECHNOLOGYCENTER

(Badan Geologi Kementrian ESDM, 2010)

PATIR - BATAN. Satrio, Wibagiyo, Neneng L., Nurfadhlini

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

SNI Standar Nasional Indonesia. Angka parameter dalam estimasi potensi energi panas bumi BSN. ICS Badan Standardisasi Nasional

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Klasifikasi Potensi Energi Panas Bumi di Indonesia

OPTIMALISASI MODEL PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI TERINTEGRASI DENGAN MEMANFAATKAN BRINE HASIL FLASHING

STANDAR NASIONAL INDONESIA SNI ICS SNI. Metode Estimasi Potensi Energi Panas Bumi BADAN STANDARDISASI NASIONAL-BSN

Evaluasi Konektivitas Sumur Reinjeksi Terhadap Sumur Produksi Dan Pengaruhnya Berdasarkan Analisa Tritium Pada Lapangan Panasbumi X

KATA PENGANTAR. untuk segala hal yang dianugerahkan kepada penulis sehingga penulis dapat

Analisis Geokimia Fluida Manifestasi Panas Bumi Daerah Maribaya

(25-50%) terubah tetapi tekstur asalnya masih ada.

Optimisasi Teknologi Proses Geothermal Sistem Flash Steam pada Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi di Indonesia

PEMBANGKIT LISTRIK SISTEM BINER UNTUK LAPANGAN PANAS BUMI SKALA KECIL: STUDI KASUS LAPANGAN DIENG. Didi Sukaryadi

I. PENDAHULUAN. Proses pengendapan senyawa-senyawa anorganik biasa terjadi pada peralatanperalatan

BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS

Karakterisasi Feed Zone dan Potensi Produksi Sumur Panas Bumi ML-XX Muara Laboh, Solok Selatan

I.PENDAHULUAN 1 BAB II. TINJAUAN UMUM LAPANGAN

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat-alat modern saat ini. Pemakaian logam pada alat-alat modern

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

1. PENDAHULUAN. Proses pengendapan senyawa-senyawa anorganik biasa terjadi pada peralatanperalatan

Jurnal Einstein 2 (2) (2014): Jurnal Einstein. Available online

BAB I PENDAHULUAN. PLTU 3 Jawa Timur Tanjung Awar-Awar Tuban menggunakan heat. exchanger tipe Plate Heat Exchanger (PHE).

B T A CH C H R EAC EA T C OR

Pengembangan Persamaan Geotermometer Empiris Untuk Estimasi Suhu Reservoir Sumber Mata Air Panas

POTENSI PENGEMBANGAN PEMBANGKIT LISTRIK PANASBUMI SUHU RENDAH DI KABUPATEN PEGUNUNGAN ARFAK PROVINSI PAPUA BARAT

Karakterisasi Temperatur Bawah Permukaan Daerah NZU : Integrasi Data Geotermometer, Mineral Alterasi dan Data Pengukuran Temperatur Bawah Permukaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Panas Bumi (Geothermal) di Indonesia

ENTHALPY DETERMINATION AND TWO PHASE WELLS DISCHARGE EVALUATION USING P&T DOWN HOLE MEASUREMENT AT ULUBELU FIELD

PENGARUH TEMPERATUR LINGKUNGAN TERHADAP EFISIENSI TURBIN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI (PLTP)

Pemanfaatan Potensi Geotermal Sebagai Bentuk Ketahanan Energi di Indonesia

Aplikasi Teknik Isotop dan Geokimia untuk Karakterisasi Reservoir Panasbumi Medium Enthalpy dalam rangka Percepatan Pembangunan Daerah

UPAYA INHIBISI PEMBENTUKAN KERAK SILIKA (SILICA SCALING) MENGGUNAKAN ASAM POLIAKRILAT (PAA) DAN ASAM BORAT (BA) DALAM PIPA BRINE PANASBUMI

BAB III SISTEM REFRIGERASI DAN POMPA KALOR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

MONITORING SUMUR EKSPLORASI PANAS BUMI MT-2 MATALOKO KABUPATEN NGADA, NUSA TENGGARA TIMUR (TAHAP 1-6), 2004 Oleh: Bangbang Sulaeman dan Dedi Kusnadi

Program Studi Teknik Mesin BAB I PENDAHULUAN. manusia berhubungan dengan energi listrik. Seiring dengan pertumbuhan

PREDIKSI PENURUNAN KUALITAS UAP PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GEOTERMAL DIHUBUNGKAN DENGAN STRATEGI PEMELIHARAAN DIMASA YANG AKAN DATANG

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Jawa (Busur Sunda) merupakan daerah dengan s umber daya panas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS DI DAERAH GUNUNG KROMONG DAN SEKITARNYA, CIREBON

Posisi geologi Indonesia yang berada di jalur vulkanik aktif dunia. membuat Indonesia memiliki potensi sumber daya mineral dan energi yang cukup

PEMANFAATAN PANAS TERBUANG

GEOTHERMAL SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF

BAB IV KARAKTERISTIK AIR PANAS DI DAERAH TANGKUBAN PARAHU BAGIAN SELATAN, JAWA BARAT

Transkripsi:

ASOSIASI PANASBUM I INDONESIA PROCEEDING OF THE 5 th INAGA ANNUAL SCIENTIFIC CONFERENCE & EXHIBITIONS Yogyakarta, March 7 10, 2001 EVALUASI POTENSI SILICA SCALING PADA PIPA PRODUKSI LAPANGAN PANASBUMI LAHENDONG SULAWESI UTARA Sapto Ciptadi, Salvius Patangke PERTAMINA Area Panasbumi Lahendong Kata Kunci : silica scaling, silica saturation index, pipa produksi, tekanan kepala sumur INTISARI Silica scaling sering menjadi masalah serius pada operasi lapangan panasbumi. Silica scaling pada pipa produksi berakibat mengurangi diameter pipa, sehingga mengurangi laju alir dan bahkan pipa dapat tersumbat sehingga harus diganti. Cara yang paling efektif untuk menangani masalah silica scaling adalah dengan mencegah terjadinya silica scaling tersebut. Olek karena itu kajian tentang potensi silica scaling sangat diperlukan pada operasi lapangan panasbumi. Suatu evaluasi telah dilakukan untuk memperkirakan potensi silica scaling pada pipa produksi Lapangan Panasbumi Lahendong yang saat ini sedang dalam tahap pengembangan. Metode yang digunakan yaitu penerapan parameter silica saturation index (SSI) yang dihitung berdasarkan data komposisi kimia fluida hasil uji produksi, dan konsep kesetimbangan massa dan energi. Suatu simulasi kondisi operasi dari lima sumur produksi (LHD-8, LHD-10, LHD-11, LHD-12 dan LHD-15) dan separator produksi diperlakukan untuk memperkirakan potensi silica scaling pada tiga jalur pipa yaitu jalur pipa produksi masing-masing sumur, jalur pipa dua fasa, dan jalur brine. Diperoleh bahwa pipa produksi sumur LHD-8 dan LHD-10 berpotensi terjadi silica scaling apabila kedua sumur tersebut dioperasikan pada TKS kurang dari 10 kscg. Potensi silica scaling pada pipa produksi sumur LHD-11, LHD-12 dan LHD-15 ditemukan apabila masing-masing sumur tersebut dioperasikan pada TKS kurang dari 8.5, 14.5 dan 9 kscg. Jalur utama pipa dua fasa berpotensi terjadi silica scaling apabila kelima sumur dioperasikan pada TKS 10 kscg, tetapi tidak berpotensi terjadi silica scaling apabila kelima sumur tersebut dioperasikan pada TKS 15 kscg. Pada berbagai tekanan operasi separator produksi, brine hasil pemisahan separator produksi mempunyai potensi silica scaling apabila kelima sumur tersebut dioperasikan pada TKS 10 kscg. Apabila kelima sumur tersebut dioperasikan pada TKS 15 kscg, maka brine berpotensi silica scaling jika tekanan operasi separator produksi kurang dari 9.17 kscg (10 bar abs). Oleh karena itu, untuk menghindari terjadinya silica scaling pada seluruh jalur pipa direkomendasikan agar sumur-sumur produksi dioperasikan pada TKS 15 kscg dengan tekanan operasi separator produksi tidak kurang dari 9.17 kscg. Pada kondisi tersebut, uap yang dihasilkan dapat membangkitkan tenaga listrik lebih dari 20 MW. Apabila separator produksi akan dioperasikan pada tekanan sekitar 9.17 kscg, maka untuk mencegah terjadinya silica scaling pada jalur reinjeksi, air hasil pemisahan (brine) tidak dapat secara langsung diinjeksikan melalui sumur reinjeksi, melainkan harus diupayakan suatu perlakuan terlebih dulu, misalnya menggunakan cooling pond. 1. PENDAHULUAN Silica scaling yang terjadi pada fasilitas produksi merupakan salah satu masalah serius yang sering ditemukan pada lapangan panasbumi. Silica scaling pada pipa produksi berakibat mengurangi diameter pipa, sehingga mengurangi laju alir dan bahkan pipa dapat tersumbat sehingga harus diganti. Cara yang paling efektif untuk menangani masalah silica scaling adalah dengan mencegah terjadinya silica scaling tersebut. Olek karena itu kajian tentang potensi silica scaling sangat diperlukan pada operasi lapangan panasbumi. Makalah ini membahas tentang perkiraan kemungkinan terjadinya silica scaling pada pipa produksi lapangan panasbumi Lahendong yang saat ini dalam tahap pengembangan. Diharapkan dengan mengetahui potensi silica scaling tersebut, maka dapat ditentukan kondisi operasi yang sesuai agar masalah silica scaling dapat dihindari atau diminimalkan. 2. GAMBARAN SINGKAT TENTANG LAPANGAN PANASBUMI LAHENDONG Lapangan Panasbumi Lahendong terletak kira-kira 30 km arah selatan kota Manado, Sulawesi Utara. Lokasi lapangan ini termasuk strategis karena dekat dengan jalan raya propinsi dan jalur transmisi listrik 150 kv. Area lapangan ini berada dalam suatu daerah depresi volcanic dan mempunyai ketinggian ratarata ±750 m dpl. Lapangan Lahendong merupakan lapangan panasbumi pertama yang dikembangkan di Indonesia bagian timur. Kegiatan eksplorasi dimulai pada tahun 1976 dengan dilakukannya kajian keilmuan meliputi survey geologi, geokimia dan geofisika oleh Direktorat Vulkanologi bekerjasama dengan PLN. Sejak tahun 1982 PERTAMINA melanjutkan kegiatan eksplorasi dengan melakukan beberapa survey detil untuk mengetahui sistem panasbumi yang ada. Suatu studi kelayakan menyebutkan bahwa luas area reservoar terbukti adalah ± 4 km 2 dengan potensi minimum sebesar 65 MW. Jika zona produktif terduga yaitu 0.5 km diluar batas area reservoar terbukti diperhitungkan, maka potensi lapangan Lahendong menjadi ± 175 MW (PERTAMINA, 1995). Pada tanggal 17 November 1995, PERTAMINA dan PLN telah menandatangani suatu MOU untuk pengembangan PLTP Lahendong berkapasitas 20 MW. Pada saat ini pekerjaan konstruksi berbagai fasilitas produksi lapangan telah selesai, dan pembangunan PLTP juga hampir selesai. Menurut rencana PLTP ini akan dapat beroperasi pada awal tahun 2001.

Karakteristik Produksi Sampi saat ini 16 buah sumur telah dibor dengan total kedalaman bervariasi antara 1506 2501 m. Seluruh sumur mempunyai casing produksi berdiameter 9 5/8. Dari 16 sumur tersebut, 7 (tujuh) sumur yaitu LHD-5, LHD-8, LHD-10, LHD- 11, LHD-12, LHD-14 dan LHD-15 dapat menghasilkan fluida panas dua fasa dengan kekeringan bervariasi antara 22.5 92%. Lima sumur produksi yang terletak di kluster LHD-4 yaitu sumur LHD-8, LHD-11, LHD-12 dan LHD-15 akan digunakan untuk mensuplai uap ke PLTP 20 MW, sedangkan sumur LHD- 5 akan digunakan sebagai sumur reinjeksi. Total kandungan gas (NCGS) dalam uap pada TKS 2.4 40 kscg adalah 0.48 0.71% berat. Karakteristik Reservoar Completion test beberapa sumur menunjukkan bahwa secara umum permeabilitas reservoar lapangan Lahendong adalah sedang. Temperatur reservoar berdasarkan pengukuran temperatur dalam sumur adalah 250 350 C. Temperatur reservoar yang tertinggi ditemukan pada sumur LHD-4 (350 C). Reservoar sistem panasbumi Lahendong didominasi oleh air panas. Pada sumur LHD-1 dan LHD-5, kondisi didih (boiling) terjadi pada kedalaman yang relatif dangkal (300 470 m dpl), sedangkan pada sumur-sumur di kluster LHD-4 kondisi boiling tercapai pada kedalaman berkisar 250 sampai 1050 m dpl. 3. TINJAUAN TEORI Fluida panasbumi adalah suatu larutan yang mengandung berbagai unsur kimia, dimana proses pelarutannya terjadi pada kondisi reservoir, yaitu tekanan dan temperatur yang tinggi. Pada saat fluida diproduksikan, terjadi dua proses yang kondusif untuk terjadinya silica scaling, yaitu penurunan temperatur dan flashing. Penurunan temperatur menyebabkan kelarutan sebagian besar senyawa kimia termasuk silica menjadi berkurang, sedangkan flashing yang terjadi akibat adanya pressure drop akan meningkatkan konsentrasi senyawa kimia yang terlarut dikarenakan terjadinya perubahan fasa air menjadi uap. Faktor lain yang mempengaruhi pembentukan scale adalah besarnya laju alir fluida yang diproduksikan (Vetter, et al, 1982). Senyawa silica mempunyai beberapa bentuk yaitu quartz, cristobalite, amorphous silica, chalcedony, dll. Quartz adalah bentuk yang paling stabil dan mempunyai kelarutan yang paling rendah. Pengendapan silica umumnya terjadi apabila konsentrasi silica di dalam larutan melebihi kelarutan amorphous silica. Aspek yang berpengaruh dalam pengendapan silica terdiri atas aspek thermodinamika dan aspek kinetika (Brown, 1998). Aspek Thermodinamika Dalam reservoar panasbumi terdapat kesetimbangan silica dalam bentuk quartz sesuai reaksi : Reaksi tersebut mempunyai ketergantungan terhadap temperatur, ph dan salinitas. SiO 2 (s) quartz + 2H 2 O H 4 SiO 4 (aq) silisic acid Pengendapan silica yang terjadi pada permukaan (temperatur lebih rendah dari temperatur reservoar) dikontrol oleh kesetimbangan dengan amorphous silica yang bersifat lebih larut daripada quartz. Hubungan antara kelarutan amorphous silica dengan temperatur ditunjukkan oleh persamaan Fournier dan Rowe : log C = 4.52 (731/T) dimana C dan T masing-masing adalah konsentrasi quartz (mg/kg) dan temperatur (kelvin). Seperti quartz, kelarutan amorphous silica juga dipengaruhi oleh salinitas dan ph. Jika salinitas meningkat, kelarutan amorphous silica menjadi turun (Chen dan Marshall, 1982). Pada konsentrasi yang rendah (salinitas < 0.1 m), pengaruh salinitas menjadi kecil (Brown, 1998). Kelarutan amorphous silica meningkat tajam apabila fluida bersifat alkalis (ph tinggi), tetapi untuk fluida yang bersifat netral dan asam pengaruh ph menjadi sangat kecil (Henley, 1983). Pengaruh salinitas terhadap kelarutan silica ditunjukkan oleh persamaan Setchenow (DiPippo, 1985) : S (T,m) = C (T, m=0) x 10 -md(t) S (T,m) adalah kelarutan silica terkoreksi dalam mg/kg pada temperatur (T dalam kelvin) dan salinitas (m dalam molal) yang sesuai. D(t) merupakan persamaan yang diberikan oleh Chen dan Marshall (DiPippo, 1985), yaitu : D(t) = -1.0596 0.001573 t dimana t adalah temperatur dalam C. Parameter penting dalam hubungannya dengan pengendapan silica adalah silica saturation index (SSI) yang merupakan perbandingan antara konsentrasi silica dalam larutan dengan kelarutan amorphous silica pada kondisi yang sama. Parameter SSI dapat digunakan untuk memperkirakan kemungkinan terjadinya silica scaling, yaitu dengan kriteria sebagai berikut : Bila SSI > 1, fluida dalam kondisi supersaturated dan pengendapan silica dimungkinkan. Bila SSI = 1, fluida dalam kondisi jenuh (saturated). Bila SSI < 1, fluida dalam kondisi tidak jenuh (undersaturated), sehingga tidak mungkin terjadi pengendapan silica. Aspek Kinetika Aspek kinetika pengendapan silica berkaitan dengan mekanisme dan kecepatan reaksi pengendapan silica. Kinetika pengendapan silica dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : tingkat supersaturasi, ph, temperature, laju alir, aerasi, serta ion-ion lain dalam larutan. Aspek kinetika ini sulit untuk diprediksikan. Dua mekanisme yang mungkin untuk pengendapan silica adalah : 1. Pembentukan awal dari koloid diikuti pengendapan bertahap dari koloid tersebut. 2. Pengendapan secara langsung pada permukaan padatan

4. ANALISA POTENSI SILICA SCALING PADA PIPA PRODUKSI LAPANGAN PANASBUMI LAHENDONG Metoda yang digunakan dalam analisa ini adalah penerapan parameter silica saturation index (SSI) yang dihitung berdasarkan data komposisi kimia fluida yang diperoleh selama uji produksi, dan konsep kesetimbangan massa dan energi. Suatu simulasi kondisi operasi dari sumur-sumur produksi (LHD-8, LHD-10, LHD-11, LHD-12 dan LHD-15) dan separator produksi diperlukan untuk memperkirakan potensi silica scaling pada jalur-jalur sebagai berikut : 1. Jalur pipa produksi individu, yaitu jalur pipa dari masingmasing kepala sumur produksi sampai di manifold produksi. 2. Jalur utama pipa dua fasa, yaitu jalur pipa dari manifold produksi sampai di separator produksi. 3. Jalur pipa brine, yaitu jalur pipa dari separator produksi yang mengalirkan air hasil pemisahan (air separasi). Mengingat fluida yang dihasilkan dari kelima sumur produksi tersebut bersifat netral dan bahkan sedikit asam, maka pengaruh ph terhadap kelarutan amorphous silica dapat diabaikan. Sehingga dalam perhitungan kelarutan amorphous silica, koreksi hanya dilakukan terhadap salinitas. 4.1 Jalur Pipa Produksi Individu. Pada jalur pipa produksi individu, komposisi kimia fluida yang diproduksikan dari masing-masing sumur telah diketahui, sehingga kelarutan amorphous silica dan parameter silica saturation index (SSI) dapat dihitung secara langsung. Prosedur perhitungan kelarutan amorphous silica dan SSI adalah sebagai berikut : a) Hitung kelarutan amorphous silica dalam air murni pada temperatur yang sesuai, S (T,m=0), menggunakan persamaan Fournier dan Rowe. b) Hitung salinitas fluida yang diproduksikan dalam molal (m), berdasarkan data kandungan khlorida. Salinitas (m) = ppm Cl / (35.5 x 1000) c) Hitung kelarutan amorphous silica terkoreksi terhadap salinitas, S (T,m), pada temperatur yang sesuai dengan menggunakan persamaan Marshall dan Chen, dan persamaan Setchenow. d) Hitung besarnya SSI, yaitu dengan membandingkan konsentrasi silica dalam fluida berdasarkan data komposisi kimia, dengan kelarutan amorphous silica terkoreksi dari hasil perhitungan pada kondisi yang sama. e) Perkirakan potensi silica scaling menggunakan kriteria yang telah disebutkan dalam teori. 4.2 Jalur Pipa Utama Dua Fasa. Fluida yang mengalir dalam pipa utama dua fasa menuju ke separator produksi merupakan campuran fluida yang dihasilkan dari sumur-sumur produksi. Komposisi kimia dan enthalpi campuran ini berbeda dari fluida masing-masing sumur. Dikarenakan data kimia fluida campuran tersebut belum ada, maka paramater-parameter yang diperlukan untuk perhitungan SSI seperti enthalpy, konsentrasi silica, khlorida dan salinitas harus ditentukan terlebih dahulu melalui perhitungan. Parameter-parameter tersebut dapat ditentukan dengan menggunakan konsep kesetimbangan massa dan energi. Setelah parameter yang diperlukan diketahui, maka kelarutan amorphous silica dan SSI dapat dihitung dengan prosedur seperti halnya pada butir 4.1. 4.3 Jalur Pipa Brine. Apabila fluida dua fasa yang dihasilkan sumur-sumur produksi masuk ke dalam separator, fluida tersebut akan mengalami pemisahan menjadi uap dan air (brine). Komponen-komponen non-volatil seperti silica cenderung akan berada dalam air. Oleh karena itu, kemungkinan terjadinya silica scaling di jalur brine relatif besar, sebaliknya di jalur uap kemungkinan tersebut relatif sangat kecil. Komposisi kimia di jalur brine berbeda dengan komposisi kimia fluida dua fasa. Komposisi kimia brine dipengaruhi oleh termodinamika proses pemisahannya dan komposisi kimia fluida yang masuk ke separator. Oleh karena itu perhitungan parameter kimia dari brine harus mempertimbangkan kedua faktor tersebut. Setelah parameter yang diperlukan diketahui, maka kelarutan amorphous silica dapat dihitung dengan prosedur seperti halnya pada butir 4.1. Potensi silica scaling dapat diketahui dengan membandingkan hasil perhitungan konsentrasi silica dalam brine dengan kelarutan amorphous silica pada kondisi yang sama. 5. HASIL DAN DISKUSI Beberapa skenario kondisi operasi dari lima sumur produksi (LHD-8, LHD-10, LHD-11, LHD-12 dan LHD-15) dan tekanan operasi separator produksi telah dianalisa untuk memperkirakan potensi silica scaling pada jalur pipa produksi individu, jalur utama pipa dua fasa dan jalur pipa brine. 5.1 Jalur Pipa Produksi Individu Seperti terlihat pada Gambar-1, potensi silica scaling dipengaruhi oleh tekanan kepala sumur (TKS) disaat fluida panasbumi diproduksikan. Secara umum potensi silica scaling meningkat apabila tekanan kepala sumur berkurang. Kecenderungan silica scaling pada jalur pipa masing-masing sumur dapat berbeda meskipun sumur-sumur tersebut dioperasikan pada TKS yang sama. Hal ini disebabkan karena komposisi kimia fluida yang diproduksikan dari tiap sumur saling berbeda. Sebagai contoh, jika sumur dioperasikan pada, pada jalur pipa produksi dari sumur LHD-12 terdapat potensi silica scaling (SSI = 1.242), sebaliknya pada jalur pipa dari sumur LHD-8, LHD-11, LHD-15 dan LHD-10 tidak terdapat potensi terjadinya silica scaling (SSI < 1). Kondisi jenuh (SSI = 1) pada jalur pipa dari sumur LHD-12 tercapai apabila sumur tersebut dioperasikan pada TKS = 14.5 kscg. Jalur pipa dari sumur LHD-8 dan LHD-10 akan mencapai kondisi jenuh apabila kedua sumur tersebut dioperasikan pada. Kondisi jenuh pada jalur pipa dari sumur LHD- 15 tercapai apabila sumur tersebut dioperasikan pada TKS = 9 kscg, sedangkan jalur pipa dari sumur LHD-11 mencapai kondisi jenuh jika sumur tersebut dioperasikan pada TKS = 8.5 kscg. Untuk mencegah terjadinya silica scaling di jalur pipa produksi, maka sumur-sumur produksi sebaiknya dioperasikan pada TKS lebih besar dari TKS dimana silica mencapai kondisi jenuh.

5.2 Jalur Utama Pipa Dua Fasa Sebagai suatu simulasi, dua skenario kondisi operasi sumur telah dianalisa untuk memperkirakan potensi silica scaling pada jalur ini. Skenario pertama adalah kelima sumur produksi (LHD-8, LHD-11, LHD-12 dan LHD-15) dioperasikan pada, sedangkan skenario kedua adalah kelima sumur tersebut dioperasikan pada. Pada waktu fluida mengalir dalam pipa, terjadi penurunan temperatur akibat adanya proses perpindahan panas, sehingga temperatur fluida dapat berbeda di tiap titik sepanjang jalur. Gambar-2 memperlihatkan besarnya SSI di jalur utama pada berbagai temperatur untuk kedua macam skenario. Terlihat bahwa apabila kelima sumur produksi dioperasikan pada TKS = 10 kscg, fluida campuran berada dalam kondisi lewat jenuh (supersaturated) silica, sehingga mempunyai potensi silica scaling. Kontribusi terbesar kemungkinan terjadinya silica scaling berasal dari sumur LHD-12, dimana kandungan silica (1028 ppm) dalam fraksi air dan laju alir airnya (41 ton/jam) paling besar. Apabila kelima sumur dioperasikan pada, maka fluida campuran berada dalam kondisi tidak jenuh terhadap silika, sehingga jalur utama pipa dua fasa tidak mempunyai potensi silica scaling. 5.3 Jalur Pipa Brine Dua skenario kondisi operasi sumur-sumur produksi dengan beberapa tekanan operasi separator produksi (tekanan pemisahan) telah dianalisa guna mengetahui potensi silica scaling di jalur pipa brine. Kecenderungan terjadinya silica scaling pada jalur brine lebih besar dari pada jalur pipa dua fasa, hal ini dikarenakan konsentrasi silica dan khlorida dalam air (brine) meningkat setelah proses pemisahan uap. Gambar-3. memperlihatkan hubungan antara SSI dengan tekanan pemisahan untuk kedua skenario kondisi operasi sumur-sumur produksi. Terlihat bahwa potensi silica scaling berbanding terbalik dengan tekanan pemisahan. Pada skenario pertama (), dengan berbagai tekanan pemisahan, brine selalu dalam kondisi lewat jenuh silica (SSI > 1). Pada skenario kedua (TKS = 15 kscg), kondisi jenuh silica tercapai pada tekanan pemisahan 10 bar abs (9.17 kscg). Berarti apabila tekanan operasi separator produksi lebih dari 9.17 kscg, brine yang keluar dari separator produksi dalam kondisi tidak jenuh, sehingga tidak terdapat potensi silica scaling. Sebaliknya, brine yang keluar dari separator produksi berada dalam kondisi lewat jenuh, dan mempunyai potensi silica scaling apabila separator produksi dioperasikan pada tekanan kurang dari 9.17 kscg. Untuk mengetahui pengaruh tekanan pemisahan terhadap besarnya tenaga listrik yang dihasilkan (power output), maka telah dihitung juga besarnya power output pada beberapa tekanan pemisahan. Gambar-4. menunjukkan hubungan antara power output dengan tekanan pemisahan untuk kedua skenario kondisi operasi sumur-sumur produksi. Power output dihitung pada kondisi sesuai desain yaitu tekanan inlet turbin 8 bar abs dan tekanan kondenser 0.1 bar abs, dengan asumsi efisiensi turbin dan generator masing-masing 75% dan 90%. Terlihat bahwa power output berbanding terbalik dengan tekanan pemisahan. Skenario pertama () memberikan power output sebesar 24.46 24.33 MW pada tekanan pemisahan 9 10 bar abs (8.15 9.17 kscg). Skenario kedua () memberikan power output sebesar 23.5 23.1 MW pada tekanan pemisahan 10 14 bar abs (9.17 13.24 kscg). Walaupun skenario pertama memberikan power output yang lebih besar daripada skenario kedua, tetapi analisa potensi silica scaling menunjukkan bahwa skenario pertama mempunyai potensi silica scaling di seluruh jalur pipa. Sebaliknya, walaupun skenario kedua memberikan power output yang sedikit lebih kecil, tetapi tidak berpotensi terjadinya silica scaling pada jalur pipa produksi maupun jalur utama dua fasa. Mengingat kapasitas PLTP adalah 20 MW, maka akan lebih baik apabila dipilih skenario kedua untuk operasi di lapangan. Tekanan inlet turbin telah didesain sebesar 8 bar abs. Oleh karena itu, dengan memperhitungkan adanya penurunan tekanan (pressure drop) sepanjang jalur uap, maka separator produksi direncanakan untuk dioperasikan pada tekanan sekitar 10 bar abs. Berdasarkan analisa sebelumnya telah diketahui bahwa brine yang keluar dari separator produksi mencapai kondisi jenuh (SSI = 1) apabila separator produksi dioperasikan pada tekanan 10 bar abs. Mengingat jarak antara separator produksi dengan sumur reinjeksi (LHD-5) cukup jauh yaitu sekitar 3 km, maka kondisi brine akan sangat mungkin berubah menjadi lewat jenuh dikarenakan adanya penurunan temperatur, sehingga silica scaling sangat mungkin dapat terjadi di jalur pipa reinjeksi. Oleh karena itu sebelum brine diinjeksikan melalui sumur reinjeksi, sebaiknya diupayakan suatu perlakuan terhadap brine terlebih dahulu untuk mengatasi kemungkinan adanya masalah silica scaling pada jalur reinjeksi. Beberapa metoda yang pernah diterapkan di lapangan panasbumi untuk mengatasi masalah silica scaling adalah sebagai berikut : 1. Bak pendinginan / polimerisasi (Cooling / polymerisation ponds) 2. Pengasaman (acidification) 3. Penggunaan Scale Inhibitor 4. Pembersihan endapan silica Pada kasus lapangan panasbumi Lahendong, telah diputuskan untuk menggunakan cooling pond untuk mencegah terjadinya silica scaling pada jalur reinjeksi. 6. KESIMPULAN DAN SARAN Potensi silica scaling dalam pipa produksi dipengaruhi oleh kondisi operasi sumur-sumur produksi. Potensi silica scaling meningkat apabila tekanan kepala sumur berkurang. Jalur pipa produksi dari sumur LHD-8 dan LHD-10 berpotensi terjadi silica scaling jika kedua sumur tersebut dioperasikan pada TKS kurang dari 10 kscg. Jalur pipa dari sumur LHD-11, LHD-12 dan LHD-15 berpotensi terjadi silica scaling jika masing-masing sumur tersebut dioperasikan pada TKS kurang dari 8.5, 14.5 dan 9 kscg. Jalur utama pipa dua fasa tidak mempunyai potensi silica scaling apabila kelima sumur produksi (LHD-8, LHD-10, LHD- 11, LHD-12 dan LHD-15) dioperasikan pada, tetapi akan berpotensi silica scaling apabila kelima sumur tersebut dioperasikan pada.

Apabila kelima sumur dioperasikan pada, dengan berbagai tekanan operasi separator produksi brine yang keluar dari separator produksi mempunyai potensi silica scaling. Jika kelima sumur dioperasikan pada, brine akan mempunyai potensi silica scaling apabila separator produksi dioperasikan pada tekanan kurang dari 9.17 kscg (10 bar abs). Untuk mencegah terjadinya silica scaling pada seluruh jalur pipa produksi, maka direkomendasikan agar kelima sumur produksi tersebut dioperasikan pada. Dikarenakan jarak yang cukup jauh antara separator produksi dengan sumur reinjeksi (LHD-5) yang memungkinkan terjadinya perubahan kondisi brine, maka apabila separator produksi dioperasikan pada tekanan 10 bar abs (9.17 kscg), terhadap brine sebaiknya diupayakan suatu perlakuan terlebih dahulu sebelum diinjeksikan ke dalam sumur reinjeksi guna mencegah terjadinya silica scaling pada jalur reinjeksi. REFERENSI Brown, K.L. (1998), Scaling and Geothermal Development (Geothermal Technology Lecture Note), Geothermal Institute, The University of Auckland, New zealand. DiPippo, R. (1985), Estimating the Silica Scaling Potential in Geothermal Power Plants, Bulletin of Geothermal Resources Council, Vol. 14, No.5, 3-9. Ellis, A.J., Mahon, W.A.J., (1977), Chemistry and Geothermal System, Academic Press, New York Henley, R.W., (1983), ph and Silica Scaling Control in Geothermal Field Development, Geothermic, Vol. 12, No. 4, 307-321 PERTAMINA (1995), Reserve Feasibility Study of Lahendong Geothermal Field, Internal Report Vetter, O.J., Kandarpa, V., (1982), Handling of Scale in Geothermal Operation, International Conference on Geothermal Energy, Florence, Paper E2 Silica Saturation Gambar 1 : Silica Saturation Index di jalur Pipa Produksi Individu pada berbagai TKS 1.60 1.40 1.20 1.00 0.80 0.60 0.40 0.20 0 5 10 15 20 25 30 Tekanan Kepala Sum ur(tks)-kscg LHD -8 & LHD -10 LHD -11 LHD -12 LHD -15 Silica Saturation Index 1.100 1.050 1.000 0.950 0.900 0.850 0.800 Gambar 2 : Silica Saturation Index di Jalur Utama Pipa Dua Fasa pada berbagai temperatur 0.750 175 180 185 190 195 200 205 Temperatur Campuran ( C) 1.200 1.100 Silica Saturation Index 1.000 0.900 0.800 Gambar 3 : Silica Saturation Index Brine pada berbagai Tekanan Pemisahan 8 9 10 11 12 13 14 15 Tekanan Pemisahan (bar abs) Power Output 24600 24400 24200 24000 23800 23600 23400 23200 23000 Gambar 4 : Power Output vs Tekanan Pemisahan 8 9 10 11 12 13 14 15 Tekanan Pemisahan (bar abs)