BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan telah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. hidup masyarakat Indonesia sejak dahulu hingga sekarang. banyaknya persoalan-persoalan yang mempengaruhinya. Salah satu persoalan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Korupsi sebagai bentuk kejahatan luar biasa (extra ordenary crime) telah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

jenis kejahatan yang dapat menyentuh berbagai ranah kehidupan.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia

KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DALAM UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA

TUMPANG TINDIH KEWENANGAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI. Oleh : Sulistyo Utomo, SH* *

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan pada

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti

TINJAUAN YURIDIS KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI SEBAGAI KOMISI NEGARA DALAM PENYIDIKAN ANAK AGUNG PUTU WIWIK SUGIANTARI

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah diatur mengenai. tugas dan wewenang serta masing-masing lembaga yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keuangan negara sebagai bagian terpenting dalam pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. menyatu dengan penyelenggarakan pemerintahan Negara 2. Tidak hanya di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemberantasan tindak pidana korupsi di negara Indonesia hingga saat

BAB I PENDAHULUAN. kepada Bishop Mabadell Creighton menulis sebuah ungkapan yang. menghubungkan antara korupsi dengan kekuasaan, yakni: power tends

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia adalah negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. legislatif, kekuasaan eksekutif dan kekuasaan yudikatif. 1 Namun, dalam

BAB I PENDAHULUAN. tua. Bahkan korupsi dianggap hampir sama kemunculanya dengan masalah

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan stabilitas politik suatu negara. 1 Korupsi juga dapat diindikasikan

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan permasalahan yang muncul sejak berdirinya

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

BAB I PENDAHULUAN. yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KEWENANGAN PENYIDIKAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 010/PUU-IV/2006 Perbaikan Tgl 13 Juni 2006

BAB I PENDAHULUAN. membuat masyarakat tidak sadar bahwa korban yang paling dirugikan

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

II. TINJAUAN PUSTAKA. Setiap penegak hukum mempunyai kedudukan (status) dan peranan

KEWENANGAN PENYIDIK DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. Istilah korupsi berasal dari bahasa latin yaitu corruption yang artinya

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan atas

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. demokratis yang menjujung tinggi hak asasi manusia seutuhnya, hukum dan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, baik bidang hukum, sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dari

BAB I PENDAHULUAN. paling dominan adalah semakin terpuruknya nilai-nilai perekonomian yang

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

BAB III PENUTUP. di wilayah hukum pengadilan Negeri Klaten sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada Periode Sebelum dan Sesudah Berlaku Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, (Tesis Fakultas Hukum Indonesia:1999) hal.3.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. kepentingan itu mengakibatkan pertentangan, dalam hal ini yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2000 TENTANG

III. METODE PENELITIAN. hal-hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas, konsepsi,

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

I. PENDAHULUAN. perhatian dunia sejak perang dunia kedua berakhir. Di Indonesia sendiri fenomena

BAB I PENDAHULUAN. ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. A Latar Belakang Masalah. Keberadaan manusia tidak dapat dipisahkan dari hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. pidana korupsi. Dampak yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang

BAB III KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. Penyidikan tindak pidana merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Sebagaimana tertulis dalam rumusan masalah, akhirnya penulis

I. PENDAHULUAN. jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi

BAB III PENUTUP. bencana terhadap kehidupan perekonomian nasional. Pemberantasan korupsi

KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH

BAB III PENUTUP. pada bab-bab sebelumnya maka dapat dijabarkan kesimpulan sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

BAB III PENUTUP. waktu yang lama, dilain pihak kejaksaan harus segera dapat menentukan kerugian

Eksistensi KPK Dalam Memberantas Tindak Pidana Korupsi Oleh Bintara Sura Priambada, S.Sos., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

METODE PENELITIAN. Pendekatan masalah yang akan digunakan dalam skripsi ini adalah Pendekatan

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Presiden, kepolisian negara Republik Indonesia diharapkan memegang teguh nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. Secara etimologis kata hakim berasal dari arab hakam; hakiem yang berarti

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2000 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan

I. PENDAHULUAN. dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta

BAB I PENDAHULUAN. pakar hukum maupun pakar politik adalah permasalahan KPK melawan Polri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu jenis kejahatan yang paling sulit diberantas. Realitas ini

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. menentukan secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bukti yang dibutuhkan dalam hal kepentingan pemeriksaan suatu

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pembahasan pada bab-bab terdahulu, dapat ditarik. 1. Lembaga Negara independen adalah lembaga yang dalam pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya

BAB I PENDAHULUAN. sekarang belum dapat dilaksanakan secara optimal. Oleh karena itu

KEWENANGAN KEJAKSAAN SEBAGAI PENYIDIK TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. peran penting dalam negara hukum. Karena dalam perspektif fungsi maupun

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai extra ordinary crime karena merupakan tindak pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan telah masuk sampai ke seluruh lapisan kehidupan masyarakat. Perkembangan terus meningkat dari tahun ke tahun, dalam jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian uang negara serta dari segi kualitas tindak pidana korupsi yang dilakukan semakin sistematis yang telah memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat. 1 Harus kita sadari meningkatnya tidak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa dampak yang tidak hanya sebatas kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya. Perbuatan tindak pidana korupsi termasuk dalam salah satu extra ordinary crimes (kejahatan luar biasa) yang membutuhkan penanganan khusus oleh suatu badan atau lembaga independen yang khusus berwenang mengurusi masalah penanganan tindak pidana korupsi tanpa ada intervensi dari pihak manapun. Penanganan tindak pidana korupsi di Indonesia dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana 1 Ermansjah Djaja, Memberantas Korupsi Bersama KPK (Jakarta: Sinar Grafika,2010), vii. 1

2 Korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki kewenangan melakukan koordinasi dan supervisi, termasuk melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan bahkan sampai pada tahap penahanan. 2 Pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilatarbelakangi oleh kurang maksimalnya kinerja kepolisian serta kejaksaan dalam menangani masalah korupsi di Indonesia, khususnya yang menyangkut kasus korupsi kelas atas. Pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diharapkan mampu membantu meningkatkan kinerja kepolisian dan kejaksaan dalam memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia. Menurut pasal 4, pasal 6, dan pasal 13 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan bahwa penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan harus dilakukan oleh aparat hukum yang di bawah naungan kepolisian dan kejaksaan. 3 Namun, di dalam Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi, bahwa penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sesuai dengan pasal 6 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dan juga di dalam pasal 11 huruf a undang-undang yang isinya bahwa melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak 2 Ibid., Viii. 3 M. Karjadi, dan R, Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Acra Pidana (Bogor: Politeia, 1997), 3-4.

3 pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara. 4 Dengan demikian, maka perlu dilakukan analisis tentang kewenangan dari Komisi Pemberantasan Korupsi yang meliputi dari mulai penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi yang telah tertuang di dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Karena telah terjadi tumpang tindih kewenangan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan, dan Kepolisian dalam menjalankan tugas pemberantasan tindak pidana korupsi. Dengan latar belakang inilah penulis akan meneliti hal-hal tersebut yang dikaitkan dengan fikih siyasah atau hukum tata negara Islam. Adapun pengertian fikih siyasah adalah pengelolaan masalah umum bagi negara bernuansa Islam yang menjamin terealisasinya kemaslahatan dan terhindar dari kemudharatan dengan tidak melanggar ketentuan syariat dan prinsip-prinsip syariat yang umum meskipun tidak sesuai dengan pendapat-pendapat para imam mujtahid. 5 Sebagai ilmu ketatanegaraan dalam Islam, fikih siyasah antara lain membicarakan tentang siapa sumber kekuasaan, siapa pelaksana kekuasaan, apa dasar dan bagaimana cara-cara pelaksana kekuasaan menjalankan kekuasaan 4 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi 5 Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah Ajaran, Sejarah dan Pemikiran (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1997), 25.

4 yang diberikan kepadanya dan kepada siapa pelaksana kekuasaan mempertanggungjawabkan kekuasaannya. 6 Di dalam peradilan Islam banyak sekali lembaga-lembaga yang bergerak di dalamnya, termasuk lembaga al-maza>lim yang menjadi lembaga peradilan yag mengadili para pejabat negara yang bermasalah, baik pejabat itu sendiri atau keluarganya. Wila>yah al-maza>lim adalah salah satu komponen peradilan yang berdiri sendiri dan merupakan peradilan yang mengurusi penyelesaian perkara perselisihan yang terjadi antara rakyat dan negara. Selain itu, ia juga menangani kasus-kasus penganiayaan yang dilakukan oleh pejabat tinggi, bangsawan, hartawan, atau keluarga sultan terhadap rakyat biasa. 7 B. Identifikasi dan Batasan Masalah Dari uraian latar belakang di atas, maka penulis dapat mengetahui masalah-masalah sebagai berikut: 1. Tumpang tindih kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan, dan Kepolisian. 6 Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), 4. 7 Abdulloh Faqor, Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam Pemakzulan Presiden dan Wakil Presiden yang Berbuat Tindak Pidana Berat Menurut Fiqh Dusturiyah, (Skripsi UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2012), 22.

5 2. Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penanganan masalah korupsi di Indonesia berdasarkan Undangundang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 3. Kewenangan lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menurut fikih siyasah. Agar penelitian ini tetap mengarah pada permasalahan yang akan dikaji dan tidak menyimpang dari pokok pembahasan, maka penulis membatasi permasalahan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penanganan masalah korupsi di Indonesia berdasarkan Undangundang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 2. Kewenangan lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menurut fikih siyasah. C. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka pokok masalah yang akan diteliti sebagai berikut: 1. Bagaimana kewenangan KPK dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan menurut Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi?

6 2. Bagaimana tinjauan fikih siyasah terhadap kewenangan kewenangan KPK dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan menurut Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi? D. Kajian Pustaka Sejauh yang penulis ketahui, skripsi di Fakultas Syariah dan Hukum belum ada yang membahas Analisis Fikih Siyasah terhadap Kewenangan KPK dalam Melakukan Penyelidikan, Penyidikan, dan Penuntutan di dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Akan tetapi yang ada adalah Studi Komparatif antara Hukum Pidana Islam dan Hukum Pidana Positif tentang Tindak pidana Korupsi melalui Gratifikasi. Skripsi tersebut ditulis oleh Ahmad Zakariyah. Hasil dari penelitian tersebut ialah menerangkan bahwa pengkomparasian tindak pidana korupsi melalui gratifikasi ditinjau dari sudut pandang hukum pidana Islam dan hukum positif Indonesia. Terdapat perbedaan pandangan dari kedua sudut pandang yang digunakan terhadap penetapan tersangka bagi pelaku gratifikasi yakni dari hukum pidana Islam baik perbuatan gratifikasi itu dilaporkan maupun tidak, pemberi atau penerima gratifikasi tetap dianggap sebagai tersangka tindak pidana. Tetapi dalam hukum positif jika tindak pidana gratifikasi dilaporkan maka penerima gratifikasi tidak dapat menjadi tersangka. Di

7 dalam hukum pidana Islam terdapat jenis hukuman sanksi moral, sosial dan sanksi akhirat di mana sanksi jenis ini tidak ditemukan dalam hukum pidana positif di Indonesia. 8 Sementara pada penelitian yang akan penulis teliti ini lebih mengutamakan pada kewenangan lembaga khusus Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam melakukan tindakan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dalam penanganan masalah korupsi di Indonesia menurut Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. E. Tujuan Penelitian Sesuai dengan apa yang terdapat dalam rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan menurut Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang komisi Pemberantasan Korupsi. 2. Untuk mengetahui tinjauan fikih siyasah terhadap kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penanganan masalah korupsi di Indonesia berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. 8 Ahmad Zakariyah, Studi Komparatif antara Hukum Pidana Islam dan Hukum Pidana Positif tentang Hukum Tindak Pidana Korupsi melalui Gratifikasi (Skripsi UIN Sunan Ampel,Surabaya,2015), 76.

8 F. Kegunaan Hasil Penelitian Atas dasar tujuan tersebut, maka penelitian ini akan memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Secara Teoritis: a. Memperkaya khasanah ilmu Hukum Tata Negara Islam modern guna membangun argumentasi ilmiah bagi penelitian normatif dalam bentuk putusan atau keputusan hukum atau perundangundangan dengan konsekuensi ilmiah. Apabila ada ketidaksesuaian sebuah aturan hukum dengan praktiknya, khususnya terkait Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang menjadi fokus penelitian ini, sehingga dapat disempurnakan. b. Diharapkan bermanfaat bagi upaya terciptanya keadilan dan kemaslahatan bagi rakyat serta penegasan pelaksanaan peraturan perundang-undangan tersebut. 2. Secara Praktis: a. Memberikan pedoman argumentasi hukum yang diperlukan agar diperoleh daya guna yang diharapkan bagi penegakan profesionalitas penegakan hukum, demi terciptanya iklim yang adil dan kondusif. b. Digunakan sebagai bahan acuan untuk penelitian dan kajian berikutnya tentang kewenangan suatu lembaga negara dalam

9 menangani suatu lembaga negara dalam menangani suatu bidang khusus di Indonesia. G. Definisi Operasional Definisi operasional ini memberikan batasan-batasan tentang pengertian atas variabel-variabel dalam penelitian ini, sebagai berikut: 1. Fikih siyasah adalah pengelolaan masalah umum bagi negara bernuansa Islam yang menjamin terealisasinya kemaslahatan dan terhindar dari kemudharatan dengan tidak melanggar ketentuan syariat dan prinsip-prinsip syariat yang umum meskipun tidak sesuai dengan pendapat-pendapat para imam mujtahid. 9 Sebagai ilmu ketatanegaraan dalam Islam, fikih siyasah antara lain membicarakan tentang siapa sumber kekuasaan, siapa pelaksana kekuasaan, apa dasar dan bagaimana cara-cara pelaksana kekuasaan menjalankan kekuasaan yang diberikan kepadanya dan kepada siapa pelaksana kekuasaan mempertanggungjawabkan kekuasaannya. 10 Cabang dari fikih siyasah yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah fikih dusturiyah. 2. Kewenangan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah kekuasaan membuat keputusan memerintah dan melimpahkan 9 Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah Ajaran..., 25. 10 Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah Kontekstualisasi..., 4.

10 tanggung jawab kepada orang lain. 11 Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dalam hal melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. 3. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah suatu badan khusus yang memiliki kewenangan melakukan koordinasi dan supervisi, termasuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. 12 Kewenangan dalam hal penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. H. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan model penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif analitis. 1. Data yang Dikumpulkan a. Data mengenai konsep penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan di Indonesia. 11 Damang, Pengertian Kewenangan, dalam www.negarahukum.com/hukum/pengertiankewengan.html, diakses pada 29 Maret 2016. 12 Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), 69.

11 b. Data mengenai tugas dan fungsi serta wewenang Aparat Penegak Hukum (APH) di Indonesia. c. Data mengenai tugas dan fungsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). d. Data mengenai kewenangan KPK dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan menurut Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. e. Data mengenai konsep Fikih Siyasah terkait kewenangan KPK dalam penanganan kasus korupsi di Indonesia. 2. Sumber Data a. Sumber Primer merupakan sumber dari data yang akan ditulis pada bab III yaitu data-data mengenai kewenangan KPK dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan menurut Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dan data-data mengenai penyelidkan, penyidikan, dan penuntutan menurut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana serta data mengenai konsep Fikih Siyasah terkait kewenangan KPK tersebut. b. Sumber Sekunder merupakan data-data yang bersifat membantu atau menunjang dalam melengkapi dan memperkuat serta memberikan penjelasan mengenai sumber data primer, diantaranya adalah: 1) Ermansjah Djaja, Memberantas Korupsi Bersama KPK

12 2) Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah Ajaran, Sejarah dan Pemikiran 3) Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam 4) Ahmad Zakariyah, Studi Komparatif antara Hukum Pidana Islam dan Hukum Pidana Positif tentang Hukum Tindak Pidana Korupsi melalui Gratifikasi 5) H.M.A Kuffal, Penerapan KUHAP dalam Praktik Hukum. 6) Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara. 3. Teknik Pengumpulan Data Bertolak dari sumber data yang dikumpulkan, maka teknik pengumpulan data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara membaca, menelaah dan menganalisa sumber-sumber data yang berasal dari a. Undang-undang, b. Buku, c. Jurnal, d. Koran online, berdasarkan topik permasalahan yang telah dirumuskan dan kemudian dilakukan penulisan secara sistematis dan komprehensif. 4. Teknik Pengolahan Data Bertolak dari sumber data yang telah dikumpulkan, maka langkah selanjutnya yaitu pengolahan data yang meliputi pengidentifikasian data, pengklasifikasian data dan analisis data. 5. Teknik Analisis Data Teknik analisis data dilakukan dengan metode deskriptif analitis. Melalui pendekatan tersebut dilakukan pengkajian terhadap aturan hukum yang menjadi fokus dan berhubungan dengan topik

13 permasalahan, yaitu kewenangan KPK dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan menurut Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam hal analisis diarahkan kepada tepat atau tidaknya kewenangan KPK dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan menurut Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dengan melihat kembali pembagian tugas, fungsi dan wewenang dari Aparat Penegak Hukum (APH) lain yang ada di Indonesia. Adapun pola pikir yang digunakan dalam mengolah data yang telah dikumpulkan adalah dengan cara deduktif, yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang bersifat khusus. Artinya, mengemukakan teori yang bersifat umum, yaitu teori wila>yah al-maza>lim kemudian ditarik pada permasalahan yang lebih khusus tentang kewenangan KPK dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan menurut Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. I. Sistematika Pembahasan Dalam upaya untuk menjadikan alur pembahasan menjadi sistematis, maka penulisan skripsi dibagi ke dalam lima bab. Dalam masing-masing

14 bab terdiri atas beberapa sub bab sesuai pembahasan dan materi yang akan diteliti. Bab I sebagai pendahuluan berupa uraian latar belakang masalah yang berkaitan dengan urgensi penelitian, dilanjutkan dengan identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, kajian pustaka, definisi operasional, metode yang digunakan dalam penelitian dan sistematika pembahasan. Bab II membahas landasan teori tentang konsep wila>yah al-maza>lim yang meliputi: pengertian wila>yah al-maza>lim, dasar hukum wila>yah almaza>lim, sejarah wi>layah al-maza>lim dan tugas dan fungsi wila>yah almaza>lim. Bab III berisi data tentang kewenangan KPK dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan menurut Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Hal ini meliputi pengertian kewenangan KPK, dasar hukum kewenangan KPK, dan mekanisme pelaksanaan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan oleh KPK dalam penanganan kasus korupsi menurut Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Bab IV merupakan pembahasan yang paling inti dalam skripsi ini, yaitu analisis terkait kewenangan KPK dalam penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan menurut Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dan analisis Fikih Siyasah terhadap kewenangan KPK dalam penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan

15 menurut Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Bab V adalah sebagai penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran-saran.