KEWAJIBANKLASIFIKASIBAGIKAPALBERBENDERAINDONESIA PADABADANKLASIFIKASI

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA NEGARA. No.282, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Kapal Berbendera Indonesia. Kewajiban Klasifikasi. Badan Klasifikasi.

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : PM 7 TAHUN 2OI3 TENTANG KEWAJIBAN KLASIFIKASI BAGI KAPAL BERBENDERA INDONESIA PADA BADAN KLASIFIKASI

2014, No Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 95, Tambahan Lemba

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 20 TAHUN 2006 TENTANG

TENTANG MENTERI PERHUBUNGAN.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN KRITERIA DI BIDANG TRANSPORTASI LAUT PENETAPAN KRITERIA DAERAH PELAYARAN KAPAL PELAYARAN RAKYAT

Kapal yang telah lulus uji kelas akan teregistrasi

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

PENYELENGGARAANKEWAJIBANPELAYANANPUBLIK BIDANGANGKUTANLAUTUNTUKPENUMPANG KELASEKONOMITAHUNANGGARAN2014

DENGAN RAHMATTUHANYANGMAlIA ESA MENTERI PERHUBUNGAN,

BUPATI LAMPUNG TIMUR PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENERBITAN PAS KECIL KAPAL KURANG DARI 7 GROSSE TONNAGE

2016, No Republik Indonesia Nomor 4152); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008

2016, No Keputusan Presiden Nomor 65 Tahun 1980 tentang Pengesahan International Convention For The Safety of Life at Sea, 1974; 6. Peratur

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : PM 55 TAHUN 2013 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURANMENTERIPERHUBUNGAN NOMOR: PM 13 TAHUN2012 TENTANG PENDAFTARANDANKEBANGSAANKAPAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 48 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN PELAYANAN PUBLIK KAPAL PERINTIS

ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR KESYAHBANDARAN UTAMA

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 35 TAHUN 2012 ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR OTORITAS PELABUHAN UTAMA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENERBITAN PAS KECIL KAPAL KURANG DARI 7 GROSSE TONNAGE

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT. GEDUNG KARYA LANTAI 12 s/d 17

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN PAS KECIL UNTUK KAPAL KURANG DARI 7 GROSSE TONNAGE

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

INSA. INSA Ramaikan Infrastruktur & Transportasi Expo 2016 INFORMASI PASTI BISA MERAH PUTIH. Untuk Kejayaan Pelayaran Nasional

PERATURANMENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEDOMAN DAN STANDARDOKUMEN PENGADAAN UNTUKPENGADAANBARANG DI LINGKUNGANKEMENTERIANPERHUBUNGAN

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: PM. 36 TAHUN 2011 TENTANG PERPOTONGAN DAN/ATAU PERSINGGUNGAN ANTARA JALUR KERETA API DENGAN BANGUNAN LAIN

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ORGANISASIDANTATAKERJA SEKRETARIATKOMITENASIONALKESELAMATANTRANSPORTASI

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 05/MEN/2007 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PEMANTAUAN KAPAL PERIKANAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG GARIS MUAT KAPAL DAN PEMUATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2015 TENTANG

2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 04 TAHUN 2005

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

UENTERIPERHUBUNGAN REPUBUK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 12 Tahun 2010

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT

Asuransi Kapal dan P&I (Hull & Machinery and Protection & Indemnity)

TENTANG ORGANISASI DAN TAT A KERJA KANTOR PELABUHAN BATAM

PENGUKURAN KAPAL (Tonnage Measurement)

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 39 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN DAN KEBANGSAAN KAPAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik In

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.06/MEN/2008 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PENERBITAN / PERPANJANGAN PAS KECIL KAPAL DI KABUPATEN BADUNG

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA PROBOLINGGO

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 2. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1998 tentang Pemeriksaan Kecelakaan Kapal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 1, Tambahan Lem

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG PERKAPALAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2012 NOMOR 3 PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG

INSTRUKSI MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR IM 4 TAHUN 2018 TENTANG PENGAWASAN DOKUMEN KEPELAUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 39 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN DAN KEBANGSAAN KAPAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 45 TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN KEPEMILIKAN MODAL BADAN USAHA DI BIDANG TRANSPORTASI

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN WALIKOTA DUMAI NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENDAFTARAN DAN PENANDAAN KAPAL PERIKANAN DI KOTA DUMAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997

2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

2017, No sehingga perlu dilakukan perpanjangan jangka waktu penggunaannya; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf

MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PM. 18 TAHUN 2011 TENTANG SERTIFIKAT AUDITOR PERKERETAAPIAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURANMENTERI PERHUBUNGANREPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 37 TAHUN2012 TENTANG JAM KERJA DAN DAFTARHADIR PEGAWAI 01 LINGKUNGANKEMENTERIANPERHUBUNGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

~ERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR USAHA WISATA PERAHU LAYAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

b. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a perlu diatur lebih lanjut mengenai perkapalan dengan Peraturan Pemerintah;

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

PENINGKATAN KUALITAS PERENCANAAN, PELAKSANAAN, PENGAWASAN DAN EVALUASI APBN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN 2013

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

BUPATI LAMPUNG SELATAN

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG KEPELAUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2015, No Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 26, Tam

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2011 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

~J~ PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 50 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.07/MEN/2011 TENTANG

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN PELAYANAN PUBLIK KAPAL PERINTIS MILIK NEGARA

Oleh. Capt. Purnama S. Meliala, MM

Transkripsi:

I~! MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA KEWAJIBANKLASIFIKASIBAGIKAPALBERBENDERAINDONESIA PADABADANKLASIFIKASI bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 129 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan Pasal 59 Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tentang Kewajiban Klasifikasi Bagi Kapal Berbendera Indonesia Pad a Badan Klasifikasi; 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Ncgara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Ncgara Republik Indonesia Nomor 4849); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 95, Tambahan Lcmbaran Ncgara Republik Indonesia Nomor 4227); 3. Pcraturan Prcsidcn Nomor 47 Tahun 2009 tcntang Pcmbentukan dan Organisasi Kementerian Ncgara sebagaimana tclah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Presidcn Nomor 91 Tahun 2011;

4. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011; 5. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional; 6. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 65 Tahun 2009 tentang Standar Kapal Non Konvensi (Non Convention Vessel Standard) Berbendera Indonesia; 7. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 60 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan; PERATURANMENTERI PERHUBUNGANTENTANG KEWAJIBAN KLASIFIKASI BAGI KAPAL BERBENDERA KLASIFIKASI. INDONESIA PADA BADAN BABI KETENTUANUMUM 1. Keselamatan Kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan material, konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio, elektronik kapal, yang dibuktikan dengan sertifikat setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian.

2. Badan Klasifikasi adalah lembaga klasifikasi kapal yang melakukan pengaturan kekuatan konstruksi dan permesinan kapal, jaminan mutu material marine, pengawasan pembangunan, pemeliharaan, dan perombakan kapal sesuai dengan peraturan klasifikasi. 3. Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah. 4. Dual Class adalah kapal yang dikelaskan kepada 2 (dua) badan klasifikasi dimana di an tara kedua badan klasifikasi terse but membuat perjanjian berkaitan dengan pembagian pekerjaan dalam survey kapal dan dengan single invoice. 5. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perhubungan Laut. BABII KLASIFIKASIKAPALBENDERAINDONESIA (1) Kapal berbendera Indonesia wajib diklasifikasikan pada badan klasifikasi dengan kriteria: a. ukuran panjang an tara garis tegak depan dan belakang 20 (dua puluh) meter atau lebih; b. tonase kotor GT 100 (seratus Gross Tonnage) atau lebih; atau c. yang digerakkan dengan tenaga penggerak utama 250 HP atau lebih.

(2) Kapal berbendera Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)yang dioperasikan untuk Daerah Pelayaran Kawasan Indonesia wajib diklasifikasikan pada Biro Klasifikasi Indonesia atau dual class dengan badan klasifikasi asing yang diakui. (3) Kapal berbendera Indonesia yang melakukan pelayaran internasional dapat diklasifikasikan pada Biro Klasifikasi Indonesia atau badan klasifikasi asing yang diakui atau dual class an tara Biro Klasifikasi Indonesia dengan badan klasifikasi asing yang diakui. (4) Daerah Pelayaran Kawasan Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah daerah pelayaran yang meliputi daerah yang dibatasi oleh garis-garis yang ditarik dari titik Lintang 10 00' 00" Utara di Pantai Barat Malaysia, sepanjang Pantai Malaysia, Singapura, Thailand, Kamboja dan Vietnam Selatan di Tanjung Tiwan dan garis-garis yang ditarik antara Tanjung Tiwan dengan Tanjung Baturampon di Philipina, sepanjang Pantai Selatan Philipina sampai Tanjung San Augustin ke titik Lintang 00 00' 00" dan Bujur 140 00' 00" Timur, titik Lintang 02 35' 00" Se1atan dan Bujur 141 00' 00" Timur ditarik ke Selatan hingga ke titik 09 10' 00" Selatan dan Bujur 141 00' 00" Timur, ke titik Lintang 10 00' 00" Selatan dan Bujur 140 00' 00" Timur ke titik Lintang 10 11' 00" Selatan dan Bujur 121 00' 00" Timur, ke titik Lintang 09 30' 00" Selatan dan Bujur 105 00' 00" Timur ke titik Lintang 02 00' 00" Utara dan Bujur 094 00' 00" Timur ke titik Lintang 06 30' 00" Utara dan Bujur 094 00' 00" sampai dengan titik Lintang 10 00' 00" Utara di Pantai Barat Malaysia atau Near Coastal Voyage. (5) Pelayaran internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan kegiatan pelayaran dari pelabuhan Indonesia ke pelabuhan luar negeri atau dari pelabuhan luar negeri ke pelabuhan Indonesia.

BAB III BADAN KLASIFIKASI (1) Badan klasifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terdiri atas: a. badan klasifikasi nasional; dan b. badan klasifikasi asing yang diakui. (2) Badan klasifikasi nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah PT. Biro Klasifikasi Indonesia (Persero). (3) Badan klasifikasi asing yang diakui sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan anggota International Association of Classification Society (lacs). (4) Anggota International Association of Classification Society (lacs) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi: a. American Bureau of Shipping (ABS); b. Bureau Veritas (BV); c. China Classification Society (CCS); d. Croatian Register of Shipping (CRS); e. Det Norske Veritas (DNV); f. Germanischer Lloyd (GL); g. Indian Register of Shipping (IRS); h. Korean Register of Shipping (KR); 1. Lloyd's Register (LR); J. Nippon Kaiji Kyokai (NKj Class NK); k. Polish Register of Shipping (PRS); 1. Registro Italiano Navale (RINA); dan m. Russian Maritime Register of Shipping (RS). (5) Badan klasifikasi asing yang diakui sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memenuhi persyaratan: a. memiliki kantor cabang di Indonesia dan didaftarkan di instansi yang melaksanakan pembinaan bidang keselamatan kapal di Indonesia; b. memiliki surveyor berkewarganegaraan Indonesia pada masing-masing kantor cabang di Indonesia; dan

c. memiliki perjanjian kerjasama dengan Biro Klasifikasi Indonesia. (6) Pemberian pengakuan dan penunjukan badan klasifikasi asing sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diberikan oleh Direktur Jenderal. Hasil pemeriksaan, pengujian, dan sertifikat klasifikasi kapal dapat digunakan sebagai dasar penerbitan sertifikat keselamatan kapal. Untuk memberikan pe1ayanan pnma, badan klasifikasi nasional harus: a. melaksanakan kegiatan secara profesional terhadap pemenuhan persyaratan administrasi dan teknis sesuai standar operasional dan prosedur dari kegiatan pelayanan yang diberikan oleh badan klasifikasi nasional; dan b. menerapkan asas transparansi dalam hal pembiayaan terhadap kegiatan klasifikasi kapal. Pemeriksaan yang berkaitan dengan dual class dilaksanakan oleh surveyor badan klasifikasi dengan satu tarif klasifikasi. Badan klasifikasi yang me1aksanakan kegiatan yang berkaitan dengan keselamatan kapal wajib me1aporkan kegiatannya secara berkala setiap 3 (tiga)bulan kepada Direktur Jenderal. ( 1) Direktur J enderal melakukan evaluasi dan monitoring terhadap pelaksanaan kegiatan badan klasifikasi.

(2) Hasil evaluasi dan monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan setiap tahun kepada Menteri. BABIV SANKSIADMINISTRATIF Apabila kewajiban klasifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tidak dipenuhi maka kepada pemilik kapal dikenai sanksi administratif berupa: a. peringatan secara tertulis sebanyak 3 (tiga) kali dengan tenggang waktu masing-masing paling lama 14 (empat belas) hari kerja; atau b. apabila peringatan tertulis tidak dipenuhi maka dikenai sanksi berupa tidak diberikan sertifikat kapal dan surat-surat kapal. BABV KETENTUANLAIN-LAIN (1) Kewajiban klasifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tidak berlaku bagi kapal penangkap ikan dan kapal kayu yang dibangun secara tradisional. (2) Terhadap kapal berbendera Indonesia dengan kriteria yang tidak diatur dalam Pasal 2 ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal. BABVI KETENTUANPENUTUP Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, maka Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM. 20 Tahun 2006 tentang Kewajiban Bagi Kapal Berbendera Indonesia Untuk Masuk Klas Pada Biro Klasifikasi Indonesia, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Direktur Jenderal melakukan pembinaan dan pengawasan teknis terhadap pelaksanaan Peraturan lnl. Peraturan Menteri Perhubungan llll mulai berlaku pad a tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Mentcri Perhubungan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditctapkan di Jakarta pada tanggal 12 Februari 2013 Diundangkan di Jakarta pada tanggal 15 Februari 2013 MENTERIHUKUMDANHAKASASIMANUSIA, REPUBLIKINDONESIA Salinan sesuai dengan KEPALABIR slinya AN KSLN, UMAR IS SH MM MH Pembina Utama Muda (IVIe) NIP. 19630220 198903 1 001