MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

dokumen-dokumen yang mirip
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 01 TAHUN 2010 TENTANG TATA LAKSANA PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG URUSAN PEMERINTAH DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP YANG DAPAT DIDEKONSENTRASIKAN

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

BAB IV TATA LAKSANA PENGENDALIAN Bagian Pertama Umum Pasal 11 Setiap orang dilarang melakukan kegiatan pembakaran hutan dan atau lahan.

MEMUTUSKAN: BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

4. Tim terpadu adalah tim yang membantu gubernur dalam proses pelaksanaan lisensi. 5. Unsur perguruan tinggi adalah pusat studi lingkungan hidup dan/a

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2. Cukup jelas. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6.

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 T E N T A N G SISTEM PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN GUBERNUR JAWA TIMUR,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG KRITERIA DAN SERTIFIKASI BANGUNAN RAMAH LINGKUNGAN

Tenggara yakni Malaysia, Singapura, dan Brunai Darusalam. Oleh karena itu perlu ditetapkan berbagai langkah kebijakan pengendaliannya.

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENINGKATAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MEMUTUSKAN: BAB I KETENTUAN UMUM

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENINGKATAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 33 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PEMULIHAN LAHAN TERKONTAMINASI LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 12/Menhut-II/2009 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

LAMPIRAN IV PANDUAN PENYIAPAN LAHAN DENGAN PEMBAKARAN UNTUK MASYARAKAT ADAT/TRADISIOANAL

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN KEDELAI

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : P.20/MenLHK-II/2015 TENTANG

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA BANJIR DAN TANAH LONGSOR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG AUDIT LINGKUNGAN HIDUP MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 06 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI INDUSTRI ROKOK DAN/ATAU CERUTU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.10/Menhut-II/2010 TENTANG MEKANISME DAN TATA CARA AUDIT KAWASAN HUTAN

PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR PELAKSANAAN DOKUMEN EVALUASI LINGKUNGAN HIDUP (DELH) DAN DOKUMEN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (DPLH)

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 28/Menhut-II/2009 TENTANG

4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2017 TENTANG PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH DALAM KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MEMUTUSKAN: BAB I KETENTUAN UMUM

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

2014, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I


2 tentang Fasilitasi Biaya Operasional Kesatuan Pengelolaan Hutan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara

-2- Pasal 68 ayat huruf c dan Pasal 69 ayat UndangUndang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN LINGKUNGAN HIDUP DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 113 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BATU BARA

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 06 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI INDUSTRI ROKOK DAN/ATAU CERUTU

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN KEDELAI

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.62/Menhut-II/2011 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 07 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI WILAYAH KOTA PALANGKA RAYA

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.14/MEN/2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2010

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 04 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI MINYAK GORENG

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 61 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 36/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2016, No Kepada 34 Gubernur Pemerintah Provinsi Selaku Wakil Pemerintah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Su

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2002 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 133 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU EMISI BAGI KEGIATAN INDUSTRI PUPUK MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara

MEMUTUSKAN: Menetapkan :PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN RUMPUT LAUT.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.32/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG HUTAN HAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 33/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PETERNAKAN SAPI DAN BABI

Peraturan Pemerintah No. 150 Tahun 2000 Tentang : Pengendalian Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Transkripsi:

SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG MEKANISME PENCEGAHAN PENCEMARAN DAN/ATAU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN/ATAU LAHAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : bahwa untuk mengefektifkan upaya pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Mekanisme Pencegahan Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup yang berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan/atau Lahan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan/atau Pencemaran Lingungan Hidup yang berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan/atau Lahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4078); 3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG MEKANISME PENCEGAHAN PENCEMARAN DAN/ATAU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN/ATAU LAHAN. 1

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan : 1. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. 2. Lahan adalah suatu hamparan ekosistem daratan yang peruntukannya untuk usaha dan/atau kegiatan ladang dan/atau kebun bagi masyarakat. 3. Pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup adalah upaya untuk mempertahankan fungsi hutan dan/atau lahan melalui cara-cara yang tidak memberi peluang berlangsungnya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan. 4. Sistem peringkat bahaya kebakaran adalah sistem yang dikembangkan untuk membantu para pengelola kebakaran untuk mengurangi kerusakan akibat kebakaran untuk mendukung pengaturan kegiatan dengan resiko tinggi penyebab kebakaran dan penerapan sumberdaya pemadaman kebakaran secara efektif berdasarkan observasi meteorologi harian dan tutupan vegetasi. 5. Kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan langsung dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. 6. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. 7. Pembukaan lahan adalah upaya yang dilakukan dalam rangka penyiapan dan pembersihan lahan untuk kegiatan budidaya maupun non budidaya. 8. Pembukaan Lahan Tanpa Bakar yang selanjutnya disingkat PLTB adalah suatu cara pembukaan lahan pertanian tanpa melakukan pembakaran. 9. Masyarakat hukum adat adalah kelompok masyarakat yang secara turun temurun bermukim di wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, dan hukum. 10. Indeks Standar Pencemar Udara yang selanjutnya disingkat ISPU adalah angka yang tidak mempunyai satuan yang menggambarkan kondisi kualitas udara ambien di lokasi dan waktu tertentu yang didasarkan kepada dampak terhadap kesehatan manusia, nilai estetika dan makhluk hidup lainnya. 11. Instansi teknis terkait adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kehutanan dan perkebunan. 12. Bupati/walikota adalah kepala daerah kabupaten/kota. 2

13. Gubernur adalah kepala daerah provinsi. 14. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 2 Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi : a. PLTB; b. pengelolaan air di lahan gambut; c. pemantauan; dan d. pelaporan. BAB II PLTB Pasal 3 (1) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang memanfaatkan hutan dan/atau lahan wajib melakukan PLTB. (2) PLTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dilaksanakan dengan cara: a. manual; b. mekanik; dan/atau c. kimiawi. (3) PLTB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan pedoman dan/atau petunjuk teknis yang dikeluarkan oleh instansi teknis terkait. Pasal 4 (1) Masyarakat hukum adat yang melakukan pembakaran lahan dengan luas lahan maksimum 2 (dua) hektar per kepala keluarga untuk ditanami jenis varietas lokal wajib memberitahukan kepada kepala desa. (2) Kepala desa menyampaikan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup kabupaten/kota. (3) Pembakaran lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku pada kondisi curah hujan di bawah normal, kemarau panjang, dan/atau iklim kering. (4) Kondisi curah hujan di bawah normal, kemarau panjang, dan/atau iklim kering sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai dengan publikasi dari lembaga non kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang meteorologi klimatologi dan geofisika. 3

BAB III PENGELOLAAN AIR DI LAHAN GAMBUT Pasal 5 (1) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang memanfaatkan lahan gambut wajib: a. menerapkan standar teknik pengelolaan air; dan b. memiliki rencana kerja tahunan. (2) Standar teknik pengelolaan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikeluarkan oleh instansi teknis terkait. (3) Rencana kerja tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b memuat: a. peta lokasi dan peta kerja; b. peta kerja yang menunjukkan lahan yang akan dibuka; c. rencana pembangunan dan/atau pemeliharaan sistem kanal tertutup dengan pintu air untuk menjaga tinggi muka air; dan d. rencana pembangunan dan/atau pemeliharaan sumur bor dan tandon air. BAB IV PEMANTAUAN Pasal 6 Pemantauan dalam rangka pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c dilakukan melalui: a. peringatan dini; b. deteksi dini; dan c. pengamatan lapangan. Pasal 7 Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya melakukan peringatan dini pencegahan kebakaran hutan dan/atau lahan dengan menyediakan data dan informasi yang meliputi: a. sistem peringkat bahaya kebakaran; b. cuaca dan iklim; c. prakiraan iklim lokal, regional, dan global; d. prakiraan musim; dan/atau e. pola penyebaran dan arah pencemaran asap. Pasal 8 Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya melakukan deteksi dini pencegahan kebakaran hutan dan/atau lahan dengan menyediakan data dan informasi yang meliputi: a. akuisisi citra satelit; b. analisis citra satelit untuk mengetahui daerah rawan kebakaran hutan dan/lahan serta lokasi terbakar; c. pengembangan peta rawan dan peta potensi biomassa terjadinya kebakaran hutan dan/atau lahan; 4

d. pengembangan algorithma dan deteksi titik panas; dan/atau e. pengembangan basis data mengenai luas area dan dampak kebakaran hutan dan/atau lahan. Pasal 9 (1) Berdasarkan peringatan dini dan deteksi dini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 8, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya melakukan pengamatan lapangan. (2) Pengamatan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. penumpangtindihan data titik panas dengan data spasial; b. pengumpulan data ISPU; c. analisis dan pengembangan basis data titik panas yang terdeteksi dalam kurun waktu tertentu; d. distribusi hasil penumpangtindihan ke instansi terkait di pusat dan daerah; dan/atau e. pengecekan kebenaran titik panas di lapangan. BAB V PELAPORAN Pasal 10 (1) Setiap penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan yang memanfaatkan hutan dan/atau lahan wajib melaporkan kegiatan yang terkait dengan pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan kepada bupati/walikota dengan tembusan kepada gubernur dan Menteri paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan. (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh Menteri, gubernur, dan bupati/walikota untuk bahan: a. pemantauan; dan b. penyusunan kebijakan pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan. BAB VI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 11 (1) Menteri, menteri teknis terkait, gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan pembinaan terhadap masyarakat dan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melaksanakan pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan antara lain melalui: a. pendidikan dan/atau pelatihan pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan; 5

b. fasilitasi dengan mekanisasi pertanian kepada masyarakat hukum adat; dan/atau c. penyuluhan mengenai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan. Pasal 12 (1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya melakukan pengawasan terhadap penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan yang memanfaatkan hutan dan/atau lahan dalam pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan,. (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap: a. perusahaan yang lokasi usaha dan/atau kegiatannya terbakar dan/atau terdeteksi titik panas dalam kurun waktu tertentu; dan b. rencana kerja serta sarana dan prasarana yang harus dimiliki. (3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara: a. periodik untuk mencegah pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan; dan b. intensif untuk menanggulangi dampak dan memulihkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan. (4) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan masyarakat. BAB VII PEMBIAYAAN Pasal 13 (1) Biaya pelaksanaan pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan dibebankan kepada penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan. (2) Biaya pelaksanaan pemantauan dan pengawasan terhadap kegiatan pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan dibebankan kepada: a. Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk pelaksanaan pemantauan dan pengawasan oleh Menteri, b. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) untuk pelaksanaan pemantauan dan pengawasan oleh gubernur dan bupati/walikota. 6

BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 14 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal : 28 Januari 2010 MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, ttd PROF. DR. IR.GUSTI MUHAMMAD HATTA, MS Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Ilyas Asaad. 7