MDA dan CMA sebagai Strategi Eliminasi Filariasis. MDA and CMA as Elimination of Filariasis Strategy

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ABSTRAK STUDI KASUS PENENTUAN DAERAH ENDEMIS FILARIASIS DI DESA RANCAKALONG KABUPATEN SUMEDANG JAWA BARAT TAHUN 2008

DESCRIPTION OF KNOWLEDGE, ATTITUDE AND BEHAVIOR OF THE PEOPLE AT NANJUNG VILLAGE RW 1 MARGAASIH DISTRICT BANDUNG REGENCY WEST JAVA ABOUT FILARIASIS

BAB 1 PENDAHULUAN. Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang disebabkan oleh berjangkitnya penyakit-penyakit tropis. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Filariasis Limfatik atau penyakit Kaki Gajah merupakan salah

BAB 1 PENDAHULUAN. Filariasis atau yang dikenal juga dengan sebutan elephantiasis atau yang

PENGOBATAN FILARIASIS DI DESA BURU KAGHU KECAMATAN WEWEWA SELATAN KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA

ABSTRAK. Pembimbing I : Rita Tjokropranoto, dr., M.Sc Pembimbing II : Hartini Tiono, dr.,m. Kes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 2013 jumlah kasus baru filariasis ditemukan sebanyak 24 kasus,

Proses Penularan Penyakit

Filariasis cases In Tanta Subdistrict, Tabalong District on 2009 After 5 Years Of Treatment

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang penularannya melalui

BAB I PENDAHULUAN.

BAB 1 : PENDAHULUAN. Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang

BAB I PENDAHULUAN. menular (emerging infection diseases) dengan munculnya kembali penyakit menular

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Akibat yang paling fatal bagi penderita yaitu kecacatan permanen yang sangat. mengganggu produktivitas (Widoyono, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Filariasis limfatik merupakan penyakit tular vektor dengan manifestasi

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. Pendahuluan. A. latar belakang. Di indonesia yang memiliki iklim tropis. memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik

Cakupan Pemberian Obat Pencegahan Massal Filariasis di Kabupaten Sumba Barat Daya Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana strategis kementerian

RISIKO KEJADIAN FILARIASIS PADA MASYARAKAT DENGAN AKSES PELAYANAN KESEHATAN YANG SULIT

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT FILARIASIS DI KABUPATEN BEKASI, PROVINSI JAWA BARAT PERIODE

Prevalensi pre_treatment

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.

BAB 1 RANGKUMAN Judul Penelitian yang Diusulkan Penelitian yang akan diusulkan ini berjudul Model Penyebaran Penyakit Kaki Gajah.

BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Filariasis limfatik atau Elephantiasis adalah. penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit di mana

Gambaran Pengobatan Massal Filariasis ( Studi Di Desa Sababilah Kabupaten Barito Selatan Kalimantan Tengah )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kata kunci: filariasis; IgG4, antifilaria; status kependudukan; status ekonomi; status pendidikan; pekerjaan

LYMPHATIC FILARIASIS (LF) ELIMINATION USED A COMMUNITY DIRECTED APPROACH.

ANALISIS SITUASI FILARIASIS LIMFATIK DI KELURAHAN SIMBANG KULON, KECAMATAN BUARAN, KABUPATEN PEKALONGAN Tri Wijayanti* ABSTRACT

Filariasis Limfatik pada Anak anak. Monica Puspa Sari

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Penyakit kaki gajah atau dalam bahasa medis. disebut filariasis limfatik atau elephantiasis adalah

Analisis Spasial Distribusi Kasus Filariasis di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun

FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KOTA PADANG TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. (Harijanto, 2014). Menurut World Malaria Report 2015, terdapat 212 juta kasus

UPAYA KELUARGA DALAM PENCEGAHAN PRIMER FILARIASIS DI DESA NANJUNG KECAMATAN MARGAASIH KABUPATEN BANDUNG

CAKUPAN PENGOBATAN MASSAL FILARIASIS DI KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA TAHUN 2011 FILARIASIS MASS TREATMENT COVERAGE IN DISTRICT SOUTHWEST SUMBA 2011

URIC ACID RELATIONSHIP WITH BLOOD SUGAR PATIENTS TYPE 2 DIABETES MELLITUS THE EXPERIENCE OF OBESITY

GAMBARAN PEMBERIAN OBAT MASAL PENCEGAHAN KAKI GAJAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WELAMOSA KECAMATAN WEWARIA KABUPATEN ENDE TAHUN ABSTRAK

SITUASI FILARIASIS DI KABUPATEN SUMBA TENGAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2009

IDENTIFIKASI FILARIASIS YANG DISEBABKAN OLEH CACING NEMATODA WHECERERIA

BAB I PENDAHULUAN. distribusinya kosmopolit, jumlahnya lebih dari spesies, stadium larva

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan

BAB XX FILARIASIS. Hospes Reservoir

BAB I PENDAHULUAN. 1

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR PENDIDIKAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS YANG DITENTUKAN BERDASARKAN DISTRIBUSI IGG4 ANTIFILARIA. Biyan Maulana*, Heri Wibowo**

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

Model Penyebaran Penyakit Kaki Gajah di Kelurahan Jati Sampurna

Rencana Nasional Program Akselerasi Eliminasi Filariasis di Indonesia. No ISBN :

FAKTO-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI PUSKESMAS TIRTO I KABUPATEN PEKALONGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada anggota badan terutama pada tungkai atau tangan. apabila terkena pemaparan larva infektif secara intensif dalam jangka

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan

5. Manifestasi Klinis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ABSTRAK PREVALENSI FILARIASIS DI KOTA BEKASI PERIODE

KERANGKA ACUAN KERJA ( KAK ) KEGIATAN POMP FILARIASIS PUSKESMAS KAWUA

Kondisi Filariasis Pasca Pengobatan Massal di Kelurahan Pabean Kecamatan Pekalongan Utara Kota Pekalongan

Faktor Risiko Kejadian Filarisis Limfatik di Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi

Filariasis Limfatik di Kelurahan Pabean Kota Pekalongan

TUGAS PERENCANAAN PUSKESMAS UNTUK MENURUNKAN ANGKA KESAKITAN FILARIASIS KELOMPOK 6

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT DI RW 1 DESA NANJUNG KECAMATAN MARGAASIH KABUPATEN BANDUNG JAWA BARAT TENTANG FILARIASIS TAHUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. Filariasis limfatik atau yang biasa disebut dengan kaki

DETEKSI ANTIBODI SPESIFIK FILARIA IgG4 DENGAN PAN LF PADA ANAK SEKOLAH DASAR UNTUK EVALUASI KEBERHASILAN PROGRAM ELIMINASI FILARIASIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

Filariasis : Pencegahan Terkait Faktor Risiko. Filariasis : Prevention Related to Risk Factor

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Filariasis limfatik atau lebih dikenal dengan. penyakit kaki gajah adalah salah satu masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar hampir di beberapa Negara tropis dan subtropis saat

Faktor Risiko Kejadian Penyakit Filariasis Pada Masyarakat di Indonesia. Santoso*, Aprioza Yenni*, Rika Mayasari*

Juli Desember Abstract

BAB I PENDAHULUAN. klasifikasinya nyamuk dibagi dalam dua subfamili yaitu Culicinae yang terbagi

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang

PENYAKIT-PENYAKIT DITULARKAN VEKTOR

Naskah masuk: 4 Januari 2016, Review 1: 7 Januari 2016, Review 2: 8 Januari 2016, Naskah layak terbit: 29 Februari 2016

DI DAERAH ENDEMIS FILARIASIS KECAMATAN PONDOK GEDE, KABUPATEN BEKASI, JAWA BARAT

UNIVERSITAS INDONESIA EVALUASI EKONOMI PEMBERIAN OBAT FILARIASIS DI KOTA BEKASI TAHUN 2010 TESIS

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah tropis antara lain adalah malaria dan filariasis merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir, penyakit yang ditularkan oleh nyamuk cenderung

GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi parasit pada saluran cerna dapat disebabkan oleh protozoa usus dan

KEEFEKTIFAN MODEL PENDAMPINGAN DALAM MENINGKATKAN CAKUPAN OBAT PADA PENGOBATAN MASSAL FILARIASIS

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan dalam masyarakat (Depkes RI, 2009). pembangunan berkelanjutan yang diberi nama Sustainable Development Goals

BAB I PENDAHULUAN. Dengue adalah salah satu penyakit infeksi yang. dalam beberapa tahun terakhir ini menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA FILARIASIS DI DESA SANGGU KABUPATEN BARITO SELATAN KALIMANTAN TENGAH

SURVEI DARAH JARI FILARIASIS DI DESA BATUMARTA X KEC. MADANG SUKU III KABUPATEN OGAN KOMERING ULU (OKU) TIMUR, SUMATERA SELATAN TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai adalah Plasmodium Falciparum dan Plasmodium. Vivax. Di Indonesia Timur yang terbanyak adalah Plasmodium

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GAMBARAN KEPATUHAN PENGOBATAN MASAL DI DAERAH ENDEMIS KOTA PEKALONGAN

Malaria disebabkan parasit jenis Plasmodium. Parasit ini ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi.

Transkripsi:

MDA dan CMA sebagai Strategi Eliminasi Filariasis Andre Parmonangan Panjaitan 1, Jhons Fatriyadi 2 1 Mahasiswa, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung 2 Bagian Parasitologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung Abstrak Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh vektor nyamuk Mansonia, Anopheles, Culex dan Armigeres. Filariasis limfatik merupakan penyakit yang endemis pada bebeberapa daerah tertentu di dunia dan terutama di Indonesia. Pada tahun 2014, kasus filariasis di Indonesia mengalami peningkatan angka kejadian yaitu 14.932 kasus. Cacing filaria hidup di saluran dan kelenjar getah bening dengan mempunyai dua manifestasi klinik. Pertama, manifestasi akut berupa demam berulang dan adenolimfangitis. Kedua, manifestasi kronik yaitu elephantiasis dan hidrokel. Pemberantasan filariasis perlu dilaksanakan untuk menghentikan transmisi penularan. Diperlukan program yang berkesinambungan dan berkelanjutan karena mengingat masa hidup dari cacing dewasa yang cukup lama. Salah satu cara yang dapat dijadikan alternatif dalam penanganan filariasis adalah dengan pelaksanaan program WHO yaitu, Mass Drug Administration (MDA) dan Countrywide Morbidity Alleviation (CMA) dengan posyandu dan puskesmas sebagai titik utama pelaporan. Mass drug administration adalah metode pemberian obat secara masal dan teratur kepada penderita filariasis dan MDA adalah program rekomendasi dari WHO. Program ini membutuhkan obat (albendazole dan ivermectin) dan penyaluran obat yang efisien dan efektif. Program MDA dimulai dengan melakukan mapping daerah endemik dan non endemik melalui survei. Countrywide Morbidity Alleviation adalah program pendataan dan manajemen terhadap manifestasi klinik yang ditimbulkan filariasis. Program CMA dilakukan secara masal mengenai teknik manajemen lymphedema dan hidrokel dengan setiap pusat kesehatan dipilih satu tenaga kesehatan untuk melakukan pelatihan pendidikan dan perawatan lymphedema. Strategi eliminasi MDA dan CMA dengan tumpuan utama posyandu dan puskesmas adalah strategi yang tepat untuk eliminasi filariasis limfatik. Kata Kunci: Filariasis limfatik, Mass drug administration (MDA), Countrywide Morbidity Alleviation (CMA) MDA and CMA as Elimination of Filariasis Strategy Abstract Lymphatic filariasis (elephantiasis disease) is a chronic infectious disease caused by filarial worms and transmitted by mosquitoes Mansonia, Anopheles, Culex, and Armigeres. Lymphatic filariasis is an endemic diseases in some country in the world especially Indonesia. Lymphatic filariasis in Indonesia gets a rising about 14.932 cases in 2014. Worms live in the channels and lymph nodes with having two manifestation. First are acute clinical manifestations such as recurrent fever and adenolimfangitis. Second are chronic manifestation is elephantiasis and hidrocele. Lymphatic filariasis eradication should be carried out with the aim of stopping the transmission of infection. Required a continuous program and takes a long time for remembering the life span of the adult worms long enough. One of way can be applied are Mass Drug Administration (MDA) and Countrywide Morbidity Alleviation (CMA) with local government Clinic as focus center. Mass Drug Administration is method to give drugs with massive and it is a recommendation from World Health Organization (WHO) to eradicate lymphatic filariasis. The Program need drugs (Albendazole and ivermectin) and drug channelization with efficient and effective. Program of MDA begins with mapping of endemic territory and non-endemic territory through survey. Countrywide Morbidity Alleviation is a program of management and collection clinical feature of filariasis. Program of CMA is lymphedema and hidrocele management of technique with every health center chooses one of professional health to do training and caring about lymphedema and hidrocele. Strategy of MDA and CMA with local government clinic as focus center is a best strategy to eradicate lyhmphatic filariasis. Keywords: Lymphatic Filariasis, Mass drug administration (MDA), Countrywide Morbidity Alleviation (CMA) Korespondensi: Andre Parmonangan Panjaitan, Jl. Bumimanti III Kampus Hijau Residen Blok D 8 Bandarlampung, HP 085658785912, e-mail andreparm2@gmail.com Pendahuluan Filariasis limfatik (penyakit kaki gajah) adalah penyakit yang diakibatkan oleh infeksi cacing dari famili filaroidea dan spesies cacing penyebab Filariasis yaitu: Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori. 1 Filariasis limfatik merupakan tipe penyakit yang endemis pada bebeberapa daerah tertentu di dunia. Total sebanyak 72 negara di dunia diketahui endemis filariasis limfatik dan sekitar 1,39 miliar jiwa beresiko terinfeksi, 15 juta orang menderita elephantiasis, serta 25 juta orang menderita hidrocele. 2 Beberapa spesies cacing penyebab filariasis ditemukan di Indonesia, namun lebih dari 70% kasus filariasis di Majority Volume 5 Nomor 1 Februari 2016 12

Indonesia disebabkan oleh Brugia malayi. Filariasis menyebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Jumlah provinsi yang melaporkan kasus filariasis terus bertambah setiap tahun. Beberapa daerah Indonesia bagian Timur mempunyai tingkat endemisitas tinggi seperti Nusa Tenggara Timur 3. Pada tahun 2014, kasus filariasis mengalami peningkatan angka kejadian 14.932 kasus infeksi filariasis. 3 Filariasis limfatik memiliki tiga fase utama, yakni fase asymptomatic microfilaremia, adenolimfangitis akut, dan limfedema kronis. Asymptomatic microfilaremia adalah tahapan dimana penderita tidak merasakan gejala apapun meskipun di dalam darahnya mengandung larva mikrofilaria dengan konsentrasi yang tinggi. Melalui pemeriksaan USG bisa terdeteksi adanya dilatasi limfatik dan scrotal lymphagiectasia, yakni keluarnya cairan putih dari skrotum secara persisten. 4 Pada tahapan kedua yaitu adenolimfangitis akut dimana penderita mulai mengalami gejala seperti demam tinggi secara mendadak, edema lokal, dan biasanya berlangsung selama satu minggu kemudian akan mereda, namun masih bisa mengalami kekambuhan. Tahapan yang ketiga merupakan tahap perubahan jaringan yang ireversibel. Pada tahap ini terjadi obstruksi yang disertai terbentuknya edema yang mengeras, penebalan jaringan subkutan dan hiperkeratosis. Penderita filariasis limfatik yang sampai pada stadium limfedema kronis akan menderita kecacatan seumur hidup, dan akan semakin parah jika tidak dilakukan pengobatan dengan segera. Untuk menimbulkan gejala klinis penyakit filariasis diperlukan beberapa kali gigitan nyamuk terinfeksi filaria dalam waktu yang lama. 4 Filariasis merupakan target program WHO dengan cakupan pengobatan minimal yang harus dicapai untuk memutus rantai penularan sebesar 85%. 5 Hanya ada dua program yang saat ini masih efektif digunakan untuk penanganan filariasis limfatik yakni melalui obat-obatan seperti Diethylcarbamazine (DEC), Ivermektin, Albendazole dan tindakan operasi. Upaya mempercepat pemberantasan penularan penyakit filariasis masih perlu dilakukan evaluasi program yang telah ada. 6 Salah satu cara yang dapat dijadikan alternatif dalam penanganan filariasis adalah dengan pelaksanaan program WHO yaitu, Mass Drug Administration (MDA) dan Countrywide Morbidity Alleviation (CMA). Mass Drug Administration adalah perawatan tahunan dengan satu kombinasi dosis albendazole dan diethylcarbamazine (DEC) atau ivermectin untuk semua orang di wilayah sasaran untuk mengendalikan dan akhirnya menghilangkan filariasis limfatik. Countrywide Morbidity Alleviation dilakukan secara luas untuk menghilangkan dan mengurangi kecacatan akibat filariasis limfatik. Untuk itu MDA dan CMA dengan tumpuan utama posyandu dan puskesmas merupakan cara efisien sebagai upaya bebas filariasis limfatik di Indonesia. 5 Isi Mass Drug Administration adalah metode yang direkomendasikan WHO dalam upaya eliminasi filariasis limfatik. Program ini membutuhkan obat (albendazole dan ivermectin) dan menyalurkan obat secara efisien dan efektif. GlaxoSmithKline (produsen albendazole) dan Merck (produsen ivermectin) berkomitmen menyumbangkan obat untuk menghilangkan filariasis limfatik sebagai masalah kesehatan global. 7 Ivermectin merupakan obat pembunuh mikrofilaria dalam darah yang diindikasikan sebagai pencegahan filariasis limfatik. 8 Albendazole mempunyai kemampuan untuk membunuh cacing penyebab filariasis. 9 Dengan efektifitas tinggi dari kedua obat tersebut maka perlu adanya penyaluran yang efektif dan efisien untuk meningkatkan cakupan obat pada daerah endemik. Selain meningkatkan pemberian obat pencegahan, MDA diselingi dengan memberikan penyuluhan mengenai filariasis limfatik. Dengan demikian masyarakat memiliki pengetahuan agar terhindar dari filariasis limfatik. 10 Countrywide Morbidity Alleviation adalah program yang direkomendasikan WHO dalam upaya eliminasi filariasis limfatik. Countrywide Morbidity Alleviation meliputi program untuk mengurangi atau memberantas gejala yang ditimbulkan oleh filariasis limfatik. Gejala filariasis limfatik adalah elephantiasis dan hidrokel. Elephantiasis menimbulkan manifestasi klinis menyerupai kaki gajah akibat sumbatan pada kelenjar limfe. Untuk itu, CMA dilaksanakan melalui manajemen lymphedema dengan memberikan pelatihan perawatan diri pada penderita elephantiasis. 11 Kemampuan Majority Volume 5 Nomor 1 Februari 2016 13

penderita merawat diri penting untuk dilakukan agar tidak terjadi komplikasi lebih parah. Kemudian, CMA juga memberikan pelatihan atau workshop mengenai manajemen hidrokel. 12 Pemberian pelatihan bersamaan dengan pemberian sarana dan prasarana yang memadai, sehingga semua proses MDA dan CMA dapat dilakukan lebih mudah dan murah. Dengan demikian inovasi pengabungan MDA dan CMA dapat mengurangi tingkat morbiditas akibat filariasis limfatik. Program pemberian obat masal atau MDA yang dilaksanakan untuk mengeliminasi filariasis limfatik dapat menghasilkan manfaat sosial ekonomi yang signifikan dengan biaya sangat rendah. 13 World Health Organization membentuk sebuah program untuk mengeliminasi filariasis limfatik dengan tujuan dan resolusi mengeliminasi penyakit filariasis limfatik pada tahun 2020. Pemberian MDA untuk eliminasi filariasis telah dimulai pada 32 dari 83 negara endemik. Togo adalah salah satu negara yang berhasil menerapkan MDA. 14 Untuk itu, Togo telah berhasil memodifikasi program NPELF (National Program to Eliminate Lymphatic Filariasis). 7 Program inovasi MDA seperti pada Gambar 1, dimulai dengan melakukan mapping daerah endemik dan non endemik melalui survey. Kemudian ditunjuk kader kesehatan masyarakat untuk melakukan kunjungan rumah ke rumah. Kunjungan dilakukan untuk melakukan survey data dan penyaluran obat. Dengan demikian dapat terjalin hubungan yang baik dengan masyarakat, sehingga mempermudah pengawasan berjalannya MDA. Distribusi obat dikemas sedemikian rupa agar efektif dan efisien. Untuk itu, diperlukan peran serta posyandu dan puskesmas setempat sebagai tumpuan utama evaluasi dari program dan pengangan filariasis limfatik. 7 Selain itu, perlu dilakukan modifikasi program CMA sebagai strategi nasional untuk menanggulangi filariasis limfatik. 15 Salah satu modifikasi yang dilakukan secara masal mengenai teknik manajemen lymphedema dan manajemen hidrokel seperti yang ada pada Gambar 2. Province Mapping Program Daerah Endemik Daerah non-endemik Ditunjuk Kader Kesehatan / Health Ranger Dilakukan Kunjungan rumah oleh kader untuk menghitung kebutuhan obat Data data kunjungan diserahkan pada koordinator provinsi Koordinator provinsi menentukan jumlah kebutuhan obat pada daerah tersebut Kader menyalurkan obat dengan sistem penyaluran dari rumah ke rumah Posyandu dan Puskesmas sebagai focus center untuk pusat evaluasi dan pengobatan limfatik Filariasis Kader mencatat data data masyarakat yang telah menerima obat Koordinator provinsi menerima data pelaporan dari kader Gambar 1. Mekanisme Modifikasi Pendistribusian MDA Majority Volume 5 Nomor 1 Februari 2016 14

Setiap pusat kesehatan dipilih satu tenaga kesehatan untuk melakukan pelatihan, pendidikan, perawatan lymphedema dan hidrokel. Selanjutnya, perlu dilakukan penyuluhan dan pelatihan pada masyarakat mengenai perawatan dini pada lymphedema. 16 Kemudian, untuk program terapi hidrokel perlu diadakan workshop manajemen hidrokel yang diimbangi dengan pengadaan sarana dan prasarana untuk menunjang dilakukannya manajemen hidrokel yang aman. 12 Untuk menyukseskan program tersebut perlu dilakukan beberapa tindakan, yaitu : 1. Diperlukan Komitmen Politik yang kuat dari pemerintah. Komitmen dilakukan oleh pimpinan/penanggung jawab program, yaitu menteri kesehatan hingga kader kesehatan masyarakat yang menjalankan program secara langsung. 2. Pembangunan tim manajemen program yang bagus. Penunjukan salah seorang koordinator nasional yang mengerti mengenai program tersebut. Ditentukan jadwal dilaksanakannya program sehingga program berjalan secara efektif dan efisien. 3. Administrasi yang fleksibel. Administrasi diperlukan dalam mempermudah kontrol yang dilakukan, kontrol distribusi obat, evaluasi program dan jumlah dana yang dikeluarkan. 4. Integrasi dengan sistem kesehatan yang telah ada. 5. Inovasi dalam pengadaan dan pengembangan sumber daya. Inovasi penting dilakukan pada daerah yang kekurangan sumber daya agar tetap mampu mengoptimalkan MDA dan CMA. 6. Pembangunan partnership yang luas untuk menopang sumber dana. Sumber dana ini didapatkan dari kerjasama yang saling menguntungkan dengan orang lain. Kerjasama dengan orang lain diharapkan dapat membantu pendanaan program. Sedangkan yang bekerjasama mendapatkan keuntungan dapat melakukan kegiatan penelitian pada daerah tersebut. Selain itu, pihak yang bekerjasama dapat melakukan internal partnership dengan lembaga lembaga lokal. 15 Manajemen Lymphedema Manajemen hidrokel Dilakukan Training minimal satu tenaga medis dari tiap pusat kesehatan pada daerah endemik Peningkatan sarana prasarana untuk menunjang manajemen hidrokel Dilakukan penyuluhan mengenai penanganan dan perawatan diri sendiri Puskesmas dan posyandu sebagai focus center pada pengawasan dan evaluasi program Dilakukan training minimal satu tenaga medis dari tiap pusat kesehatan pada daerah endemik Peningkatan sarana prasarana untuk menunjang manajemen hidrokel Dilakukan workshop mengenai manajemen hidrokel untuk daerah endemik Gambar 2. Mekanisme Modifikasi Program CMA Dengan demikian, MDA dan CMA dapat dijadikan salah satu strategi nasional yang dapat diterapkan di Indonesia untuk eradikasi filariasis limfatik dengan bantuan posyandu Majority Volume 5 Nomor 1 Februari 2016 15

dan puskesmas sebagai tumpuan utama. Ringkasan Filariasis limfatik merupakan penyakit yang endemis pada bebeberapa daerah tertentu didunia terutama diindonesia. Kasus filariasis diindonesia mengalami peningkatan angka kejadian yaitu 14.932 kasus. 3 Hanya ada dua program yang saat ini masih efektif digunakan untuk penanganan filariasis limfatik yakni melalui obat-obatan seperti Diethylcarbamazine (DEC), Ivermektin, Albendazole dan tindakan operasi. Diperlukan program yang berkelanjutan supaya penyakit filariasis dapat ditangani dengan baik. Salah satu cara yang dapat dijadikan alternatif dalam penanganan filariasis adalah dengan pelaksanaan program WHO yaitu, Mass Drug Administration (MDA) dan Countrywide Morbidity Alleviation (CMA) dengan posyandu dan puskesmas sebagai tumpuan utama. 15 Mass Drug Administration adalah metode yang direkomendasikan World Health Organization (WHO) dalam upaya eliminasi filariasis limfatik. Program ini membutuhkan obat (albendazole dan ivermectin), penyaluran obat secara efisien dan efektif serta melakukan mapping daerah endemik dan non endemik melalui survey. Countrywide Morbidity Alleviation adalah program yang direkomendasikan WHO dalam upaya eliminasi filariasis limfatik. Program inovasi CMA yang dilakukan secara masal mengenai teknik manajemen lymphedema dan hidrokel dengan setiap pusat kesehatan dipilih satu tenaga kesehatan untuk melakukan pelatihan pendidikan, perawatan lymphedema dan hidrokel. Strategi MDA dan CMA dengan menempatkan posyandu dan puskesmas adalah strategi yang tepat untuk eliminasi filariasis limfatik. 15 Simpulan Strategi MDA dan CMA dengan posyandu dan puskesmas sebagai tumpuan utama dalam pengawasan dan penanganan filariasis limfatik adalah strategi tepat untuk eliminasi filariasis limfatik. Mass Drug Administration dan Countrywide Morbidity Alleviation menawarkan banyak keuntungan yaitu dapat menurunkan morbiditas pasien, murah, efektif, mendatangkan banyak signifikan, dan kemudahan dalam menjalankan program tersebut. 15 Mass Drug Administration dan Countrywide Morbidity Alleviation dengan posyandu dan puskesmas dapat dijadikan akselerasi perluasan cakupan program pemerintah dalam eradikasi filariasis limfatik sebelum tahun 2020. Daftar Pustaka 1. Bhullar N, Maikere J. Challenges in Mass Drug Administration for Treating Lymphatic Filariasis in Papua, Indonesia. J Parasit and Vector. 2010; 3:70. 2. World Health Organization. Global programme to eliminate lymphatic filariasis: progress report on mass drug administration [internet]. USA: World Health Organization; 2010 [diperbaharui Juni 2010; diakses tanggal 30 Oktober 2015]. Tersedia dari: http://www.filariasis.org/index.html 3. Kementrian Kesehatan (Kemenkes) RI. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2014. Jakarta: Kementrian Kesehatan (Kemenkes) RI; 2015. 4. Fauci, Kasper, Longo, Braunwald, Hauser, Jameson, et al. Harrison principle of internal medicine. 17 th Edition. New York: McGraw-Hill; 2008. 5. World Health Organization. Training Module for Drug Distribution in Countries Where Lymphatic Filariasis is co-endemic with Onchocercariasis. Geneva: World Health Organization; 2011. 6. World Health Organization. The Millennium Development Goals for Health: A review of the indicators. Geneva: World Health Organization; 2005. 7. World Health Organization. Lympatic filariasis. Monitoring and epidemiological assessment of mass drug administration. A manual for national elimination program. Geneva: World Health Organization; 2011. 8. Biritwum RB, Sylla M, Diarra T. Evaluation of ivermectin distribution in Benin, Cote d Ivoire, Ghana and Togo: Estimation of coverage of treatment and operational aspects of the distribution system. Ann Trop Med Parasitol. 2007; 91: 297 305. 9. Arise RO, Malomo SO. Effects of Ivermectin and Albendazole on Some Liver and Kidney Function Indices in Rats. African J Biochemistry Research. 2009; 3(5):190-197. 10. World Health Organization. Monitoring and epidemiological assessment of the Majority Volume 5 Nomor 1 Februari 2016 16

programme to eliminate lymphatic filariasis at implementation unit level. Geneva: World Health Organization; 2005. 11. Richard SA, Mathieu E, Addiss DG. A survey of treatment practices and burden of lymphoedema in Togo. Trans R Soc Trop Med Hyg. 2007; 101: 391 397. 12. Mante SD, Gueye SM. Capacity building for the modified filarial hydrocelectomy technique in West Africa. J Acta Trop. 2011; 120(Suppl 1):S76 S80. 13. Ramaiah KD, Das KP. Mass Drug Administration to Eliminate Lymphatic Filariasis in India. J TRENDS in Parasitology. 2004; 20(11):499-502. 14. World Health Organization. Global Programme to Eliminate Lymphatic Filariasis. Annual Report on Lymphatic Filariasis. Geneva: World Health Organization; 2002. 15. Sodahlon YK, Dorkenoo AM, Morgah K. A Succes Story: Togo Is Moving toward Becoming The First Sub-Saharan African Nation to Eliminate Lymphatic Filariasis through Mass Drug Administration and Countrywide Morbidity Alleviation. J PLOS Neglected Tropical Diseases. 2013; 7: 1-8. 16. Dorkenoo AM, Bronzan RN, Ayena KD. Nationwide integrated mapping of three neglected tropical diseases in Togo: Countrywide implementation of a novel approach. J Trop Med Int Health. 2012; 17: 896 903. Majority Volume 5 Nomor 1 Februari 2016 17