PANDANGAN ISLAM TENTANG HAK KESEHATAN SEKSUAL DAN REPRODUKSI Oleh: Duski Samad Ketua MUI Kota Padang PERMAMPU telah melakukan penelitian pada delapan wilayah anggota tentang kasus Kehamilan Tak Diinginkan (KTD) pada tahun 2013-2014. Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa persoalan utama pada perempuan pedesaan, perempuan miskin kota dan perempuan muda adalah keterbatasan pengetahuan tentang isu Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR), hak-hak perempuan, keluarga berencana/ kontrasepsi dan pengetahuan isu HKSR lainnya. Selain itu, PERMAMPU juga menemukan bahwa keluarga, masyarakat, lembaga adat, lembaga agama, dan pemerintah sejauh ini cenderung lebih pada bentuk pengontrolan tubuh perempuan daripada memperhatikan juga pentingnya pemenuhan kesehatan dan perlindungan hak-hak mereka. (PERMAMPU, 2014). Kesehatan reproduksi sebagaimana yang didefinisikan oleh International Conference on Population and Development (ICPD) adalah keadaan sehat yang menyeluruh, meliputi aspek fisik, mental dan sosial dan bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan, dalam segala hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi dan fungsi maupun proses reproduksi itu sendiri. Faktanya, pengetahuan dan persepsi masyarakat terutama kaum perempuan masih banyak yang tidak mengetahui dan menyadari serta memperoleh hak-hak kesehatan seksual dan reproduksi. Disisi lain, Negara sebagai lembaga formal yang seharusnya melindungi Hak Azasi Perempuan, mempromosikan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi yang belum optimal terlaksana, baik karena pola pikir patriarkis, maupun karena pengabaian akan adanya hak-hak azasi perempuan. [1] 1 / 5
SEKSUALITAS DALAM ISLAM. Islam sangat mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam hal seksualitas. Pengaturan itu bertujuan untuk kebaikan bersama secara fisik dan mental serta menghasilkan keturunan sebagai penerus diinul Islam, bukan semata untuk kepuasan secara biologis saja. Seksualitas dalam pandangan Islam dapat menjadi hal yang terpuji sekaligus tercela. Seksualitas menjadi hal yang terpuji jika dilakukan dalam lingkup hubungan yang sesuai syari at, yaitu hubungan pasangan laki-laki dan perempuan bukan antara pasangan sejenis (homoseksual) atau dengan binatang (zoofilia) yang telah menikah secara sah. Sebaliknya seksualitas dalam Islam dapat menjadi hal yang tercela jika hubungan dilakukan di luar pernikahan, antara pasangan sejenis, atau dengan binatang. Hubungan seksual pranikah dan perselingkuhan dilarang dan dapat dihukum sesuai syariat. Islam mengaturnya dalam Qur an surat Al Israa: 32 yaitu, tentang larangan mendekati zina. Bukan hanya melakukan, mendekatinya saja dilarang, seperti hubungan laki-laki dan perempuan bukan muhrim yang terlampau bebas. Islam melarang hubungan seksual melalui dubur & mulut (anal & oral sex), homo seksualitas, sodomi, lesbianisme, dan perilaku seksual lain yang tidak wajar. Pelarangan Islam tentang hal ini sangat beralasan mengingat perilaku di atas banyak ditemukan di masyarakat di seluruh dunia yang berakibat pada timbulnya penyakit-penyakit menular seksual dan desakralisasi hubungan pernikahan dimana hanya mementingkan syahwat semata. Hubungan seksual juga dilarang dilakukan saat menstruasi (lihat QS. Al Baqarah: 222), pasca melahirkan, penyakit berat, dan siang hari di bulan Ramadhan. Penelitian-penelitian di abad modern menunjukkan korelasi positif antara larangan tersebut dengan efek merugikan yang ditimbulkannya bila dilakukan. MAQASIDUS SYARIAH Syariat Islam adalah peraturan hidup yang datang dari Allah ta ala, ia adalah pedoman hidup bagi seluruh umat manusia. Sebagai pedoman hidup ia memiliki tujuan utama, yakni untuk kebaikan seluruh umat manusia. Dalam ruang lingkup ushul fiqh tujuan ini disebut dengan maq ashid as-syari ah yaitu maksud dan tujuan diturunkannya syariat Islam. Tujuan hukum Islam adalah 2 / 5
kemaslahatan hidup manusia, baik rohani maupun jasmani, individual dan sosial. Kemaslahatan itu tidak hanya untuk kehidupan dunia ini saja tetapi juga untuk kehidupan yang kekal di akhirat kelak. Abu Ishaq al-shatibi merumuskan lima tujuan hukum Islam, yakni: (1). Hifdz Ad-Din (Memelihara Agama).(2) Hifdz An-Nafs (Memelihara Jiwa).(3) Hifdz Al Aql (Memelihara Akal). (4) Hifdz An-Nasb (Memelihara Keturunan) dan (5) Hifdz Al-Maal (Memelihara Harta) Satu diantara tujuan syariat adalah hak reproduksi. Perlindungan Islam terhadap keturunan adalah dengan mensyariatkannya pernikahan dan mengharamkan zina, menetapkan siapa-siapa yang tidak boleh dikawini, bagaimana cara-cara perkawinan itu dilakukan dan syarat-syarat apa yang harus dipenuhi, sehingga perkawinan itu dianggap sah dan pencampuran antara dua manusia yang belainan jenis itu tidak dianggap sah dan menjadi keturunan sah dari ayahnya. Malahan tidak melarang itu saja, tetapi juga melarang hal-hal yang dapat membawa kepada zina. Sebagaimana firman Allah ta ala: Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. Q.S An-Nisa: 3-4. Pada ayat lain ditegaskan pula; artinya.. Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. KESEHATAN REPRODUKSI Kesehatan adalah sesuatu yang sangat vital sekali bagi kehidupan manusia, disamping kebutuhan sandang, pangan dan papan, karena kesehatan merupakan sarana dalam mencapai kehidupan yang bahagia. Kebutuhan hidup yang tersedia tidak akan berguna dan menjadi hambar apabila tidak diiringi dengan kesehatan badan. Dalam hal ini Rasulullah s.a.w. 3 / 5
bersabda, sebagaimana hadis yang diriwayatkan an-nasai dari Amr bin Maimun dalam kitab As-Sunan al-kubrâ: Perhatikanlah lima perkara ini sebelum datangnya lima perkara: masa mudamu sebelum datang masa tuamu; kesehatanmu sebelum datang sakitmu; kekayaanmu sebelum datang kefakiranmu; kesempatanmu sebelum datang kesibukanmu; hidupmu sebelum datang kematianmu. Disamping itu setiap muslim yang sakit di perintahkan pula untuk berobat kepada ahlinya dan perbuatan tersebut juga bernilai ibadah sebagaimana yang pernah di sabdakan oleh Nabi s.a.w., Berobatlah wahai hamba-hamba Allah, karena sesungguhnya Allah tidaklah menurunkan suatu penyakit, kecuali telah diturunkan pula obatnya, selain kematian dan penyakit tua (pikun). (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ahmad, Ibnu Hibban dan al-hakim dari Usamah bin Syarik) Islam mengajarkan prinsip-prinsip kesehatan, kebersihan dan kesucian lahir dan batin. Antara kesehatan jasmani dengan kesehatan rohani merupakan kesatuan sistem yang terpadu, sebab kesehatan jasmani dan rohani menjadi syarat bagi tercapainya suatu kehidupan yang sejahtera di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Islam sebagai pedoman hidup tentunya memiliki kaitan erat dengan kesehatan reproduksi mengingat Islam memiliki aturan-aturan dalam kehidupan manusia yang bertujuan untuk mencapai kondisi yang sesuai dengan persyaratan kesehatan reproduksi. Sejak berabad-abad yang lalu, sebenarnya aturan-aturan dalam Islam di Al Qur an telah mengajarkan berbagai hal mengenai kesehatan reproduksi antara lain mengenai seksualitas, kontrasepsi, kehamilan, menyusui dan juga mengenai aborsi. Jika aturan-aturan tersebut dipatuhi oleh umat muslim, maka kesejahteraan umat manusia dapat tercapai dengan baik. Islam memberi banyak ruang dan dukungan atas akses kesehatan reproduksi terutama pada kaum perempuan. Sebagai agama yang melindungi kaumnya, posisi perempuan, terutama para ibu, dalam Islam sangat dimuliakan. Oleh karena itu, posisi perempuan harus dijaga lewat norma-norma sosial. Pemahaman yang benar mengenai kesehatan reproduksi merupakan salah satu bentuk dukungan Islam agar kaum perempuan dapat menjadi ibu yang sehat dan bertanggung jawab. Umat Islam, baik laki-laki maupun wanita, sebaiknya mau belajar lebih banyak mengenai kesehatan reproduksi agar norma-norma sosial dalam Islam bisa ditegakkan dan dijalankan secara harmonis dengan ajaran-ajaran Islam lainnya. Pentingnya kesehatan reproduksi adalah amanah kehidupan. Allah SWT menciptakan manusia melalui kehamilan, yang dalam proses menjadi manusia utuh harus dijaga sedemikian rupa. Artinya Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang 4 / 5
belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik (QS. Al Mu minun: 14) Akhirnya dapat dikatakan bahwa berkenaan dengan kesehatan seksual dan reproduksi Islam memberikan pemuliaan yang tinggi. Islam menegaskan untuk menjaga kehormatan keturunan dengan perkawinan dan hubungan seksual yang sehat. Islam melarang orang menciderai martabat kemanusiaannya, berupa merusak kesehatan seksual. Satu di antara maqasidus syariah adalah hifzul nasb (menjaga kesucian keturunan), ini tentu dengan memuliakan hubungan lawan jenis sesuai syariat. Begitu juga halnya dengan kesehatan reproduksi sejak kehamilan, perawatan bayi, menyusui dengan pemberian ASI, larangan aborsi dengan alasan yang tidak syar i, dan hal-hal lain yang terkait dengannya adalah bahagian penting yang diperhatikan Islam. Islam mencegah mendekati perbuatan zina, meninggalkan cara berhubungan yang tidak sehat, dan melarang melakukan hubungan sesama jenis adalah wujud untuk menjaga kesehatan reproduksi. Kebebasan hubungan seksual, gonta ganti pasangan, pelacuran dan segala bentuk penyimpangan seksual adalah perbuatan yang dikatakan keji dan kotor dalam Islam, nauzubillahiminzalik. Tks.ds.18052015. [1] ToR, Lokakarya Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) bagi Tokoh Adat dan Tokoh Agama di Kota Padang. LP2M, 20-21 Mei 2015. 5 / 5