MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

: KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.48/MEN/IV/2004 TENTANG

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

III. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial Pancasila. Dasar Hukum Aturan lama. Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

2 Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 4); Menetapkan 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (Lembaran Negara Repub

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

Tiga perundang-undangan ketenagakerjaan yang diundangkan dalam

KEPMEN NO. 92 TH 2004

PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN KETENAGAKERJAAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

copyright by Elok Hikmawati 1

: KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR

Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial

MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial

INVENTARISASI PUTUSAN/KETETAPAN MAHKAMAH KONSTITUSI PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DALAM BIDANG KETENAGAKERJAAN

GUBERNUR SUMATERA BARAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

PPHI H. Perburuhan by DR. Agusmidah, SH, M.Hum

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 355/MEN/X/2009 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.16/MEN/2001 TENTANG TATA CARA PENCATATAN SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

UU No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

2 2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 6, Ta

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

SALINAN. jdih.bulelengkab.go.id

MOGOK KERJA DAN LOCK-OUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan kerja yang dianut di Indonesia adalah sistem hubungan industrial yang

I. PENDAHULUAN. pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang

KEPMEN NO. 231 TH 2003

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER.02/MEN/I/2005 TENTANG

Oleh: Marhendi, SH., MH. Dosen Fakultas Hukum Untag Cirebon

Lex Administratum, Vol. II/No.1/Jan Mar/2014

KEPMEN NO. 16 TH 2001

PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Yati Nurhayati ABSTRAK

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.16/MEN/2001 TENTANG TATA CARA PENCATATAN SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

SILABUS. A. Identitas Mata Kuliah. 1. Nama Mata Kuliah : Perselisihan Hubungan Industrial. 2. Status Mata Kuliah : Wajib Konsentrasi

Perselisihan Hubungan Industrial

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA BERSAMA. Istilah Perjanjian Kerja Bersama (PKB) timbul setelah diundangkannya

Suwardjo,SH., M.Hum. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

Setiap karyawan dapat membentuk atau bergabung dalam suatu kelompok. Mereka mendapat manfaat atau keun-tungan dengan menjadi anggota suatu kelompok.

Anda Stakeholders? Yuk, Pelajari Seluk- Beluk Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Hubungan Industrial

PERATURAN MENTERI NO. 06 TH 2005

FUNGSI ADVOKASI SERIKAT PEKERJA DALAM LINGKUP PERUSAHAAN. Pusat Kajjian Kebijakan dan Advokasi Perburuhan

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA NO.KEP.15A/MEN/1994 TENTANG

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN SERTA PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA

DIREKTUR JENDERAL PEMBINAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PENANGGUHAN PELAKSANAAN UPAH MINIMUM PROVINSI

3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.10/MEN/V/2005 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Konsiliator Serta Tata Kerja Konsili

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA. Oleh: NY. BASANI SITUMORANG, SH., M.Hum. (Staf Ahli Direksi PT Jamsostek)

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG

Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM M E M U T U S K A N

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

-2-1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/bu

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA Nomor : KEP.201/MEN/2001 TENTANG KETERWAKILAN DALAM KELEMBAGAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

Lex et Societatis, Vol. III/No. 3/Apr/2015

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1. 1) Setiap bentuk usaha milik swasta yang memperkerjakan pekerjaan dengan tujuan mencari keuntungan atau tidak.

PERATURAN PEMERINTAH NO. 01 TH 1985

BAB I PENDAHULUAN. pertentangan tersebut menimbulkan perebutan hak, pembelaan atau perlawanan

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER. /MEN/ /2008 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Aspek Hubungan Kerja dan Perjanjian Kerja di Indonesia. Berdasarkan UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

BAB III PERAN DAN FUNGSI LEMBAGA KERJASAMA (LKS) BIPARTIT DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

Hubungan Industrial. Perjanjian Kerja; Peraturan Perusahaan; Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Rizky Dwi Pradana, M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Dr. Alimatus Sahrah, M.Si, MM FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA

BAB V PENUTUP. pekerja / buruh dengan pengusaha, berpotensi menimbulkan perbedaan

BERITA NEGARA. No.11, 2014 KEMENAKERTRANS. Data. Informasi. Ketenagakerjaan. Klasifikasi. Karakteristik. Perubahan.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dengan Pengusaha/Majikan, Undangundang

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

Transkripsi:

PERATURAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menyelesaikan perselisihan hubungan industrial antara pengusaha dengan pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan perlu dilakukan upaya penyelesaian perselisihan melalui perundingan secara bipartit; b. bahwa perundingan secara bipartit dilakukan dengan prinsip musyawarah untuk mencapai mufakat secara kekeluargaan dan keterbukaan; c. bahwa untuk mengefektifkan pelaksanaan perundingan bipartit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 perlu menyusun pedoman penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui perundingan bipartit; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu ditetapkan dengan Peraturan Menteri; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 121, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3989); 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279); 3. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4356); 1

4. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005; Memperhatikan : Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi Tahun 2008 2009; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PEDOMAN PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI PERUNDINGAN BIPARTIT. Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan : 1. Perundingan bipartit adalah perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/ serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial dalam satu perusahaan. 2. Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. Pasal 2 Setiap terjadi perselisihan hubungan industrial wajib dilakukan perundingan penyelesaian perselisihan secara bipartit sebelum diselesaikan melalui mediasi atau konsiliasi maupun arbitrase. Pasal 3 (1) Dalam melakukan perundingan bipartit, para pihak wajib : a. memiliki itikad baik; b. bersikap santun dan tidak anarkis; dan c. menaati tata tertib perundingan yang disepakati. (2) Dalam hal salah satu pihak telah meminta dilakukan perundingan secara tertulis 2 (dua) kali berturut-turut dan pihak lainnya menolak atau tidak menanggapi melakukan perundingan, maka perselisihan dapat dicatatkan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti-bukti permintaan perundingan. 2

Pasal 4 (1) Perundingan bipartit dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : a. tahap sebelum perundingan dilakukan persiapan : 1) pihak yang merasa dirugikan berinisiatif mengkomunikasikan masalahnya secara tertulis kepada pihak lainnya; 2) apabila pihak yang merasa dirugikan adalah pekerja/buruh perseorangan yang bukan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh, dapat memberikan kuasa kepada pengurus serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan tersebut untuk mendampingi pekerja/buruh dalam perundingan; 3) pihak pengusaha atau manajemen perusahaan dan/atau yang diberi mandat harus menangani penyelesaian perselisihan secara langsung; 4) dalam perundingan bipartit, serikat pekerja/serikat buruh atau pengusaha dapat meminta pendampingan kepada perangkat organisasinya masing-masing; 5) dalam hal pihak pekerja/buruh yang merasa dirugikan bukan anggota serikat pekerja/serikat buruh dan jumlahnya lebih dari 10 (sepuluh) orang pekerja/buruh, maka harus menunjuk wakilnya secara tertulis yang disepakati paling banyak 5 (lima) orang dari pekerja/buruh yang merasa dirugikan; 6) dalam hal perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan, maka masing-masing serikat pekerja/serikat buruh menunjuk wakilnya paling banyak 10 (sepuluh) orang. b. tahap perundingan : 1) kedua belah pihak menginventarisasi dan mengidentifikasi permasalahan; 2) kedua belah pihak dapat menyusun dan menyetujui tata tertib secara tertulis dan jadwal perundingan yang disepakati; 3) dalam tata tertib para pihak dapat menyepakati bahwa selama perundingan dilakukan, kedua belah pihak tetap melakukan kewajibannya sebagaimana mestinya; 4) para pihak melakukan perundingan sesuai tata tertib dan jadwal yang disepakati; 5) dalam hal salah satu pihak tidak bersedia melanjutkan perundingan, maka para pihak atau salah satu pihak dapat mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota tempat pekerja/buruh bekerja walaupun belum mencapai 30 (tiga puluh) hari kerja; 6) setelah mencapai 30 (tiga puluh) hari kerja, perundingan bipartit tetap dapat dilanjutkan sepanjang disepakati oleh para pihak; 7) setiap tahapan perundingan harus dibuat risalah yang ditandatangani oleh para pihak, dan apabila salah satu pihak tidak bersedia menandatangani, maka hal ketidaksediaan itu dicatat dalam risalah dimaksud; 3

8) hasil akhir perundingan dibuat dalam bentuk risalah akhir yang sekurang-kurangnya memuat : 1. nama lengkap dan alamat para pihak; 2. tanggal dan tempat perundingan; 3. pokok masalah atau objek yang diperselisihkan; 4. pendapat para pihak; 5. kesimpulan atau hasil perundingan; 6. tanggal serta tanda tangan para pihak yang melakukan perundingan. 9) rancangan risalah akhir dibuat oleh pengusaha dan ditandatangani oleh kedua belah pihak atau salah satu pihak bilamana pihak lainnya tidak bersedia menandatanganinya; c. tahap setelah selesai perundingan : 1) dalam hal para pihak mencapai kesepakatan, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para perunding dan didaftarkan pada Pengadilan Hubungan Industrial di Pengadilan Negeri wilayah para pihak mengadakan Perjanjian Bersama; 2) apabila perundingan mengalami kegagalan maka salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota tempat pekerja/buruh bekerja dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan. (2) Contoh bentuk permintaan perundingan secara bipartit, daftar hadir perundingan, risalah perundingan penyelesaian perselisihan hubungan industrial secara bipartit, perjanjian bersama, dan contoh permohonan pencatatan perselisihan hubungan industrial sebagaimana tercantum dalam Lampiran I sampai dengan Lampiran V Peraturan Menteri ini. Pasal 5 Untuk mencegah terjadinya perselisihan hubungan industrial, para pihak melakukan hal-hal sebagai berikut : a. pihak pengusaha agar : 1) memenuhi hak-hak pekerja/buruh tepat pada waktunya; dan 2) membangun komunikasi yang baik dengan pihak pekerja/buruh. b. pihak pekerja/buruh agar : 1) melakukan pekerjaannya dengan penuh tanggung jawab; dan 2) membangun komunikasi yang baik dengan pihak pengusaha maupun dengan serikat pekerja/serikat buruh. Pasal 6 Perundingan bipartit yang berkaitan dengan penyusunan Perjanjian Kerja Bersama, mengikuti prosedur yang diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.48/MEN/IV/2004 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.08/MEN/III/2006. 4

Pasal 7 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan., Dr. Ir. ERMAN SUPARNO, MBA.M.Si. 5

LAMPIRAN I PERATURAN PERMINTAAN PERUNDINGAN SECARA BIPARTIT Nomor : (Tempat), (tanggal)... Lampiran : 1 (satu) berkas Hal. : Permintaan Perundingan Kepada yth. Sdr.... Dengan hormat, Sehubungan dengan adanya permasalahan yang perlu dirundingkan secara Bipartit maka kami mengajukan untuk melakukan musyawarah pada : Hari : Tanggal : Pukul : Tempat : Untuk menyelesaikan masalah sebagai berikut : 1.... 2.... 3.... dst Atas perhatian dan kesediaannya kami ucapkan terima kasih. Pihak *)Pengusaha/Pekerja/Buruh/ *) Coret yang tidak perlu., Dr. Ir. ERMAN SUPARNO, MBA. M.Si. 6

LAMPIRAN II PERATURAN HARI : TANGGAL : TEMPAT : ACARA : SIDANG ( I, II, III ) MASALAH : DAFTAR HADIR PERUNDINGAN NO. NAMA ALAMAT PIHAK PENGUSAHA/ PEKERJA/ BURUH/ SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH TANDA TANGAN KETERANGAN, Dr. Ir. ERMAN SUPARNO, MBA. M.Si. 7

LAMPIRAN III PERATURAN RISALAH PERUNDINGAN PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL SECARA BIPARTIT 1. Nama Perusahaan :... 2. Alamat Perusahaan :... 3. Nama Pekerja/Buruh/ 4. Alamat Pekerja/Buruh/ :... :... 5. Tanggal dan Tempat Perundingan :... 6. Pokok Masalah/Alasan Perselisihan :... 7. Pendapat Pekerja/Buruh/ :... 8. Pendapat Pengusaha :... 9. Kesimpulan atau Hasil Perundingan :......,...200... Pihak Pengusaha Pihak Pekerja/Buruh/, Dr. Ir. ERMAN SUPARNO, MBA. M.Si. 8

LAMPIRAN IV PERATURAN PERJANJIAN BERSAMA Pada hari ini... tanggal... bulan... tahun... kami yang bertanda tangan di bawah ini : 1. Nama : Jabatan : Perusahaan : Alamat : Yang selanjutnya disebut Pihak ke-1 (Pengusaha) 2. Nama : Jabatan : Alamat : Yang selanjutnya disebut Pihak ke-2 (Pekerja/Buruh/) Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Pasal 7 ayat (1) antara Pihak ke-1 dan Pihak ke-2 telah mengadakan perundingan secara bipartit dan telah tercapai kesepakatan sebagai berikut :... Kesepakatan ini merupakan perjanjian bersama yang berlaku sejak ditandatangani di atas materai cukup. Demikian Perjanjian Bersama ini dibuat dalam keadaan sadar tanpa paksaan dari pihak manapun, dan dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab yang didasari itikad baik. Pihak Pengusaha Pihak Pekerja/Buruh/, Dr. Ir. ERMAN SUPARNO, MBA. M.Si. 9

LAMPIRAN V PERATURAN PERMOHONAN PENCATATAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Nomor : (Tempat), (tanggal)... Lampiran : 1 (satu) berkas Hal : Permohonan pencatatan perselisihan Hubungan Industrial Kepada Yth. Sdr... (instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan) di Dengan hormat, Setelah dilakukan upaya secara maksimal untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial antara : 1. Nama Perusahaan : 2. Jenis Usaha : 3. Alamat : dengan 1. Nama Pekerja/Buruh/ : 2. Alamat Pekerja/Buruh/ : dengan duduk permasalahan sebagai berikut : -... -...dst. Permasalahan di atas telah dirundingkan secara bipartit, namun tidak menghasilkan kesepakatan, maka sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, Pasal 4 ayat (1) dengan ini kami mohon bantuan Saudara untuk mencatat dan membantu menyelesaikan perselisihan hubungan industrial dimaksud (risalah perundingan terlampir). Atas perhatian dan kesediaannya kami ucapkan terima kasih. *) Coret yang tidak perlu. Hormat kami, Pihak Pengusaha/Pekerja/Buruh/ *), Dr. Ir. ERMAN SUPARNO, MBA. M.Si. 10