HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

dokumen-dokumen yang mirip
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

I PENDAHULUAN. tebu, bit, maple, siwalan, bunga dahlia dan memiliki rasa manis. Pohon aren adalah

PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi terhadap flavor dan berperan terhadap pembentukan warna.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Untuk Daerah Tertinggal

I. PENDAHULUAN. mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin banyak. Upaya pemenuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman

PENDAHULUAN. Berbagai jenis tumbuhan di Indonesia mempunyai banyak manfaat bagi. kelangsungan hidup manusia. Salah satunya adalah tanaman aren (Arenga

Proses Pembuatan Madu

I. PENDAHULUAN. poliaromatik hidrokarbon / PAH (Panagan dan Nirwan, 2009). Redestilat asap cair

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gula merah kelapa diperoleh dari nira kelapa yang telah diuapkan dan dicetak

PENDAHULUAN. Nira adalah cairan yang rasanya manis dan diperoleh dari bagian tandan

III. BAHAN DAN METODE. Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

KARBOHIDRAT. Karbohidrat berasal dari kata karbon (C) dan hidrat atau air (H 2 O). Rumus umum karborhidrat dikenal : (CH 2 O)n

DIVERSIFIKASI PRODUK AREN UNTUK PANGAN DAN PROSPEK PASAR

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian,

I. PENDAHULUAN. selama penyimpanan (teroksidasinya senyawa fenol, perubahan warna), kurang praktis dalam penanganan, distribusi dan aplikasinya.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. hemiselulosa dan lignin dan telah dikondensasi. Asap cair masih mengandung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebut tanaman jali dengan sebutan hanjali, hanjaeli, jali,-jali, jali, maupun jelai.

4. PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Pendahuluan Penentuan Konsentrasi Mikroenkapsulan

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka. Penelitian, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat Penelitian.

II TINJAUAN PUSTAKA. daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan (Fabaceae) ini

KARBOHIDRAT. Pendahuluan. Pertemuan ke : 3 Mata Kuliah : Kimia Makanan / BG 126

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apokat (KBBI: Avokad), alpukat, atau Persea americana Mill merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau.

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan

KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nira yang dihasilkan oleh setiap tanaman tersebut memiliki ciri fisik serta

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5)

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di

BAB I PENDAHULUAN. penggunaannya sebagai santan pada masakan sehari-hari, ataupun sebagai

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

III. TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PERBANDINGAN GULA MERAH CAIR DAN NIRA TERHADAP KARAKTERISTIK GULA SEMUT (Palm Sugar)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kue Bolu. Kue bolu merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN SUMBER KARBOHIDRAT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, pada di

PENGERINGAN. Teti Estiasih - PS ITP - THP - FTP - UB

I. PERANAN AIR DI DALAM BAHAN PANGAN. terjadi jika suatu bahan pangan mengalami pengurangan atau penambahan kadar air. Perubahan

I. PENDAHULUAN. Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (6) Hipotesa dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Industri makanan dan minuman sering menggunakan pemanis sebagai

BAB I PENDAHULUAN. industri. Pemanis yang umumnya digunakan dalam industri di Indonesia yaitu

b. Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor tekanan dari luar.

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Standar Nasional Indonesia mendefinisikan tepung terigu sebagai


Proses pengolahan dodol susu terbagi atas pengadaan bahan, persiapan bahan, pernasakan, pendinginan, pengirisan, pembungkusan, dan pengepakan.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : PUJI ASTUTI A

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat

Macam-macam Pengering. TBM ke 9

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI ) gula merah atau gula

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

DEKSTRIN, TEKNOLOGI DAN PENGGUNAANNYA

BAB I PENDAHULUAN. Daun stevia merupakan daun yang berasal dari tanaman stevia (Stevia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. asam ataupun enzimatis untuk menghasilkan glukosa, kemudian gula

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian,

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

1. BAB I PENDAHULUAN. karena kandungan gizi yang ada didalamnya. Susu merupakan sumber protein,

TEKNOLOGI ENKAPSULASI FLAVOR REMPAH-REMPAH. Ir. Sutrisno Koswara, MSi

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

Tujuan pengeringan yang tepat untuk produk: 1. Susu 2. Santan 3. Kerupuk 4. Beras 5. Tapioka 6. Manisan buah 7. Keripik kentang 8.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu, jika digiling akan menghasilkan air dan ampas dari tebu,

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA POHON (Manihot utilissima Pohl) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh subur di Indonesia. Semua bagian pohon kelapa dapat dimanfaatkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian,

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

Transkripsi:

6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nira Aren Aren (Arenga pinnata) termasuk suku Aracaceae (pinang-pinangan). Di Indonesia tanaman aren banyak terdapat dan tersebar hampir di seluruh wilayah nusantara, terutama di daerah perbukitan dan lembah (Sunanto, 1990). Aren merupakan jenis tanaman tahunan, termasuk tanaman tropik yang dapat hidup tanpa tergantung musim. Tanaman aren tumbuh secara tunggal dengan akar serabut. Batangnya cukup besar, dengan diameter rata-rata 65 cm. Batang aren ini diselimuti ijuk yang tampak kotor dengan posisi tak beraturan. Tinggi tanaman aren rata-rata 15 meter, bahkan dapat mencapai 23 meter atau lebih (Lutony, 1993). tandan bunga jantan tandan bunga betina bumbung buah aren batang aren Gambar 1. Tanaman Aren (Arenga pinnata Merr.) (Anonimc, 2011) Tanaman aren mulai dapat disadap setelah berumur 5 12 tahun. Penyadapan hanya dilakukan pada bunga jantan, sedangkan bunga betina tidak dapat disadap 6 FTIP001634/020

7 karena dapat menurunkan produksi nira. Bunga betina dibiarkan tumbuh menjadi buah dan dijual sebagai makanan yang disebut kolang-kaling. Bunga jantan pada umumnya tumbuh setelah bunga betina, sehingga penyadapan dilakukan setelah pertumbuhan bunga betina. Nira merupakan hasil penyadapan tandan bunga atau buah palma dari beberapa jenis pohon antara lain aren (Arenga pinnata Merr.), lontar (Borassus flabellifer Linn.), nipah (Nypa fructicans Wurmb) dan kelapa (Cocos nucifera Linn.) (Lutony, 1993). Nira aren adalah eksudat yang keluar dari bunga pohon aren yang disadap. Nira aren dihasilkan dari penyadapan tangkai mayang (tandan) bunga jantan (Sunanto, 1990). Nira aren disadap dari tangkai bunga jantan tanaman aren yang berwarna merah kecoklatan. Sebelum disadap, tangkai bunga aren ditetas/disiang lalu dipukulpukul berulang-ulang, tiga hari sekali sebanyak tiga kali. Setelah dipukul-pukul (pada hari ke-9) dibalut dengan ijuk dan diperam sampai timbul madu yang ditandai dengan adanya tawon yang hinggap pada madu tersebut. Pada saat itu tangkai bunga/tandannya menjadi lunak akibat adanya cairan di dalamnya, kemudian disadap dan cairannya (nira) ditampung dengan tabung-tabung bambu. Setiap pohon aren dapat disadap sampai tiga tandan sekaligus. Penyadapan nira umumnya dilakukan pada pagi dan sore hari. Tiap pohon dapat disadap 3 12 tangkai bunga per tahun. Nira yang dihasilkan mencapai 300 400 liter per musim tangkai bunga (3 4 bulan) atau 900 1600 liter nira per tahun. Dalam satu hari pohon aren dapat disadap dua kali sebanyak 3 10 liter nira (Muchtadi, Sugiyono, dan Fitriyono, 2010). FTIP001634/021

8 Karakteristik nira yang digunakan untuk pembuatan gula aren dapat mempengaruhi hasil akhirnya. Pada proses pembuatan gula aren dibutuhkan nira yang masih segar. Nira segar mempunyai rasa manis, berbau harum (khas nira), tidak berwarna, mempunyai ph sekitar 6-7 serta total asam (asam asetat) 0,1% (Putra, 1990). Rasa manis pada nira disebabkan adanya gula (sukrosa, glukosa, fruktosa, dan maltosa). Komposisi bahan-bahan yang terkandung dalam nira umumnya terdiri dari air (75 90%), sukrosa (8 21%), gula invert (0,5 1,0%), bahan organik dan bahan anorganik lainnya (Sawitri 1991). Berikut merupakan komposisi kimia nira aren. Tabel 1. Komposisi Kimia Nira Aren No. Komposisi Kimia 1 Kadar Air (%) 2 Karbohidrat (gula) (%) 3 Abu (%) 4 Protein (%) 5 Lemak (%) 6 Senyawa sitrat (ppm) 7 Senyawa tartarat (ppm) 8 Senyawa malat (ppm) 9 Senyawa suksinat (ppm) 10 Senyawa laktat (ppm) 11 Senyawa fumarat (ppm) 12 Senyawa piroglutamat (ppm) Kandungan 87,20 11,28 0,24 0,20 0,20 0,90 0,60 17,00 5,10 4,00 0,10 3,90 Sumber : Itoh, dkk. (1985) Kandungan terbesar pada nira aren adalah air dan gula (sukrosa). Kadar sukrosa akan mengalami penurunan selama penyimpanan karena terjadinya hidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Selain gula, nira juga mengandung bahan lain seperti protein, lemak, air, dan abu serta asam-asam organik (sitrat, tartarat, malat, suksinat, laktat, fumarat, piroglutamat) yang berperan dalam pembentukan cita rasa gula aren yang spesifik (Itoh dkk., 1985). Protein di dalam nira walaupun terdapat FTIP001634/022

9 dalam jumlah yang relatif kecil, tetapi berperan pula dalam pembentukan warna coklat, terutama karena adanya gula pereduksi yang cukup tinggi. Pada proses pembuatan gula aren, nira yang digunakan tidak dimurnikan terlebih dahulu. Hal tersebut merupakan salah satu penyebab gula aren berwarna kecoklatan dan tidak sejernih gula tebu. Menurut Moerdokusumo (1993), untuk menghasilkan gula yang berkualitas tinggi disamping ditentukan oleh kualitas nira mentah juga ditentukan oleh proses pemurnian. Proses pemurnian bertujuan untuk menaikkan nilai kemurnian, mencegah inversi sukrosa, menghilangkan koloid dan manghilangkan komponen non gula pada nira mentah sehingga diperoleh nira bersih. 2.2 Gula Semut Gula semut merupakan hasil diversifikasi dari produk gula merah yang berbentuk serbuk (kristal kecil) dan penggunaannya lebih praktis dari pada gula merah (Darojat, 1994). Menurut (Dewan Standardisasi Nasional, 1995) gula semut merupakan hasil olahan nira tanaman familia palmae yang berbentuk serbuk. Nira yang digunakan dapat berasal dari tanaman palma seperti pohon kelapa (Cocos nucifera), pohon aren (Arenga pinnata) dan siwalan (Borasus flabiler) serta tebu (Saccharum officinarum). Perbedaan antara gula semut dengan gula merah yaitu pada proses pembuatan gula semut tidak dilakukan pencetakan, melainkan diaduk secara terus menerus sampai terbentuk serbuk. Pembuatan gula semut hingga saat ini masih dilakukan dengan cara tradisional/konvensional. Menurut Herman (1984) dikutip Darojat (1994), gula semut dibuat dengan tiga cara, yaitu (1) penepungan gula merah cetak, (2) pemanasan dan FTIP001634/023

10 pengadukan nira secara intensif untuk mendapatkan kristal gula, dan (3) pemanasan dan pengadukan intensif dari campuran gula merah cetak dengan air atau nira. Pada dasarnya, prinsip pembuatan gula semut adalah penguapan sejumlah air pada nira dan proses pengkristalan sukrosa. Berikut merupakan diagram proses pembuatan gula semut dengan cara pemanasan dan pengadukan intensif (Gambar 2). Nira Penyaringan Minyak goreng Penguapan T = 115-125oC Pendinginan t = 10 menit (dengan cara pengadukan sampai T = 60-70oC) Pengadukan secara intensif Kristal gula Pengayakan 20 mesh Gula semut Gambar 2. Diagram Proses Pembuatan Gula Semut dari Nira dengan Cara Pemanasan dan Pengadukan Intensif (Varina, 1990) Proses pembuatan gula semut hampir sama dengan gula cetak, perbedaannya adalah proses pemasakan gula aren semut lebih lama dibandingkan pada gula aren cetak. Pemasakan nira membutuhkan waktu yang cukup lama, yaitu 4 5 jam untuk memasak 25 30 liter nira. Nira segar diuapkan sampai kekentalan tertentu atau suhu FTIP001634/024

11 pekatan nira kurang dari 110oC. Penambahan minyak goreng sewaktu penguapan nira bertujuan untuk mengurangi pembentukan buih yang berlebihan selama penguapan (Varina, 1990). Setelah nira aren yang diuapkan menjadi pekat, kemudian didinginkan dengan cara mengaduknya menggunakan pengaduk kayu selama 10 menit. Pengadukan dilanjutkan secara intensif (terus-menerus) sampai diperoleh serbuk-serbuk gula. Serbuk yang masih kasar ini disebut dengan gula aren semut setengah jadi dengan kadar air masih di atas 5%. Gula semut setengah jadi kemudian diayak sesuai dengan ukuran yang diinginkan. Ukuran yang umum dipakai adalah 10 mesh, 15 mesh dan paling halus 20 mesh dengan kadar air di bawah 3% (Anonimb, 2009). Berikut merupakan gambar gula serbuk aren yang telah diayak. Gambar 3. Gula Aren Serbuk (Evi, 2011) Pembuatan gula semut bertujuan untuk mendapatkan gula yang lebih mudah larut dalam air, praktis, dan lebih awet. Keawetan gula semut ini dikarenakan kadar airnya yang sangat rendah, yaitu 0,03% dibandingkan gula merah cetak, yaitu 6,37% (Anonima, 2005). FTIP001634/025

12 2.3 Dekstrin Dekstrin banyak dipakai sebagai bahan pengisi sekaligus penyalut pada beberapa bahan seperti minyak kelapa sawit, tepung madu, dan tepung telur. Bahan pengisi adalah bahan yang ditambahkan untuk memperbesar volume dan meningkatkan jumlah total padatan (Masters, 1979). Berikut merupakan beberapa jenis bahan penyalut yang dapat digunakan pada proses spray drying. Tabel 2. Jenis Bahan Penyalut Kelas Jenis Gum Gum arab, agar, natrium alginat, karagenan Karbohidrat Pati, dekstrin, sukrosa, sirup jagung, CMC (Carboxymethylcellulose) Lemak Lilin, paraffin, tristearin, asam stearat, monogliserida, lilin tawon Bahan anorganik Kalsium fosfat, silikat Protein Gluten, kasein, gelatin, albumin Sumber : Jackson dan Lee (1991) Bahan pengisi yang sering digunakan berasal dari karbohidrat diantaranya adalah maltodekstrin, dekstrin, CMC, dan gum arab. Bahan-bahan tersebut telah banyak digunakan sebagai bahan pengisi dan mudah diperoleh, terutama dekstrin. Dekstrin merupakan oligosakarida yang dihasilkan dari hidrolisis pati secara tidak sempurna, berbentuk serbuk amorf dan berwarna putih sampai kekuning-kuningan (Dewan Standardisasi Nasional, 1992). Dekstrin bersifat larut air panas atau dingin, dengan viskositas yang relatif rendah. Sifat tersebut akan mempermudah penggunaan dekstrin bila dipakai dalam konsentrasi yang cukup tinggi (Lineback dan Inlett, 1982). FTIP001634/026

13 Dekstrin dibuat dari pati yang dihidrolisis oleh suatu enzim atau hidrolisa asam pada suhu 180oC - 200oC sehingga rantainya yang panjang mengalami pemutusan dan menjadi lebih pendek, yaitu 6 sampai 10 unit dekstrosa. Dekstrin dapat dipecah menjadi maltosa yang selanjutnya dipecah lagi menjadi unit terkecil dekstrosa. Pada pembentukan dekstrin terjadi transglukosidasi, yaitu perubahan ikatan α-1,4-glukosidik menjadi ikatan α-1,6-glikosidik. Perubahan ini menyebabkan dekstrin tidak kental, lebih cepat terdispersi dan lebih stabil dibandingkan pati. Dekstrin mengandung dua jenis polimer D-dekstrosa yaitu linier (amilosa) dan bercabang (amilopektin) dengan viskositas yang relatif rendah (Lineback dan Inlett, 1982). Struktur molekul dekstrin berbentuk spiral dan dapat mengikat molekulmolekul flavor di dalam struktur spiral helixnya. Penambahan dekstrin dapat menekan kehilangan komponen flavor yang bersifat volatile dalam proses pengeringan. Jika dilarutkan gugus hidroksil dari monomer-monomer dekstrin 9 unit (D-dekstrosa) akan membentuk ikatan hidrogen dengan molekul-molekul air di sekitarnya. Apabila air dihilangkan dengan cepat, misalnya dengan menggunakan pengering semprot (spray dryer), maka gugus hidroksil akan membentuk ikatan hidrogen dengan gugus hidroksil lain dari sesama monomer sehingga terbentuk kristal. Namun, apabila terdapat molekul-molekul polar, seperti alkohol dan keton (komponen-komponen flavor), maka molekul-molekul tersebut akan menggantikan posisi molekul air dan terperangkap di dalam matriks yang amorf (Fennema, 1985). Dekstrin merupakan bahan yang aman untuk digunakan (Generally Recognize As Safe), tidak beracun, dan tidak berbahaya untuk dikonsumsi. Dekstrin digunakan FTIP001634/027

14 sebagai thickener dan memperbaiki penampakan produk sehingga sering dipakai untuk campuran serbuk minuman, pembuatan gula-gula dan macam-macam kue. 2.4 Spray Drying Spray drying merupakan salah satu cara pengeringan yang dilakukan melalui penyemprotan bahan ke medium pengering yang panas. Pengeringan pada bahan pangan sudah banyak dilakukan dengan tujuan pengawetan. Menurut Winarno (1992), pengeringan merupakan salah satu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air dengan menggunakan energi panas. Proses pengeringan dapat menurunkan kadar air sampai batas tertentu sehingga dapat memperlambat laju kerusakan akibat aktivitas biologi dan kimia sebelum bahan diolah. Pada mulanya hanya susu yang merupakan produk yang paling umum dikeringkan dengan pengering semprot. Kini beberapa negara sudah mulai menggunakan pengering semprot untuk membuat makanan bayi, sari buah, tepung telur, tepung keju, konsentrat buah, konsentrat protein, dan lain-lain. Pengeringan semprot didefinisikan sebagai suatu proses yang mengubah bahan dari bentuk cair ke bentuk partikel-partikel kering dengan cara menyemprotkan bahan ke dalam medium pengering yang panas. Produk kering yang dihasilkan dari proses pengeringan semprot dapat berupa bubuk, butiran, atau gumpalan. Hal ini tergantung dari sifat fisik dan bahan kimia yang dikeringkan, kondisi pengeringan, dan desain pengering yang digunakan (Masters, 1979). Pengering semprot dapat menghasilkan produk yang berkualitas tinggi, terutama untuk bahan-bahan yang FTIP001634/028

15 sensitif terhadap panas. Hal ini disebabkan oleh proses atomisasinya yang menggunakan sejumlah udara dengan suhu sekitar 200oC dan partikel yang keluar setelah dikeringkan mempunyai suhu sekitar 82oC (Potter, 1986). Waktu kontak antara droplet dengan udara panas dalam ruangan pengering berlangsung sangat singkat, hanya beberapa detik, sehingga sangat kecil kemungkinan terjadinya degradasi karena panas (Masters 1979). Keuntungan penggunaan spray drying adalah biaya proses relatif rendah, pilihan yang luas dalam penggunaan bahan penyalut, kemampuan retensi bahan volatil yang baik, dan stabilitas flavor yang dihasilkan juga sangat baik (Reineccius, 1988). Keuntungan lain dari pengering semprot adalah kelarutan bahan kering yang dihasilkan sangat baik, perubahan flavor tidak begitu nyata, didapatkan ukuran partikel yang halus sehingga mudah terdispersi dalam air, kontak dengan panas sangat singkat dan pengoperasiannya mudah. Ciri khas dari penggunaan alat pengering semprot ini adalah siklus pengeringannya yang cepat, retensi dalam ruang pengering singkat dan produk siap dikemas ketika selesai proses. 2.4.1 Karakteristik Bahan yang Akan Dikeringkan Pengering semprot sering digunakan untuk bahan-bahan makanan yang berbentuk cairan, puree atau pasta dengan viskositas rendah. Penggunaannya terutama untuk produk-produk yang sensitif terhadap panas (Potter, 1986). Pada dasarnya nira aren mengandung sukrosa yang dapat mengkristal menjadi gula. Penggunaan spray dryer dengan suhu yang tinggi dan proses yang cepat akan membuat nira menjadi lengket. Hal itu disebabkan karena sukrosa yang terkandung FTIP001634/029

16 dalam nira dipanaskan di atas suhu transisi gelasnya (Tg). Suhu transisi gelas (Tg) adalah suhu dimana terjadi perubahan kondisi fisik polimer dari kondisi gelas (glassy state) menuju ke kondisi karet (rubbery state). Jika suhu bahan pangan berada di atas suhu transisi gelasnya (di atas 10oC atau lebih) maka bahan tersebut akan memiliki sifat lengket (Nurhadi dan Nurhasanah, 2010). Suhu transisi gelas sukrosa adalah 62oC sehingga nira aren harus dipanaskan pada suhu di bawah 62oC agar tidak lengket, namun hal tersebut sulit dilakukan karena spray dryer menggunakan suhu yang cukup tinggi sekitar 200oC (Potter, 1986). Pada spray drying, bahan penyalut berfungsi sebagai pembentuk film (coating) sehingga dapat mencegah kelengketan yang akan terjadi pada nira aren. Selain itu, penambahan penyalut pada nira aren akan menyebabkan kandungan total padatan nira bertambah. Larutan yang akan dikeringkan dengan pengering semprot harus mempunyai konsentrasi yang tinggi. Hal ini menyangkut efisiensi dari alat pengering itu sendiri dan masalah ekonomi yang menyangkut rendemen hasil pengeringan (Masters, 1979). Penambahan bahan penyalut dapat meningkatkan kadar total padatan pada nira aren sehingga proses evaporasi yang berlangsung pada spray dryer berlangsung cepat. Menurut Masters (1979), kecepatan evaporasi dipengaruhi oleh komposisi bahan terutama kandungan total padatan. Semakin tinggi total padatan bahan, maka proses evaporasi akan belangsung semakin cepat. Pada saat evaporasi, air yang terkandung dalam bahan akan menguap dan sisanya adalah padatan kering. Penambahan bahan penyalut pada nira aren akan menurunkan perbandingan jumlah air terhadap total padatan sehingga proses evaporasi berlangsung lebih cepat. FTIP001634/030

17 2.4.2 Komponen Spray Dryer Terdapat tiga elemen terpenting pada pengering semprot. Elemen-elemen tersebut adalah alat penyemprot atau pengabut (atomizer), ruang pengering (drying chamber), dan sistem pengumpul partikel-partikel kering yang dihasilkan (cyclone). Masing-masing elemen tersebut memerlukan kondisi tertentu yang sangat tergantung pada sifat bahan yang dikeringkan. Komponen-komponen spray dryer dapat dilihat pada Gambar 4. Keterangan: 1. Udara masuk 2. Pemanas elektrik 3. Konsentrat masuk, udara panas di sekitar nozle, suhu inlet 4. Silinder semprot / chamber 5. Silikon untuk memisahkan partikel dari uap panas 6. Tempat menampung produk 7. Filter outlet 8. Aspirator untuk memompa udara ke sistem 9. Suhu outlet 9 Gambar 4. Komponen Spray Dryer (Buchi, 2002) Atomizer Atomizer merupakan alat penyemprot atau pengabut yang akan menyemprotkan cairan (bahan yang masuk) dan membawanya ke drying chamber setelah diubah menjadi droplet. Fungsi atomizer adalah untuk menghasilkan droplet yang berukuran kecil sehingga luas permukaan menjadi lebih besar yang mengakibatkan proses penguapan akan lebih cepat. Selain itu, atomizer bertindak sebagai alat pengatur kecepatan aliran produk pada proses pengeringan. Atomizer FTIP001634/031

18 mendistribusikan cairan pada aliran udara dengan cara yang relatif seragam dan menghasilkan droplet dengan ukuran tertentu sesuai dengan yang diinginkan. Tipe atomizer yang umum digunakan adalah tipe atomizer berputar yang menggunakan energi sentrifugal untuk memutar piringan. Bahan dipercepat secara sentrifugal sehingga mempunyai kecepatan tinggi sebelum disemprot ke dalam medium pengering. Bahan didistribusikan secara sentral pada sebuah piringan yang berputar dan keluar berupa partikel halus dan kecil. Ruang pengering (Drying Chamber) Fungsi dari ruang pengeringan adalah untuk mempertahankan suspensi partikel di dalam aliran udara panas dalam jangka waktu yang cukup sampai proses pengeringan selesai. Bentuk dan pengaturannya dapat berbeda-beda, tergantung pada sifat dari produk yang akan dikeringkan. Sistem pengumpul partikel kering (Cyclone) Partikel kering atau droplet yang terbentuk akan dipisahkan dari udara dan dikumpulkan oleh cyclone. Pemisahan dapat dilakukan secara langsung maupun bertahap, tergantung dari desain alat. 2.4.3 Mekanisme Spray Drying Terdapat empat tahapan proses dalam pengering semprot, yaitu atomisasi atau penyemprotan bahan melalui alat penyemprot, kontak antara bahan dengan udara kering, evaporasi, dan pemisahan partikel kering dari udara (Masters, 1979). Berikut skema tahapan proses pada spray dyer (Gambar 5). FTIP001634/032

19 Atomizer Aspirator Drying chamber Cyclone Gambar 5. Skema Proses Spray Dryer Co-current (Masters, 1979) Tahap 1 merupakan proses atomisasi. Bahan yang dikeringkan akan diubah menjadi droplet oleh atomizer. Laju bahan yang masuk dapat diatur pada kecepatan tertentu (ml/menit) sesuai dengan keinginan. Tujuan utama dari proses atomisasi adalah untuk mempertinggi rasio antara luas permukaan dengan masa bahan sehingga proses pengeringan dapat berlangsung dalam waktu singkat. Pengeringan yang cepat dapat mempertahankan partikel-partikel bahan tetap dalam keadaan dingin (Spicer, 1974). Selain itu, atomizer bertindak sebagai alat pengatur kecepatan aliran produk pada proses pengeringan. Atomizer mendistribusikan cairan pada aliran udara yang menghasilkan droplet dengan ukuran tertentu sesuai dengan yang diinginkan. Ukuran droplet berkorelasi positif dengan kecepatan aliran bahan. Pada tahap 2 terjadi kontak bahan dengan udara pengering. Kontak antara partikel-partikel bahan dengan aliran udara panas terjadi di dalam ruang pengering FTIP001634/033

20 (drying chamber). Pada tahap ini suhu pengering (suhu inlet) yang digunakan disesuaikan dengan karakterisik bahan yang akan dikeringkan. Kontrol terhadap pergerakan bahan dan udara pengering selama dalam ruang pengering merupakan syarat yang penting dalam mendesain dan membuat pengering semprot. Tahap 3 merupakan proses evaporasi. Evaporasi terjadi karena adanya kontak antara droplet dengan udara pengering sehingga terjadi transfer panas dari udara pengering ke droplet. Hal tersebut menyebabkan air yang terkandung dalam droplet menguap. Transfer panas tersebut digunakan sebagai panas laten selama evaporasi. Evaporasi terjadi pada masing-masing droplet yang bersinggungan dengan udara pengering (Kjaergaard, 1974 dikutip Spicer, 1974). Menurut Masters (1979), laju panas merupakan fungsi dari suhu, kelembaban, kecepatan udara pengering, dan diameter droplet. Kecepatan evaporasi dipengaruhi oleh komposisi bahan terutama kandungan total padatan. Semakin tinggi total padatan bahan maka proses evaporasi akan belangsung semakin cepat. Tahap terakhir pada proses pengeringan semprot adalah pemisahan partikel dari udara pengering. Partikel kering yang dihasilkan kemudian akan dipisahkan dari udara dan dikumpulkan oleh siklon (cyclone) atau bagian filter. Pemisahan dapat dilakukan secara langsung maupun bertahap, tergantung dari desain alat. 2.4.4 Karakteristik Produk Hasil Pengeringan Semprot Sebagian besar produk hasil pengeringan semprot biasanya berbentuk serbuk. Begitu pula dengan gula aren yang akan dihasilkan, yaitu berbentuk serbuk. Gula FTIP001634/034

21 serbuk aren hasil spray drying ini diharapkan memiliki karakteristik yang relatif tidak berbeda jauh dengan gula semut. Terdapat beberapa ketentuan atau syarat untuk gula semut. Berikut syarat mutu gula semut berdasarkan SII-2043-87. Tabel 3. Syarat Mutu Gula Semut No. Kriteria Uji 1. Keadaan: Bentuk Warna Ganda rasa 2. Gula total (dihitung sebagai sukrosa) 3. Gula reduksi (dihitung sebagai glukosa) 4. Air 5. Abu 6. Padatan tidak larut dalam air 7. Pati 8. Belerang dioksida (SO2) 9. Cemaran logam berbahaya: Timbal (Pb) Raksa (Hg) Arsen (Ar) Tembaga (Cu) Satuan Persyaratan % (b/b) % (b/b) Serbuk Kuning kecoklatan Normal dan khas Min. 80 Maks. 6,0 % (b/b) % (b/b) % (b/b) Maks. 3,0 Maks. 2,0 Maks. 0,2 Tidak ternyata Tidak ternyata mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg Maks. 0,5 Maks. 0,05 Maks. 1,0 Maks. 20 Sumber: Departemen Perindustrian RI (1992) Pada Tabel 3 terdapat syarat mutu gula semut, diantaranya kandungan gula total, gula reduksi, dan kadar air. Ketiga syarat tersebut merupakan syarat yang cukup penting karena dapat mempengaruhi rasa, penampakan dan daya simpannya. Gula serbuk aren hasil spray drying ini diharapkan relatif tidak berbeda jauh dengan gula semut karena proses pembuatannya hampir sama, namun berbeda pada proses pemasakannya. Gula semut dimasak pada suhu 115-125oC selama kurang lebih 4-5 jam. Pemasakan yang cukup lama dan suhu tinggi menyebabkan sukrosa berubah menjadi kecoklatan, sedangkan gula aren serbuk merupakan gula hasil FTIP001634/035

22 pengeringan semprot yang dikeringkan dengan suhu tinggi dalam waktu yang singkat sehingga tidak terdegradasi oleh panas. FTIP001634/036