PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP

dokumen-dokumen yang mirip
Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 07 tahun 2007 Tanggal : 8 Mei 2007


PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 169 TAHUN 2003

Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 dicantumkan dalam izin Ortodonansi Gangguan.

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-13/MENLH/3/1995 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-13/MENLH/3/1995 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 13 TAHUN 1995 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 13 Tahun 1995 Tentang : Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAN EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK DI JAWA TIMUR

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN KEDELAI

MEMUTUSKAN: Menetapkan :PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN KELAPA.

4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN KEDELAI

MEMUTUSKAN: Menetapkan :PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN RUMPUT LAUT.

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 129 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU EMISI USAHA DAN ATAU KEGIATAN MINYAK DAN GAS BUMI

4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI INDUSTRI GULA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 04 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI MINYAK GORENG

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 06 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI INDUSTRI ROKOK DAN/ATAU CERUTU

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PETERNAKAN SAPI DAN BABI

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PETERNAKAN SAPI DAN BABI

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI OLEOKIMIA DASAR

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup tent

BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAN EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK DI JAWA TIMUR

GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/331/KPTS/013/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 09 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI RAYON

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH BESI

Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal adalah usaha dan/atau kegiatan

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 06 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI INDUSTRI ROKOK DAN/ATAU CERUTU

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAN EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK DI JAWA TIMUR

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BAKU MUTU LINGKUNGAN HIDUP DAN KRITERIA BAKU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 06 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 09 TAHUN 2006 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH NIKEL

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH BAUKSIT

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI PETROKIMIA HULU

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/331/KPTS/013/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 04 TAHUN 2006 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH TIMAH

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 113 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BATU BARA

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 129 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU EMISI USAHA DAN ATAU KEGIATAN MINYAK DAN GAS BUMI

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAN EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK DI JAWA TIMUR

2016, No Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN,

Keputusan Kepala Bapedal No. 205 Tahun 1996 Tentang : Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

LAMPIRAN I Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 129Tahun 2003 Tanggal : 28 Juli 2003 BAKU MUTU EMISI KEGIATAN INDUSTRI MINYAK DAN GAS

KRITERIA PROPER DOKUMEN LINGKUNGAN PROPER

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007).

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

Kriteria PROPER Pengendalian Pencemaran Udara 2014

BAKU MUTU UDARA AMBIEN DI PROPINSI JAWA TENGAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

FORMAT PELAPORAN PEMANTAUAN EMISI DAN KONDISI DARURAT PENCEMARAN UDARA KEGIATAN DAN/ATAU USAHA MINYAK DAN GAS BUMI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN,

TARIF LAYANAN JASA TEKNIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN, IKLIM DAN MUTU INDUSTRI BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SAMARINDA

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NO. 19 TAHUN 2008

KRITERIA PROPER DOKUMEN LINGKUNGAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Baku Mutu Air Limbah. Migas. Panas Bumi.

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 133 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU EMISI BAGI KEGIATAN INDUSTRI PUPUK MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

KRITERIA PROPER DOKUMEN LINGKUNGAN

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 06 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BEBERAPA ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KEGIATAN RUMAH PEMOTONGAN HEWAN

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. energi untuk melakukan berbagai macam kegiatan seperti kegiatan

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN. TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN KUALITAS UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

G U B E R N U R JAMB I

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESI DEN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188 / 336 / KPTS / 013 / 2007 TENTANG

STANDAR KOMPETENSI PENANGGUNGJAWAB PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA. : Penanggung Jawab Pengendalian Pencemaran. Lingkungan

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 133 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU EMISI BAGI KEGIATAN INDUSTRI PUPUK MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 1997 Tentang : Indeks Standar Pencemar Udara

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.

Makalah Baku Mutu Lingkungan

C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN

GUNAKAN KOP SURAT PERUSAHAAN FORMULIR PERMOHONAN IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH KE SUMBER AIR

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 45/MENLH/10/1997 TENTANG INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA LINGKUNGAN HIDUP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup perlu dilakukan upaya pengendalian terhadap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; b. bahwa salah satu usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup adalah usaha dan/atau kegiatan yang mengoperasikan ketel uap; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 28 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, perlu menetapkan Peraturan Lingkungan Hidup tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi Ketel Uap; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 1

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3853); 6. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2005; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP. Pasal 1 Dalam ini yang dimaksud dengan: 1. Ketel uap adalah sebuah alat penghasil panas yang menggunakan bahan baku air atau minyak yang dipanaskan dengan bahan bakar biomassa, minyak, batu bara, dan/atau gas. 2

2. Bahan bakar biomassa adalah bahan bakar yang berasal dari tumbuhan atau bagian-bagiannya yaitu bunga, biji, buah, daun, ranting, batang, dan/atau akar termasuk tanaman yang dihasilkan oleh kegiatan pertanian, perkebunan, dan/atau hutan tanaman. 3. Ampas adalah limbah padat yang dihasilkan dari proses pemerahan tebu di stasiun gilingan pada pabrik gula. 4. Serabut adalah limbah padat yang dihasilkan dari proses pengepresan buah sawit di industri minyak sawit (Crude Palm Oil). 5. Cangkang adalah kulit inti sawit (kernel) yang dihasilkan dari proses pemisahan kernel sawit di industri minyak sawit. 6. Bahan bakar batu bara adalah bahan bakar hidrokarbon padat yang terbentuk dari tumbuh-tumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen dan terkena pengaruh panas serta tekanan yang berlangsung lama. 7. Bahan bakar minyak adalah bahan bakar yang berasal dari semua cairan organik yang tidak larut/bercampur dalam air baik yang dihasilkan dari tumbuh-tumbuhan dan/atau hewan maupun yang diperoleh dari kegiatan penambangan minyak bumi. 8. Bahan bakar gas adalah bahan bakar berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa gas. 9. Bahan bakar gabungan adalah bahan bakar yang merupakan campuran dari ampas, serabut, cangkang, batu bara, minyak, dan/atau gas. 10. Baku mutu emisi sumber tidak bergerak bagi ketel uap adalah batas maksimum emisi dari ketel uap yang diperbolehkan masuk atau dimasukkan ke dalam lingkungan. 11. Emisi ketel uap adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang dihasilkan oleh ketel uap dari kegiatan industri yang masuk dan/atau dimasukkan ke dalam udara ambien yang mempunyai dan/atau tidak mempunyai potensi sebagai unsur pencemar. 12. Keadaan darurat adalah keadaan tidak berfungsinya ketel uap, cerobong, dan/atau pengendali emisi udara sebagaimana mestinya karena adanya bencana alam, kebakaran, dan/atau huru hara. 13. Kejadian tidak normal adalah kondisi dimana ketel uap, cerobong, dan/atau alat pengendali emisi udara tidak beroperasi sebagaimana mestinya dikarenakan adanya kerusakan dan/atau tidak berfungsinya peralatan tersebut. 14. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengelolaan lingkungan hidup. 3

Pasal 2 (1) Baku mutu emisi sumber tidak bergerak bagi ketel uap yang diatur dalam ini meliputi ketel uap yang menggunakan bahan bakar: a. biomassa berupa serabut dan/atau cangkang; b. biomassa berupa ampas dan/atau daun tebu kering; c. biomasa selain yang disebutkan dalam huruf a dan huruf b; d. batu bara; e. minyak; f. gas; dan g. gabungan. (2) Baku mutu emisi sumber tidak bergerak bagi ketel uap yang diatur dalam ini tidak berlaku untuk industri besi dan baja, industri pulp dan kertas, industri semen, pembangkit listrik tenaga uap, industri pupuk, dan usaha dan/atau kegiatan minyak dan gas bumi. Pasal 3 (1) Baku mutu emisi sumber tidak bergerak bagi ketel uap yang menggunakan bahan bakar: a. biomassa berupa serabut dan/atau cangkang adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I ini; b. biomassa berupa ampas dan/atau daun tebu kering adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II ini; c. biomassa selain yang dimaksud pada huruf a dan huruf b di atas adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran III ini; d. batubara adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Peraturan Menteri ini; e. minyak adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran V Peraturan Menteri ini; f. gas adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI Peraturan Menteri ini; g. gabungan adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII ini. (2) Lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ini. 4

Pasal 4 (1) Gubernur dapat menetapkan baku mutu emisi sumber tidak bergerak bagi ketel uap sama atau lebih ketat dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1). (2) Gubernur dapat menetapkan parameter tambahan di luar parameter sebagaimana tercantum dalam Lampiran ini setelah mendapat persetujuan Menteri. Pasal 5 Dalam hal hasil kajian kelayakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) atau rekomendasi Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) bagi suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengoperasikan ketel uap mensyaratkan baku mutu emisi lebih ketat dari pada baku mutu emisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) atau Pasal 4 ayat (1) ini, maka diberlakukan baku mutu emisi sebagaimana dipersyaratkan oleh AMDAL atau rekomendasi UKL dan UPL. Pasal 6 Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang mengoperasikan ketel uap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) wajib: a. membuang emisi gas melalui cerobong yang dilengkapi dengan sarana pendukung dan alat pengaman sesuai peraturan yang berlaku; b. melakukan pengujian emisi yang dikeluarkan dari setiap cerobong paling sedikit 2 (dua) kali selama periode operasi setiap tahunnya bagi ketel uap yang beroperasi selama 6 (enam) bulan atau lebih; c. melakukan pengujian emisi yang dikeluarkan dari setiap cerobong paling sedikit 1 (satu) kali selama periode operasi setiap tahunnya bagi ketel uap yang beroperasi kurang dari 6 (enam) bulan; d. menggunakan laboratorium yang terakreditasi dalam pengujian emisi sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan huruf c; e. melakukan pengujian emisi setelah kondisi proses pembakaran stabil; f. menyampaikan laporan hasil analisis pengujian emisi sebagaimana dimaksud dalam huruf b atau huruf c kepada Bupati/Walikota, dengan tembusan Gubernur dan Menteri paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII ini; dan 5

g. melaporkan kejadian tidak normal dan/atau keadaan darurat yang mengakibatkan baku mutu emisi dilampaui serta rincian upaya penanggulangannya kepada Bupati/Walikota, dengan tembusan Gubernur dan Menteri. Pasal 7 Dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak ditetapkannya Peraturan Menteri ini, usaha dan/atau kegiatan yang menggunakan ketel uap berbahan bakar biomassa berupa serabut dan/atau cangkang, biomassa berupa ampas dan/atau daun tebu kering, batu bara, minyak, dan/atau gas yang sedang berjalan dan baku mutunya diatur dalam Lampiran V B Keputusan Menteri Nomor Kep-13/MENLH/3/1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam ini. Pasal 8 ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal : 8 Mei 2007 6

Lampiran I Nomor : 07 tahun 2007 BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP YANG MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BIOMASSA BERUPA SERABUT DAN/ATAU CANGKANG No. Parameter Baku Mutu 1. Partikulat 300 mg/m 3 2. Sulfur Dioksida (SO 2 ) 600 mg/m 3 3. Nitrogen Oksida (NO 2 ) 800 mg/m 3 4. Hidrogen Klorida (HCl) 5 mg/m 3 5. Gas Klorin (Cl 2 ) 5 mg/m 3 6. Ammonia (NH 3 ) 1 mg/m 3 7. Hidrogen Florida (HF) 8 mg/m 3 8. Opasitas 30 % Catatan: - Nitrogen Oksida ditentukan sebagai NO 2. - Volume Gas dalam keadaan standar (25 o C dan tekanan 1 atm). - Konsentrasi partikulat dikoreksi sebesar 6 % Oksigen. - Opasitas digunakan sebagai indikator praktis pemantauan dan dikembangkan untuk memperoleh hubungan korelatif dengan pengamatan total partikel.

Lampiran II Nomor : 07 Tahun 2007 BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP YANG MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BIOMASSA BERUPA AMPAS DAN/ATAU DAUN TEBU KERING No. Parameter Baku Mutu 1. Partikulat 250 mg/m 3 2. Sulfur Dioksida (SO 2 ) 600 mg/m 3 3. Nitrogen Oksida (NO 2 ) 800 mg/m 3 4. Opasitas 30 % Catatan: - Nitrogen Oksida ditentukan sebagai NO 2. - Volume Gas dalam keadaan standar (25 o C dan tekanan 1 atm). - Konsentrasi partikulat dikoreksi sebesar 6 % Oksigen. - Opasitas digunakan sebagai indikator praktis pemantauan dan dikembangkan untuk memperoleh hubungan korelatif dengan pengamatan total partikel.

Lampiran III Nomor : 07 Tahun 2007 BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP YANG MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BIOMASSA SELAIN YANG DIMAKSUD PADA HURUF a DAN HURUF b PASAL 3 AYAT (1) PERATURAN MENTERI INI No. Parameter Baku Mutu Bukan Logam 1. Partikulat 350 mg/m 3 2. Sulfur Dioksida (SO 2 ) 800 mg/m 3 3. Nitrogen Oksida (NO 2 ) 1000 mg/m3 4. Hidrogen Klorida (HCl) 5 mg/m 3 5. Gas Klorin (Cl 2 ) 10 mg/m 3 6. Ammonia (NH 3 ) 0,5 mg/m 3 7. Hidrogen Florida (HF) 10 mg/m 3 8. Opasitas 30 % 9. Total Sulfur Tereduksi (H 2 S) 35 mg/m 3 Logam 1. Air Raksa (Hg) 5 mg/m 3 2. Arsen (As) 8 mg/m 3 3. Antimon (Sb) 8 mg/m 3 4. Kadmium (Cd) 8 mg/m 3 5. Seng (Zn) 50 mg/m 3 6. Timah Hitam (Pb) 12 mg/m 3 Catatan: - Nitrogen Oksida ditentukan sebagai NO 2. - Volume Gas dalam keadaan standar (25 o C dan tekanan 1 atm). - Konsentrasi partikulat dikoreksi sebesar 6 % Oksigen. - Opasitas digunakan sebagai indikator praktis pemantauan dan dikembangkan untuk memperoleh hubungan korelatif dengan pengamatan total partikel. Ir.Rachmat Witoelar.

Lampiran IV Nomor : 07 Tahun 2007 BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP YANG MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BATUBARA No. Parameter Baku Mutu 1. Partikulat 230 mg/m 3 2. Sulfur Dioksida (SO 2 ) 750 mg/m 3 3. Nitrogen Oksida (NO 2 ) 825 mg/m 3 4. Opasitas 20 % Catatan: - Nitrogen Oksida ditentukan sebagai NO 2. - Volume Gas dalam keadaan standar (25 o C dan tekanan 1 atm). - Konsentrasi partikulat dikoreksi sebesar 6 % Oksigen. - Opasitas digunakan sebagai indikator praktis pemantauan dan dikembangkan untuk memperoleh hubungan korelatif dengan pengamatan total partikel.

Lampiran V Nomor : 07 Tahun 2007 BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP YANG MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR MINYAK No. Parameter Baku Mutu 1. Partikulat 200 mg/m 3 2. Sulfur Dioksida (SO 2 ) 700 mg/m 3 3. Nitrogen Oksida (NO 2 ) 700 mg/m 3 4. Opasitas 15 % Catatan: - Nitrogen Oksida ditentukan sebagai NO 2. - Volume Gas dalam keadaan standar (25 o C dan tekanan 1 atm). - Konsentrasi partikulat dikoreksi sebesar 3 % Oksigen. - Opasitas digunakan sebagai indikator praktis pemantauan dan dikembangkan untuk memperoleh hubungan korelatif dengan pengamatan total partikel.

Lampiran VI Nomor : 07 Tahun 2007 BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP YANG MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR GAS No. Parameter Baku Mutu (mg/m 3 ) 1. Sulfur Dioksida (SO 2 ) 150 2. Nitrogen Oksida (NO 2 ) 650 Catatan: - Nitrogen Oksida ditentukan sebagai NO 2. - Volume Gas dalam keadaan standar (25 o C dan tekanan 1 atm).

Lampiran VII Nomor : 07 Tahun 2007 BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP YANG MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR GABUNGAN Baku mutu emisi sumber tidak bergerak bagi ketel uap yang menggunakan bahan bakar gabungan ditentukan berdasarkan pada perhitungan sebagai berikut: BME (x,m) = [(BME (x,f1) X Q (f1) + (BME (x,f2) X Q (f2) ] / Q t Catatan : BME (x,m) = Baku mutu emisi untuk parameter x, jika dilakukan pencampuran bahan bakar. BME (x,f1) = Baku mutu emisi parameter x, untuk bahan bakar f1. Q (f1) = Panas aktual dari bahan bakar f1 yang disuplai ke sistem. BME (x,f2) = Bahan baku emisi parameter x, untuk bahan bakar f2. Q (f2) = Panas aktual dari bahan bakar f2 yang disuplai ke sistem. Q t = Kebutuhan energi total. Contoh Perhitungan : Kegiatan industri minyak sawit dengan ketel uap menggunakan bahan bakar antara serabut/cangkang kelapa sawit (f1) dan Batu Bara (f2) dengan komposisi sebagai berikut: 1. Kebutuhan Energi Total Q t : 4 X 10 6 KKal 2. Suplai energi aktual dari bahan bakar Q (f1) : 2 X 10 6 KKal serabut/cangkang kelapa sawit 3. Suplai energi aktual dari bahan bakar batu bara Q (f2) : 2 X 10 6 KKal 4. Baku mutu untuk ketel uap parameter partikulat BME (f1) : 300 mg/m 3 dengan bahan bakar serabut/cangkang kelapa sawit 5. Baku mutu untuk ketel uap parameter partikulat dengan bahan bakar batu bara BME (f2) : 230 mg/m 3 BME(partikulat) = [300 X 2 X 10 6 ] + [ 230 X 2 X 10 6 ] / 4 X 10 6 = 265 mg/m 3 Cara perhitungan yang sama dilakukan juga untuk parameter lain.

Lampiran VIII Nomor : 07 Tahun 2007 FORMAT LAPORAN HASIL ANALISIS PENGUJIAN EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP Nama/merk ketel uap : Kapasitas ketel uap : Kode ketel uap * : Bahan bakar ketel uap : 1. 2. Tanggal pengambilan sampel : Jam mulai pengambilan sampel : Jam selesai pengambilan : sampel Tanggal analisis sampel : Spesifikasi cerobong (D,T,P) : Debit udara : Hasil analisis: No. Parameter Satuan Hasil Metode Baku Mutu 1 2 3 Tempat dan Tanggal Ttd dilengkapi dengan Cap Lab. (pihak lab yang bertanggungjawab) Keterangan : - Tanda * : dilengkapi dengan bagan/layout posisi ketel uap, jika jumlah ketel uap lebih dari 1(satu). - Laporan ini dibuat di atas kertas berlogo/kop laboratorium yang bersangkutan.