PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM KETENTRAMAN DAN KETERTIBAN LINGKUNGAN MASYARAKAT

dokumen-dokumen yang mirip
PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PEMONDOKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA RUMAH KOS

WALIKOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH KOS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN ILIR,

PERATURAN DAERAH KOTA MAKASSAR

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENCEGAHAN PERMAINAN JUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SEWAAN

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR... TAHUN... T E N T A N G LARANGAN KEGIATAN PADA BULAN RAMADHAN

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 05 TAHUN 2007 TENTANG PENGATURAN PENYELENGGARAAN RUMAH SEWA DAN KAMAR SEWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM DALAM TRAYEK

WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 04 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PEMONDOKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 05 TAHUN 2000 TENTANG KARTU KELUARGA DAN KARTU TANDA PENDUDUK DALAM RANGKA PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN PENDUDUK

TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN PONDOKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN

PEMERINTAH KOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2010 S A L I N A N

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2012 NOMOR : 12 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 06 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2003 Seri : E

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERIAN IJIN PRAKTEK TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

WALIKOTA PALANGKA RAYA

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2008 NOMOR 3

K E P E N D U D U K A N

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG LARANGAN TEMPAT PELACURAN DAN PERBUATAN CABUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 6 Tahun 2002 Seri: C

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN MADIUN

BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH KOS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG PEMONDOKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

Menimbang : a.bahwa citra kota Yogyakarta sebagai Kota Pendidikan dan Kota Budaya perlu dilestarikan dan terus dikembangkan;

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MINUMAN BERALKOHOL

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGAWASAN, PENGENDALIAN DAN PELARANGAN PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH KOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 06 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

PERATURAN WALIKOTA PRABUMULIH NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN RUKUN WARGA DAN RUKUN TETANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 8 Tahun 2002 Seri: C

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN BANYUWANGI

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 4 Tahun 2002 Seri: C

SALINAN L E M B A R AN D A E R A H KABUPATEN BALANGAN NOMOR 6 TAHUN 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN T E N T A N G

SALINAN NOMOR 2/D, 2009

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 3 Tahun : 2013

PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 05 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2016 SERI D.5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

LAMPIRAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG

PERATURAN DAERAH KOTA TEGAL

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN USAHA RUMAH KOST DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

BUPATI BATANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

DBUPATI BATANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 6 TAHUN 2011 T E N T A N G PEMBERANTASAN PELACURAN DI WILAYAH KABUPATEN BATANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAWAHLUNTO/SIJUNJUNG NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN MAKSIAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PENGUSAHAAN DAN PENGELOLAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN BUPATI BEKASI NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN RUKUN TETANGGA (RT) DAN RUKUN WARGA (RW) DI KABUPATEN BEKASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KABUPATEN MAROS

PEMERINTAH KOTA KEDIRI KEDIRI KEDIRI

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) NOMOR 18 TAHUN 2002 (18/2002) TENTANG PENGELOLAAN KEBERSIHAN

BUPATI LAHAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAHAT NOMOR 04 TAHUN 2013 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENTERAMAN, KETERTIBAN UMUM DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG LARANGAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO,

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 5 TAHUN 2007 T E N T A N G LARANGAN PELACURAN DI KABUPATEN BANTUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN LANDAKK NOMOR TENTANG. Landak. berbagai perdagangan sehingga. maupun tertentu. t. dengann. rumah dan/atau. kost. membantu meningka.

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PONDOKAN

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA NOMOR : 17 TAHUN : 1996 SERI : B NO : 3 PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL

TAHUN : 2005 NOMOR : 04

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANDUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Yogyakarta) Nomor : 2 Tahun 2002 Seri : C

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI KOTA MATARAM

Transkripsi:

SALINAN NOMOR 3/E, 2008 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM KETENTRAMAN DAN KETERTIBAN LINGKUNGAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menciptakan ketentraman dan ketertiban lingkungan dalam kehidupan masyarakat tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah, tetapi juga menjadi tanggungjawab pribadi dan tanggungjawab bersama; b. bahwa masalah ketentraman dan ketertiban lingkungan dalam kehidupan masyarakat dewasa ini sudah seringkali diganggu oleh berbagai bentuk tindak kriminalitas yang meresahkan masyarakat; c. bahwa ancaman terhadap ketentraman dan ketertiban lingkungan dalam kehidupan masyarakat ke depan, berpotensi semakin berat dan beragam, sehingga memerlukan partisipasi aktif dari segenap warga masyarakat dalam upaya antisipasinya; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Sistem Ketentraman dan Ketertiban Lingkungan Masyarakat; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kota Besar dalam Lingkungan Propinsi Jawa- Timur, Jawa-Tengah, Jawa-Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1954 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1954 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 551); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);

3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886); 4. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168); 5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4674); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1987 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Malang dan Kabupaten Daerah Tingkat II Malang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1987 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3354 ); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pedoman Satuan Polisi Pamong Praja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4428 ); 2

11. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 13. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan Perundangundangan; 14. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 2005 tentang Pedoman Prosedur Tetap Operasional Satuan Polisi Pamong Praja; 15. Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Rukun Tetangga dan Rukun Warga di Kota Malang (Lembaran Daerah Kota Malang Tahun 2004 Nomor 1 Seri D); 16. Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Larangan Tempat Pelacuran dan Perbuatan Cabul (Lembaran Daerah Kota Malang Tahun 2005 Nomor 4 Seri E, Lembaran Daerah Kota Malang Nomor 9); 17. Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 5 Tahun 2006 tentang Pengawasan, Pengendalian dan Pelarangan Penjualan Minuman Beralkohol (Lembaran Daerah Kota Malang Tahun 2006 Nomor 3 Seri E, Lembaran Daerah Kota Malang Nomor 34); 18. Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 6 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Usaha Pemondokan (Lembaran Daerah Kota Malang Tahun 2004 Nomor 4 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Kota Malang Nomor 35); 3

19. Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi, Susunan Organisasi, Pakaian Dinas, Perlengkapan dan Peralatan Satuan Polisi Pamong Praja (Lembaran Daerah Kota Malang Tahun 2006 Nomor 1 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 36); 20. Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 15 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Le mbaran Daerah Kota Malang Tahun 2007 Nomor 1 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 52); 21. Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 4 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan Daerah (Lembaran Daerah Kota Malang T ahun 2008 Nomor 1 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 57); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA MALANG dan WALIKOTA MALANG MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM KETENTRAMAN DAN KETERTIBAN LINGKUNGAN MASYARAKAT. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kota Malang. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Malang. 3. Walikota adalah Walikota Malang. 4. Kelurahan adalah wilayah kerja Lurah sebagai Perangkat Daerah Kota Malang dalam wilayah kerja Kecamatan. 5. Lembaga Kemasyarakatan adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan merupakan mitra Lurah dalam memberdayakan masyarakat. 4

6. Ketentraman dan Ketertiban adalah suatu keadaan dinamis yang memungkinkan Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan aman, tenteram, tertib dan teratur. 7. Penduduk adalah setiap Warga Negara Republik Indonesia dan Orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia. 8. Warga adalah seseorang atau anggota masyarakat yang secara hukum mempunyai kewajiban dan hak. 9. Masyarakat adalah sekelompok manusia yang anggotanya satu sama lain berhubungan erat dan hubungan timbal balik. 10. Rukun Tetangga yang selanjutnya disebut RT adalah organisasi sosial kemasyarakatan yang mandiri berdasarkan asa kekeluargaan dan kegotong-royongan serta menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan nilai kehidupan sosial kemasyarakatan. 11. Rukun Warga yang selanjutnya disebut RW adalah organisasi sosial kemasyarakatan yang mandiri yang merupakan aktualisasi dari beberapa RT. 12. Kartu Tanda Penduduk yang selanjutnya disebut KTP adalah identitas resmi penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil yang berlaku di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. 13. Keluarga adalah sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan tempat tinggal bersama dan makan dari satu dapur yang tidak terbatas pada orangorang yang mempunyai hubungan darah atau seseorang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan yang mengurus keperluan hidupnya. 14. Sistem Keamanan Lingkungan yang selanjutnya disebut Siskamling adalah teknik atau cara mengelola ketentraman dan ketertiban lingkungan masyarakat atau perkumpulan secara benar dan bertanggungjawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 15. Sarana dan Prasarana adalah tempat atau alat yang diperlukan untuk kepentingan terselenggaranya kelancaran Siskamling. BAB II ASAS, TUJUAN DAN FUNGSI Pasal 2 Asas penyelenggaraan sistem ketentraman dan ketertiban lingkungan masyarakat : a. kerukunan; b. kerjasama; 5

c. gotong royong; d. tenggang rasa; e. musyawarah mufakat; f. kepentingan bersama. Pasal 3 Tujuan sistem penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban lingkungan masyarakat adalah : a. untuk mencegah terjadinya gangguan ketentraman dan ketertiban lingkungan yang merugikan masyarakat; b. untuk mencegah terjadinya dan menjalarnya berbagai bentuk pelanggaran hukum; c. untuk mengetahui ancaman dan gangguan yang berasal dari penyakit-penyakit sosial yang potensial akan menjadi gangguan bagi ketentraman dan ketertiban masyarakat. Pasal 4 Fungsi terselenggaranya sistem ketentraman dan ketertiban lingkungan masyarakat, dalam rangka : a. terjaganya ketentraman dan ketertiban lingkungan dari segala macam gangguan yang dapat merusak dan mengacaukan ketenangan dan ketentraman masyarakat; b. terwujudnya kebersamaan dalam menyatukan langkah yang tepat, benar dan bertanggungjawab dalam menanggulangi setiap bentuk gangguan keamanan, ketentraman dan ketertiban lingkungan; c. kondisi yang kondusif bagi masyarakat dalam menjalankan aktifitas-aktifitasnya; d. aktifitas langkah-langkah yang benar dan bertanggungjawab dalam upaya penegakan hukum. BAB III RUANG LINGKUP SISTEM KETENTRAMAN DAN KETERTIBAN LINGKUNGAN MASYARAKAT Pasal 5 Ruang lingkup materi penyelenggaraan sistem ketentraman dan ketertiban lingkungan masyarakat yang diatur dalam Peraturan Daerah ini, meliputi : a. Siskamling; b. Tanggungjawab dan kewajiban Pemerintah, masyarakat dan individu. 6

BAB IV HAK DAN KEWAJIBAN WARGA MASYARAKAT Pasal 6 (1) Setiap warga masyarakat berhak : a. mendapatkan perlindungan keamanan, kenyamanan dan kedamaian dari berbagai bentuk gangguan yang mengancam keselamatan dirinya; b. dijauhkan dari gangguan penyakit-penyakit sosial yang membuatnya kehilangan rasa ketentraman dan kebersamaan dalam kehidupan sebagai mahluk individu dan masyarakat; c. diperlakukan sederajat dalam setiap pengambilan keputusan; d. diperlakukan tidak bersalah sebelum adanya keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap; e. mengajukan upaya-upaya yang dibenarkan menurut peraturan perundangundangan; f. mengetahui dan mempertanyakan identitas setiap pendatang yang bertamu, mengunjungi atau berada di lingkungannya melalui Ketua RT. (2) Setiap warga masyarakat berkewajiban : a. ikut serta secara aktif dalam penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban lingkungan masyarakat; b. mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi dan golongan; c. menjunjung tinggi keputusan/kesepakatan bersama; d. melaporkan hal-hal yang patut dicurigai membahayakan atau menimbulkan gangguan terhadap lingkungannya kepada aparat berwenang; e. melaporkan dengan benar dan dapat dipertanggungjawabkan kejadian- kejadian yang mengganggu ketentraman dan ketertiban lingkungan masyarakat kepada aparat yang berwenang; f. menjunjung tinggi norma-norma yang berlaku di daerahnya; g. memberikan perlindungan terhadap sesama dengan menjaga keamanan, ketentraman dan ketertiban di lingkungannya; h. menghormati agama dan kepercayaan orang lain, dan mentaati ajaran agama dan kepercayaannya sesuai dengan keyakinannya masing-masing; i. melaporkan kepada Ketua RT/RW apabila menerima tamu minimal 1 X 24 jam. 7

BAB V TUGAS DAN TANGGUNGJAWAB Bagian Kesatu Tugas dan Tanggungjawab Pemerintah Daerah Pasal 7 (1) Pemerintah Daerah mempunyai tugas mewujudkan sebuah tatanan kehidupan masyarakat yang aman, tentram dan tertib melalui kegiatan Siskamling. (2) Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diwujudkan dengan cara : a. menyusun petunjuk teknis kegiatan Siskamling; b. mengadakan koordinasi dengan aparat berwenang mengenai penerapan Siskamling; c. mengadakan sosialisasi kepada instansi terkait dan masyarakat mengenai pentingnya Siskamling. Pasal 8 Pemerintah Daerah bertanggungjawab untuk : a. terselenggaranya ketentraman dan ketertiban lingkungan masyarakat; b. bersama instansi terkait menjaga ketentraman dan ketertiban lingkungan masyarakat; c. ikut serta menyediakan sarana dan prasarana Siskamling. Bagian Kedua Tugas dan Tanggungjawab Instansi Terkait Tugas dan tanggungjawab instansi terkait : Pasal 9 a. bersama Pemerintah Daerah membantu memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai pentingnya menjaga lingkungan dari gangguan lingkungan, keamanan dan ketentraman dan ketertiban masyarakat; b. bersama Pemerintah Daerah mengadakan koordinasi dengan petugas Siskamling; c. bersama Pemerintah Daerah memberikan petunjuk teknis kepada petugas Siskamling tentang cara-cara menjalankan tugas pengamanan lingkungan baik siang maupun malam hari; d. bersama Pemerintah Daerah memberikan petunjuk teknis kepada petugas Siskamling tentang cara-cara menangani pelaku kriminalitas atau seseorang tertangkap tangan melakukan tindak kriminalitas atau siapa saja yang diduga sebagai pengganggu keamanan lingkungan dan ketertiban masyarakat; e. melakukan razia atau penangkapan terhadap orang atau kelompok orang yang diduga telah mengganggu ketentraman, ketenangan dan ketertiban sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 8

Bagian Ketiga Tugas dan Tanggungjawab Perangkat Kelurahan Perangkat Kelurahan mempunyai tugas : Pasal 10 a. bersama Lembaga Kemasyarakatan membantu Pemerintah Daerah dalam menjalankan tugas menciptakan keamanan lingkungan dan ketertiban masyarakat atau Kelurahan; b. mengadakan konsultasi dan koordinasi dengan Camat atau aparat yang berwenang mengenai pelaksanaan Siskamling; c. melaporkan segala macam bentuk gangguan keamanan yang terjadi di Kelurahan yang bersangkutan pada Camat atau aparat yang berwenang; d. bersama Lembaga Kemasyarakatan mengadakan sosialisasi secara terus menerus tentang pentingnya keamanan lingkungan dan ketertiban masyarakat; e. menyusun petunjuk teknis jaga, ronda atau aktifitas lain yang berkenaan dengan Siskamling; f. bersama dengan RT/RW mengatur penjadwalan jaga, ronda atau aktifitas lain yang berkenaan dengan Siskamling. Pasal 11 (1) Lurah bertanggungjawab terhadap keadaan penduduk yang ada di wilayahnya berdasarkan status kependudukan dan/atau peristiwa kependudukan lainnya yang ada di wilayah administratif Kelurahan yang bersangkutan. (2) Tanggungjawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan berdasarkan atas tugas pokok dan fungsinya sebagai Lurah beserta Perangkat Kelurahan yang bersangkutan. Bagian Keempat Peran dan Tanggungjawab Perkumpulan dan Dunia Usaha Pasal 12 (1) Setiap perkumpulan dan dunia usaha yang berkedudukan di Wilayah Kota Malang harus ikut membantu peran aktif dalam menciptakan ketentraman dan ketertiban di lingkungannya. (2) Peran aktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui : a. pemasangan sarana dan prasarana kamera atau alat lain yang dapat mendeteksi adanya gangguan keamanan di lingkungan perbankan dan sejenisnya, pusatpusat keramaian tertentu dan kantor-kantor pelayanan publik tertentu; b. penugasan salah satu karyawan untuk menjadi petugas Siskamling; c. membantu memberi bantuan sarana dan prasarana yang dibutuhkan; 9

d. mengikuti, mematuhi atau mengindahkan setiap kesepakatan bersama atau keputusan yang berkenaan dengan kepentingan Siskamling di wilayah tempat usaha yang bersangkutan. (3) Perkumpulan dan dunia usaha yang diharuskan memasang sarana dan prasarana kamera atau alat lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota. Pasal 13 Setiap perkumpulan dan dunia usaha berkewajiban melaporkan berbagai bentuk tindakan atau aktifitas yang dinilai dapat mengganggu, membahayakan, mengancam atau merugikan masyarakat kepada Pemerintah Daerah atau aparat yang berwenang. BAB VI TATA CARA PENYELENGGARAAN KETENTRAMAN DAN KETERTIBAN LINGKUNGAN MASYARAKAT Pasal 14 (1) Setiap orang yang bertempat tinggal tetap di wilayah Kota Malang wajib menjaga ketentraman dan ketertiban lingkungannya masing-masing secara swakarsa, gotong royong dan bertanggungjawab. (2) Pelaksanaan untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan di setiap RT di wilayahnya masing-masing. (3) Petugas siskamling sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan di setiap RT di wilayahnya masing-masing. (4) Musyawarah untuk memutuskan jadwal Siskamling dan hasilnya disahkan Kelurahan. (5) Tata cara penyelenggaraan sistem ketentraman dan ketertiban lingkungan masyarakat diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota. Pasal 15 (1) Setiap Perusahaan, Hotel, Losmen, rumah Kos dan Rumah Makan, Restoran, Café, Tempat hiburan atau tempat usaha lain yang sejenis yang berkedudukan di RT/RW dalam wilayah Kota Malang wajib membantu terselenggaranya ketentraman dan ketertiban lingkungan masyarakat di tempat usaha yang bersangkutan. (2) Membantu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan menyertakan karyawan yang ditunjuk untuk menjadi petugas Siskamling yang bersangkutan dan/atau membantu menyediakan sarana dan prasarana Siskamling yang diperlukan. 10

Pasal 16 Setiap warga masyarakat apabila kedatangan saudara, sanak famili, teman, kolega, atau orang tertentu yang status kependudukannya bukan warga penduduk setempat yang sah, wajib melaporkannya kepada Ketua RT/RW dengan membawa identitas yang sah atau surat keterangan kependudukan lainnya selambat-lambatnya satu kali dua puluh empat (1X24) jam sejak kedatangannya. BAB VII SARANA DAN PRASARANA Pasal 17 (1) Sarana dan prasarana Siskamling, meliputi : a. Pos Kamling atau Pos jaga; b. Kentongan atau alat lain yang sejenis; c. Kamera CCTV atau yang sejenisnya; d. Pentungan atau yang sejenisnya; e. Alat-alat lain yang diperlukan dan dibenarkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diperoleh dari : a. Bantuan Pemerintah Daerah; b. Milik sendiri; c. Bantuan dari pihak lain yang tidak mengikat; d. Swadaya masyarakat setempat. (3) Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), huruf a, pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota. BAB VIII PENGENDALIAN DAN SISTEM INFORMASI Pasal 18 (1) Pengendali Siskamling dilaksanakan oleh : a. Pemerintah Daerah; b. Aparat yang berwajib atau Pejabat yang berwenang; c. Lurah; d. Kaposkamling; e. Ketua RW dan RT; f. Koordinator Siskamling. 11

(2) Pengendali Siskamling sebagaimana dimaksud pada ayat (1), melakukan koordinasi dalam menjalankan pembagian tugas, jaga, ronda atau kegiatan Siskamling lainnya agar tidak tumpang tindih serta dapat menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya. Pasal 19 Ancaman atau terjadinya gangguan keamanan lingkungan dan pelanggaran ketertiban dapat diinformasikan dengan cara ; a. melaporkan kepada pengendali Siskamling baik secara lisan maupun tulisan; b. memukul kentongan atau menggunakan sarana komunikasi yang dibenarkan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. berteriak untuk meminta bantuan; d. melakukan tindakan pencegahan dini lainnya yang dibenarkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 20 Apabila gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf d, bersifat sangat membahayakan masyarakat, petugas siskamling atau masyarakat yang mengetahuinya dapat mengambil tindakan pencegahan secara langsung selanjutnya diserahkan kepada aparat yang berwenang. BAB IX LARANGAN-LARANGAN Pasal 21 Dalam Siskamling setiap warga masyarakat dilarang : a. mengabaikan keputusan bersama; b. membantu, bekerjasama atau mengkondisikan perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan hukum dan norma-norma yang disepakati oleh masyarakat sebagai perbuatan melanggar; c. mengganggu, mengancam dan/atau merusak keamanan, ketentraman dan ketertiban umum; d. menyebarkan paham, ajaran atau perbuatan yang menimbulkan kekacauan dan konflik SARA; e. melakukan tindakan main hakim sendiri terhadap seseorang atau sekelompok orang yang tertangkap basah atau patut dicurigai melakukan tindakan melawan atau melanggar hukum; 12

f. melakukan, membantu, bekerjasama atau melindungi orang atau sekelompok orang yang nyata-nyata telah mengadakan, menyediakan atau melakukan perbuatan prostitusi, penyalahgunaan narkotika dan zat-zat adiktif, perjudian dan minuman beralkohol. BAB X SANKSI Pasal 22 (1) Setiap orang yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a, huruf c, huruf d, huruf f dan huruf g, akan dikenakan sanksi sesuai dengan mekanisme yang telah ditetapkan oleh masyarakat. (2) Setiap orang yang melanggar ketentuan dalam Pasal 16 dan Pasal 21 huruf b, huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f, akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB XI PENYIDIKAN Pasal 23 Selain oleh pejabat penyidik umum, penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, dapat dilakukan oleh PPNS di lingkungan Pemerintah Daerah yang pengangkatannya dan kewenangannya sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Hukum Acara Pidana. Pasal 24 (1) Dalam melaksanakan penyidikan, PPNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 berwenang : a. menerima laporan, mencari data, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana sehingga keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari data, mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana; c. meminta keterangan dan barang bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana; d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana; 13

e. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana; f. melakukan tindakan pertama pada saat kejadian atau saat penyidikan di tempat kejadian dan melakukan pemeriksaan terhadap tindak pidana; g. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; h. menghentikan penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik POLRI bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik POLRI memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya; i. melakukan tindakan lain menurut hukum yang berlaku untuk kelancaran penyidikan tindak pidana. (2) Penyidik membuat Berita Acara setiap melakukan tindakan penyidikan atau pemeriksaan, mengenai : a. pemeriksaan tersangka; b. pemeriksaan surat; c. pemeriksaan saksi; d. pemeriksaan di tempat kejadian. (3) Penyidik dalam melakukan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memberitahukan dimulainya penyidikan dan dapat menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum di Kejaksaan Negeri melalui Penyidik Kepolisian, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. BAB XII KETENTUAN PENUTUP Pasal 25 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota. Pasal 26 Walikota dapat mendelegasikan kewenangan mengenai Penyelenggaraan Ketentraman dan Ketertiban Lingkungan Masyarakat di Wilayah Kota Malang kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) 14

Pasal 27 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Malang. Diundangkan di Malang pada tanggal 8 `Agustus 2008 SEKRETRARIS DAERAH KOTA MALANG, ttd. Drs. BAMBANG DH. SUYONO, M.Si Pembina Utama Muda NIP. 510 060 751 Ditetapkan di Malang pada tanggal 7 Agustus 2008 PENJABAT WALIKOTA MALANG, ttd. H. IMAM UTOMO S. LEMBARAN DAERAH KOTA MALANG TAHUN 2008 NOMOR 3 SERI E Salinan sesuai aslinya KEPALA BAGIAN HUKUM, SORAYA GODAVARI, SH, M.Si Pembina Tingkat I NIP. 510 100 880 15