LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR : 262/KPTS- II/1998 TANGGAL : 27 Pebruari 1998

dokumen-dokumen yang mirip
LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR : 201/KPTS- IV/1998 TANGGAL : 27 Pebruari 1998

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.343/MENHUT-II/2004 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2004

LAMPIRAN KEPUTUSAN BUPATI PELALAWAN Nomor : /IUPHHKHT/VI/2002/001.A Tanggal : 1 Juni 2002

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN IJIN USAHA HUTAN TANAMAN (IUHT) PT. TUNAS SAWAERMA

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 478/Kpts -II/1994 TENTANG

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 744/Kpts-II/1990 TANGGAL : 13 Desember 1990

B. BIDANG PEMANFAATAN

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR : 876/KPTS- II/1999 TANGGAL : 14 OKTOBER 1999

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN ALAM PT. INTRACAWOOD MANUFACTURING

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN IJIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU OLEH PT. MALUKU SENTOSA

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR : 853/KPTS- VI/1999 TANGGAL : 11 OKTOBER 1999

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN ALAM PT. MITRA PERDANA PALANGKA

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN ALAM PT. ACRISINDO UTAMA

LAMPIRAN KEPUTUSAN BUPATI KUTAI BARAT NOMOR : /1635/PRODA.I/II/2002 TANGGAL 28 Pebruari 2002

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 249/KPTS-II/1998 TENTANG

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 106/Kpts-II/2000 TANGGAL : 29 DESEMBER 2000

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR : 859/Kpts-VI/1999 TENTANG

KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR : 53 TAHUN 2002 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 201/KPTS-II/1998. Tentang

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 82/KPTS-II/2001 TENTANG

Presiden Republik Indonesia,

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 244/KPTS-II/2000 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 335/KPTS-II/1997 TENTANG RENCANA KARYA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI (RKPHTI) MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 08.1/Kpts-II/2000 TENTANG KRITERIA DAN STANDAR PEMANFAATAN HASIL HUTAN DALAM HUTAN PRODUKSI SECARA LESTARI

Menimbang : Mengingat :

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 6887/KPTS-II/2002 TENTANG

Penjelasan PP No. 34 Tahun 2002 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI. Presiden Republik Indonesia,

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 33/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 7 TAHUN 1990 (7/1990) Tentang HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, PEMANFAATAN HUTAN DAN PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG HARI NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN (IPHH) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 106 /KPTS-II/2000 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 66 /Menhut-II/2014 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 47 / KPTS-II / 1998 TENTANG

2 Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, perlu perbaikan dan pemisahan dalam Peraturan tersendiri menyangkut Inventarisasi Hutan Berkala dan Rencana Kerja

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.169/MENHUT-II/2005 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.192/MENHUT-II/2006 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.45/MENHUT-II/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 37/Menhut-II/2007 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN,

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.17/MENHUT-II/2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 10.1/Kpts-II/2000 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN MENTERI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.30/Menhut-II/2014 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK. 55/Menhut-II/2006

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 677/KPTS-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 397/Kpts-II/2005

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 37/Menhut-II/2007 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.186/MENHUT-II/2006 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 677/Kpts-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN,

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.398/MENHUT-II/2005 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2001 NOMOR 80 SERI C NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 49 TAHUN 2001

PERATURAN PEMERINTAH NO. 07 TH 1990

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 625/KPTS-II/1998 TENTANG

KRITERIA DAN STANDAR IJIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN PADA HUTAN PRODUKSI

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 03 TAHUN 2005 TENTANG

this file is downloaded from

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG HABIS PENANAMAN BUATAN (THPB)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 14/Menhut-II/2013 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.352/Menhut-II/2004

NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI

Transkripsi:

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR : 262/KPTS- II/1998 TANGGAL : 27 Pebruari 1998 KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI PT. RIMBA ROKAN LESTARI KETENTUAN I : TUJUAN PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI Pengusahaan Hutan Tanaman Industri bertujuan untuk: 1. Meningkatkan produktifitas lahan dan kualitas lingkungan hidup; 2. Menunjang pengembangan industri hasil hutan dalam negeri guna meningkatkan nilai tambah dan devisa. 3. Memperluas lapangan kerja dan lapangan usaha. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka pengusahaan hutan tanaman industri dengan Sistem Tebang Pilih Dan Tanam Jalur dengan kegiatan-kegiatan yang meliputi penanamanan, pemeliharaan, pemungutan, pengolahan dan pemasaran hasil hutan sesuai dengan Rencana Karya Pengusahaan hutan tanaman industri menurut ketentuanketentuan yang berlaku serta berdasarkan asas manfaat, azas kelestarian hutan dan azas perusahaan. KETENTUAN II : PELAKSANAAN PT. RIMBA ROKAN LESTARI sebagai pemegang Hak Pengusahaan hutan Tanaman Industri (HPHTI) dengan yang untuk selanjutnya disebut PERUSAHAAN melaksanakan pengusahaan hutan tanaman industri dengan Sistem Tebang Pilih dan Tanam Jalur pada areal kerja yang telah ditetapkan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku serta ketentuan-ketentuan berikut : A. BIDANG PERENCANAAN 1. Potret Udara/Landsat, Inventarisasi Hutan Dan Pengaturan Tata Ruang HTI. a. Potret Udara atau Citra Landsat. PERUSAHAAN diwajibkan menyerahkan ke Departemen Kehutanan selambat-lambatnya dalam waktu 18 (delapan belas) bulan setelah diterbitkan Keputusan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI): 1) Potret udara skalai 1 : 20.000 atau Citra Spot skala 1 : 50.000/Citra Landsat 1: 100.000 yang meliputi seluruh areal kerjanya. 2). Indeks...

2) Indeks potret udara di atas drafting film skala 1 : 250.000 atau lebih besar (apabila tersedia potret udara). 3) Hasil penafsiran potret udara atau citra landsat berupa : a) Buku laporan hasil penafsiran b) Peta Vegetasi skala 1 : 25.000 dan peta vegetasi kompilasi (gabungan) skala 1 : 50.000 1 : 100.000 yang diberi warna sesuai keadaan hutannya; c) Peta garis bentuk skala 1 : 25.000 (apabila tersedia potret udara); d) Peta kelas lereng skala 1 : 50.000 1 : 100.000 (apabila tersedia potret udara). b. Inventarisasi Hutan 1) PERUSAHAAN wajib untuk melaksanakan inventarisasi hutan yang meliputi parameter-parameter lingkungan di dalam dan sekitar wilayah kerjanya untuk memperoleh data/informasi yang akurat dan terbaru mengenai keadaan lahan, flora dan fauna, serta sosial budaya masyarakat di dalam dan sekitarnya. 2) Dalam Melaksanakan inventarisasi hutan PERUSAHAAN harus berpedoman kepada ketentuan yang berlaku. 2. Rencana Karya Pengusahaan a. PERUSAHAAN wajib membuat dan meyampaikan Rencana Karya Pengusahaan yang meliputi Rencana Karya Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (RKP-HTI) dan Rencana Karya Tahunan Hutan Tanaman Industri (RKTHTI) yang harus disahkan oleh Departemen Kehutanan. b. RKPHTI diserahkan kepada Departemen Kehutanan selambat-lambatnya 18 (delapan belas) bulan sejak diterbitkannya Surat Keputusan ini. c. RKTHTI diserahkan kepada Kantor Wilayah Departemen Kehutanan setempat selambatlambatnya bulan Nopember sebelum dimulainya tahun anggaran tersebut. 3. Penataan...

3. Penataan Hutan PERUSAHAAN wajib mengelola seluruh areal kerjanya dan membentuk unit-unit kelestarian pengusahaan hutan/kelas perusahaan berdasarkan Rencana Karya Pengusahaan Hutan Tanaman Industri. B. BIDANG PEMBINAAN 1. Persemaian a. PERUSAHAAN harus menyediakan benih dan bibit melalui persemaian yang baik pada areal hutan tanaman industri, dimana saat penanaman selalu tersedia bibit dengan jumlah cukup, tepat waktu dan berkualitas tinggi. b. PERUSAHAAN harus membuat persemaian menetap (permanen) pada satu lokasi atau lebih. Memiliki suatu organisasi yang mapan dengan personil pelaksana tetap dan memungkinkan pelaksanaan pekerjaan dilakukan secara efektif dan efisien. Persemaian dapat digunakan selama jangka waktu rotasi tanaman serta dapat mendukung produksi bibit dalam jumlah besar untuk pemenuhan kebutuhan penanaman dengan skala yang luas dan berkesinambungan. c. PERUSAHAAN dapat menyiapkan benih dan bibit dengan cara bekerjasama dengan Pemerintah melalui Pusat Persemaian Permanen yang letaknya tersebar diseluruh Indonesia. Atau PERUSAHAAN dapat mengadakan benih unggul dari yang berlabel dan atau benih yang berasal dari pohon plus. d. PERUSAHAAN dalam awal kegiatan dari pembuatan persemaian harus mempertimbangkan perencanaan yang mantap, meliputi : 1). Pemilihan atau penentuan lokasi persemaian harus mempertimbangkan : sumber air, sumber media, kondisi tempat, sarana jalan, luas persemaian, luas penanaman dan lain-lainnya. 2). Penataan ruang persemaian dalam areal kerja hutan tanaman harus dapat menciptakan kegiatan yang efisien dan efektif serta secara langsung akan ikut menentukan kualitas bibit yang dihasilkan. 2. Penanaman...

2. Penanaman a. PERUSAHAAN harus melaksanakan sistem Tebang Habis dengan Permudaan Buatan (THPB). b. Jatah penanaman ditetapkan sesuai Rencana Karya Pengusahaan Hutan Tanaman Industri yang dibuat PERUSAHAAN, setelah disahkan oleh Departemen Kehutanan. Dikelola dengan sistem Silvikultur Tebang Habis Permudaan Buatan (THPB) yang ditetapkan, dengan mempertimbangkan sistem silvikultur yang ditetapkan, kemampuan serta realisasi PERUSAHAAN dalam melaksanakan pembuatan tanaman, pemungutan tahun sebelumnya, jenis tanaman pokok, rotasi tebangan, potensi (standing stock) dan pertumbuhan volumenya (riap/growt). c. Pembangunan hutan tanaman industri didahulukan pada areal kosong dan/atau semak belukar. d. PERUSAHAAN harus melaksanakan kegiatan pengusahaan hutan tanaman industri dengan mempergunakan cara-cara penanaman (pemasangan ajir, jarak tanam, ukuran lobang tanaman) sesuai dengan keadaan wilayah kerjanya serta tidak meninggalkan azas manfaat, kelestarian dan lingkungan. e. Semua kegiatan pengusahaan hutan tanaman industri dilaksanakan dengan cara yang tidak mengakibatkan adanya pemborosan dan kerugian-kerugian sumber daya alam. f. PERUSAHAAN tidak dibenarkan menebang jenis kayu yang dilindungi tanpa izin khusus dari Departemen Kehutanan. g. PERUSAHAAN tidak dibenarkan membuka lahan (Land Clearing) melampaui jatah penanaman, pemugutan yang telah ditetapkan di dalam Rencana Karya Tahunan Hutan Tanaman Industri. h. Perusahaan dilarang melaksanakan kegiatan pengusahaan HTI dengan membuka lahan (land clearing) diluar areal yang telah ditetapkan didalam Rencana Karya Tahunan Hutan Tanaman Industri yang telah disahkan. i. PERUSAHAAN dilarang melaksanakan kegiatan pengusahaan HTI dengan membuka lahan (land clearing) dengan cara dibakar. j. PERUSAHAAN...

j. PERUSAHAAN dilarang melaksanakan kegiatan pengusahaan HTI diluar areal Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) nya. k. PERUSAHAAN tidak diperkenankan untuk menanam/mengganti jenis tanaman yang telah ditetapkan dalam studi kelayakan dan atau Rencanan Karya Tahunan Pengusahaan Hutan (RKT) tanpa seijin Menteri Kehutanan. l. Kegiatan tumpang sari harus menyesuaikan dengan kemajuan kegiatan pembangunan tanaman pokok hutan tanaman industri yang tercantum dalam Rencana Karya Tahunan (RKT) 3. Pemeliharaan a. PERUSAHAAN harus melaksanakan pemeliharaan tanaman dengan cara penerapan atau tindakan sistem silvikultur untuk menstimulasikan pertumbuhan tanaman dengam menentukan tempat tumbuh dan ruang tumbuh yang optimal, mencegah serangan hama dan penyakit. b. PERUSAHAAN wajib melaksanakan pemeliharaan tanaman pada tahun berjalan/tahun ke 1 (satu) dengan cara penyulaman, penyiangan, pendangiran, pencegahan hama penyakit, tahun ke 2 (dua), tahun ke 3 (tiga) dengan kegiatan penyiangan, pendangiran, pencegahan hama penyakit dan pemeliharaan selanjutnya dengan jenis kegiatan disesuaikan dengan jenis tanaman sesuai ketentuan yang berlaku. C. BIDANG PEMANFAATAN 1. Pemungutan Hasil : a. Kegiatan pemungutan hasil dilaksanakan dengan cara yang tidak mengakibatkan adanya pemborosan dan kerugian-kerugian sumber daya alam. b. PERUSAHAAN tidak dibenarkan menebang kayu pada areal dengan tujuan konservasi/lindung. c. PERUSAHAAN tidak dibenarkan melakukan pemungutan hasil melampaui jatah pemungutan yang telah ditetapkan dalam Rencana Karya Pengusahaan Hutan Tanaman Industri dan Rencana Karya Tahunan Hutan Tanaman Industri. d. PERUSAHAAN...

d. PERUSAHAAN tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan budidaya yang dapat mengganggu fungsi lindung di areal kawasan lindung. 2. Pengolahan Hasil : PERUSAHAAN wajib berperan serta dalam penyediaan bahan baku bagi industri pengolahan dan menjadi Bapak angkat bagi industri pendukung/terkait. D. BIDANG INVESTASI, KETENAGAKERJAAN DAN PERALATAN. 1. Investasi a. Untuk memenuhi Kewajiban-kewajiban dalam kegiatan pengusahaan hutan tanaman industri, PERUSAHAAN akan menginvestasikan dananya sebesar Rp. 39.128.687.500 (tiga puluh sembilan milyar seratus dua puluh delapan juta enam ratus delapan puluh tujuh ribu lima ratus rupiah), dengan perhitungan luas areal dikalikan biaya satuan. b. PERUSAHAAN wajib melaporkan pelaksanaan kegiatan investasi setiap tahun dalam bentuk isian yang telah ditentukan dan laporan keuangan akhir tahun yang diaudit oleh Akuntan Publik dengan berpedoman kepada Pedoman Standar Akutansi Keuangan (PSAK) No. 32 sesuai Keputusan Menteri Kehutanan No. 581/Kpts-II/1994 tanggal 16 Desember 1994 Kepada Departemen Kehutanan selambatlambatnya pada akhir semester pertama tahun berikutnya. 2. Ketenagakerjaan a. PERUSAHAAN diwajibkan mempekerjakan tenaga teknis dan tenaga ahli lainnya sesuai kebutuhan. b. PERUSAHAAN diwajibkan untuk mempekerjakan tenaga-tenaga ahli kehutanan yang memenuhi persyaratan di bidang Perencanaan Hutan, Silvikultur dan Pengelolaan Hutan sesuai Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. c. PERUSAHAAN diwajibkan menyelenggarakan Pendidikan dan Latihan Tenaga Kerja Indonesia sesuai kebutuhan, disamping itu PERUSAHAAN diwajibkan mengikut sertakan tenaga kerja pada setiap Pendidikan dan Latihan yang dilakukan oleh Pemerintah sepanjang menyangkut bidang kegiatannya. d. Pada...

d. Pada setiap terjadinya pemutusan hubungan kerja, karyawan harus diperlakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Peralatan a. Dalam rangka pelaksanaan kegiatan di areal kerjanya, PERUSAHAAN diwajibkan untuk membuat rencana pengadaan/pemanfaatan dan laporan realisasi tentang jenis, jumlah serta keadaan per jenis alat berat yang ada di Lapangan kepada Departemen Kehutanan. b. Setiap pemindahan peralatan yang digunakan ketempat lain diluar areal kerjanya perlu mendapat persetujuan dari Departemen Kehutanan. c. Setiap peralatan yang tidak dipergunakan lagi dan direncanakan untuk dihapuskan agar dibuat Berita Acara sebagai penghapusan peralatan. E. BIDANG PERLINDUNGAN HUTAN DAN PELESTARIAN ALAM 1. Perlindungan Hutan a. Untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan PERUSAHAAN wajib: 1) Menyediakan sarana Pemantau, Pencegah dan Pemadan Kebakaran yang memadai baik dalam jumlah maupun kualitasnya disesuaikan dengan luas dan kondisi areal kerjanya dalam bentuk sekat bakar (jalur kuning, jalur hijau atau kombinasi) menara pengawas kebakaran dan lain-lain. 2) Ikut aktif melaksanakan pencegahan dan penanggulangan kebakaran di dalam dan disekitar areal kerjanya antara lain dengan mengamankan semua kegiatan serta mengamankan penyimpanan bahan-bahan yang mudah terbakar. 3) Segera melaporkan pada instansi kehutanan dan perkebunan setiap terjadinya kebakaran di areal kerjanya. b. PERUSAHAAN wajib mencegah dan menghindarkan terjadinya tindak pelanggaran oleh karyawan atau pihak lain yang menyebabkan kerusakan hutan atau lahan hutan dalam areal kerjanya, antara lain perladangan berpindah, perambahan lahan hutan dan pencegahan erosi. c. PERUSAHAAN...

c. PERUSAHAAN wajib melaksanakan terselenggaranya fungsi lindung dari kawasan lindung. d. PERUSAHAAN segera melaporkan setiap terjadinya gangguan dan atau kerusakan akibat bencana, hama dan atau penyakit terhadap tegakan di areal kerjanya. 2. Pelestarian Alam a. Perlindungan Flora PERUSAHAAN tidak dibenarkan menebang pohon-pohon dan memungut tumbuhtumbuhan lain yang ditetapkan sebagai jenis yang dilindungi sesuai dengan ketentuanketentuan yang berlaku. b. Perlindungan Satwa. 1). PERUSAHAAN wajib mencegah terjadinya perburuan terhadap satwa liar baik yang dilindungi maupun satwa liar di areal kerjanya kecuali dengan izin. 2). PERUSAHAAN perlu menyediakan fasilitas koridor untuk pergerakan satwa. c. Perlindungan Obyek-obyek Bernilai Ilmiah dan Budaya. 1). PERUSAHAAN harus mencegah terjadinya kerusakan terhadap obyek-obyek yang bernilai ilmiah dan atau budaya yang terdapat di areal kerjanya. 2). PERUSAHAAN wajib segera melaporkan kepada instansi yang terkait apabila menemukan obyek yang bernilai ilmiah dan/atau budaya. d. Pengamanan Kawasan Lindung, Kawasan Pelestarian Alam dan Kawasan Suaka Alam. 1). Untuk pengamanan obyek-obyek tersebut PERUSAHAAN wajib membuat daerah penyangga dengan lebar sekurangkurangnya 500 (lima ratus) meter dari batas persekutuan/batas areal kerjanya. 2). Sarana pengusahaan hutan yang diperbolehkan diadakan pada daerah penyangga hanyalah pembuatan jalan angkutan setelah mendapatkan izin Departemen Kehutanan. 3. Upaya-upaya penanggulangan dampak lingkungan harus dilaksanakan sesuai hasil AMDAL yang telah disetujui. 4. Lain-lain...

4. Lain-lain. Tenaga dan sarana perlindungan hutan dan pelestarian alam lain yang harus disediakan oleh PERUSAHAAN, antara lain : a. Tenaga Satpam dalam jumlah yang memadai. b. Pos jaga dan portal dijalan masuk areal kerja. c. Rambu-rambu larangan dan peringatan. F. BIDANG PENELITIAN Dalam rangka mencegah, mengurangi dampak negatif yang mungkin timbul, dan meningkatkan dampak positif dari kegiatan pengusahaan hutan tanaman industri, PERUSAHAAN wajib menyediakan petak permanen (permanen plot) untuk pengamatan pertumbuhan tegakan (kualitas dan kuantitas) dan erosi. KETENTUAN III : KEWAJIBAN-KEWAJIBAN LAIN A. BIDANG KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA 1. PERUSAHAAN wajib memperhatikan atau mengambil langkah-langkah secara maksimal untuk menjamin kesehatan dan keselamatan umum karyawan dan atau orang lain yang berada di dalam areal kerjanya. 2. Di dalam hal terjadinya kecelakaan-kecelakaan yang menimpa karyawan PERUSAHAAN atau orang lain yang berada di dalam areal kerjanya, maka kepada mereka harus diperlakukan sesuai peraturan perundangan yang berlaku. B. BIDANG PEMBANGUNAN MASYARAKAT 1. Fasilitas Pembangunan Masyarakat. PERUSAHAAN diwajibkan membantu Pemerintah dalam melaksanakan pembangunan masyarakat di dalam dan di sekitar areal kerjanya yang antara lain meliputi : a. Pengadaan tempat-tempat ibadah. b. Pengadaan fasilitas-fasilitas pendidikan. c. Pengadaan fasilitas-fasilitas kesehatan. 2. Kesempatan Kerja PERUSAHAAN harus memberi kesempatan kerja dan pelatihan kepada masyarakat, baik di dalam maupun di sekitar areal kerjanya. 3. Fasilitas Pengobatan. a. PERUSAHAAN harus mendirikan klinik dengan kapasitas minimum 6 (enam) tempat tidur lengkap dengan tenaga medis yang bekerja penuh untuk PERUSAHAAN. b. PERUSAHAAN...

b. PERUSAHAAN harus menyediakan pelayanan pengobatan kepada seluruh karyawannya dan isterinya. c. Anggota masyarakat setempat walaupun bukan karyawan PERUSAHAAN dapat turut menggunakan fasilitas klinik tersebut dengan biaya seringan mungkin. d. PERUSAHAAN harus menyediakan pos-pos pertolongan pertama pada tempat-tempat yang diperlukan. 4. PERUSAHAAN diwajibkan melaksanakan pembinaan masyarakat yang ada di dalam/sekita areal kerja HPHTI-nya sesuai ketentuan yang berlaku. 5. PERUSAHAAN diwajibkan memberikan izin kepada masyarakat hukum adat/masyarakat tradisional dan anggota-anggotanya untuk berada di dalam areal kerjanya untuk memungut, mengambil, mengumpulkan, dan mengangukut hasil hutan ikutan seperti rotan, madu, sagu, damar, buahbuahan, rumput-rumputan, getah-getahan, bambu, kulit, kayu, dan lain sebagainya untuk memenuhi atau menunjang kehidupan sehari-hari. 6. PERUSAHAAN diwajibkan membina dan mengembangkan Koperasi Karyawan dan atau KUD dan atau Koperasi Primer lainnya yang ada disekitarnya serta wajib memberikan kesempatan kepada Koperasi tersebut untuk memiliki saham PERUSAHAAN. 7. PERUSAHAAN diwajibkan menyisihkan dana maksimal 5 % (lima persen) dari keuntungannya untuk pembinaan dan pengembangan golongan ekonomi lemah/koperasi. C. BIDANG FASILITAS TEMPAT TINGGAL KARYAWAN DAN KEGIATAN PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI. 1. Base Camp Dalam pelaksanaan pembangunan Base Camp, PERUSAHAAN harus memenuhi ketentuanketentuan: 1) Pembangunan rumah/barak untuk karyawan harus memenuhi kelayakan ruang tempat yang sehat. 2) Penggunaan lahan hutan untuk pembangunan Base Camp harus sesuai dengan kebutuhan 3) Pembangunan...

3) Pembangunan Base Camp di areal Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri lain harus ada persetujuan tertulis dari Pemegang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri yang bersangkutan. 2. Tempat penimbunan Kayu/hasil HPHTI. Tempat penimbunan kayu/hasil HPHTI harus terpisah dari tempat Base Camp. 3. Bangunan lainnya Bangunan-bangunan lain yang ada dan yang akan didirikan di dalam areal kerjanya harus mendapatkan izin Departemen Kehutanan. D. BIDANG PERUBAHAN LUAS AREAL KERJA Perubahan luas areal kerja dimungkinkan dan pelaksanaannya disesuaikan dengan ketentuan peraturan perndang-undangan yang berlaku. E. BIDANG HAK-HAK LAIN PERUSAHAAN tidak mempunyai hak-hak lain selain apa yang tercantum di dalam Keputusan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri dan kelengkapannya. Hak-hak lain yang dimaksud adalah meliputi hak hak atas tanah hasil hutan non kayu, hak-hak atas mineral, minyak bumi, gas alam, bahan-bahan kimia, batu-batu mulia atau setengah mulia, dan sumber-sumber alam lainnya. KETENTUAN IV : P E N G A W A S A N Pemerintah melakukan pengawasan terhadap kegiatan PERUSAHAAN baik mengenai pelaksanaan fisik pengusahaan Hutan Tanaman Industri maupun semua administrasi/pembukuan dan surat menyurat pengelolaan PERUSAHAAN. KETENTUAN V : PELANGGARAN/SANKSI 1. Pengertian Pelanggaran : Tidak melaksanakan, tidak mentaati dan/atau tidak memenuhi persyaratan/kewajiban sebagaimana tercantum dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan/atau Keputusan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri Pola Transmigrasi beserta dokumen kelengkapannya. 2. Pengenaan Sanksi : Pelanggaran seperti tersebut ayat 1 bab ini akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. KETENTUAN VI...

KETENTUAN VI : KONSEKWENSI TERHADAP HASPUSNYA HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI A. Kewajiban PERUSAHAAN setelah hapusnya Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri dengan Sistem Tebang Pilih dan Tanam Jalur. Dalam hal hapusnya Keputusan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri dengan Sistem Tebang Pilih dan Tanam Jalur, kepada PERUSAHAAN tetap dibebankan kewajibankewajiban : 1. Melunasi Iuran Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (IHPHTI), dan Iuran Hasil Hutan (IHH). 2. Melaksanakan semua ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Kehutanan dalam rangka hapusnya Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) PP No. 7 Tahun 1990. B. Pada saat hapusnya Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) karena habis masa berlakunya dan atau perpanjangannya atau penyerahan kembali sebelum jangka waktu yang diberikan berakhir, atau karena dicabut oleh Menteri Kehutanan, maka : 1. Segala prasarana dan sarana tidak bergerak yang telah dibangun PERUSAHAAN didalam areal kerjanya, seperti jalan angkutan, jembatan, bendungan air, dermaga, base camp, gudang, perkantoran, rumah kaca dan sebagainya pada saat hapusnya Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) menjadi milik negara tanpa adanya ganti rugi. 2. Tanaman yang ada menjadi milik Negara tanpa adanya ganti rugi. 3. Barang-barang persediaan yang berada di dalam gedung dan Barang-barang bergerak yang dipergunakan PERUSAHAAN sehubungan dengan kegiatan pengusahaan hutan, tetap menjadi milik PERUSAHAAN. C. Jika Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) berakhir karena habis masa berlakunya atau karena diserahkan kembali oleh PERUSAHAAN atau karena dicabut oleh Menteri Kehutanan, maka : 1. Segala hak yang dimiliki pemegang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) berakhir. 2. Areal Hutan yang dibebani hak pengusahaan hutan kembali kepada negara. 3. Areal...

3. Pemegang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) diwajibkan menyerahkan semua klise dan bahan-bahan serta peta, gambar-gambar ukuran tanah dan sebagainya yang bersangkutan dengan pengusahaan hutan kepada Departemen Kehutanan dan Perkebunan dengan tidak menerima ganti rugi. 4. Dalam hal PERUSAHAAN akan menyerahkan kembali Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) sebelum hasbis masa berlakunya, maka PERUSAHAAN sebelumnya harus susah menyelesaikan dan memenuhi semua kewajibankewajiban baik teknis maupun finansial sebagaimana tercantum dalam Keputusan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI). Salinan Sesuai Aslinya Kepala Biro Hukum dan Organisasi, MENTERI KEHUTANAN, ttd. YB. WIDODO SUTOYO, SH.MM.MBA NIP. 080023934 ttd. DJAMALUDIN SURYOHADIKUSUMO