BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kualitas manusia berkaitan erat dengan kualitas pendidikan, yang merupakan rangkaian dari tingkat dasar, menengah dan tinggi. Pendidikan tinggi sebagai lembaga yang membekali peserta didik dengan penekanan pada nalar dan pemahaman pengetahuan berdasarkan keterkaitan antara teori dan pengaplikasiannya dalam dunia nyata atau dunia kerja pada akhirnya. Sejak kecil telah ditanamkan bahwa jika ingin berhasil maka harus pintar, dengan kata lain bahwa kecerdasan intelektual merupakan faktor penting dalam keberhasilan seseorang. Tetapi dengan berkembangnya waktu, teori itu dipatahkan dengan pandangan baru yang menyatakan bahwa kesuksesan seseorang tidak hanya bergantung pada kecerdasan intelektual semata. Pandangan tersebut menyatakan bahwa ada kecerdasan lain diluar kecerdasan intelektual (IQ) seperti bakat, ketajaman pengamatan sosial, hubungan sosial, kematangan emosional dan lain-lain yang harus dikembangkan. Menurut Goleman, para ahli psikologi sepakat bahwa IQ hanya mendukung sekitar 20 persen faktorfaktor yang menentukan suatu keberhasilan. 80 persen sisanya berasal dari faktor lain, termasuk kecerdasan emosional. Di Amerika, ada seseorang yang saat masih aktif dibangku kuliah memiliki nilai komulatif rata-rata paling rendah. Tetapi saat mengikuti tes masuk angkatan darat dan mengikuti pendidikan calon perwira orang tersebut memperoleh prestasi yang bagus sehingga berhasil menjadi juara angkatan, ini merupakan salah satu contoh dari 1
2 banyak kasus yang dapat membuktikan bahwa ada cara lain untuk menjadi cerdas (Goleman, 1999). Orang yang memiliki kecerdasan otak saja, atau banyak memiliki gelar yang tinggi belum tentu sukses berkiprah didunia pekerjaan. Menurut Goleman (2000), peran IQ dalam dunia kerja ternyata hanya menempati posisi kedua setelah kecerdasan emosional. Hasil survey yang dilakukan di Amerika tentang kecerdasan emosional memberikan hasil bahwa pemberi kerja tidak hanya menginginkan keterampilan teknik saja melainkan membutuhkan karyawan yang memiliki kemampuan dasar untuk belajar dalam pekerjaannya. Pengalaman kerja telah dipandang sebagai suatu faktor penting dalam memprediksi kinerja seseorang. Seseorang dengan pengalaman kerja lama akan memperlihatkan adanya perbedaan dibandingkan seseorang yang baru bekerja. Secara langsung maupun tidak langsung lama tidaknya seseorang bekerja akan berpengaruh terhadap kecerdasan emosionalnya, seperti kemampuan untuk mengelola perasaannya, kemampuan untuk memotivasi diri sendiri, kesanggupan untuk tegar dalam menghadapi frustasi, kesanggupan mengendalikan dorongan dan menunda kepuasan sesaat, mengatur suasana hati yang reaktif serta mampu berempati dan bekerja sama dengan orang lain. Kemampuan-kemampuan ini mendukung seseorang, baik pria maupun wanita untuk dapat mencapai tujuan dan cita-citanya. Walaupun secara biologis ada perbedaan antara pria dan wanita dalam hal mengelola emosi, tetapi dalam beberapa penelitian mengatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Menurut Bastian (2006), dalam dunia pendidikan ukuran keberhasilan atas kualitas pendidikan ada tiga yaitu head atau kepala yang melambangkan kecerdasan,
3 hand atau tangan yang melambngkan keterampilan, dan heart atau hati yang melambangkan akhlak dan moral. Di Indonesia, pendidikan mengenai kecerdasan emosioanl masih sangat kurang. Hal ini sangat berbeda dengan sistem pendidikan di negara barat yang sejak dini anak sudah di didik untuk mampu berpikir logis, kritis dan kreatif. Kecerdasan emosi di kembangkan supaya anak-anak yang tumbuh relatif percaya diri, lancar berkomunikasi baik lisan maupun tertulis, dan peka terhadap lingkungan. Dalam penelitian ini, ada empat faktor yang digunakan untuk mengukur tingkat kecerdasan emosional akuntan pendidik yaitu pengalaman kerja, latar belakang pendidikan, gender dan jabatan akademik. Persoalannya adalah apakah faktor-faktor tersebut mempengaruhi kecerdasan emosional akuntan pendidik. Untuk itu diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui apakah faktor-faktor tersebut mempengaruhi tingkat kecerdasan emosional akuntan pendidik yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dari uraian diatas maka penelitian ini diberi judul Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kecerdasan Emosional Akuntan Pendidik di Daerah Istimewa Yogyakarta 1.2 Perumusan Masalah 1. Apakah gender mempengaruhi tingkat kecerdasan emosional akuntan pendidik? 2. Apakah pengalaman kerja mempengaruhi tingkat kecerdasan emosional akuntan pendidik?
4 3. Apakah latar belakang pendidikan mempengaruhi tingkat kecerdasan emosional akuntan pendidik? 4. Apakah jabatan akademik mempengaruhi kecerdasan emosional akuntan pendidik? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menguji secara empiris apakah faktor-faktor seperti pengalaman kerja, latar belakang pendidikan, gender dan jabatan akademik mempengaruhi tingkat kecerdaan emosional akuntan pendidik yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta 1.4 Kontribusi Penelitian Bagi akuntan pendidik Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai masukan bagi mereka yang berkecimpung dalam dunia pendidikan akuntansi, khususnya para akuntan pendidik mengenai pentingya kecerdasan emosional dalam dunia kerja. Bagi mahasiswa Penelitian ini dapat menjadi referensi bagi mahasiswa maupun pihak-pihak akademis lain yang ingin melakukan penelitian mengenai kecerdasan emosional Bagi penulis Penelitian ini memberikan gambaran tentang pentingnya kecerdasan emosional dan melatih penulis untuk dapat menganalisis suatu keadaan yang dapat digunakan untuk bekal saat terjun langsung didunia kerja
5 1.5 Batasan Penelitian Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecerdasan emosional ini hanya dilakukan kepada para akuntan pendidik yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta.