BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

KONSEP DASAR PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN APA PERBEDAAN PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN

IBNU FAJAR IDN SUPARIASA B. DODDY RIYADI JUIN HADI SUYITNO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan. Disamping. dan produktivitas kerja (Almatsier, 2002).

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

ANTROPOMETRI pada ANAK BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Status Gizi. Keadaan Gizi TINDAK LANJUT HASIL PENDIDIKAN KESEHATAN. Malnutrisi. Kurang Energi Protein (KEP) 1/18/2010 OBSERVASI/PEMANTAUAN STATUS GIZI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

energi yang dibutuhkan dan yang dilepaskan dari makanan harus seimbang Satuan energi :kilokalori yaitu sejumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tetapi pada masa ini anak balita merupakan kelompok yang rawan gizi. Hal ini

BAB III KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrient (Beck 2002 dalam Jafar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. B. PENILAIAN STATUS GIZI Ukuran ukuran tubuh antropometri merupakan refleksi darik pengaruh 4

MENGENAL PARAMETER PENILAIAN PERTUMBUHAN FISIK PADA ANAK Oleh: dr. Kartika Ratna Pertiwi, M. Biomed. Sc

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipahami. Ketiga konsep ini saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Ketiga konsep pengertian tersebut adalah :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk mencapai kemampuan hidup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

B A B II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengasuhan berasal dari kata asuh(to rear) yang mempunyai makna

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan anak balita ini rawan gizi dan rawan kesehatan antara lain : sehingga perhatian ibu sudah berkurang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Karakteristik Ibu Hamil, Tingkat Pengetahuan serta Sikap terhadap Asupan Gizi Ibu Hamil di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang

PENILAIAN STATUS GIZI BALITA (ANTROPOMETRI) Saptawati Bardosono

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN

Menurut (Supariasa, 2001), pada dasarnya penilaian

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup suatu bangsa. Status gizi yang baik merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORITIS. fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi (Supariasa, 2002).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

frekuensi kontak dengan media massa (Suhardjo, 2003).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan rancangan kuantitatif observasional dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Adapun fungsi zat gizi bagi tubuh adalah:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I KONSEP DASAR. menderita deferensiasi murni. Anak yang dengan defisiensi protein. dan Nelson membuat sinonim Malnutrisi Energi Protein dengan

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita adalah masa yang membutuhkan perhatian lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. lainnya gizi kurang, dan yang status gizinya baik hanya sekitar orang anak

BAB I PENDAHULUAN. sebagai generasi penerus bangsa yang potensi dan kualitasnya masih perlu

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan

PENGUKURAN ANTROPOMETRI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi dibandingkan orang lain yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. anak-anak dianggap mulai bertanggung jawab atas perilakunya sendiri

TINJAUAN PUSTAKA. ditentukan oleh ketersediaan zat gizi dalam jumlah cukup dan dalam. penyerapan, dan penggunaan zat-zat tersebut (Triaswulan, 2012)

BAB I PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau

BAB 1 PENDAHULUAN. normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 280 hari (40 minggu) dan tidak lebih dari 300 hari (43 minggu).

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi (Supariasa,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


METODE. PAUD Cikal Mandiri. PAUD Dukuh. Gambar 2 Kerangka pemilihan contoh. Kls B 1 :25. Kls A:20. Kls B 2 :30. Kls B:25. Kls A:11

APLIKASI MONITORING PERKEMBANGAN STATUS GIZI ANAK DAN BALITA SECARA DIGITAL DENGAN METODE ANTROPOMETRI BERBASIS ANDROID

MALNUTRISI. Prepared by Rufina Pardosi UNICEF Meulaboh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA. Kehamilan menyebabkan meningkatnya metabolisme, karena itu kebutuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara zat-zat gizi yang masuk dalam tubuh manusia dan penggunaannya

METODE PENELITIAN. n= z 2 1-α/2.p(1-p) d 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Status Gizi 2.1.1 Pengertian Status Gizi Sebelum membahas status gizi, pertama sekali kita perlu mengetahui pengertian dari gizi itu sendiri. Gizi adalah suatu proses menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi. Keadaan gizi adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan gizi dan penggunaan zat gizi tersebut atau keadaan fisiologi akibat dari tersedianya zat gizi dalam sel tubuh (Supariasa, 2002). Jadi, status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat gizi. Dibedakan atas status gizi buruk, gizi kurang, gizi baik, dan gizi lebih (Almatsier, 2006 yang dikutip oleh Simarmata, 2009). Status gizi merupakan faktor yang terdapat dalam level individu (level yang paling mikro). Faktor yang mempengaruhi secara langsung adalah asupan makanan dan infeksi. Pengaruh tidak langsung dari status gizi ada tiga faktor yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, dan lingkungan kesehatan yang tepat, termasuk akses terhadap pelayanan kesehatan (Riyadi, 2001 yang dikutip oleh Simarmata, 2009). Hal yang sama diutarakan oleh Daly, et al. (1979) bahwa konsep terjadinya keadaan gizi mempunyai faktor dimensi yang sangat kompleks. Faktor-faktor yang mempengaruhi keadaan gizi yaitu konsumsi makanan dan tingkat kesehatan. Konsumsi makanan dipengaruhi oleh pendapatan, makanan, dan tersedianya bahan makanan (Supariasa, 2002).

Masalah gizi anak secara garis besar merupakan dampak dari ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran zat gizi (nutritional imbalance), yaitu asupan yang melebihi keluaran atau sebaliknya, di samping kesalahan dalam memilih bahan makanan untuk disantap (Arisman, 2009). 2.1.2 Penilaian Status Gizi Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan keadaan gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang bersifat objektif maupun subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan baku yang telah tersedia. Data objektif dapat diperoleh dari data pemeriksaan laboratorium perorangan, serta sumber lain yang dapat diukur oleh anggota tim penilai. Pada prinsipnya, penilaian status gizi anak serupa dengan penilaian pada periode kehidupan lain. Komponen penilaian status gizi meliputi (1) survei asupan makanan, (2) pemeriksaan biokimia, (3) pemeriksaan klinis, serta (4) pemeriksaan antropometris (Arisman, 2009). Survei asupan makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi (Supariasa, 2002). Anamnesis tentang asupan pangan harus mencantumkan pula (selain wawancara asupan pangan) pertanyaan yang terkait dengan baik status gizi maupun kesehatan gigi. Anamnesis juga wajib mencantumkan pola konsumsi obat karena kemungkinan interaksi antara makanan dan obat. Anamnesis tentang asupan pangan merupakan satu tahap penilaian status gizi yang paling sulit dan tidak jarang membuat penilai frustasi karena berbagai sebab. Pertama, manusia memiliki sifat lupa sehingga orang sering tidak mampu mengingat dengan pasti jenis (apalagi jumlah) makanan yang telah disantap. Kedua, manusia sering mengedepankan gengsi jika diberi tahu bahwa makanan mereka akan dinilai, pola pangan pun dipaksakan berubah. Ketiga, sejauh ini,

belumlah mungkin penghitungan komposisi makanan secara akurat, kecuali kegiatan pangan dapat terawasi dengan ketat. Di samping itu, masih banyak kendala lain yang berpotensi menyendatkan langkah penilaian ini. Pada prinsipnya, kedekatan antara keduanya perlu ditumbuhkan agar responden menaruh kepercayaan pada pewawancara. Bahasa yang digunakan oleh pewawancara harus dimengerti secara benar oleh responden. Selain itu, wawasan pangan pewawancara harus luas, ia harus mengetahui jenis makanan yang beredar, baik legal maupun ilegal, di daerah tempat ia ditugaskan (Arisman, 2009). Pemeriksaan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot (Supariasa, 2002). Uji biokimiawi yang penting ialah pemeriksaan kadar hemoglobin, pemeriksaan apusan darah untuk malaria, pemeriksaan protein. Ada dua jenis protein, viseral dan somatik, yang layak dijadikan parameter penentu status gizi. Pemeriksaan tinja cukup hanya pemeriksaan occult blood dan telur cacing saja (Arisman, 2009). Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan zat gizi yang spesifik. Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat (rapid clinical surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk

mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) (Supariasa, 2002). Pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan fisik secara menyeluruh, termasuk riwayat kesehatan. Riwayat kesehatan yang perlu ditanyakan adalah kemampuan mengunyah dan menelan, keadaan nafsu makan, makanan yang digemari dan yang dihindari, serta masalah saluran pencernaan (Arisman, 2009). Pemeriksaan antropometris secara umum artinya penilaian ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat usia dan tingkat gizi. Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh (Supariasa, 2002). Penilaian antropometris yang penting dilakukan ialah penimbangan berat dan pengukuran tinggi badan, lingkar lengan, dan lipatan kulit triseps. Pemeriksaan ini penting, terutama pada anak yang berkelas ekonomi dan sosial rendah. Pengamatan anak dipusatkan terutama pada percepatan tumbuh (Arisman, 2009). Hal mendasar yang perlu diingat bahwa setiap metode penelitian suatu gizi mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing. Dengan menyadari kelebihan dan kelemahan tiap-tiap metode, maka dalam menentukan diagnosis suatu penyakit perlu digunakan beberapa jenis metode. Penggunaan satu metode akan memberikan gambaran yang kurang komprehensif tentang suatu keadaan. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih dan menggunakan metode adalah sebagai berikut: a) Tujuan Tujuan pengukuran sangat perlu diperhatikan dalam memilih metode, seperti tujuan ingin melihat fisik seseorang, maka metode yang digunakan adalah antropometri. Apabila ingin melihat status vitamin dan mineral dalam tubuh sebaiknya menggunakan metode biokimia.

b) Unit Sampel yang Akan Diukur Berbagai jenis unit sampel yang akan diukur sangat mempengaruhi penggunaan metode penilaian status gizi. Jenis unit sampel yang akan diukur meliputi individual, rumah tangga/keluarga dan kelompok rawan gizi. Apabila unit sampel yang akan diukur adalah kelompok atau masyarakat yang rawan gizi secara keseluruhan maka sebaiknya menggunakan metode antropometri, karena metode ini murah dan dari segi ilmiah bisa dipertanggungjawabkan. c) Jenis Informasi yang Dibutuhkan Pemilihan metode penilaian status gizi sangat tergantung pula dari jenis informasi yang diberikan. Jenis informasi itu antara lain: asupan makanan, berat dan tinggi badan, tingkat hemoglobin dan situasi sosial ekonomi. Apabila menginginkan informasi tentang asupan makanan, maka metode yang digunakan adalah survei konsumsi. Di lain pihak, apabila ingin mengetahui tingkat hemoglobin maka metode yang digunakan adalah biokimia. Membutuhkan informasi tentang keadaan fisik seperti berat badan dan tinggi badan, sebaiknya menggunakan metode antropometri. d) Tingkat Reabilitas dan Akurasi yang Dibutuhkan Masing-masing metode penilaian status gizi mempunyai tingkat reabilitas dan akurasi yang berbeda-beda. Contoh penggunaan metode klinis dalam menilai tingkatan pembesaran kelenjar gondok adalah sangat subjektif sekali. Penilaian ini membutuhkan tenaga medis dan paramedis yang sangat terlatih dan mempunyai pengalaman yang cukup dalam bidang ini. Berbeda dengan penilaian secara biokimia yang mempunyai reabilitas dan akurasi yang sangat tinggi. Oleh karena itu apabila ada biaya, tenaga dan sarana-sarana lain yang mendukung, maka penilaian status gizi dengan biokimia sangat dianjurkan. e) Tersedianya Fasilitas dan Peralatan Berbagai jenis fasilitas dan perlatan yang dibutuhkan dalam penilaian status gizi. Fasilitas tersebut ada yang mudah didapat dan ada pula yang sangat sulit diperoleh. Pada umumnya fasilitas dan peralatan yang dibutuhkan dalam penilaian status gizi secara antropometri relatif lebih mudah diperoleh

dibanding dengan peralatan penentuan status gizi dengan biokimia. Pengadaan jenis fasilitas dan peralatan yang dibutuhkan, ada yang diimport dari luar negeri dan ada yang didapat dari dalam negeri. Umumnya peralatan yang diimport lebih mahal dibandingkan dengan yang produksi dalam negeri. f) Tenaga Ketersediaan tenaga, baik jumlah maupun mutunya sangat mempengaruhi penggunaan metode penilaian status gizi. Jenis tenaga yang digunakan dalam pengumpulan data status gizi antara lain: ahli gizi, dokter, ahli kimia, dan tenaga lain. Penilaian status gizi secara biokimia memerlukan tenaga ahli kimia atau analis kimia, karena menyangkut berbagai jenis bahan dan reaksi kimia yang harus dikuasai. Berbeda dengan penilaian status gizi secara antropometri, tidak memerlukan tenaga ahli, tetapi tenaga tersebut cukup dilatih beberapa hari saja sudah dapat menjalankan tugasnya. Kader gizi di Posyandu adalah tenaga gizi yang tidak ahli, tetapi dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, walaupun disana-sini masih ada kekurangannya. Tugas utama kader gizi adalah melakukan pengukuran antropometri, seperti tinggi badan dan berat badan serta usia anak. Penilaian status gizi secara klinis, membutuhkan tenaga medis (dokter). Tenaga kesehatan lain selain dokter, tidak dapat diandalkan, mengingat tanda-tanda klinis tidak spesifik untuk keadaan tertentu. Stomatitis angular, sering tidak benar diinterpretasikan sebagai kekurangan riboflavin. Keadaan ini di India diakibatkan dari kebanyakan mengunyah daun sirih atau buah pinang yang banyak mengandung kapur, yang dapat menyebabkan iritasi pada bibir. g) Waktu Ketersediaan waktu dalam pengukuran status gizi sangat mempengaruhi metode yang akan digunakan. Waktu yang ada bisa dalam mingguan, bulanan, dan tahunan. Apabila kita ingin menilai status gizi di suatu masyarakat dan waktu yang tersedia relatif singkat, sebaiknya dengan menggunakan metode antropometri. Sangat mustahil kita menggunakan

metode biokimia apabila waktu yang tersedia sangat singkat, apalagi ditunjang dengan tenaga, biaya, dan peralatan yang memadai. h) Dana Masalah dana sangat mempengaruhi jenis metode yang akan digunakan untuk menilai status gizi. Umumnya penggunaan metode biokimia relatif mahal dibanding dengan metode lainnya. Penggunaan metode disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penilaian status gizi. Jadi, pemilihan metode penilaian status gizi harus selalu mempertimbangkan faktor tersebut di atas. Faktor-faktor itu tidak bisa berdiri sendiri, tetapi selalu saling mengait. Oleh karena itu, untuk menentukan metode penilaian status gizi, harus memperhatikan secara keseluruhan dan mencermati kelebihan dan kekurangan tiap-tiap metode itu (Supariasa, 2002). 2.1.3 Pemeriksaan Antropometris Pertumbuhan dipengaruhi oleh determinan biologis yang meliputi jenis kelamin, lingkungan dalam rahim, jumlah kelahiran, berat lahir pada kehamilan tunggal atau majemuk, ukuran orang tua dan konstitusi genetis, serta faktor lingkungan (termasuk iklim, musim, dan keadaan sosial-ekonomi). Pengaruh lingkungan, terutama gizi, lebih penting daripada latar belakang genetis atau faktor biologis lain, terutama pada masa pertumbuhan. Ukuran tubuh tertentu dapat memberikan keterangan mengenai jenis malnutrisi (Arisman, 2009). Pengukuran status gizi anak berdasarkan antropometri adalah jenis pengukuran paling sederhana dan praktis karena lebih mudah dilakukan, murah, cepat, dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang besar, serta hasil pengukurannya lebih akurat. Secara umum antropometri adalah ukuran tubuh manusia. Antropometri merupakan pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat usia dan tingkat gizi yang dapat dilakukan terhadap berat badan, tinggi badan, dan lingkaran-lingkaran bagian tubuh serta tebal lemak di bawah kulit (Supariasa, 2002). Tujuan yang hendak dicapai dalam pemeriksaan antropometris adalah besaran komposisi tubuh yang dapat dijadikan isyarat dini perubahan status gizi.

Tujuan ini dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu untuk: (1) penapisan status gizi, (2) survei status gizi, dan (3) pemantauan status gizi. Penapisan diarahkan pada orang per orang untuk keperluan khusus. Survei ditujukan untuk memperoleh gambaran status gizi masyarakat pada saat tertentu, serta faktor-faktor yang berkaitan dengan itu. Pemantauan bermanfaat sebagai pemberi gambaran perubahan status gizi dari waktu ke waktu (Arisman, 2009). Ukuran antropometris bergantung pada kesederhanaan, ketepatan, kepekaan, serta ketersediaan alat ukur; di samping keberadaan nilai baku acuan yang akan digunakan sebagai pembanding. Jika nilai baku suatu negara (Indonesia) belum tersedia, boleh digunakan baku Internasional. Pembolehan ini didasarkan atas asumsi bahwa potensi tumbuh-kembang anak pada umumnya serupa. Hubungan berbagai ukuran antropometris (terutama berat dan tinggi badan) pada anak normal yang sehat secara relatif mantap. Baku acuan ditujukan sebagai perbandingan semata, bukan menggambarkan keidealan. Interpretasi perbandingan ini digunakan sebagai bahan pertimbangan saat seseorang dipaksa untuk memutuskan apakah nilai yang diharapkan itu harus 100% atau 90%, atau dengan proporsi lain lagi. Sekedar pembakuan, WHO menganjurkan penggunaan data dari NCHS sebagai acuan (Arisman, 2009). Penilaian antropometris status gizi didasarkan pada pengukuran berat dan tinggi badan, serta usia. Data ini dipakai dalam menghitung 3 macam indeks, yaitu indeks (1) berat terhadap tinggi badan (BB/TB) yang diperuntukkan sebagai petunjuk dalam penentuan status gizi sekarang; (2) tinggi terhadap usia (TB/U) yang digunakan sebagai petunjuk tentang keadaan gizi di masa lampau; dan (3) berat terhadap usia (BB/U) yang menunjukkan secara sensitif gambaran status gizi saat ini (saat diukur). Kekurangan tinggi terhadap usia meriwayatkan satu masa ketika pertumbuhan tidak terjadi (gagal) pada usia dini selama periode yang cukup lama (Soekirman, 2000 yang dikutip oleh Agustina, 2009). Pertambahan berat badan merupakan parameter yang paling sesuai karena cukup sensitif, erat hubungannya dengan konsumsi energi dan protein yang merupakan dua jenis zat gizi yang paling sering menimbulkan masalah kesehatan gizi pada skala nasional atau daerah luas regional di Indonesia. Parameter ini juga

cukup sensitif terhadap perubahan-perubahan akut mengenai konsumsi bahan makanan pokok dan mudah pelaksanaannya. Pemantauannya dapat dilakukan berkesinambungan oleh masyarakat itu sendiri dengan biaya murah tanpa memerlukan peralatan rumit dan keahlian khusus (Sediaoetama, 2006 yang dikutip oleh Simarmata, 2009). Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara lain: usia, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah kulit. Faktor usia sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan usia akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan usia yang tepat. Menurut Puslitbang Gizi Bogor (1980), batasan usia digunakan adalah tahun usia penuh (Completed Year). Contoh: Usia: 7 tahun 2 bulan, dihitung 7 tahun 6 tahun 11 bulan, dihitung 6 tahun Untuk melengkapi data usia dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut: 1) Meminta surat kelahiran, kartu keluarga, atau catatan lain yang dibuat oleh orang tuanya. Apabila tidak ada, jika memungkinkan cobalah minta catatan kelahiran pada pamong desa, 2) Jika diketahui kalender lokal seperti bulan Arab atau bulan lokal (Jawa, Sunda, dll), cocokan dengan kalender nasional, 3) Jika tetap tidak diketahui, catatan kelahiran anak berdasarkan daya ingat orang tua atau berdasarkan kejadian-kejadian penting, seperti lebaran, tahun baru, puasa, pemilihan kepala desa atau peristiwa nasional, seperti Pemilu, banjir, gunung meletus, dll. Sebelum pengumpulan data, buatlah daftar tentang tanggal, bulan dan tahun kejadian dari peristiwa peristiwa penting di daerah dimana kita ingin mengumpulkan data, 4) Cara lain jika memungkinkan dapat dilakukan dengan membandingkan anak yang diketahui usianya dengan anak kerabat/tetangga yang diketahui pasti

tanggal lahirnya, misalnya: beberapa bulan lebih tua atau lebih muda. 5) Jika tanggal lahirnya tidak diketahui dengan tepat, sedangkan bulan dan tahunnya diketahui, maka tanggal lahir anak tersebut ditentukan tanggal 15 bulan yang bersangkutan. Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting. Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air, dan mineral pada tulang. Di samping itu pula berat badan dapat dipergunakan sebagai dasar perhitungan dosis obat dan makanan. Pada masa bayi-balita, berat badan dapat dipergunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali terdapat kelainan klinis seperti dehidrasi, asites, edema dan adanya tumor. Pada remaja, lemak tubuh cenderung meningkat, dan protein otot menurun. Pada orang yang edema dan asites terjadi penambahan cairan dalam tubuh. Adanya tumor dapat menurunkan jaringan lemak dan otot, khususnya terjadi pada orang kekurangan gizi. Berat badan merupakan pilhan utama karena berbagai pertimbangan, anta ra lain: 1) Parameter yang paling baik, mudah terlihat perubahan dalam waktu singkat karena perubahan-perubahan konsumsi makanan dan kesehatan. 2) Memberikan gambaran status gizi sekarang dan kalau dilakukan secara periodik memberikan gambaran yang baik tentang pertumbuhan. 3) Merupakan ukuran antropometri yang sudah dipakai secara umum dan luas di Indonesia sehingga tidak merupakan hal baru yang memerlukan penjelasan secara meluas. 4) Ketelitian pengukuran tidak banyak dipengaruhi oleh ketrampilan pengukur. 5) KMS (Kartu Menuju Sehat) yang digunakan sebagai alat yang baik untuk didikan dan memonitor kesehatan anak menggunakan juga berat badan sebagai dasar pengisiannya. 6) Karena masalah usia merupakan faktor penting untuk penilaian status gizi, berat badan terhadap tinggi badan sudah dibuktikan dimana-mana sebagai

indeks yang tidak tergantung pada umur. 7) Alat pengukur dapat diperoleh di daerah pedesaan dengan ketelitian yang tinggi dengan menggunakan dacin yang juga sudah dikenal oleh masyarakat. Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang. Alat yang digunakan di lapangan sebaiknya memenuhi beberapa persyaratan: 1) Mudah digunakan dan dibawa dari satu tempat ke tempat yang lain. 2) Mudah diperoleh dan relatif mudah harganya. 3) Ketelitian penimbangan sebaiknya maksimum 0,1 kg. 4) Skalanya mudah dibaca. 5) Cukup aman untuk menimbang anak balita. Jenis timbangan yang digunakan adalah detecto yang terdapat di Puskesmas. Timbangan kamar mandi (bath room scale) tidak dapat dipakai menimbang anak balita, karena menggunakan per, sehingga hasilnya dapat berubah-ubah menurut kepekaan per-nya. Menimbang anak dengan cara yang sama tetapi dapat digunakan kantong celana timbang, kain sarung, atau keranjang. Harus selalu diingat bahwa sebelum anak ditimbang, jarum menunjukkan skala 0 (nol) setelah ditambahkan kain sarung atau keranjang. Kesulitan dalam menimbang anak adalah anak terlalu aktif, sehingga sulit melihat skala dan anak biasanya menangis. Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah lain dari keadaan sekarang, jika umur diketahui dengan tepat. Di samping itu tinggi badan merupakan ukuran kedua yang penting, karena dengan menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan (quac stick), faktor umur dapat dikesampingkan. Pengukuran tinggi badan untuk anak balita yang sudah dapat berdiri dilakukan dengan alat pengukur tinggi mikrotoa (microtoise) yang mempunyai ketelitian 0,1 cm. Cara mengukur: 1. Tempelkan dengan paku mikrotoa tersebut pada dinding yang lurus dasar setinggi tepat 2 meter. Angka 0 (nol) pada lantai yang datar rata.

2. Lepaskan sepatu atau sandal. 3. Anak harus berdiri tegak seperti sikap siap sempurna dalam baris berbaris, kaki lurus, tumit, pantat, punggung, dan kepala bagian belakang harus menempel pada dinding dan muka menghadap lurus dengan pandangan ke depan. 4. Turunkan mikrotoa sampai rapat pada kepala bagian atas, siku-siku harus lurus menempel pada dinding. 5. Baca angka pada skala yang nampak pada lubang dalam gulungan mikrotoa. Angka tersebut menunjukkan tinggi anak yang diukur. Untuk mendapatkan data antropometri yang baik harus dilakukan sesuai dengan standar prosedur pengumpulan data antropometri. Tujuan dari prosedur standarisasi adalah memberikan informasi yang cepat dan menunjukkan kesalahan secara tepat sehingga perubahan dapat dilakukan sebelum sumber kesalahan dapat dipastikan. Penyelia mempelajari hal-hal apa yang perlu diperhatikan untuk menjamin presisi dan akurasi pengukuran dan ketrampilan apa yang perlu diberikan. Deswarni Idrus dan Gatot Kunanto (1990), memberikan pengertian mengenai presisi dan akurasi. Presisi adalah kemampuan mengukur subyek yang sama secara berulang-ulang dengan kesalahan yang minimum. Sedangkan akurasi adalah kemampuan untuk mendapatkan hasil yang sedekat mungkin dengan hasil yang diperoleh penyelia. Berbagai penyebab terjadinya kesalahan-kesalahan dalam pengukuran. Di antara penyebab antara lain pada waktu melakukan pengukuran tinggi badan tanpa memperhatikan posisi orang yang diukur, misalnya belakang kepala, punggung, pinggul, dan tumit harus menempel di dinding. Sikapnya harus dalam posisi siap sempurna. Di samping itu pula kesalahan juga terjadi apabila petugas tidak memperhatikan situasi pada saat anak diukur. Contohnya adalah anak menggunakan sandal atau sepatu. Pada waktu penimbangan berat badan, timbangan belum di titik nol, belum dalam keadaan seimbang, dan timbangan tidak berdiri tegak lurus. Kesalahan yang disebabkan oleh tenaga pengukur dapat terjadi karena petugas pengumpul data kurang hati-hati atau belum mendapat pelatihan yang

memadai. Kesalahan-kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran sering disebut measurement error. Masalah lain juga timbul dalam penentuan status gizi adalah alat ukur dan pengukuran. Secara garis besar usaha untuk mengatasi kesalahan pengukuran, baik dalam mengukur sebab maupun dampak dari suatu tindakan, dapat dikelompokkan sebagai berikut: a) Memilih ukuran yang sesuai dengan apa yang ingin diukur. Misalnya mengukur tinggi badan menggunakan mikrotoa, dan tidak menggunakan alat ukur lain yang bukan diperuntukkan untuk mengukur tinggi badan. b) Peneraan alat ukur secara berkala. Alat timbang dan alat lainnya harus selalu ditera dalam kurun waktu tertentu. Apabila ada alat yang rusak, sebaiknya tidak digunakan lagi. c) Pengukuran silang antar pengamat. Kegiatan ini perlu dilakukan untuk mendapatkan presisi dan akurasi yang baik (Supariasa, 2002). 2.1.4. Standar Penilaian Status Gizi Standar (baku) rujukan CDC-NCHS 2000 ditetapkan sebagai pembanding dalam status gizi dan pertumbuhan perorangan maupun masyarakat di Indonesia. Standar ini dipaparkan dalam persentil dan ketentuan eid indeks dari BB/TB. Hasil pengukuran status gizi berdasarkan eid indeks dapat digolongkan dalam persentase malnutrisi berat (< 70%), malnutrisi sedang ( 70-80%), malnutrisi ringan ( 80-90%), gizi baik ( 90-110%), overweight ( 110-120%), dan obesitas ( 120%). Untuk menentukan status gizi digunakan berat badan (BB) terhadap tinggi badan (TB) (CDC, 2000). Tabel Referensi CDC-NCHS 2000 untuk menentukan status gizi (lampiran). 2.2 Panti Asuhan Panti Asuhan adalah sebuah wadah yang menampung anak-anak yatim dan/atau piatu. Dimana anak-anak yatim dan/atau piatu (ataupun anak yang dititipkan orang tuanya karena tidak mampu) biasanya tinggal, mendapatkan

pendidikan, dan juga dibekali berbagai keterampilan agar dapat berguna di kehidupannya nanti (Habeahan, 2009). Adapun Panti Asuhan terdiri dari 3 (tiga) macam yaitu: a. Panti asuhan yang didirikan oleh masyarakat dan anggarannya disediakan oleh masyarakat sendiri. b. Panti asuhan yang didirikan oleh masyarakat tetapi anggaran operasionalnya berasal dan dibantu oleh pemerintah dan organisasi lain. c. Panti asuhan yang didirikan dan dibiayai oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah derah yang digunakan pemerintah sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) dalam struktur Dinas Sosial kabupaten/kota (Suyono H., 2007 yang dikutip oleh Habeahan, 2009). Selain itu, Hurlock, (1995) laporan hasil penelitiannya juga menyimpulkan bahwa perawatan anak di Panti Asuhan ada persepsi yang tidak baik, karena anak dipandang sebagai makhluk sosial. Padahal selain pemenuhan kebutuhan fisiologis, anak membutuhkan kasih sayang bagi perkembangan psikis yang sehat seperti halnya vitamin dan protein bagi perkembangan biologisnya. Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa jumlah anak-anak yang terlantar semakin meningkat, sementara hanya sebagian kecil dari mereka (kirakira 15%) yang mampu ditampung di panti asuhan, baik swasta maupun pemerintah. Realitas juga menunjukkan bahwa mereka yang beruntung (diasuh di panti asuhan) saja menunjukkan perkembangan kepribadian dan penyesuaian sosial yang kurang memuaskan, dapat dibayangkan keadaan yang lebih memprihatinkan lagi pada anak-anak terlantar yang belum terjangkau penanganan dari pihak yang berwenang. Sementara masyarakat sering memberi kesan negatif pada anak-anak di panti asuhan tanpa melihat lebih jauh, mengapa atau bagaimana hal-hal negatif itu bisa terjadi. Oleh karena itu, berdasarkan persepsi masyarakat dan pendapat beberapa ahli bahwa dalam kehidupan di panti asuhan, anak-anak tidak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi perkembangannya, maka kita perlu mengetahui kebutuhan psikologis anak di panti asuhan agar mereka mendapatkan perlakuan yang sesuai dengan kebutuhan kesehatan yang mereka butuhkan, sehingga perkembangan fisiknya sejalan

dengan perkembangan psikologis dan sosialnya. Perkembangan yang sehat dalam hal perkembangan fisik, psikologis dan sosial anak-anak di panti asuhan sangat diperlukan agar mereka mampu hidup mandiri di tengah-tengah masyarakat luas terutama setelah mereka harus melampaui pasca terminasi dimana harus keluar dari lingkungan panti asuhan setelah mampu hidup mandiri/ setelah tamat SMA (Habeahan, 2009).