BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR. dapat mengarah pada kemajuan maupun kemunduran. Pada intinya bahwa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. budaya yang semakin arif dan bijaksana. Kegiatan pariwisata tersebut

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. wilayah ini sangatlah dinamis melalui tahapan-tahapan yang tidak mudah.

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. menjangkau kalangan bawah. Masyarakat di sekitar obyek-obyek wisata

BAB V KESIMPULAN. transportasi telah membuat fenomena yang sangat menarik dimana terjadi peningkatan

KRITERIA PENGEMBANGAN DESA SLOPENG SEBAGAI DESA WISATA DI KABUPATEN SUMENEP MIRA HAWANIAR

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V ARAHAN PENGEMBANGAN WISATA KAMPUNG NELAYAN KELURAHAN PASAR BENGKULU

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. yang bersifat terpusat (sentralistik) berubah menjadi desentralisasi melalui

BAB I PENDAHULUAN. buatan dan peninggalan sejarah. Wilayah Kabupaten Sleman terdapat banyak

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 36 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Andi Sulaiman, 2014

BAB I PENDAHULUAN. makanan di luar rumah. Kegiatan makan di luar rumah bersama teman dan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. wisata dan US$ 300 milyar penerimaan ke seluruh dunia (Pusat Perencanaan dan

BAB I PENDAHULUAN. bermacam macam ras, suku, dan etnis yang berbeda-beda. Masing-masing daerah

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i ABSTRACT... i KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMA KASIH... iii DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR...

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai sosial, norma sosial, pola-pola perilaku organisasi, susunan lembaga

BAB I PENDAHULUAN. memiliki ragam budaya yang berbeda satu sama lain. Keragaman budaya ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di Indonesia, pariwisata telah dianggaap sebagai salah satu sektor ekonomi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

Konsep Pengembangan Kawasan Desa Wisata di Desa Bandungan Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. berdiri dimasing-masing daerah yang tersebar di seluruh Indonesia. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. tarik sendiri bagi masing-masing kelompok wisatawan. Terlebih lagi, kegiatan wisata

BAB I PENDAHULUAN. antara lain berupa keanekaragaman hayati, keunikan budaya tradisional, keindahan

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. yang berkaitan dengan topik-topik kajian penelitian yang terdapat dalam buku-buku pustaka

BAB I PENDAHULUAN. dan ekosistemnya ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. didasari oleh kebutuhan masyarakat Manding untuk hidup layak. Adanya

Konsep Pengembangan Kawasan Desa Wisata di Desa Bandungan Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan

JOKO PRAYITNO. Kementerian Pariwisata

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN Alasan Pemilihan Judul. Kebudayaan daerah merupakan aset yang cukup penting bagi pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. andalan bagi perekonomian Indonesia dan merupakan sektor paling strategis

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Pembahasan Kesiapan Kondisi Jayengan Kampoeng Permata Sebagai Destinasi Wisata

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang dimiliki. Pembangunan pariwisata telah diyakini sebagai

BAB I LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman kondisi fisik yang tersebar di seluruh Kabupaten, Hal ini menjadikan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar belakang. Sebagian besar wilayah Indonesia merupakan wilayah perdesaan dengan

PERAN WANITA DALAM AKTIVITAS WISATA BUDAYA (Studi Kasus Obyek Wisata Keraton Yogyakarta) TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai wilayah

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

BAB I PENDAHULUAN. ragam bentuk seni kerajinan yang sudah sangat terkenal di seluruh dunia. Sejak

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata menjadi salah satu andalan dalam sektor perekonomian daerah

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya melalui industri pariwisata. Sebagai negara kepulauan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan atas penyatuan minat dari negara anggota ASEAN untuk

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan untuk fasilitas-fasilitas pendukungnya. menginap dalam jangka waktu pendek.

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN DESA WISATA DI NAGARI KOTO HILALANG, KECAMATAN KUBUNG, KABUPATEN SOLOK

MATERI 1 HAKEKAT PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menarik wisatawan untuk berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata. Salah satu

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia setelah Bali. Aliran uang yang masuk ke provinsi DIY dari sektor

BAB I PENDAHULUAN. karena masyarakat lah yang berinteraksi secara langsung dengan wisatawan.

PARTISIPASI KELOMPOK USAHA SOUVENIR REBO LEGI DALAM SISTEM PARIWISATA DI KLASTER PARIWISATA BOROBUDUR TUGAS AKHIR. Oleh : GRETIANO WASIAN L2D

BAB I PENDAHULUAN. berpotensi sebagai daya tarik wisata. Dalam perkembangan industri. pariwisata di Indonesia pun menyuguhkan berbagai macam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sehari-hari membutuhkan refreshing dengan salah satu jalannya adalah dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara universal, seni pertunjukan adalah karya seni yang melibatkan aksi

BAB I PENDAHULUAN. atau melihat pemandangan semata, akan tetapi wisatawan juga ingin mencari dan

BAB I PENDAHULUAN. wisata utama di Indonesia. Yogyakarta sebagai kota wisata yang berbasis budaya

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. rutinitasnya masing-masing. Baik yang sudah bekerja atau yang masih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan salah satu langkah strategis dalam menunjang

2015 PENGARUH KOMPONEN PAKET WISATA TERHADAP KEPUASAN BERKUNJUNG WISATAWAN DI PULAU TIDUNG KEPULAUAN SERIBU

KAJIAN PRIORITAS PENYEDIAAN KOMPONEN WISATA BAGI PENGEMBANGAN PARIWISATA DI PULAU NIAS TUGAS AKHIR. Oleh: TUHONI ZEGA L2D

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri pariwisata saat ini semakin menjadi salah satu industri yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kewenangan yang lebih luas. Masing-masing kepala daerah

Perubahan social. Menurut Kingsley Davis, bahwa perubahan social ini merupakan bagian dari perubahanperubahan

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 5 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TENTANG

mempertahankan fungsi dan mutu lingkungan.

BAB I PENDAHULUAAN. 1.1 Latar Belakang

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya mencari kesenangan berubah menjadi desakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris, memiliki banyak keunggulan-keunggulan UKDW

V. SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan minuman, pelayanan-pelayanan penunjang lainnya tempat rekreasi,

PENGEMBANGAN PARIWISATA DI KABUPATEN MANGGARAI BARAT MELALUI PEMBENTUKAN CLUSTER WISATA TUGAS AKHIR. Oleh: MEISKE SARENG KELANG L2D


BAB I PENDAHULUAN. untuk perusahaan yang menjual jasa kepada wisatawan. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara yang saat ini

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya dinikmati segelintir orang-orang yang relatif kaya pada awal

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

I. PENDAHULUAN. rangka teoritis untuk menjelaskan kepuasan pelanggan. pelanggan memang berkaitan dengan penilaian kualitas jasa yang dirasakan oleh

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari migas, pajak, non pajak. Dana yang berasal dari rakyat dengan jalan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era modern seperti sekarang ini, padatnya rutinitas kegiatan atau

BAB I PENDAHULUAN. dapat dijadikan sebagai prioritas utama dalam menunjang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. mengunjungi daerah-daerah wisata tersebut. dan berpengaruh terhadap perkembangan pariwisata.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peran adalah serangkaian rumusan yang membahas perilaku-perilaku yang

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Kualitas Pelayanan Dan Fasilitas Terhadap Kepuasan Wisatawan Di Cikole Jayagiri Resort Bandung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata di Indonesia merupakan sektor ekonomi yang penting dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. antara keadaan sistem tertentu dalam jangka waktu berlainan.

Transkripsi:

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Teori 1. Perubahan Sosio Kultural Setiap manusia atau masyarakat pasti selalu mengalami perubahan. Perubahan yang dialami masing-masing masyarakat tidaklah sama, ada yang cepat dan mencolok dan ada pula yang tersendat. Perubahan tersebut dapat mengarah pada kemajuan maupun kemunduran. Pada intinya bahwa perubahan pada hakikatnya merupakan fenomena manusiawi dan fenomena alami. Perubahan adalah suatu proses yang menyebabkan terjadi perbedaan dari keadaan semula dengan sesudahnya. Perubahan dapat diketahui apabila ada perbedaan dari bentuk awal dan bentuk akhir (Soemantri, 2011: 1). Kata perubahan sering dihubungkan dengan kata sosial dan budaya. Perubahan sosial dimaksudkan adanya proses yang dialami dalam kehidupan sosial yaitu perubahan yang mengenai sistem dan struktur sosial. Perubahan sosial dapat mengenai nilai-nilai sosial, pola-pola perilaku organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan sebagainya. Perubahan sosial dapat terjadi karena direncanakan dan tidak direncanakan. Perubahan yang direncanakan merupakan perubahan yang 9

10 diperkirakan oleh pihak-pihak yang menghendaki perubahan dalam masyarakat, sedangkan perubahan yang tidak direncanakan terjadi seperti akibat dari perang, penjajahan, atau bencana alam (Soerjono Soekanto, 2006: 269-274). Perubahan budaya adalah proses yang terjadi dalam budaya yang menyebabkan adanya perbedaan yang dapat diukur setelah terjadi dalam kurun waktu tertentu (Soemantri, 2011: 2). Budaya dapat diartikan sebagai segala daya upaya dan kegiatan manusia dalam mengubah dan mengolah alam. Perubahan kebudayaan mencakup semua bagian kebudayaan termasuk di dalamnya kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat, dan lain-lain. Perubahan sosial mencakup perubahan norma, sistem nilai sosial, pola-pola perilaku, stratifikasi sosial, lembaga sosial, dan lain-lain. Perubahan sosial merupakan hal yang penting dalam perubahan kebudayaan. Beberapa ahli sosiologi (dalam Soerjono Soekanto, 2006: 262-263) mengemukakan rumusan mengenai pengertian perubahan sosial budaya, antara lain sebagai berikut. a. Selo Soemardjan menyatakan bahwa perubahan sosial budaya adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosial, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap, dan pola perilaku diantara kelompokkelompok dalam masyarakat.

11 b. Gillin dan Giliin menyatakan bahwa perubahan sosial budaya merupakan suatu variasi dari cara-cara hidup yang diterima, yang disebabkan oleh perubahan kondisi geografis, kebudayaan materiil, komposisi penduduk, ideologi serta adanya difusi ataupun penemuanpenemuan baru dalam masyarakat. c. William F. Ogburn mengemukakan bahwa perubahan sosial budaya adalah perubahan yang mencakup unsur-unsur kebudayaan, baik kebudayaan materiil maupun non materiil. d. Kingsley Davis mengartikan bahwa perubahan sosial budaya adalah perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur masyarakat. Umumnya para teoritisi mendefinisikan atau menganggap perubahan sosial adalah variasi sementara dalam satu perkara atau lebih, sebagai berikut. a. Berkaitan dengan jumlah populasi dari satu unit sosial. b. Tingkat perilaku penduduk dalam jangka waktu tertentu. c. Struktur sosial atau pola interaksi antar individu. d. Pola-pola kebudayaan, seperti perubahan nilai. Salah satu teori yang merupakan bagian dari perubahan sosial adalah teori dari Neil Smelser. Menurut Smelser (dalam Robert H. Lauer, 1993: 118-120) faktor yang menentukan perubahan sosial beberapa diantara perkara sebagai berikut. a. Keadaan struktural untuk berubah, menyangkut penelitian struktur sosial mengetahui implikasinya bagi perubahan yang melekat di dalam struktur itu.

12 b. Dorongan untuk berubah, secara tersirat berarti bahwa kondisi menguntungkan secara struktural itu sendiri sebenarnya belum memadai. Masih perlu diperlukan sejenis kekuatan yang cenderung ke arah perubahan. Kekuatan ini mungkin berupa kekuatan dari dalam (internal), atau kekuatan dari luar (eksternal). c. Mobilisasi untuk berubah, berkaitan dengan arah perubahan. Arah perubahan tergantung pada cara-cara memobilisasi sumber-sumber dan cara penggunaannya untuk mempengaruhi perubahan. Selanjutnya mobilisasi itu sendiri berkaitan erat dengan kepemimpinan yang terlibat dalam perubahan. d. Pelaksanaan kontrol sosial, kontrol sosial ini mungkin berwujud kekuatan yang mapan seperti media massa, pejabat pemerintah, dan pemimpin agama. Mereka mungkin berperan dalam menentukan arah perubahan yang akan terjadi. Peneliti menggunakan teori Smelser diatas untuk menganalisis faktor yang menentukan suatu perubahan. Perubahan sosio kultural yang terjadi di dusun Krebet tidak lepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi seperti yang dikemukakan oleh Smelser tersebut. Smelser melalui karyanya The Industrial Revolution (dalam Robert H. Lauer, 1993: 120-122) menyusun faktor-faktor yang menentukan perubahan. Smelser menentukan tujuh langkah dalam urutan perubahan, untuk kasus dalam masyarakat industri urutannya sebagai berikut. a. Ketidakpuasan yang berasal dari kegagalan untuk mencapai tingkat produktivitas yang memuaskan dan dari kesadaran tentang potensi untuk mencapai tingkat produktivitas yang lebih tinggi. b. Gangguan psikis dalam bentuk reaksi emosional menyimpang yang tepat dan aspirasi yang tidak realistis. c. Penyelesaian ketegangan secara tersembunyi dan memobilisasi sumber-sumber pendorong dalam upaya untuk menyadari implikasi sistem nilai yang ada. d. Mendorong dan membangkitkan ide sebanyak-banyaknya tanpa menetapkan tanggung jawab bagi pelaksanaanya atau akibatakibatnya.

13 e. Berupaya menetapkan ide-ide khusus, sehingga wiraswastawan akan melibatkan diri mereka sendiri dengan ide-ide itu. f. Pelaksanaan perubahan oleh wiraswastawan yang diberi ganjaran dengan keuntungan atau dihukum dengan kerugian keuangan sebagai tanggapan konsumen atau pembaharuan yang mereka lakukan. g. Rutinisasi melalui penerimaan keuntungan sebagai bagian taraf hidup dan penerimaan perusahaan mereka menjadi fungsi produksi yang rutin. Perubahan yang dialami masyarakat dusun Krebet telah sesuai dengan pendapat Smelser mengenai tujuh langkah urutan perubahan tersebut. Berawal dari rasa yang tidak puas dengan keadaan perekonomian masyarakatnya, masyarakat dusun Krebet terdorong untuk mencari ide agar keluar dari jerat kemiskinan. Mereka menetapkan ide untuk inovasi kerajinan batik dengan media kayu, sehingga masyarakat dusun Krebet dapat berubah menjadi masyarakat industri dan pelaku pariwisata. Kegiatan tersebut kemudian telah menjadi rutinitas dan berlangsung hingga saat ini. b. Destinasi Wisata (Daerah Tujuan Wisata) Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan, menjelaskan beberapa pengertian istilah kepariwisataan, antara lain. a. Wisata adalah suatu kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh individu atau kelompok mengunjungi suatu tempat dan bertujuan untuk rekreasi, pengembangan pribadi, atau untuk mempelajari keunikan daya tarik suatu tempat wisata yang dikunjungi dalam waktu sementara.

14 b. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata yang didukung oleh berbagai layanan fasilitas yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah. c. Daerah tujuan wisata dapat disebut juga dengan destinasi pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administrasi yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesbilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan. Leiper (dalam Gde Pitana, 2005: 99) mengemukakan bahwa suatu daerah tujuan wisata (destinasi wisata) adalah sebuah susunan sistematis dari tiga elemen. Seorang dengan kebutuhan wisata adalah inti/pangkal (keistimewaan apa saja atau karekteristik suatu tempat yang akan mereka kunjungi) dan sedikitnya satu penanda (inti informasi). Seseorang melakukan perjalanan wisata dipengaruhi oleh faktor-faktor yang menjadi daya tarik yang membuat seseorang rela melakukan perjalanan yang jauh dan menghabiskan dana cukup besar. Suatu daerah harus memiliki potensi daya tarik yang besar agar para wisatawan mau menjadikan tempat tersebut sebagai destinasi wisata. Menurut Jackson (dalam Gde Pitana, 2005: 101 ) suatu daerah yang berkembang menjadi sebuah destinasi wisata dipengaruhi oleh beberapa hal yang penting, seperti. a. Menarik untuk klien. b. Fasilitas-fasilitas dan atraksi.

15 c. Lokasi geografis. d. Jalur transportasi. e. Stabilitas politik. f. Lingkungan yang sehat. g. Tidak ada larangan/batasan pemerintah. Suatu destinasi harus memiliki berbagai fasilitas kebutuhan yang diperlukan oleh wisatawan agar kunjungan seorang wisatawan dapat terpenuhi dan merasa nyaman. Berbagai kebutuhan wisatawan tersebut antara lain, fasilitas transportasi, akomodasi, biro perjalanan, atraksi (kebudayaan, rekreasi, dan hiburan), pelayanan makanan, dan barangbarang cinderamata (Gde Pitana, 2005: 101). Tersedianya berbagai fasilitas kebutuhan yang diperlukan akan membuat wisatawan merasa nyaman, sehingga semakin banyak wisatawan yang berkunjung. Salah satu yang menjadi suatu daya tarik terbesar pada suatu destinasi wisata adalah sebuah atraksi, baik itu berupa pertunjukan kesenian, rekreasi, atau penyajian suatu paket kebudayaan lokal yang khas dan dilestarikan. Atraksi dapat berupa keseluruhan aktifitas keseharian penduduk setempat beserta setting fisik lokasi desa yang memungkinkan berintegrasinya wisatawan sebagai partisipasi aktif seperti belajar tari, bahasa, membatik seperti yang ada di Desa Wisata Krebet, memainkan alat musik tradisional, membajak sawah, menanam padi, melihat kegiatan budaya masyarakat setempat, dan lain-lain (Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata, 2011: 13).

16 Atraksi merupakan komponen yang sangat vital, oleh karena itu suatu tempat wisata tersebut harus memiliki keunikan yang bisa menarik wisatawan. Fasilitas-fasilitas pendukungnya juga harus lengkap agar kebutuhan wisatawan terpenuhi, serta keramahan masyarakat tempat wisata juga sangat berperan dalam menarik minat wisatawan. Faktorfaktor tersebut harus dikelola dengan baik, sehingga menjadikan tempat tersebut sebagai destinasi wisata dan wisatawan rela melakukan perjalanan ke tempat tersebut. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa destinasi wisata merupakan interaksi antar berbagai elemen. Ada komponen yang harus dikelola dengan baik oleh suatu destinasi wisata adalah wisatawan, wilayah, dan informasi mengenai wilayah. Atraksi juga merupakan komponen vital yang dapat menarik minat wisatawan begitu juga dengan fasilitas-fasiltas yang mendukung. c. Desa Wisata Pengembangan pariwisata perdesaan merupakan dampak dari adanya perubahan minat wisatawan terhadap daerah destinasi wisata. Tumbuhnya tren dan motivasi perjalanan wisata minat khusus yang menginginkan wisata yang kembali ke alam, interaksi dengan masyarakat lokal, serta tertarik untuk mempelajari budaya dan keunikan lokal sehingga mendorong pengembangan wisata perdesaan. Pariwisata perdesaan merupakan model pariwisata baru, sering juga dikenal dengan periwisata minat khusus (special interest tourism).

17 Obyek wisata perdesaan merupakan suatu desa yang mempunyai sarana atau obyek yang mendukung kegiatan kepariwisataan dan mempunyai potensi besar dalam sektor pariwisata, sehingga layak untuk dijadikan dan dikembangkan menjadi objek wisata baru. a. Pengertian Desa Wisata Menurut Chafid Fandeli secara lebih komprehensif menjabarkan desa wisata sebagai suatu wilayah pedesaan yang menawarkan keseluruhan suasana yang mencerminkan keaslian desa, baik dari segi kehidupan sosial budaya, adat istiadat, aktifitas keseharian, arsitektur bangunan, dan struktur tata ruang desa, serta potensi yang mampu dikembangkan sebagai daya tarik wisata, misalnya: atraksi, makanan dan minuman, cinderamata, penginapan, dan kebutuhan wisata lainnya (Chafid Fandeli, 2002). Desa wisata merupakan suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi, dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku. Suatu desa wisata memiliki daya tarik yang khas (dapat berupa keunikan fisik lingkungan alam perdesaan, maupun kehidupan sosial budaya masyarakatnya) yang dikemas secara alami dan menarik sehingga daya tarik perdesaan dapat menggerakkan kunjungan wisatawan ke desa tersebut (Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata, 2011: 1). Ada dua pengertian tentang desa wisata: (1) Apabila tamu menginap disebut desa wisata; (2) Apabila tamu hanya berkunjung disebut wisata desa. Masyarakat adalah penggerak utama dalam desa wisata. Masyarakat itu sendiri yang mengelola pariwisata tersebut,

18 sehingga tidak ada investor yang bisa masuk untuk mempengaruhi perkembangan desa wisata itu sendiri. Apabila ada suatu desa wisata yang dikelola oleh investor berarti desa tersebut bukanlah desa wisata dalam arti sebenarnya (Hasbullah Asyari, 2010: 2). Masyarakat menjadikan rumah-rumah mereka atau sebagian kamar-kamar mereka menjadi tempat tinggal tamu sementara (homestay) dalam suatu desa wisata. Akan menjadi komplit apabila tamu-tamu bisa menikmati keseharian rakyat (live in) merasakan sajian makan dan jenis atraksi kebudayaan desa. Desa wisata akan sukses kalau seluruh anggota masyarakat baik kepala keluarga, ibuibu rumah tangga, pemuda, dan anak-anak ikut mendukung keberadaan desa wisata tersebut (Hasbullah Asyari, 2010: 3). Menurut Pariwisata Inti Rakyat (PIR) yang dimaksud dengan desa wisata adalah suatu daerah wisata yang menyajikan keseluruhan suasana yang mencerminkan keaslian perdesaan baik dari sisi kehidupan sosial, ekonomi, budaya, keseharian, adat istiadat, memiliki arsitektur dan tata ruang yang khas dan unik, atau kegiatan perekonomian yang unik dan menarik serta memiliki potensi untuk dikembangkannya komponen kepariwisataan (Soetarso Priasukmana, 2001: 37). Desa wisata dalam artian sederhana merupakan suatu obyek wisata yang memiliki potensi seni dan budaya unggulan di suatu wilayah perdesaan yang berada di pemerintah daerah. Desa wisata

19 merupakan sebuah desa yang hidup mandiri dengan potensi yang dimilikinya dan dapat menjual berbagai atraksi-atraksinya sebagai daya tarik wisata tanpa melibatkan investor. Berdasarkan hal tersebut pengembangan desa wisata merupakan realisasi dari undang-undang otonomi daerah (UU No.22/99), maka dari itu setiap kabupaten perlu memprogamkan pengembangan desa wisata sesuai dengan pola PIR tersebut. b. Tujuan dan sasaran pembangunan desa wisata (dalam Soetarso Priasukmana, 2001: 38), antara lain. 1) Mendukung program pemerintah dalam program kepariwisataan dengan penyediaan program alternatif. 2) Menggali potensi desa untuk pembangunan masyarakat desa setempat. 3) Memperluas lapangan kerja dan lapangan usaha bagi penduduk. c. Syarat dan faktor pendukung pembangunan desa wisata a) Memiliki potensi daya tarik yang unik dan khas yang mampu dikembangkan sebagai daya tarik kunjungan wisatawan (sumber daya wisata alam, sosial, dan budaya) b) Memiliki dukungan ketersediaan SDM (Sumber Daya Manusia) lokal. c) Memiliki alokasi ruang untuk pengembangan fasilitas pendukung seperti sarana dan prasarana berupa komunikasi dan akomosasi,

20 serta aksesbilitas yang baik (Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata, 2011: 3). B. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan dengan topik yang akan dilakukan peneliti adalah. 1. Penelitian yang dilakukan oleh Edy Subagya Riyadi mahasiswa Jurusan Administrasi Negara, FISIP, Universitas Widya Mataram Yogyakarta. Penelitian tersebut berjudul Kontribusi Kuliah Kerja Nyata Institut Seni Indonesia Yogyakarta tahun akademik 2000/2001 Dalam Upaya Perintisan Desa Wisata. Penelitian tersebut dilakukan pada tahun 2004. Hasil penelitian ini menggambarkan Kontribusi Kuliah Kerja Nyata Institut Seni Indonesia Yogyakarta tahun akademik 2000/2001 untuk peningkatan potensi seni dalam upaya perintisan desa wisata di Dusun Krebet, Desa Sendangsari Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul. Kontribusi adalah melaksanakan kegiatan bidang sosial budaya yaitu: a. Apresiasi seni kepada masyarakat; b. Pendidikan dan latihan kepada masyarakat umum meliputi seni pertunjukan: seni tari, karawitan, teater (kethoprak), musik etnis, seni media rekam (seni fotografi). Letak persamaan dengan penelitian ini adalah lokasi penelitiannya yaitu di Desa Wisata Krebet namun terdapat perbedaan. Letak perbedaannya adalah mengenai fokus

21 penelitiannya. Penelitian ini lebih terfokus pada permasalahan dampak sosio kultural di masyarakat Dusun Krebet. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Adhita Agung Prakoso mahasiswa Pasca Sarjana Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik UGM pada tahun 2007. Penelitian tersebut berjudul Pengembangan Desa Wisata Melalui Pendekatan Rute Wisata Khusus: Desa Wisata Srowolan, Sleman, DIY. Penelitian tersebut memiliki tujuan untuk menemukan dan merencanakan alternatif-alternatif rute wisata bagi wisatawan desa wisata Srowolan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Adapun persamaan dengan penelitian tersebut adalah kesamaan obyek penelitian yaitu pada sebuah desa wisata. Penggunaan metode yang digunakan juga terdapat persamaan yaitu menggunakan metode deskriptif kualitatif. Terdapat perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Andhita, yaitu mengenai fokus penelitian. Penelitian ini lebih memfokuskan pada dampak sosio kultural pada masyarakat destinasi wisata perdesaan, sedangkan fokus penelitian yang dilakukan oleh Andhita lebih memfokuskan pada Pengembangan desa wisata melalui pendekatan rute wisata. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Budianti Muhlis mahasiswa Pendidikan Administrasi Perkantoran FIS UNY pada tahun 2005. Penelitian tersebut berjudul Peran Humas Kelompok Sadar Wisata Krebet Dalam Rangka Mempromosikan Desa Wisata Krebet, Desa Sendangsari, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul. Penelitian ini

22 bertujuan untuk mengetahui peran humas kelompok sadar wisata Krebet dalam rangka mempromosikan Desa Wisata Krebet, pelaksanaan promosi Desa Wisata Krebet, dan hambatan-hambatan pelaksanaan humas kelompok sadar wisata Krebet. Letak persamaan dengan penelitian ini adalah persamaan lokasi penelitian, yaitu di Desa Wisata Batik Kayu Krebet, Sendangsari, Pajangan, Bantul. Namun terdapat perbedaan pada fokus penelitiannya, penelitian Budianti terfokus pada peran humas kelompok sadar wisata Krebet dalam rangka mempromosikan Desa Wisata Krebet, sedangkan pada penelitian ini fokusnya adalah pada dampak sosio kultural masyarakat Dusun Krebet. C. Kerangka Pikir Penjelasan alur kerangka pikir penelitian ini adalah bahwa kegiatan pariwisata diharapkan dapat meningkatkan dan mendorong perkembangan sosial, ekonomi masyarakat, pelestarian budaya, dan adat istiadat. Undang- Undang Otonomi Daerah (UU. No. 22/99) diberlakukan mulai tahun 2000. Undang-Undang tersebut menjelaskan bahwa pembangunan akan lebih difokuskan di daerah perdesaan melalui program PIR (Pariwisata Inti Rakyat) dibuat oleh Departemen Pariwisata. Pembangunan desa wisata dilakukan untuk optimalisasi pariwisata perdesaan. Demi mendukung program pemerintah dalam pembangunan, maka dijadikanlah Dusun Krebet sebagai desa wisata.

23 Terbentuknya Desa Wisata di Dusun Krebet, Desa Sendangsari, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul akan mendatangkan berbagai perubahan pada masyarakatnya. Perubahan-perubahan tersebut mambawa dampak tersendiri bagi kehidupan sosial, budaya dan ekonomi masyarakat. Hal ini terlihat dari beberapa perubahan yang terjadi di Dusun Krebet, berawal dari sebuah dusun yang serba terbatas namun kemudian berubah menjadi destinasi wisata yang dikelola secara apik dan disinyalir membawa dampak baik positif maupun negatif yang tentunya akan berpengaruh secara langsung dalam tata kehidupan masyarakat Dusun Krebet. Masyarakat Dusun Krebet Faktor Pendorong Desa Wisata Krebet Positif Negatif Dampak Bagan 1. Kerangka Pikir