RUU Paten Disampaikan pada acara Sosialisasi Rancangan Undang-Undang Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten.

dokumen-dokumen yang mirip
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 PENJELASAN ATAS TENTANG DESAIN INDUSTRI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPs) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Desain Industri;

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RGS Mitra 1 of 19 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

(a) pembajakan merajalela akibatnya kreativitas menurun;

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU. Perhatikan desain-desain handphone berikut:

LAPORAN SINGKAT PANITIA KHUSUS (PANSUS) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PATEN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENCATATAN PENGALIHAN PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

STANDAR PELAYANAN PENGADILAN (SPP) DALAM LINGKUNGAN PERADILAN MILITER

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang;

NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

STANDAR PELAYANAN PENGADILAN (SPP) DALAM LINGKUNGAN PERADILAN MILITER

BAB V PENUTUP. 1. Pelaksanaan perlindungan hukum atas produk tas merek Gendhis adalah sebagai

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LAPORAN SINGKAT PANITIA KHUSUS (PANSUS) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PATEN

L E M B A R A N - N E G A R A R E P U B L I K I N D O N E S I A

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LAPORAN SINGKAT PANITIA KHUSUS (PANSUS) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PATEN

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL TENTANG DESAIN INDUSTRI

MEREK. Umum. 1. Apakah merek itu?

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENCATATAN PENGALIHAN PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENCATATAN PENGALIHAN PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2016, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Le

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENYELESAIAN SENGKETA KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 31 TAHUN 2000 (31/2000) TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 31 TAHUN 2000 (31/2000) TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*12369 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 31 TAHUN 2000 (31/2000) TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEDOMAN PEMBERIAN BANTUAN HUKUM DI LINGKUNGAN PERADILAN UMUM BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA INSTRUKSI JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : INS-001/G/9/1994 TENTANG TATA LAKSANA PENEGAKAN HUKUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PELANGGARAN HAK ATAS MEREK DAN MEKANISME PENYELESAIANNYA DI INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

SALINAN. baik secara kuantitas maupun kualitas untuk. bagi inventor dan pemegang paten karena dapat. baik nasional maupun internasional sehingga perlu

Undang Undang Perlindungan Konsumen : Kebaharuan dalam Hukum Indonesia dan Pokok- Pokok Perubahannya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 545/KMK.04/2000 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 PENJELASAN ATAS TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 MEREK

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENCATATAN PENGALIHAN PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 243/PMK.04/2011 TENTANG PEMBERIAN PREMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RGS Mitra 1 of 10 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 243/PMK.04/2011 TENTANG PEMBERIAN PREMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA. Presiden Republik Indonesia,

KODE ETIK P O S B A K U M A D I N

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

DAFTAR ISI PERATURAN MEDIASI KLRCA SKEMA UU MEDIASI 2012 PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA. Peraturan Mediasi KLRCA. Bagian I. Bagian II.

2016, No perkembangan peraturan perundang-undangan sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK

PENGGUGAT/ KUASANYA. Ketua Pengadilan Negeri menunjuk Majelis Hakim, dan Panitera menunjuk Panitera Pengganti. Kepaniteraan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

Tanggapan dan Saran atas RUU Paten 2010 Oleh: Gunawan Suryomurcito, S.H. Disampaikan pada acara Sosialisasi Rancangan Undang-Undang Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten. Hotel Maharani - Jakarta, 28 Sep. 2010

Pokok-pokok Bahasan Hak Prioritas (Ps.1 butir 9, jis. Ps.6 ayat 1.e; Ps.8 ayat 1) Tatacara pengajuan Permohonan (Ps.4 ayat 1) Pemohon (Ps.4 ayat 3) Pemohon bukan Inventor (Ps.4 ayat 7) Ketentuan tentang Konsultan HKI (Ps.5) Larangan Mengajukan Permohonan (Ps.15)

Pokok-pokok Bahasan Keberatan dan Sanggahan (Ps.20) Penarikan kembali Permohonan (Ps.23) Teknologi yang diungkapkan sebelumnya (Ps.29 ayat 2 jo. Ps.30) Subyek Paten (Ps.40) Hak Pemegang Paten (Ps.44) Kewajiban melaksanakan Paten (Ps.45) Hak melakukan upaya hukum (Ps.47)

Pokok-pokok Bahasan Penggunaan istilah apabila dengan makna yang tidak tepat (Ps.56 ayat 1 dan 2; Ps.58 ayat 1 dan 3) Penundaan atau penolakan pemberian Lisensi Wajib (Ps. 90) rumusan pasal itu sulit dimengerti apa maksudnya. Para pihak dalam perkara pembatalan Paten sebaiknya diatur sekaligus dalam Pasal 104 ayat 2 (Ps. 108 dihapuskan)

Pokok-pokok Bahasan Tata Cara Gugatan kata pendaftaran tidak perlu ada (Ps.107 ayat 1) Penentuan jangka waktu sebaiknya konsisten menggunakan istilah setelah dan bukan sejak (Ps. 107 ayat 4 dan 5; Ps. 111 ayat 3) Jangka waktu terlalu pendek untuk mengajukan Kontra Memori Kasasi (Ps.111 ayat 5)

Pokok-pokok Bahasan Penyelesaian sengketa melalui pengadilan (Ps.129) kurang melindungi pihak yang berhak atas Paten. Ketentuan Pasal 107, 110 dan 111 sebaiknya diberlakukan secara mutatis mutandis atas penyelesaian sengketa yang diatur dalam Pasal 129. Penyelesaian sengketa di luar Pengadilan (Ps. 131), rumusannya kurang tepat.

Pokok-pokok Bahasan Penetapan Sementara Pengadilan, rumusan Pasal 132 RUU lebih baik akan tetapi tidak selengkap rumusan Pasal 125 UU Paten Prosedur pelaksanaan Surat Penetapan Sementara Pengadilan kurang lengkap (Ps. 135), perlu ayat tambahan. Ketentuan Pidana (Ps.138 ayat 1 dan 2) perlu diuraikan macam perbuatannya dan dibedakan ancaman hukumannya.

Hak Prioritas Rumusan alternatif: Hak Prioritas adalah hak Pemohon untuk memperoleh pengakuan Tanggal Prioritas di negara tujuan, yang sama dengan Tanggal Penerimaan Permohonan yang pertama kali diajukan di negara asal, yang adalah sesama negara anggota Konvensi Paris atau Organisasi Perdagangan Dunia.

Tata Cara Pengajuan Permohonan Usulan rumusan alternatif lain: Permohonan tertulis dalam Bahasa Indonesia diajukan kepada Menteri melalui loket penerimaan permohonan, melalui pos tercatat, atau secara elektronik dengan membayar biaya.

Pemohon Usulan rumusan alternatif lain: Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah orang atau badan hukum, yang dapat terdiri dari satu orang, beberapa orang, atau beberapa badan hukum secara bersama-sama.

Pemohon Bukan Inventor Usulan rumusan alternatif: Dalam hal Permohonan itu diajukan oleh Pemohon yang bukan Inventor, harus dilengkapi dengan bukti penyerahan hak atas Invensi atau surat keterangan lain yang membuktikan haknya sebagai Pemohon yang sah.

Konsultan HKI Perlu dirumuskan ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai Konsultan HKI, misalnya mengenai: -pencatatan perubahan Konsultan HKI yang ditunjuk untuk mengurusi permohonan Paten; -penunjukan Konsultan HKI lain yang bukan Kuasa yang pertama kali mengajukan Permohonan Patenuntuk melakukan pembayaran biaya tahunan;

Larangan Mengajukan Permohonan Rumusan Pasal 15 kurang jelas karena tidak secara khusus menunjuk PNS di lingkungan Direktorat Paten, Direktorat Jenderal HKI, melainkan sangat umum sehingga meliputi seluruh jajaran PNS di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia. Apakah memang begitu maksudnya?

Keberatan dan Sanggahan Perlu ditentukan jangka waktu untuk mengajukan keberatan, dan sanggahan. Misalnya, pandangan/keberatan harus diajukan dalam waktu 6 bulan sejak tanggal diumumkannya Permohonan Paten, sedangkan sanggahan dan penjelasan tertulis harus diajukan dalam waktu 3 bulan sejak diterimanya salinan surat pandangan/keberatan.

Penarikan Kembali Permohonan Kata Pengajuan sebaiknya tidak usah digunakan, langsung saja Penarikan kembali Permohonan... (Ps.23.1) Pengajuan kembali permohonan yang pernah ditarik kembali perlu diatur mengenai penentuan Tanggal Penerimaan Permohonannya

Teknologi yang Diungkapkan Sebelumnya Rumusan Pasal 29 ayat (2) kurang lengkap karena tidak memasukkan penggunaan padahal pada Pasal 30 ayat (1) b hal itu disebutkan sebagai bentuk pengumuman yang dikecualikan jika dilakukan dalam rangka percobaan untuk tujuan penelitian dan pengembangan.

Subyek Paten Pasal 40 hanya mengatur tentang subyek Paten yang dalam hubungan kerja, tidak mengatur hubungan kedinasan. Bagaimana dengan Inventor yang berstatus PNS? Bagaimana pengaturannya?

Hak Pemegang Paten Rumusan Pasal 44 sangatlah penting karena akan digunakan lagi dalam ketentuan Pidana sehingga perlu dirumuskan secara seksama perbuatanperbuatan yang merupakan hak Pemegang paten. Misalnya: menggunakan - menyerahkan menyediakan untuk diserahkan itu apa maksudnya?

Kewajiban Melaksanakan Paten Pasal 45 menentukan bahwa Pemegang Paten WAJIB membuat produk atau menggunakan proses yang diberi Paten di Indonesia. Apa sanksinya jika Pemegang Paten tidak membuat produk atau menggunakan proses yang diberi Paten itu di Indonesia? Bolehkan mengimpornya saja?

Hak Melakukan Upaya Hukum Pasal 47 menentukan bahwa Pemegang Paten-proses berhak melakukan upaya hukum terhadap produk yang diimpor apabila (sic) produk tersebut telah dibuat di Indonesia dengan menggunakan proses yang dilindungi Paten. Bagaimana jika belum dibuat di Indonesia oleh Pemegang Paten-proses?

Penggunaan Istilah apabila yang tidak tepat Istilah apabila lazimnya digunakan dalam konteks ketentuan yang berhubungan dengan waktu. Dalam Pasal 49 penggunaan istilah apabila itu benar karena semuanya berkaitan dengan jangka waktu. Dalam Pasal 56 dan 58 penggunaan istilah apabila tidak tepat karena tidak berkaitan dengan waktu, lebih tepat jika diganti dengan dalam hal.

Permohonan Banding Permohonan Banding untuk memintakan pembatalan Paten yang tidak seharusnya diberikan merupakan inovasi yang cerdas dari Tim Perumus RUU Paten. Pertanyaannya: Mengapa Pasal 38 (mengenai subyek Paten) tidak dijadikan salah satu alasan?

Penundaan/Penolakan Pemberian Lisensi Wajib Rumusan Pasal 90 RUU jika dibandingkan dengan Pasal 77 UU Paten cukup membingungkan. Alasan penundaan atau penolakan pemberian Lisensi Wajib di situ sebenarnya apa, masa tenggang belum habis atau pelaksanaannya belum secara komersial, atau apa?

Para Pihak dalam Perkara Pembatalan Paten Penggugat dan para Tergugat dalam perkara pembatalan Paten sebaiknya diatur dalam satu pasal saja. Tidak perlu ada Pasal 108. Usulan rumusan alternatif atas Pasal 104 ayat (2): Gugatan pembatalan karena alasan... diajukan oleh pihak ketiga terhadap Pemegang Paten dan Menteri/instansi yang memberi Paten melalui Pengadilan Niaga.

Tata Cara Gugatan Dalam Pasal 107 ayat (1) digunakan rumusan Gugatan pembatalan pendaftaran Paten... Kata pendaftaran disitu tidak perlu karena dalam Pasal 104 kata itu tidak digunakan, melainkan langsung saja Gugatan Pembatalan Paten.

Penentuan Jangka Waktu sebaiknya Konsisten Penentuan saat dimulainya penghitungan jangka waktu dalam ketentuan tata Cara Gugatan sebaiknya konsisten. Pasal 107 ayat (4) dan (5) menggunakan kata sejak sedangkan ayat-ayat yang lain menggunakan kata setelah. Sebaiknya digunakan kata setelah semuanya dalam Pasal 107.

Jangka Waktu terlalu Pendek u/ mengajukan Kontra Memori Kasasi Pasal 111 ayat (5) menentukan jangka waktu hanya 7 (tujuh) hari bagi Termohon Kasasi untuk mengajukan Kontra Memori Kasasi. Jangka waktu itu terlalu singkat, sebaiknya ditentukan 14 (empat belas) hari juga sama dengan jangka waktu bagi Penggugat untuk mengajukan Memori Kasasi.

Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan Penyelesaian sengketa melalui Pengadilan kurang melindungi hak Inventor/pemegang Paten jika harus menunggu sampai Paten diberikan, padahal sudah diketahui adanya permohonan Paten oleh pihak yang tidak berhak ketika pengumuman atau bahkan sebelumnya. Dalam kasus PT. Super Dry Indonesia vs Mikael Thorden, No. 050 K/N/2006 jo. No.32/Paten/2005/PN.Niaga.Jkt.Pst., gugatan diajukan sebelum Paten diberikan dan untuk menyatakan Inventor bukan inventor tunggal.

Ketentuan tentang Gugatan sebaiknya diberlakukan mutatis mutandis atas Penyelesaian Sengketa melalui Pengadilan Ketentuan Pasal 107, 110, dan 111 mengenai Tata Cara Gugatan dan Kasasi sebaiknya dinyatakan berlaku secara mutatis mutandis terhadap ketentuan Pasal 129 dan Pasal 130.

Penyelesaian Sengketa Di luar Pengadilan Rumusannya kurang tepat karena Arbitrase itu bagian dari Alternatif Penyelesaian Sengketa (Alternative Dispute Resolution). Sebaiknya dirinci menjadi: Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi dan Arbitrasi, atau sebut saja istilah umumnya, Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Penetapan Sementara Pengadilan Rumusan Pasal 132 RUU sudah lebih baik tetapi tidak lebih lengkap dari Pasal 125 UU Paten, khususnya berkenaan dengan tujuan yang hendak dicapai oleh pelaksanaan Penetapan Sementara Pengadilan itu, yaitu untuk mencegah berlanjutnya pelanggaran Paten, mencegah masuknya barang yang diduga melanggar Paten melalui impor.

Prosedur Pelaksanaan Surat Penetapan Sementara Pengadilan Kurang Lengkap Rumusan Pasal 135 perlu dilengkapi dengan perintah kepada Jurusita dan/ atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil untuk melaksanakan Surat Penetapan Sementara Pengadilan itu dengan mendatangi locus delicti lokasi pihak yang dikenai Penetapan Sementara Pengadilan itu untuk melakukan penyitaan barang bukti.

Ketentuan Pidana Perlu Dirinci Macam Pelanggarannya Rumusan Pasal 138 ayat (1) dan (2) perlu dielaborasi dengan membedakan macam pelanggarannya dan ancaman hukumannya. Misalnya: membuat produk yang melanggar Paten ancaman hukumannya sekian; menjual ancaman hukumannya berbeda; menyewakan berbeda lagi ancaman hukumannya, dan seterusnya.

Ketentuan Pidana Perlu Dirinci Macam Pelanggarannya Demikian juga dengan Pelanggaran Paten Sederhana. Sangatlah tidak adil dan tidak efektif dalam pelaksanaannya jika rumusan Ketentuan Pidana hanya secara umum menentukan melakukan salah satu tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44. Padahal perbuatan yang dirumuskan dalam Pasal 44 sangat berbeda berat ringan pelanggarannya.