BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PATEN DAN SYARAT PENDAFTARAN. Paten merupakan suatu hak khusus berdasarkan undang-undang diberikan

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAFTARAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MAKALAH HAK PATEN. Nama Kelompok: 1. Chaniffatul Maghfirroh 2. Melan Apriliani 3. Siswo Hadi Purnomo 4. Tri Cahyono. Kelas: 2 TI-B

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PATEN. Disusun oleh : Dr. Henny Medyawati, SKom,MM. Sumber: UU NO. 14 tahun 2001, tentang Paten,2010, New Merah Putih, Yogyakarta

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri

NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPs) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Desain Industri;

L E M B A R A N - N E G A R A R E P U B L I K I N D O N E S I A

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 PENJELASAN ATAS TENTANG DESAIN INDUSTRI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000

BAB II KRITERIA INVENSI PATEN SEDERHANA DI BIDANG TEKNOLOGI ALAT-ALAT PERTANIAN. A. Paten Sebagai Benda Immateril dan Bagian Hak Kekayaan Industri

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENCATATAN PENGALIHAN PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Operasional Pendafataran Paten, Merek dan Hak Cipta. Sofyan Arief Konsultan HKI RI

RGS Mitra 1 of 10 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang;

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DESAIN INDUSTRI DAN MEREK. Desain Industri merupakan salah satu bidang HKI yang dikelompokan

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENCATATAN PENGALIHAN PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan UUDTLST yang menjadi payung hukum DTLST di Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1991 TENTANG TATA CARA PERMINTAAN PATEN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1991 TENTANG TATA CARA PERMINTAAN PATEN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Hak Kekayaan Intelektual (yang selanjutnya disingkat HKI) merupakan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENCATATAN PENGALIHAN PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Tanya Jawab Tentang Paten

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENCATATAN PENGALIHAN PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

(a) pembajakan merajalela akibatnya kreativitas menurun;

Operasional Pendafataran Paten, Merek dan Hak Cipta

*12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2004 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lex et Societatis, Vol. V/No. 7/Sep/2017

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Keanekaragaman budaya yang dipadukan

Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

BAB I PENDAHULUAN. dituntut pula untuk menyesuaikan peraturan hukum bidang Hak Kekayaan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

BAB I PENDAHULUAN. Bajaj Auto Limited adalah sebuah pabrikan kendaraan roda dua dan roda-tiga dari

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

ETIKA BISNIS DAN TANGGUNGJAWAB SOSIAL

BAB II SYARAT-SYARAT DAN PROSEDUR PENDAFTARAN PATEN ASING DI INDONESIA

BAB II PEMBAHASAN UMUM TENTANG HAK PATEN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2001

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 PENJELASAN ATAS TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 MEREK

Hak Atas Kekayaan Intelektual. Business Law Universitas Pembangunan Jaya Semester Gasal 2014

I. PENDAHULUAN. penelitian dan pengembangan (Research and Development). Tidak setiap orang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENCATATAN PENGALIHAN PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN

SISTIM HUKUM INDONESIA POKOK BAHASAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL. resmi dari Intellectual Property Rights (IPR). Berdasarkan substansinya, HKI

II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN YURIDIS MENGENAI DESAIN INDUSTRI PADA UMUMNYA. A. Prinsip Umum Hak Kekayaan Intelektual Pada Umumnya

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KELEMAHAN HUKUM DALAM UNDANG-UNDANG NO.32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA. LETAK SIRKUIT TERPADU Rr. Aline Gratika Nugrahani*).

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. karya-karya yang timbul atau lahir karena adanya kemampuan intelektualitas

RGS Mitra 1 of 19 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

HAK PATEN OLEH. Prof Dr Jamal Wiwoho, SH,MHum

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2004 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENGALIHAN PERLINDUNGAN

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

BAB IV PANDUAN PATEN BAGI PENELITI LIPI

TINDAK PIDANA DI BIDANG PATEN 1 Oleh : Aditia E Bawole 2

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2001 TENTANG

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PATEN DAN SYARAT PENDAFTARAN 2.1 Pengertian Paten Paten merupakan suatu hak khusus berdasarkan undang-undang diberikan kepada si pendapat/si penemu (uitvibnder) atau menurut hukum pihak yang berhak memperolehnya, atas permintaannya yang diajukannya kepada pihak penguasa, bagi temuan baru di bidang teknologi, perbaikan atas temuan yang sudah ada, cara kerja baru, atau menemukan suatu perbaikan baru dalam cara kerja, untuk selama jangka waktu tertentu yang dapat diterapkan dalam cara kerja, untuk selama jangka waktu tertentu yang dapat diterapkan dalam bidang industri. Paten dalam Pasal 1 Undang-Undang Paten Nomor 14 Tahun 2001 dirumuskan sebagai berikut : Paten adalah hak ekslusif yang diberikan negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Pembuat Undang-Undang menegaskan bahwa yang dimaksud haknya, yaitu berupa ide yang lahir dari penemuan tersebut. Jadi bukan hasil dalam bentuk produk materil, bukan bendanya. Oleh karena itu, jika yang dimaksudkan itu adalah idenya, maka pelaksanaan dari ide itu yang kemudian membuahkan hasil dalam bentuk benda materil. Ide itu sendiri adalah benda immateril yang lahir dari proses intelektualitas manusia. 22

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa paten diberikan bagi invensi dalam bidang teknologi dan teknologi yang pada dasarnya adalah berupa ide (immateril) yang dapat diterapkan dalam proses industri. Sementara pengertian paten menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia yang ditulis oleh Dani K. menyebutkan : Paten surat pernyataan atau ijin dari pemerintah yang menyatakan bahwa orang/atau perusahaan boleh membuat barang pendapatannya sendiri. Orang/atau perusahaan lain tidak boleh membuatnya, barang yang mendapat paten tidak boleh ditiru. 1 Dari pengertian menurut undang-undang dan pengertian menurut bahasa di atas dapat disimpulkan bahwa paten adalah merupakan hak bagi seseorang yang telah mendapat penemuan baru atau cara kerja baru dan perbaikannya, yang kesemua istilah itu tercakup dalam satu kata, yakni invensi dalam bidang teknologi yang diberikan oleh pemerintah, dan kepada pemegang haknya diperkenankan untuk menggunakannya sendiri atau atas izinnya mengalihkan penggunaan hak itu kepada orang lain. 2.1.1 Dasar Hukum Paten Dasar hukum Paten di Indoensia diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 dan secara internasional dasar hukum pengaturan paten adalah Paris 1 Dani K, 2002, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia dilengkapai dengan EYD, Putra Harsa Surabaya, h.388

Convention, Paten Cooperation Treaty (PCT), European Paten Convention (EPC) dan TRIPs Agreement. 2.1.2 Subyek dan Obyek Paten a. Subyek Paten Mengenai subjek paten dalam Pasal 10 Undang-Undang Paten Nomor 14 Tahun 2001 menyebutkan : (1) Yang berhak memperoleh paten adalah inventor atau yang menerima lebih lanjut hak inventor yang bersangkutan. (2) Jika suatu invensi dihasilkan oleh beberapa orang secara bersama - sama hak atas invensi tersebut dimiliki secara bersama-sama oleh para inventor yang bersangkutan. Dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 disebutkan : Kecuali terbukti lain, yang dianggap sebagai inventor adalah seseorang atau beberapa orang yang untuk pertama kali dinyatakan sebagai inventor dalam permohonan. Selanjutnya dalam Pasal 12 Undang-Undang Paten Nomor 14 Tahun 2001 disebutkan : (1) Pihak yang berhak memperoleh paten atas suatu invensi yang dihasilkan dalam suatu hubungan kerja adalah pihak yang memberikan pekerjaan tersebut, kecuali diperjanjikan lain. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) juga berlaku terhadap invensi yang dihasilkan baik oleh karyawan maupun pekerja

yang menggunakan data dan/atau sarana yang tersedia dalam pekerjaannya sekalipun perjanjian tersebut tidak mengharuskannya untuk menghasilkan invensi. (3) Inventor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berhak mendapatkan imbalan yang layak dengan memperhatikan manfaat ekonomi yang diperoleh dari Invensi tersebut. (4) Imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dibayarkan : a. dalam jumlah tertentu dan sekaligus; b. persentase; c. gabungan antara jumlah tertentu dan sekaligus dengan hadiah atau bonus; d. gabungan antara persentase dan hadiah atau bonus; atau e. bentuk lain yang disepakati para pihak; yang besarnya ditetapkan oleh pihak-pihak yang bersangkutan. (5) Dalam hal ini tidak terdapat kesesuaian mengenai cara perhitungan dan penetapan besarnya imbalan, keputusan untuk itu diberikan oleh Pengadilan Niaga. (6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) sama sekali tidak menghapuskan hak inventor untuk tetap dicantumkan namanya dalam Sertifikat Paten. Dari ketentuan di atas dapat dijelaskan bahwa ketentuan ini memberi penegasan bahwa hanya inventor, atau yang menerima lebih lanjut hak inventor yang bersangkutan, yang berhak memperoleh paten atas invensi yang bersangkutan.

Penerimaan lebih lanjut hak inventor tersebut dapat terjadi karena pewarisan, hibah, wasiat atau perjanjian, sebagaimana diatur oleh undang-undang ini. b. Objek Paten Apabila berbicara tentang objek sesuatu, maka itu tidak dapat terlepas dari pembicaraan tentang benda. Jika hal ini kita kaitkan dengan paten, maka objek tersebut adalah suatu benda tak berwujud, oleh karena paten itu adalah benda tak berwujud yang merupakan bagian dari hak atas kekayaan perindustrian. Paten mempunyai objek terhadap temuan atau invensi (uitvinding) atau juga disebut dengan invention dalam bidang teknologi yang secara praktis dapat dipergunakan dalam bidang perindustrian. Pengertian industri disini bukan saja terhadap industri tertentu akan tetapi dalam arti seluas-luasnya termasuk di dalamnya hasil perkembangan teknologi dalam industri bidang pertanian, industri bidang teknologi peternakan, dan bahkan industri dalam bidang teknologi pendidikan. 2.1.3 Sistem Perlindungan Paten Perlindungan hukum atas Paten diperoleh melalui sistem pendaftaran, yaitu dalam hal ini dianut Sistem Konstitutif. Menurut Sistem Konstitutif, Hak atas Paten diberikan atas dasar pendaftaran yaitu proses pendaftaran dengan melalui tahapan permohonan oleh inventor dan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Dalam sistem ini titik beratnya adalah pada proses pendaftaran melalui tahap permohonan dan pemeriksaan. Sistem ini dikenal pula dengan sebutan Sistem Ujian (Examination System). 2 2 Muhammad Djumhana, 2003, Op. Cit, h.141

Pengajuan permohonan pendaftaran Paten harus memenuhi persyaratan - persyaratan yang telah ditentukan yaitu : persyaratan formal/administrasi dan substantif, yang nantinya juga melahirkan dua tahap pemeriksaan yaitu pemeriksaan formal/administrasi dan pemeriksaan substantif. Persyaratan formal mencakup kelengkapan dalam bidang administratif dan fisik, seperti : tanggal, bulan dan tahun surat permintaan Paten, nama lengkap dan kewarganegaraan dari si penemu/inventor, alamat lengkap, judul penemuan, klaim yang terkandung dalam penemuan, deskripsi tertulis tentang penemuan, gambar serta abstraksi mengenai penemuan. Pemeriksaan pertama terhadap kelengkapan persyaratan formal harus sudah selesai sebelum memasuki tahap pemeriksaan substantif. 2.1.4 Jenis-Jenis dan Jangka Waktu Perlindungan Paten Paten yang menggunakan hasil-hasil riset yang diterapkan dalam praktik memiliki peranan penting dan strategis dalam pembangunan suatu bangsa dan negara. Dalam bidang industri yang merupakan media untuk pembangunan ekonomi secara terus-menerus dicari sumber pengembangannya, oleh karena itu, perlindungan hukum bagi temuan (invention) paten adalah mutlak demi merangsang kreativitas penemu sekaligus menciptakan kepastian hukum. Di Indonesia Paten dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu Paten Biasa dan Paten Sederhana. Yang mendapat perlindungan dalam Paten (Paten Biasa) adalah penemuan di bidang produk dan proses. Paten sederhana hanya menyangkut penemuan di bidang produk, tidak ada Paten Sederhana untuk proses. Persyaratan perlindungan Paten Sederhana lebih mudah, hanya melihat unsur kebaruan (new) dan kemanfaatan dari inovasi produk, sedangkan langkah inventif step tidak dipersyaratkan. 3 3 Muhammad Djumahana, Op. Cit, h.143

Penemu (inventor) dalam proses baru atau produk baru tidak boleh dibebani dengan resiko penanaman modal yang seringkali tidak sedikit jumlahnya dalam pembiayaan peralatan, produksi atau riset, serta perkembangan pemasarannya, apabila seorang saingan adalah bebas untuk meniru atau mempergunakan temuannya tanpa mengorbankan berbagai bentuk yang diperlukan untuk sebuah penemuan. Setiap bagian besar dari riset dalam bidang teknologi dan industri yang diterapkan, tidak dapat dibiarkan begitu saja proteksinya tanpa adanya perlindungan hukum bagi invensi tersebut sehingga harus dirahasiakan secara ketat. Perkembangan mengenai paten dewasa ini, menunjukkan bahwa masalah paten tidak lagi merupakan sistem perlindungan hak individu terhadap penemuan baru dalam bidang teknologi, tetapi semakin maju dan meluas ke percaturan politik dan ekonomi antara negara-negara berkembang dengan negara-negara maju dengan segala kaitan dan akibatnya. Berkenaan dengan rasa keadilan dan jerih payah tersebutlah maka negara-negara di dunia memberikan penghargaan yang wajar bagi sesuatu temuan baru tersebut, Namun demikian sama dengan hak atas benda lainnya, tidak ada hak yang dapat digunakan tanpa batas. Suatu hak haruslah menjalankan fungsi sosial. Ini adalah asas yang dianut oleh hukum benda dalam Pasal 570 KUHPerdata yang membatasi penggunaan hak milik, pasal 6 UUPA yang membatasi penggunaan hak-hak atas tanah, demikian juga pasal 27 Undang - undang Nomor 7 Tahun 1987, pasal 10 (3) Undang -undang Nomor 6 Tahun 1982. Oleh karena itu, terhadap hak paten juga berlaku asas ini. Hak paten haruslah menjalankan fungsi sosialnya, karena itu sewaktu-waktu ia dapat menjadi milik publik, melalui ketentuan masa berlakunya. Hal ini berarti setiap orang (masyarakat) bebas untuk menggunakan paten tersebut tanpa meminta izin dari pemilik paten dan hal ini tidak dianggap pelanggaran hak

atas paten. Dengan kata lain bila jangka waktu paten berakhir, maka akan hapuslah hak atas paten tersebut. 4 Selain hak yang diberikan kepada pemegang paten, juga kepadanya diberikan kewajiban untuk melaksanakan patennya dalam industri. Hal ini merupakan upaya untuk menjaga keseimbangan hak dan kewajiban. Adanya kewajiban ini juga dimaksudkan untuk memberikan makna fungsi sosial, mencegah penyalahgunaan hak yang diberikan. Atas dasar itu pula, maka Undang-undang Paten Nomor 14 Tahun 2001 yang mengatur pembatalan paten. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten mengatur cara pembatalan hak atas paten ini dengan tiga cara yaitu : 1. paten yang batal demi hukum, 2. pembatalan paten atas permintaan pemegang paten dan; 3. pembatalan karena gugatan. Pasal 88 Undang-Undang Paten Nomor 14 Tahun 2001, menyatakan bahwa paten dinyatakan batal demi hukum apabila Pemegang Paten tidak memenuhi kewajibannya membayar biaya tahunan dalam waktu yang ditentukan dalam undang-undang ini. Batalnya paten demi hukum tersebut diberitahukan secara tertulis oleh Kantor Paten kepada pemegang paten dan pemegang lisensi paten, dan mulai berlaku sejak tanggal pemberitahuan tersebut (Pasal 88 Undang -undang Paten Nomor 14 tahun 2001). Paten yang batal demi hukum tersebut dicatat dalam daftar Umum Paten dan diumumkan dalam Berita Resmi Paten. 4 Andrian Sutedi, Op.Cit h. 63

Sedangkan pembatalan paten atas permintaan pemegang paten diatur dalam Pasal 89 Undang-undang Paten Nomor 14 Tahun 2001. Menurut ketentuan ini, paten dapat dibatalkan oleh Kantor Paten (Departemen Kehakiman Republik Indonesia) untuk seluruhnya atau sebagian atas permintaan pemegang paten yang diajukan secara tertulis kepada Kantor Paten. Pembatalan tersebut tidak dapat dilakukan, jika orang yang m enurut catatan dalam daftar umum paten memegang lisnesi untuk melaksanakan paten yang bersangkutan tidak memberikan persetujuan secara tertulis yang dilampirkan pada permintaan pembatalan tersebut. Keputusan tentang pembatalan paten tersebut diberitahukan secara tertulis oleh Kantor Paten kepada pemegang paten dan pemegang lisensi paten. Keputusan pembatalan ini dicatat dalam daftar umum paten dan diumumkan dalam berita resmi paten, Pasal 89 ayat (1), (2), Undang -undang Paten Nomor 14 Tahun 2001. Selanjutnya menurut Pasal 90, suatu paten dapat dibatalkan karena gugatan. Gugatan ini dapat dilakukan dalam hal, paten tersebut seharusnya tidak dapat diberikan menurut ketentuan Pasal 2 dan 7 Undang -undang Paten Nomor 14 Tahun 2001. Pasal 2 mengatur tentang syarat -syarat invensi yang dapat diberikan paten yaitu mengandung kebaruan, mengandung langkah inventif dan dapat diterapkan dalam industri. Sedangkan Pasal 7 mengatur tentang penemuan - penemuan yang tidak dapat diberikan paten dan yang ditunda. Alasan lain adala h bahwa paten tersebut sama dengan paten lain untuk penemuan yang sama berdasarkan undang-undang ini.

Gugatan tersebut dapat diajukan oleh pihak ketiga kepada pemegang paten melalui Pengadilan Negeri di Indonesia.Menurut ketentuan Pasal 95 Undang-undang Paten Nomor 14 Tahun 2001, pembatalan paten menghapus segala akibat hukum dan hak-hak lainnya yang berasal dari paten tersebut. Menurut Pasal 8 Undang-undang Paten Nomor 14 Tahun 2001 jangka waktu paten selama 20 tahun terhitung sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu itu tidak dapat diperpanjang. Sementara untuk paten sederhana diatur dalam pasal 9 Undang-Undang Paten Nomor 14 Tahun 2001 diberikan untuk jangka waktu 10 tahun terhitung sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu itu tidak dapat diperpanjang. Jangka waktu itu dihitung sejak tanggal penerimaan permintaan paten (filing date). Tanggal tersebut dinyatakan dalam Surat Paten (Letter of patent) yang diberikan oleh Kantor Paten. Tanggal mulai dan berakhirnya jangka waktu paten dicatat dalam Daftar Umum Paten dan diumumkan dalam Berita Resmi Paten. Selanjutnya perlu pula dicatat bunyi Penjelasan Pasal 8 ayat (2) Undang-undang Paten Nomor 14 Tahun 2001, yang menyatakan bahwa : perubahan penentuan jangka waktu perlindungan paten selama 20 tahun dari semula 14 tahun dan kemungkinan perpanjangan untuk selama 2 tahun ini dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan tingkat perlindungan yang dianggap memadai dan sesuai dengan standar yang ditentukan dalam Persetujuan TRIPs. Perpanjangan paten ini sebenarnya dapat lebi h merangsang dan mendorong para peneliti dan masyarakat pada umumnya untuk lebih giat melakukan penelitian yang menghasilkan penemuan. Kegiatan penelitian tersebut biasanya

membutuhkan pengorbanan tenaga, waktu, dan biaya yang dari segi ekonomi seringkali bernilai cukup besar. Dalam hal demikian maka sudah sepantasnya masa perlindungan paten juga diacukan pada pertimbangan perlunya memberikan kesempatan yang cukup untuk mengembalikan biaya yang sudah dikeluarkan. Dengan pertimbangan ini maka jangka waktu pe rlindungan yang lebih panjang akan memberi peluang kepada mereka untuk menikmati manfaat ekonomi secara lebih memadai dari hasil penemuannya. Di Negara Indonesia jangka waktu paten itu dihitung mulai tanggal pemberian paten atau mulai tanggal pengumuman paten itu. Salah satu pertimbangan untuk pemberian hak atas paten adalah untuk memberi imbalan kepada si penemu atas usaha dan investasi yang telah ditanamkan dalam penemuannya itu, maka jangka waktu berlakunya paten itu penting karena masa itu si pemegang p aten dapat memanfaatkan hak khususnya dengan cara memberikan lisensi (licence) atau izin khusus kepada seseorang atau badan hukum, bahwa pihak yang diberi izin itu boleh membuat barang, cara kerja atau melakukan perbuatan-perbuatan mengenai pendapat si pemegang yang sudah dipatenkan, sedangkan bagi pihak lain yang tidak diberi izin tidak diperkenankan untuk melakukan hal yang sama. Ia hanya dapat melakukan hal yang sama bila paten itu menjadi public domain (milik masyarakat), setelah jangka waktu paten itu berakhir. Sayangnya setelah masa 20 tahun invensi itu sering menjadi tertinggal. Bahkan tidak hanya 20 tahun, 5 tahun saja invensi baru sudah ditemukan untuk jenis produk (atau proses) yang sama.

2.2 Syarat Pendaftaran Paten 2.2.1 Pendaftran Administratif Adapun syarat-syarat administratif yang harus dipenuhi untuk mengajukan permintaan paten dapat dilihat dalam Pasal 24 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 yang berbunyi sebagai berikut : 1.2.1 Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderal. 1.2.2 Permohonan harus memuat : a. tanggal, bulan, dan tahun permohonan; b. alamat lengkap dan alamat jelas pemohon; c. nama lengkap dan kewarganegaraan inventor; d. nama dan alamat lengkap kuasa apabila permohonan diajukan melalui kuasa; e. surat kuasa khusus, dalam hal permohonan diajukan oleh kuasa; f. pernyataan permohonan untuk dapat diberi paten; g. judul invensi; h. klaim yang terkandung dalam invensi; i. deskripsi tentang invensi yang secara lengkap memuat keterangan tentang cara melaksanakan invensi; j. gambar yang disebutkan dalam deskripsi yang diperlukan untuk memperjelas invensi; dan k. abstraksi invensi. 1.2.3 Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pengajuan permohonan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Prinsip ideal perlindungan paten adalah sama dengan perlindungan HKI lainnya sepanjang kesemuanya bermaksud untuk melindungi seseorang yang menemukan hal sesuatu agar supaya buah pikiran dan pekerjaannya tidak dipergunakan begitu saja oleh orang lain dan menikmati hasilnya dengan merupakan hasil jerih payah mereka yang telah bekerja keras, berpikir dan mengeluarkan biaya untuk mendapatkannya. Jika dibandingkan antara hak cipta

dngan paten, perbedaan antara keduanya adalah wujud hak cipta oleh hukum dalam prinsipnya diakui sejak saat semula, dan hukum hanya mengatur dalam hal perlindungannya. Sedangkan paten adalah hak yang diberikan oleh negara kepada seseorang yang menemukan sesuatu hal (invensi) dalam bidang teknologi yang dapat diterapkan dalam bidang industri, terhadap satu-satunya orang (ekslusif) yang menemukannya melalui buah pikiran atau buah pekerjaan, dan orang lain dilarang mempergunakannya, kecuali atas izinnya. 5 Oleh karena itu, lahirnya paten tergantung dari pemberian negara. Dalam hal ini H.OK Saidin menulis : Perkataan Oktroi atau paten berarti juga suatu privilege, suatu pemberian istimewa, seolah-olah hak yang diberikan itu bukan hak azasi, sedangkan sebetulnya hak ini adalah hak azasi, tidak berbeda dari hak cipta. 6 H. OK Saidin benar dalam pandangannya jika dilihat dari bentuknya tidak ada perbedaan yang mendasar antara paten dengan hak cipta. Sebab dalam paten terkandung pula unsur hak cipta. Kedua-duanya mengandung unsur temuan (invensi) yang semula merujuk pada ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan itu sendiri dilindungi melalui hak cipta. Jika diklasifikasikan lebih lanjut sebenarnya paten itu dapat dikatakan sebagai bagian dari hak cipta atau hak cipta dalam arti sempit. Tetapi karena hak cipta sudah dibatasi hanya berupa temuan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra dan dibatasi pula hanya sepanjang untuk mengumumkan atau memperbanyak hak tersebut, maka ada juga perbedaannya dengan paten. Paten membatasi dirinya hanya sepanjang komposisi temuannya, cara serta proses. Misalnya berapa persentase kadar zat-zat kimia tertentu untuk sebuah produk obat 5 Budi Agus Riswandi, 2005, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 99. 6 H. OK Saidin, 2010, Op.Cit, h. 228

batuk dan itu akan membedakannya dengan obat batuk yang lain. Demikian juga misalnya untuk satu produk minyak pelumas. Komposisi zat-zat kimia dalam produk Pertamina dengan Merek Mesran (hak merek) itu berbeda dengan minyak pelumas produk British Petrolium dengan merek BP. Perbedaan pada komposisi itu adalah paten. Tetapi perlu diingat perbedaan pada komposisi tidak dilakukan begitu saja. Itu dilakukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu, melalui penelitianpenelitian. Temuan penelitian itu adalah hak cipta yaitu berupa temuan dalam bidang ilmu pengetahuan. Itu sebabnya untuk mengobati berbagai jenis batuk tidak dapat digunakan untuk semua jenis obat batuk. Batuk kering, batuk berdahak, batuk disebabkan masuk angin itu berbeda jenis obat batuk yang digunakan, tergantung pada komposisi zat kimia yang terkandung di dalamnya. Oleh karena itu, landasan ilmu pengetahuan untuk satu produk itu adalah hak cipta, sedangkan komposisi dalam satu produk itu adalah hak paten, jika kemudian temuan itu diberi merek, misalnya Laserin, OBH, Benadril maka yang terakhir ini disebut hak merek. Ini kalau kita ambil contohnya produk obat-obatan. Akan tetapi paten juga meliputi invensi bidang teknologi otomotif, pesawat terbang, peralatan rumah tangga, tekstil, konstruksi dan lain-lain. 2.2.2 Pendfatran Substantif Pemeriksaan kedua yaitu mengenai substansinya mencakup pemeriksaan terhadap kebaruan suatu penemuan, ada atau tidaknya langkah inventif, serta dapat atau tidaknya penemuan tersebut diterapkan dalam industri. Persyaratan substantif :

1 Suatu penemuan dapat diberikan Paten apabila merupakan hasil penemuan baru dalam bidang teknologi, dengan kata lain harus merupakan hal yang baru ( new), penemuan itu merupakan penemuan baru yang memiliki kebaruan atau Novelty, syarat kebaruan atau novelty ini merupakan syarat mutlak. Suatu penemuan dapat dikatakan baru jika penemuan tersebut tidak diantisipasi oleh prior art. Prior art adalah semua pengetahuan yang telah ada sebelum tanggal penerimaan Paten yang bersangkutan, baik melalui pengungkapan tertulis maupun lisan. 7 2. Persyaratan substantif yang kedua adalah persyaratan langkah inventif (inventife steps). Suatu penemuan dikatakan mengandung langkah inventif, jika penemuan tersebut bagi seorang yang mempunyai keahlian tertentu dibidang tehnik merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya. 3. Persyaratan terakhir adalah dapat diterapkan dalam industri ( industrial applicability). Suatu penemuan agar layak diberi Paten harus dapat diterapkan untuk tujuan-tujuan praktis, artinya penemuan tidak dapat bersifat teoritis semata -mata, melainkan harus dapat dilaksanakan dalam praktek. Jika penemuan itu dimaksudkan sebagai produk atau bagian dari produk, maka produk harus mampu dibuat. Jika penemuan dimaksudkan sebagai proses atau bagian dari proses, maka proses itu harus mampu dijalankan atau digunakan dalam praktek. 8 Persyaratan substantif sebagaimana dikemukakan diatas yaitu yang mempersyaratkan suatu invensi dapat dimohonkan Paten apabila memenuhi syarat yaitu : Harus Baru, Mengandung Langkah Inventif, serta dapat diterapkan dalam dunia 7 Ary M. Sigit, Op.Cit, h. 8. 8 Ibid, h. 10.

Industri, hal tersebut dapat diketahui melalui ketentuan pasal 2 hingga pasal 5 Undang-Undang Paten.