PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2011 TENTANG PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2011 TENTANG PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

6. Undang-Undang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2011 TENTANG PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2018, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 17/PRT/M/2010 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENDATAAN BANGUNAN GEDUNG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2014 TENTANG DANA DESA YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG DANA DESA YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG TIM PENERTIBAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 60 TAHUN 2014

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Tingkat II Tapin dan Daerah Tingkat II Tabalong dengan Mengubah Undang Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang Undang Darurat Nomor 3

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG DANA DESA YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Gubernur Jawa Barat. PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 99 Tahun 2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN JASA KONSTRUKSI PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG DAERAH

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38/PRT/M/2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA DIREKTORAT PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 3. Peratura

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG DEWAN NASIONAL DAN DEWAN KAWASAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2014 TENTANG PENJUALAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH BERUPA KENDARAAN PERORANGAN DINAS

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA SURABAYA TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2014 TENTANG PENJUALAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH BERUPA KENDARAAN PERORANGAN DINAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG INSENTIF PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2014 TENTANG PENJUALAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH BERUPA KENDARAAN PERORANGAN DINAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

2016, No Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Neg

PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 7 TAHUN 2013, LD KOTA PARIAMAN 2013 PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 103 TAHUN 2014 TENTANG

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201

2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG DANA ALOKASI UMUM DAERAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA TAHUN ANGGARAN 2013

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG DEWAN NASIONAL DAN DEWAN KAWASAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS

2 atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; Mengingat : 1. Pasal 5 a

KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN, REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG HARGA SATUAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENGERTIAN. dinas yang menjadi barang milik negara/daerah dan diadakan dengan. sumber pembiayaan yang berasal dari dana APBN, dan/atau APBD, atau

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2008 TENTANG

NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG KEBIJAKAN PENETAPAN UPAH MINIMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KOTA PASURUAN

2016, No mengalihkan Pegawai Negeri Sipil Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota menjadi Pegawai Negeri Sipil Kementerian Kelautan dan Peri

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG DUKUNGAN KELANCARAN PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM TAHUN 2009

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR : 11 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2012, No Mengingat dengan peruntukan dan fungsi kawasan hutan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebag

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 16/PRT/M/2010 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PEMERIKSAAN BERKALA BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2005 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG INSENTIF PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG JUAL BELI TENAGA LISTRIK LINTAS NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 14 /PRT/M/2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA UMUM PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 2. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 22,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2007 TENTANG DANA ALOKASI UMUM DAERAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA TAHUN 2008

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2006 TENTANG DANA ALOKASI UMUM (DAU) DAERAH PROVINSI, KABUPATEN, DAN KOTA TAHUN 2007

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2012 TENTANG KOORDINASI PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

WALIKOTA BANJARMASIN ============================================================== PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN

2 dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 3. Undang-undang Nomor

WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/PRT/M/2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG CAGAR BUDAYA YANG DILESTARIKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2011 TENTANG PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa bangunan gedung negara merupakan barang milik negara/daerah untuk keperluan dinas sebagai tempat berlangsungnya kegiatan aparatur pemerintah sehingga harus fungsional dan memenuhi keselamatan bangunan; b. bahwa pembangunan bangunan gedung negara sebagai bagian dari proses penyelenggaraan bangunan gedung negara harus dilaksanakan secara tertib, efektif, efisien, hemat, tidak berlebihan, dan ramah lingkungan; c. bahwa untuk mewujudkan bangunan gedung negara sebagaimana dimaksud pada huruf b perlu meningkatkan pengaturan pembangunan bangunan gedung negara oleh Pemerintah; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Pembangunan Bangunan Gedung Negara; Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3833); 3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247); 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4532); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4609) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4885); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4817). MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Presiden ini, yang dimaksud dengan: 1. Bangunan gedung negara adalah bangunan gedung untuk keperluan dinas yang menjadi barang milik negara/daerah dan diadakan dengan sumber pembiayaan yang berasal dari dana APBN, dan/atau APBD, atau perolehan lainnya yang sah. 2. Pembangunan bangunan gedung negara adalah kegiatan mendirikan bangunan gedung negara yang diselenggarakan melalui tahap perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, dan pengawasannya, baik merupakan pembangunan baru, perawatan bangunan gedung, maupun perluasan bangunan gedung yang sudah ada, dan/atau lanjutan pembangunan bangunan gedung. 3. Satuan Kerja Perangkat Daerah, selanjutnya disebut SKPD, adalah perangkat daerah pada pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota selaku pengguna anggaran/barang. 4. Pengelolaan teknis bangunan gedung negara adalah pemberian bantuan teknis oleh Menteri kepada kementerian/lembaga/skpd dalam pembangunan bangunan gedung negara. 5. Tenaga pengelola teknis adalah tenaga teknis Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang pekerjaan umum/skpd yang bertanggung jawab dalam pembinaan bangunan gedung negara, yang ditugaskan untuk membantu kementerian/lembaga/skpd dalam pembangunan bangunan gedung negara. 6. Klasifikasi bangunan gedung negara adalah penggolongan kelas bangunan gedung negara berdasarkan tingkat kompleksitas. 7. Standar luas bangunan gedung negara adalah standar luasan yang digunakan untuk bangunan gedung negara yang meliputi gedung kantor, rumah negara, dan bangunan gedung negara lainnya. 8. Standar harga satuan tertinggi adalah biaya paling banyak per meter persegi pelaksanaan konstruksi pekerjaan standar untuk pembangunan bangunan gedung negara. 9. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang pekerjaan umum. BAB II PERSYARATAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA Bagian Kesatu Umum Bangunan gedung negara harus memenuhi: a. persyaratan administratif; dan b. persyaratan teknis. Pasal 2

Bagian Kedua Persyaratan Administratif Pasal 3 (1) Persyaratan administratif bangunan gedung negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a meliputi: a. status hak atas tanah dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah; b. status kepemilikan bangunan gedung; dan c. izin mendirikan bangunan gedung, termasuk dokumen analisis dampak lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Selain persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bangunan gedung negara dilengkapi dengan: a. dokumen pendanaan; b. dokumen perencanaan; c. dokumen pembangunan; dan d. dokumen pendaftaran. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Ketiga Persyaratan Teknis Pasal 4 (1) Persyaratan teknis bangunan gedung negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, meliputi: a. tata bangunan; dan b. keandalan bangunan. (2) Selain persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bangunan gedung negara harus memenuhi ketentuan: a. klasifikasi; b. standar luas; dan c. standar jumlah lantai. (3) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Bagian Keempat Klasifikasi Pasal 5 (1) Klasifikasi bangunan gedung negara sebagaiman dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a didasarkan pada kompleksitas. (2) Klasifikasi bangunan gedung negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi bangunan sederhana, bangunan tidak sederhana, dan bangunan khusus. (3) Bangunan sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan bangunan gedung negara dengan teknologi dan spesifikasi sederhana. (4) Bangunan tidak sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan bangunan gedung negara dengan teknologi dan spesifikasi tidak sederhana. (5) Bangunan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan bangunan gedung negara dengan fungsi, teknologi, dan spesifikasi khusus. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai klasifikasi bangunan gedung negara diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Kelima Standar Luas Pasal 6 Standar luas bangunan gedung negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b dikelompokkan menjadi: a. standar luas gedung kantor; b. standar luas rumah negara; dan c. standar luas bangunan gedung negara lainnya. Pasal 7 (1) Standar luas ruang gedung kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a rata-rata 10 (sepuluh) meter persegi per personel. (2) Rincian standar luas ruang gedung kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini. (3) Bangunan gedung kantor yang memerlukan ruang pelayanan, luasnya dihitung secara tersendiri berdasarkan analisis kebutuhan ruang, di luar standar luas sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar luas ruang gedung kantor diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 8 (1) Standar luas rumah negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b beserta standar luas tanahnya ditetapkan sesuai dengan tipe rumah negara yang didasarkan pada tingkat jabatan dan golongan kepangkatan penghuni. (2) Rincian standar luas rumah negara dan luas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini. Pasal 9 Standar luas bangunan gedung negara lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c mengikuti ketentuan luas ruang yang ditetapkan oleh menteri yang bersangkutan. Bagian Keenam Standar Jumlah Lantai Pasal 10 (1) Jumlah lantai bangunan gedung negara ditetapkan paling banyak 8 (delapan) lantai. (2) Jumlah lantai rumah negara yang tidak berupa rumah susun ditetapkan paling banyak 2 (dua) lantai. (3) Bangunan gedung negara yang dibangun lebih dari 8 (delapan) lantai harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Menteri. BAB III PROSEDUR PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA Bagian Kesatu Pengelolaan Teknis Pasal 11 (1) Setiap pembangunan bangunan gedung negara yang dilaksanakan oleh kementerian/lembaga/skpd harus mendapat bantuan teknis dalam bentuk pengelolaan teknis. (2) Pengelolaan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tenaga pengelola teknis yang bersertifikat.

(3) Tenaga pengelola teknis bertugas membantu dalam pengelolaan kegiatan pembangunan bangunan gedung negara di bidang teknis administratif. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan teknis diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Kedua Tahapan Pembangunan Pasal 12 (1) Tahapan pembangunan bangunan gedung negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), meliputi: a. perencanaan teknis; b. pelaksanaan konstruksi; dan c. pengawasan teknis. (2) Perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, dan pengawasan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Tahapan pembangunan bangunan gedung negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diawali dengan kegiatan persiapan dan diikuti dengan kegiatan pasca konstruksi. (4) Persiapan pembangunan bangunan gedung negara sebagaimana dimaksud pada ayat (3), meliputi: a. penyusunan rencana kebutuhan; b. penyusunan rencana pendanaan; dan c. penyusunan rencana penyediaan dana. (5) Penyusunan rencana kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a untuk pembangunan bangunan gedung negara yang pendanaannya bersumber dari APBN harus mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan. (6) Penyusunan rencana pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b harus mendapat rekomendasi dari : a. Menteri untuk pembangunan bangunan gedung negara yang pendanaannya bersumber dari APBN; b. Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang dalam negeri untuk pembangunan bangunan gedung negara yang pendanaannya bersumber dari APBD Provinsi; atau c. Gubernur untuk pembangunan bangunan gedung negara yang pendanaannya bersumber dari APBD Kabupaten/Kota. (7) Penyusunan rencana penyediaan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c disusun dalam: a. rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga untuk pembangunan bangunan gedung negara yang pendanaannya bersumber dari APBN; atau b. rencana kerja dan anggaran SKPD untuk pembangunan bangunan gedung negara yang pendanaannya bersumber dari APBD. (8) Rencana kebutuhan dan rencana pendanaan pembangunan bangunan gedung negara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan huruf b yang pendanaannya bersumber dari APBD Provinsi atau APBD Kabupaten/Kota, terlebih dahulu harus diprogramkan dan ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). (9) Pasca konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), meliputi kegiatan persiapan untuk mendapatkan status barang milik negara dari pengelola barang, sertifikat laik fungsi, dan pendaftaran sebagai bangunan gedung negara. (10) Pendaftaran sebagai bangunan gedung negara sebagaimana dimaksud pada ayat (9) untuk bangunan gedung negara yang dibangun oleh kementerian/lembaga, dilakukan dengan melaporkan bangunan gedung negara yang telah selesai dibangun kepada Menteri. (11) Pendaftaran sebagai bangunan gedung negara sebagaimana dimaksud pada ayat (9) untuk bangunan gedung negara yang dibangun oleh SKPD, dilakukan dengan melaporkan bangunan gedung negara yang telah selesai dibangun kepada gubernur/bupati/walikota sesuai kewenangannya.

(12) Pendaftaran sebagai bangunan gedung negara sebagaimana dimaksud pada ayat (9) untuk bangunan gedung negara yang dibangun oleh Provinsi DKI Jakarta, dilakukan dengan melaporkan bangunan gedung negara yang telah selesai dibangun kepada Gubernur DKI Jakarta. (13) Ketentuan lebih lanjut mengenai tahapan pembangunan bangunan gedung negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 13 Menteri Dalam Negeri menetapkan pedoman penyusunan rencana kebutuhan, rencana pendanaan, dan rencana penyediaan dana pembangunan bangunan gedung negara yang pendanaannya bersumber dari APBD. BAB IV BIAYA PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA Bagian Kesatu Umum Pasal 14 (1) Biaya pembangunan bangunan gedung negara terdiri atas biaya standar dan biaya nonstandar. (2) Biaya standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk biaya pelaksanaan konstruksi: a. pekerjaan struktur; b. pekerjaan arsitektur; c. pekerjaan perampungan (finishing); dan d. pekerjaan utilitas. (3) Biaya standar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk biaya izin mendirikan bangunan (IMB). (4) Biaya standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan: a. standar harga satuan tertinggi berdasarkan klasifikasi bangunan gedung negara; b. koefisien/faktor pengali jumlah lantai bangunan; dan c. luas bangunan. (5) Koefisien/faktor pengali jumlah lantai bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b ditetapkan oleh Menteri. Bagian Kedua Standar Harga Satuan Tertinggi Pasal 15 (1) Standar harga satuan tertinggi bangunan gedung negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) huruf a ditetapkan secara berkala oleh Bupati/Walikota. (2) Standar harga satuan tertinggi bangunan gedung negara untuk Provinsi DKI Jakarta ditetapkan oleh Gubernur. (3) Standar harga satuan tertinggi bangunan gedung negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dihitung berdasarkan formula perhitungan standar harga satuan tertinggi yang ditetapkan oleh Menteri. Bagian Ketiga Biaya Nonstandar Pasal 16 (1) Biaya nonstandar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) digunakan untuk: a. perizinan selain IMB; b. penyiapan dan pematangan lahan; c. peningkatan arsitektur dan/atau struktur bangunan; d. pekerjaan khusus kelengkapan bangunan;

e. pekerjaan khusus bangunan gedung ramah lingkungan (green building); dan/atau f. penyambungan utilitas. (2) Biaya nonstandar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan kebutuhan nyata dan harga pasar yang wajar. (3) Total biaya nonstandar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan paling banyak sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari total biaya standar bangunan gedung negara yang bersangkutan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai biaya nonstandar diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Keempat Komponen Biaya Pembangunan Pasal 17 (1) Biaya pembangunan bangunan gedung negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) meliputi komponen biaya pelaksanaan konstruksi, biaya perencanaan teknis, biaya pengawasan teknis, dan biaya pengelolaan kegiatan. (2) Biaya perencanaan teknis, biaya pengawasan teknis, dan biaya pengelolaan kegiatan dihitung berdasarkan biaya pelaksanaan konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2). (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai komponen biaya pembangunan bangunan gedung negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Kelima Biaya Perawatan Pasal 18 (1) Biaya perawatan bangunan gedung negara dihitung berdasarkan tingkat kerusakan pada bangunan, yaitu: a. kerusakan ringan; b. kerusakan sedang; dan c. kerusakan berat. (2) Biaya perawatan bangunan gedung negara dengan tingkat kerusakan ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, ditetapkan paling banyak sebesar 30% (tiga puluh persen) dari biaya pembangunan tahun berjalan. (3) Biaya perawatan bangunan gedung negara dengan tingkat kerusakan sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, ditetapkan paling banyak sebesar 45% (empat puluh lima persen) dari biaya pembangunan tahun berjalan. (4) Biaya perawatan bangunan gedung negara dengan tingkat kerusakan berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, ditetapkan paling banyak sebesar 65% (enam puluh lima persen) dari biaya pembangunan tahun berjalan. (5) Biaya perawatan bangunan gedung negara yang termasuk kategori bangunan cagar budaya, besarnya biaya perawatan dihitung sesuai dengan kebutuhan nyata. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tingkat kerusakan dan biaya perawatan diatur dengan Peraturan Menteri. BAB V PEMBINAAN Pasal 19 (1) Pembinaan teknis pembangunan bangunan gedung negara dilaksanakan oleh Menteri. (2) Pembinaan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan. (3) Pengaturan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dengan penyusunan dan penyebarluasan peraturan perundangundangan, pedoman, petunjuk, dan standar teknis bangunan gedung negara.

(4) Pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui sosialisasi, diseminasi, dan pelatihan kepada pemerintah daerah dan penyelenggara bangunan gedung negara. (5) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui pemantauan terhadap pelaksanaan penerapan peraturan perundang-undangan bidang bangunan gedung negara dan upaya penegakan hukum. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 20 (1) Pembinaan dan pengawasan umum pelaksanaan pembangunan bangunan gedung negara yang pendanaannya bersumber dari APBD Propinsi dilaksanakan oleh menteri yang membidangi urusan pemerintahan dalam negeri. (2) Pembinaan dan pengawasan umum pelaksanaan pembangunan bangunan gedung negara yang pendanaannya bersumber dari APBD Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh Gubernur. (3) Pembinaan dan pengawasan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan melalui koordinasi, konsultasi, arahan, perencanaan, pemantauan, dan evaluasi. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan umum pelaksanaan pembangunan bangunan gedung negara yang pendanaannya bersumber dari APBD diatur dengan peraturan menteri yang membidangi urusan pemerintahan dalam negeri. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 21 Peraturan Menteri yang merupakan pelaksanaan dari Peraturan Presiden ini harus diterbitkan paling lama 6 (enam) bulan sejak Peraturan Presiden ini ditetapkan. Pasal 22 Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 11 Oktober 2011 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO