NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM TRADISI GREBEG MAULUD DI KRATON SURAKARTA SKRIPSI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (dalam Maryaeni 2005) mengatakan bahwa kebudayaan daerah

NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM RITUAL TINGKEPAN DI DUSUN GINTUNGAN DESA BUTUH KEC. TENGARAN KAB. SEMARANG TAHUN 2011 SKRIPSI

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO

ANALISIS MATERI SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM MADRASAH TSANAWIYAH KELAS IX

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan ratusan suku bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Kehidupan manusia di manapun

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

BAB I PENDAHULUAN. Setiap daerah atau kota di Indonesia memiliki kesenian dengan ciri

I. PENDAHULUAN. Islam datang selalu mendapat sambutan yang baik. Begitu juga dengan. kedatangan Islam di Indonesia khususnya di Samudera Pasai.

BAB I PENDAHULUAN. sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. 1 Dalam kaitannya

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN

I. PENDAHULUAN. sebuah kalimat yang berasal dari lafadz hallala-yuhallilu-tahlilan yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejarah Islam di Indonesia memiliki keunikan tersendiri, karena disamping

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tari Putri Asrini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal

BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE. dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia yang mempunyai ribuan pulau dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain, manusia mempunyai

BAB V PENUTUP. Masjid Agung Demak mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari orang Jawa. Keyakinan adanya tuhan, dewa-dewa, utusan, malaikat, setan,

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. memberikan manfaat bagi masyarakat pada sebuah destinasi. Keberhasilan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Seni Dzikir Saman Di Desa Ciandur Kecamatan Saketi Kabupaten Pandeglang Banten

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

2015 KESENIAN RONGGENG GUNUNG DI KABUPATEN CIAMIS TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia kaya akan budaya, adat istiadat, dan tradisi yang dapat dijadikan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PEMBINAAN KARAKTER RELIGIUS PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 2 SUMBERGEMPOL TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI

SKRIPSI. Oleh: TSALIS HIDAYATI NIM Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

, 2015 KOMPLEKS MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA DALAM SITUS MASYARAKAT KOTA CIREBON

BAB I PENDAHULUAN. Ayu Fauziyyah, 2014

Pengaruh Islam dalam Kepemimpinan Indonesia

AKULTURASI BUDAYA ISLAM DAN BUDAYA HINDU (Studi Tentang Perilaku Keagamaan Masyarakat Islam Tradisional di Gununggangsir Beji Pasuruan)

Persepsi Masyarakat terhadap Kirab Budaya dalam Nawu Sendhang Seliran di Mataram Islam Sayangan Jagalan Banguntapan Bantul

PERKAWINAN. Diajukan. Sosial. Oleh: JURUSAN

I. PENDAHULUAN. memiliki berbagai macam suku bangsa, bahasa, adat istiadat atau yang sering kita

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh

PENGARUH PENDIDIKAN AKHLAQ TERHADAP PEMBENTUKAN KECERDASAN SPIRITUAL SISWA MTS NU SALATIGA TAHUN AJARAN 2010/2011 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sudah dilanda dengan modernitas. Hal ini menyebabkan kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia penuh dengan keberagaman atau kemajemukan. Majemuk memiliki

Makalah. Di susun guna memenuhi tugas. Dosen Pengampu : Di susun oleh. 1. Yudha arta mukti 2. Wahyu lelana 3. Sekarwati 4. Laily qodryati 5.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nuarisa Agossa, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

ISLAMIC CENTRE DI KABUPATEN DEMAK

BAB I PENDAHULUAN. makam yang merupakan tempat disemayamkannya Ngabei Loring Pasar

BAB I PENDAHULUAN. tauhid, mengubah semua jenis kehidupan yang timpang kearah kehidupan yang

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Budi Utomo, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. atau pola kelakuan yang bersumber pada sistem kepercayaan sehingga pada

BAB I PENDAHULUAN. Do Tenu Hatu. Ada pula yang menyebutnya dengan nama Nes Do Male atau

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Riau adalah rumpun budaya melayu yang memiliki beragam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pepatah Jawa dinyatakan bahwa budaya iku dadi kaca benggalaning

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER RELIGIUS PADA SISWA KELAS X SMA (Studi Kasus SMA Negeri 1 Kayen Kabupaten Pati Tahun Pelajaran 2013/2014)

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan

PROBLEMATIKA IMPLEMENTASI KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN PADA MATA PELAJARAN FIKIH KELAS VII DI MTS MIFTAHUL FALAH SAMBIREJO WIROSARI GROBOGAN

BAB I PENDAHULUAN. serta mudah dipahami oleh orang awam lantaran pendekatan-pendekatan

I. 1. Latar Belakang I Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan kenyataan, bangsa Indonesia terdiri dari suku-suku bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Seorang manusia sebagai bagian dari sebuah komunitas yang. bernama masyarakat, senantiasa terlibat dengan berbagai aktifitas sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS KEISLAMAN DENGAN SIKAP TERHADAP RITUAL PENGRAWIT PADA MAHASISWA ISI SURAKARTA

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

I. PENDAHULUAN. maupun dilestarikan. Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu unsur kebudayaan dan sebagai salah satu perantara sosial

PANDANGAN TIGA TOKOH UTAMA WANITA TENTANG EMANSIPASI DALAM NOVEL TIGA ORANG PEREMPUAN KARYA MARIA A. SARDJONO

MAKNA SIMBOL DALAM UPACARA SEDEKAH LAUT DI DESA TASIK AGUNG KECAMATAN REMBANG KABUPATEN REMBANG TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang sangat kompleks. Didalamnya berisi struktur-struktur yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang dilihat dari letak geografis

ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki

PENDIRIAN MINIMARKET DI KECAMATAN NGUNUT KABUPATEN TULUNGAGUNG DITINJAU DARI PERDA NO. 6 TAHUN 2010 DAN ETIKA BISNIS ISLAM SKRIPSI.

BAB I PENDAHULUAN. Gereja mulai menggunakan nyanyian dalam upacara keagamaan sebelum abad

BAB I PENDAHULUAN. macam suku bangsa termasuk agamapun banyak aliran yang berkembang.

Pendidikan pada hakekatnya merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan

BAB IV RESPON MASYARAKAT MUSLIM TERHADAP TRADISI RUWATAN BULAN PURNAMA. A. Masyarakat Umum di Komplek Candi Brahu

TOLERANSI BERAGAMA MENURUT PEMIKIRAN NURCHOLISH MADJID

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, ialah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian tradisional pada Masyarakat Banten memiliki berbagai

BAB V PENUTUP. ditarik kesimpulan bahwa Pesan Non Verbal dalam Upacara Adat Grebek Sekaten

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tubagus Arief Rachman Fauzi, 2013

UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) DALAM MENUMBUHKAN MOTIVASI BELAJAR DI SMKN 1 BANDUNG TULUNGAGUNG SKRIPSI

IDENTITAS KULTURAL DAN PENGEMBANGAN DAKWAH DI ERA GLOBALISASI

UPAYA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) DI SMPN 2 SUMBERGEMPOL TULUNGAGUNG

PERANAN SYEKH MAULANA MALIK IBRAHIM DALAM PENYEBARAN AGAMA ISLAM DI GRESIK TAHUN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. manusia serta segala masalah kehidupan tidak dapat dipisah-pisah untuk

Transkripsi:

NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM TRADISI GREBEG MAULUD DI KRATON SURAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam Oleh : SANTOSO NIM. 11106108 JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA TAHUN 2010 i

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka Skripsi saudara: Nama : Santoso NIM : 11106108 Jurusan : Tarbiyah Program Studi : Pendidikan Agama Islam Judul : NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM TRADISI GREBEG MAULUD DI KRATON SURAKARTA Telah kami setujui untuk dimunaqosahkan. Salatiga, 7 Agustus 2010 Pembimbing Drs. Juz an, M.Hum NIP. 19611024 198903 1 00 iii

DEPARTEMEN AGAMA RI SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA Jl. Stadion 03 Telp. (0298) 323 706, 323 433 Salatiga 50721 Website : www.stainsalatiga.ac.id E-mail : administrasi@stainsalatiga.ac.id PENGESAHAN KELULUSAN Skripsi Saudara Santoso dengan Nomor Induk Mahasiswa 11106108 yang berjudul Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Grebeg Maulud di Kraton Surakarta 2010 telah dimunaqosahkan dalam Sidang Panitia Ujian Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga pada Selasa, 31 Agustus 2010 dan telah diterima sebagai bagian dari syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.). Salatiga, 21 Ramadhan 1431 H. 31Agustus 2010 M. Ketua Sidang Panitia Ujian Sekretaris Sidang DR.Imam Sutomo, M.Ag Dr.Rahmat Haryadi.M.Pd NIP. 19580827 198303 1 002 NIP.1967011 2199203 1005 Penguji I Penguji II Drs.Mifhahuddin.MAg Muna Erawati.S.Psi,MSi NIP. 19700922 199403 1 002 NIP.19751218 199903 2002 Dosen Pembimbing Drs. Djuz an, M.Hum NIP. 19611024 198903 1 002 iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Santoso NIM : 11106108 Jurusan : Tarbiyah Program Studi : Pendidikan Agama Islam Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Salatiga,9 Agustus 2010 Yang menyatakan, Santoso v

MOTTO Jadikanlah Hidup sebentarmu berguna dan bermanfaat,jangan pernah lupa siapa dirimu,ingat slalu akan tujuan hidupmu. vi

PERSEMBAHAN Skripsi ini penulis persembahkan kepada: Tuhan Yang Maha Esa Untuk Bapak dan Ibuku Sholikhin dan Kartini yang selalu memberikan do a Kepada kakakku M. Syarifudin Dosen pembimbingku Drs. Djuz an, M.Hum dan Dra Siti Asdikhoh.M.Si, serta Fatchurahman, M.Pd Sahabat-sahabatku, Eko, Lutfi dan kelas C PAI 2006 Teman spesialku yang selalu setia menungguku. vii

KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim Dengan menyebut nama Allah dzat yang menguasai seluruh alam, puji dan syukur selalu atasnya, yang selalu memberikan rahmat dan hidayahnya kepada seluruh alam. Sholawat dan salam tercurah pada rasul pilihan dan seorang reformis dunia, Nabi Muhammad SAW. para keluarga, sahabat, serta para umat yang selalu berada dalam tuntunannya, dan selalu mengikuti beliau. Skripsi yang berjudul Nilai-nilai pendidikan Islam dalam tradisi Grebeg Maulud di Kraton Surakarta ini, diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam( S.PdI ) pada Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri ( STAIN ) Salatiga. Dalam skripsi ini, penulis akan memaparkan, bagaimana sejarah Tradisi Grebeg Maulud di Kraton Surakarta, Ritual apa saja yang terdapat dalam prosesi Grebeg Maulud di kraton Surakarta, Nilai-nilai Islam apa saja yang terdapat dalam tradisi Grebeg Malud di Kraton Surakarta. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Yang terhormat Ketua STAIN Salatiga Bpk. DR.Imam Sutomo, M.Ag 2. Yang terhormat Bpk. Drs. Djuz an, M.Hum selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing penulis dalam penulisan skripsi ini. 3. Yang terhormat Ibu Siti Asdikoh M.Si, dan Bapak Fatchurahman M.Pd yang selalu memberikan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. viii

4. Orang tuaku tercinta, yang telah mendidik, dan mengasuhku, tanpa ada rasa lelah dan berhenti. 5. Para masyayih-masyayihku, yang telah mengajarkan berbagai ilmu sebagai bekal hidup 6. Kakaku yang selalu memberi dorongan dan masukan dalam proses skrisipku 7. Dindaku tercinta yang selalu setia dan sabar menungguku 8. Teman-temanku dan pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini Semoga amal dan niat baik di terima Allah SWT dan menjadi amal untuk bekal kelak di akhirat. Amin. Harapan penulis semoga skripsi ini menjadi bermanfaat dan berguna bagi kemajuan pendidikan kita. Salatiga,2010 Penulis Santoso NIM 11106108 ix

ABSTRAKSI Santoso.2010. Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Grebeg Maulud di Kraton Surakarta. Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Dosen Pembimbing Drs. Djuz an, M.Hum. Kata kunci: Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Grebeg Maulud di Kraton Surakarta. Penelitian ini membahas tentang Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Grebeg Maulud di Kraton Surakarta.Fokus yang dikaji dalam penelitian ini adalah Bagaimana sejarah tradisi gerebeg maulud di kraton Surakarta,ritual apa saja yang terdapat dalam prosesi grebeg maulud di kraton Surakarta,nilai-nilai pendidikan Islam apa saja yang terdapat dalam tradisi grebeg maulud di kraton Surakarta.Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui sejarah tradisi grebeg maulud di kraton Surakarta,untuk mengetahui ritual apa saja yang terdapat dalam prosesi grebeg maulud di kraton Surakarta,untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan Islam dalam tradisi grebeg maulud di kraton Surakarta. Sesuai dengan pendekatan kualitatif, maka kehadiran peneliti di lapangan sangat penting sekali mengingat peneliti bertindak langsung sebagai instrumen lengsung dan sebagai pengumpul data dari hasil observasi yang mendalam serta terlibat aktif dalam penelitian. Data yang berbentuk kata-kata diambil dari para informan / responden pada waktu mereka diwawancarai. Dengan kata lain data-data tersebut berupa keterangan dari para informan, sedangkan data tambahan berupa dokumen. Keseluruhan data tersebut selain wawancara diperoleh dari observasi dan dokumentasi. Analisa data dilakukan dengan cara menelaah data yang ada, lalu mengadakan reduksi data, penyajian data, menarik kesimpulan dan tahap akhir dari ananlisa data ini adalah mengadakan keabsahan data dengan menggunakan ketekunan pengamatan triangulasi. Dari penelitian yang dilaksanakan diperoleh hasil penelitian sebagai berikut: Sekaten Solo Bersamaan dengan mulai ditabuhnya gamelan pusaka di bangsal Pradangga Masjid Agung Solo, ratusan orang di kompleks masjid yang sebagian besar kaum perempuan, serta merta mengunyah kinang. Seperangkat kinang yang terdiri dari sejumput tembakau, satu buah kembang kantil dan beberapa helai daun sirih ini jika dikunyah pada saat gamelan pusaka ditabuh, diyakini akan membawa berkah kesehatan, awet muda dan kelancaran rejeki. Oleh karenanya, pada hari gamelan ditabuh pertama kali, para penjual kinang berdatangan dan menggelar dagangannya di pelataran kompleks masjid Agung. Satu perangkat kinang yang dimasukkan dalam wadah berupa conthong (kerucut) dari daun pisang, kini dijual seharga 500 rupiah. x

Selain tradisi nginang, sebagian besar warga juga punya kepercayaan bahwa pecut (cambuk) yang dibeli saat itu dapat membuat hewan-hewan ternak mereka lebih produktif. Sehingga selain penjual kinang, para penjual pecut juga memenuhi kompleks pelataran masjid Agung. Karena adanya kepercayaan ini serta demi kemudahan pengaturan dan tetap terjaganya kerapian masjid, pihak keraton membuat peraturan bahwa pedagang yang boleh berjualan di dalam kompleks masjid hanya pedagang kinang, pecut, 4 macam makanan tradisional khas sekaten yakni cabuk rambak, wedang ronde, telor asin dan nasi liwet serta mainan tradisional gangsingan. Tabuhan gamelan pusaka menandai dimulainya perayaan maleman sekaten Solo. Gamelan yang ditabuh adalah Kyai Guntur Madu dan Kyai Guntur Sari dengan gending utama Rambu dan Rangkur. Tabuhan gamelan sekaten ini konon adalah kreasi wali sanga pada sekitar abad ke 15, untuk menarik perhatian warga dan melakukan syiar Islam. Karena ditujukan untuk menarik perhatian, gamelan yang dibuat pada jaman kerajaan Majapahit ini oleh wali sanga dirombak menjadi lebih besar dari ukuran gamelan biasa agar suara yang dihasilkan bisa terdenga sampai jauh. Maleman Sekaten sendiri oleh walisanga ditujukan untuk mengenalkan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW kepada para warga, sebagai awal untuk mengenalkan agama Islam. Sekaten berasal dari kata Syahadatain (dua kalimat syahadat tanda KeIslaman). Kalimat Syahadat pertama yang menyatakan kepercayaan kepada ke-esa-an Tuhan (Asyhadu an laa Illaaha Ilallah) disimbolkan dengan Kyai Guntur Madu, sedangkan kalimat kedua yang mengakui kenabian Rasulullah Muhammad SAW (wa Asyhadu anna Muhammaddarrasulullah) dilambangkan dengan Kyai Guntur Sari. Sebelum gamelan ditabuh, para wali biasanya memberi pencerahan tentang Islam kepada para warga yang telah berdatangan. Dan hasilnya tidak sedikit orang-orang yang langsung bisa mengucapkan kalimat syahadat begitu gamelan mulai mengalunkan gending. Syiar tentang keislaman ini terus dilakukan selama Maleman Sekaten digelar selama 7 hari. Oleh karenanya, gamelan pusaka juga terus dimainkan selama itu. Kini, selain tetap memelihara syiar Islam, Maleman Sekaten juga ditujukan untuk kepentingan ekonomi dan pariwisata. Rangkaian ritual adat sekaten atau lebih dikenal sebagai Grebeg Maulud tetap dipelihara dengan baik sebagai tradisi leluhur juga sebagai acara untuk menarik para wisatawan. Sementara Maleman sekaten diperpanjang menjadi satu bulan untuk memberi keuntungan ekonomi bagi para pedagang dan masyarakat sekitar. xi

DAFTAR INFORMAN 1. Bapak R.Tikno Pranoto Kepala museum Surakarta 2. Bapak KRT Purwoto Dipuro Ahli Pendidikan 3. Bapak KRT Dwidjasaputro Panitia Sekaten 4. Bapak KHP Krdimardowo Abdi Dalem Punokawan 5. Bapak Drs.R.Subalidinata Ahli Pendidikan 6. Bapak Mardono Masyarakat Pengunjung xii

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR BERLOGO... ii HALAMAN PERSETUJUAN... iii HALAMAN PENGESAHAN... iv HALAMAN PERNYATAAN... v HALAMAN MOTTO... vi HALAMAN PERSEMBAHAN... vii KATA PENGANTAR... viii ABSTRAK... x DAFTAR INFORMAN... xii DAFTAR ISI... xiii BAB I PENDAHULUAN. 1 A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Perumusan Masalah... 5 C. Tujuan Penelitian... 6 D. Kegunaan Penelitian... 6 E. Kerangka Teoritik... 6 F. Penegasan Istilah... 9 G. Metode Penelitian... 11 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian... 11 2. Kehadiran Peneliti... 11 3. Lokasi Penelitian... 12 4. Sumber Data... 12 5. Prosedur Pengumpulan Data... 12 6. Analisis Data... 13 7. Pengecekan Keabsahan Data... 15 xiii

8. Tahap-tahap Penelitian... 15 H. Telaah Pustaka...16 I. Sistematika Penulisan... 20 BAB II KAJIAN PUSTAKA.23 A. Grebeg Maulud.. 23 1. Pengertian Grebeg Maulud. 23 2. Sejarah Grebeg Maulud 24 3. Islamisasi di Jawa. 26 4. Sinkretisasi Islam dalam Budaya Jawa. 42 B. Pendidikan Islam...47 1. Pengertian Pendidikan Islam...47 2. Tujuan Pendidikan Islam 51 3. Unsur-Unsur Pendidikan Islam 52 4. Batasan-Batasan Pendidikan Islam..70 5. Bentuk-Bentuk Pendidikan Islam 72 BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN...75 A. Paparan Data...75 1. Gambaran Umum Lokasi..75 2. Latar Belakang adanya Tradisi Grebeg Maulud di Kraton Surakarta 77 B. Temuan Penelitian...79 1. Grebeg Maulud... 79 2. Prosesi Upacara Grebeg Maulud... 87 xiv

3. Rangkaian Ritual Adat Grebeg Maulud secara Lengkap 89 4. Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Masing-Masing Gunungan..91 5. Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Barang-Barang yang di jual dalam Perayaan Sekaten. 99 BAB IV PEMBAHASAN.. 104 BAB V PENUTUP. 109 A. Kesimpulan.. 109 B. Saran... 117 DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN xv

RIWAYAT HIDUP Nama : Santoso Tempat Tanggal Lahir : Rejosari 9 Maret 1983 Pendidikan Formal : SDN 101 Rejosari 1 (1990-1996) MTs Singkut (1996-1999 ) MAN Salatiga ( 1999-2002 ) Pendidikan Terakhir : STAIN Salatiga xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya masing-masing suku bangsa memiliki kebiasaan, tradisi, adat istiadat dan budaya yang saling mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya. Mereka hidup secara berdampingan dan penuh toleransi dengan peradaban yang berbeda-beda. Kita dapat melihat Paham kejawen tidak dapat terlepas dari kehidupan orang Jawa. Paham ini sering diidentikkan dengan Mistisisme. Menurut Tim penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:749), Mistisisme adalah ajaran yang menyatakan ada hal-hal yang tidak terjangkau oleh akal manusia yang bersifat gaib. Meskipun tidak seluruhnya anggapan ini benar, tetapi memang dunia kejawen tidak dapat dilepaskan dari mistis dan mistis juga merupakan bagian dari kejawen. Sebelum datangnya agama Hindu dan Budha di Jawa, orang Jawa telah mengenal suatu keyakinan yang bersifat sinkritisme, yaitu Animisme dan Dinamisme. Di sinilah akar permasalahannya dari keyakinan orang Jawa hingga saat ini, sedangkan ajaran Hindu atau Budha hanya sebagai pewarna saja. Dan masuknya agama-agama wahyu termasuk agama Islam ternyata tidak mematikan keyakinan dan paham ini. Ia tetap berjalan secara pasang surut mengikuti perubahan waktu dan perkembangan jaman. Hal itu terwujud dalam bentuk kepercayaan adanya danyang-danyang yang berarti hantu penjaga (rumah, pohon dsb) di tempat-tempat tertentu dan percaya adanya 1

dewa-dewa yang menguasai tempat-tempat di bagian bumi ini. Sesudah masuknya Islam di tanah Jawa pada abad XV justru memberi corak tumbuhnya paham kejawen yang bibit-bibitnya telah turun temurun dan telah diwariskan kepada anak cucu, sehingga menimbulkan fenomena budaya baru yaitu percampuran antara Kejawen dengan Islam. Hal ini dapat dicontohkan berkembangnya seni budaya pewayangan dari wali songo sebagai media dakwah Islam. Jadi, Wayang memang merupakan seni pentas yang paling jitu menjadi sarana hiburan yang sekaligus menjadi wasilah memasyarakatkan nilai-nilai budaya Jawa yang dipandang luhur. Dalam pertunjukan wayang diekspresikan tata karma feodal yang halus yang berlaku di kraton (Simuh, 1999:119). Dengan demikian para wali adalah tokoh penyebar Ajaran Agama Islam yang berdakwah melalui seni, selain disukai masyarkat Jawa sebagai hiburan pada jaman dulu mereka juga mendapatkan makna yang disampaikan oleh wali melalui pertunjukan wayang tersebut. Menurut Koentjaraningrat (1984 : 5), Kebudayaan itu mempunyai paling sedikit tiga wujud, ialah : 1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilainilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya. 2. Wujud kebudayaan sebagai satu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat. 3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud pertama sifatnya abstrak, tak dapat diraba atau difoto, wujud kedua bersifat tentang pola tingkah laku manusia dan bisa diobservasi, difoto 2

dan didokumentasi. Sedangkan wujud ketiga adalah merupakan seluruh total dari hasil fisik dari aktivitas perbuatan dan karya manusia dalam masyarakat, hal ini berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba. Ada dua faktor yang menyebabkan keyakinan atau paham kejawen ini masih berlangsung sampai sekarang ini, yaitu : 1. Faktor Intern Hal ini tidak terlepas dari sikap hidup orang Jawa yang telah meyakini betul dengan nilai-nilai kejawen.kejawen merupakan campuran (sinkretisme) kebudayaan agama pendatang,hindu,budha,islam,dan Kristen Soesilo Faham,Kejawen (sinkretisme) adalah pencampuran Hindu-Budha-Islam,meskipun berupa pencampuran,namun ajaran Kejawen masih berpegang pada tradisi Jawa asli sehingga dapat dikatakan mempunyai kemandirian sendiri Orang Islam tradisional menganggap kejawen adalah merupakan kelengkapan utama dalam kehidupan seharihari.belum lengkap dalam menjalankan agama Islam tanpa dicampuri dengan nilai-ailai ajaran Kejawen.Kalangan orang Jawa masih banyak melakukan ritual-ritual kuno seperti ciri magis pewayangan, pengorbanan kerbau atau hewan tertentu bahkan ketika mereka sudah menyatakan ke- Islamannya. Karena mereka menjalankan agama hanya sebatas pada pelaksanaan syari at rukun Islam yang lima. Sedangkan mereka butuh ketenangan batin dan media atau sarana mendekatkan diri kepada Tuhan. 3

2. Faktor Ekstern. Hal ini banyak diwarnai oleh perjalanan sejarah Jawa. Selain di dalam buku Horoskop Jawa (Primbon) disebutkan adanya larangan keras untuk mantu atau menggelar hajatan (pernikahan) di bulan Suro pada hari Senin dan Selasa. Atau pada tanggal 6, 11, 13, 14, 17, 18, 27 yang mereka sebut sebagai tanggal-tanggal naas atau sial. Paham Kejawen justru dikokohkan oleh Islam yang diajarkan oleh para Walisongo. Antara lain Tawassul. Pengkultusan orang-orang tertentu, larangan menyembelih hewan tertentu (Baca : Sapi) karena untuk menghormati ajaran Hindu dan lain sebagainya (Koentjaningrat,1994:334-335). Kebudayaan mempunyai berbagai bentuk dan beberapa unsur.salah satu unsur di antara unsur-unsur atau nilai yang ada dalam kebuyaan adalah sistem religi atau kepercayaan.dari unsur yang berupa sistem religi tersebut,dapat mempunyai wujud sebagai sistem keyakinan dan gagasan dari Tuhan,dewa-dewa,roh para leluhur dan sebagainya.hal ini dimaksudkan agar manusia memiliki kemantapan,keseimbangan dalam kehidupan lahiriyah maupun batiniyah.sistem religi atau kepercayaan yang merupakan pondamen dan pegangan hidup masyarakat dapat diaktualisasikan atau diwujudkan dalam bentuk upacara yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat guna memperingati,memuliakan terhadap roh para leluhur yang oleh masyarakat tersebut dianggap dapat mendatangkan pengaruh kepada manusia yang masih hidup. Berkaitan dengan uraian tersebut di atas maka timbul suatu 4

keinginan dari peneliti untuk mengadakan penelitian guna mengetahui maksud, tujuan, dan nilai-nilai pendidikan Islam dari upacara Tradisi Grebeg Maulud yang telah mentradisi di kalangan masyarakat Surakarta dan sekitarnya.dimana anggapan dari masyarakat yang berdomisili di Surakarta dan sekitarnya yang mayoritas beragama Islam bahwa pelaksanaan dari kegiatan tradisi grebeg maulud tersebut masih mengandung nilai-nilai pendidikan Islam.Oleh karena itu dalam penelitian ini, peneliti mengambil judul skripsi NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM TRADISI GREBEG MULUD DI KRATON SURAKARTA TAHUN 2010. B. Perumusan Masalah Untuk merumuskan permasalahan tersebut, perlu adanya sistematika analitik untuk mencapai sasaran yang menjadi objek kajian, sehingga pembahasan akan lebih terarah pada pokok masalah. Hal ini dimaksudkan agar terhindar dari pokok masalah dengan pembahasan yang tidak ada relevansinya. Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Fokus masalah Nilai Nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Grebeg Maulud di Kraton Surakarta Sub Fokus Masalah. 1. Bagaimana sejarah sejarah tradisi grebeg maulud di Kraton Surakarta? 5

2. Ritual apa saja yang terdapat dalam prosesi grebeg maulud di Kraton Surakarta? 3. Nilai nilai pendidikan Islam apa saja yang terdapat dalam tradisi grebeg maulud di Kraton Surakarta? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan masalah tersebut,penelitian ini bertujuan : 1. Untuk mengetahui sejarah tradisi Grebeg Maulud di Kraton Surakarta. 2. Untuk mengetahui ritual apa saja yang terdapat dalam prosesi Grebeg Maulud di Kraton Surakarta. 3. Untuk mengetahui nilai nilai pendidikan Islam dalam tradisi Grebeg Mulud di Kraton Surakarta. D. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan sebagai berikut: 1. Bagi Akademik, hasil penelitian ini dapat berguna untuk melestarikan nilai-nilai budaya yang terdapat di Indonesia. 2. Bagi masyarakat, sebagai sumbangan informasi bagi segenap masyarakat yang beragama Islam untuk tetap menjaga nilai-nilai pendidikan Islam yang terdapat pada tradisi Grebeg maulud di Kraton Surakarta. 3. Bagi peneliti, sebagai bahan masukan untuk mengembangkan wawasan dan sikap ilmiah serta sebagi bahan dokumen untuk penelitian lebih lanjut. E. Kerangka Teoritik. Kehidupan manusia dan alam dipengaruhi oleh dinamika 6

perkembangan yang pesat dan disadari oleh manusia modern. Kesadaran tersebut merupakan suatu kepekaan yang mendorong manusia agar secara kritis menilai kebudayaannya. Evaluasi ini secara praktis mendorong manusia menyusun kembali peradabannya. Usaha untuk menilai proses perkembangan budaya ternyata selalu diajukan dalam setiap lingkungan kebudayaan dan dalam setiap tahap perkembangan. Selain itu ada kecenderungan bahwa budaya semakin berkembang menuju ke suatu dunia yang oleh Kluckhohn(1999) disebut dunia yang secara antropologis peka'. Hal demikian berarti manusia dewasa ini semakin sadar akan unsur-unsur persamaan dan perbedaan dalam eksistensi sebagai manusia, antara manusia yang hidup pada zaman dulu dan sekarang dengan kebudayaannya sendiri-sendiri ternyata ada hubungan timbal balik serta ada kesamaan unsur sekaligus perbedaannya( Kluckhohn 1999). Begitu pula dengan sekaten yang mengalami perkembangan sejak awal mulanya hingga sekarang. Perkembangan bertolak dari perubahan yang dalam hal ini terletak pada perbedaan nuansa perayaan sekaten yang semakin komersil dengan menunjukkan jati dirinya sebagai ajang promosi niaga dan pariwisata sehingga perkembangannya terkesan cenderung ke arah materialistik. Konsekuensi yang timbul yaitu pudarnya makna asli yang sakral dari sekaten itu sendiri sehingga dalam beberapa tahun ini sebagian masyarakat yang datang berkunjung nyaris tidak mengetahui apa makna essensial-sesungguhnya dari upacara perayaan sekaten karena fokus mereka tertuju hanya pada pameran saja. 7

Menurut Ragil Pamungkas (2006:31-32), Dalam Agama Islam tidak mengajarkan sesembahan terhadap benda-benda selain hanya kepada Allah SWT. Akan tetapi setelah Islam masuk di tanah Jawa, para Walisongo tidak menghilangkan budaya-budaya asli orang Jawa melainkan para Walisongo memasukkan ajaran-ajaran Islam dalam upacara atau ritual tersebut dengan mengganti keberadaan sesaji dengan penyajian baru seperti menu tumpeng dan kenduri. Contoh dari ritual-ritual asli Jawa yang telah dimasuki ajaranajaran Islam di antaranya seperti upacara : Mitung Dino, Patang Puluh Dino, Nyatus, Mendak, Nyewu, dan lain-lain.acara-acara tersebut yang dulunya ketika belum di masuki ajaran Islam hanya di isi dengan acara ritual yang berisi slametan,makan bersama,bahkan bakar kemeyan, kemudian setelah Islam datang dan melalui dakwah para wali,kemudian acara tersebut sedikit demi sedikit dimasuki ajaran Islam dengan di isi dengan bacaan bacaan kalimat tahlil,tahmid, serta bacaan bacaan yang terdapat dalam Alqur an dan Al hadis. Upacara tradisi merupakan bagian dari adat istiadat yang merupakan salah satu upaya masyarakat Jawa untuk menjaga keharmonisan dengan alam, dunia roh, sesamanya, sebagai perwujudan dari itu, Kraton Kasusunan Surakarta sekarang ini masih memiliki keanekaragaman hasil kebudayaan. Hal tersebut masih tercermin dengan dilakukannya beberapa upacara tradisional, diantaranya : upacara lamasan pusaka, sekaten, upacara tabuhan, upacara grebeg besar, dan lain sebagainya. Secara historis,memang terbukti bahwa keratonlah yang yang 8

membolisir percepatan tranmisi muatan serta kandungan nilai tradisi dan budaya Jawa,bahkan menjadi tokoh sentral, yang sekaligus melakukan fungsi control atas keberlangsungan tumbuh-kembangnya budaya Jawa tersebut.sebagai lembaga yang melahirkan moralitas budayanya tersendiri,keraton mengharapkan agar masyarakat secara bersama sama tumbuh berkembang dalam bingkai pembelajaran moralitas sistem birokasi pemerintahan dan budaya (Moedianto,1987). Dalam agama Islam, Nabi Muhammad merupakan rosul pembawa ajaran Islam di muka bumi, sehingga hari kelahirannya diperingati oleh umat Islam, karena Nabi Muhammad sebagai pembawa kebenaran. Selain itu dalam ajaran Islam disebutkan bahwa orang harus selalu bersyukur atas segala sesuatu yang telah diberikan oleh Tuhan (QS,14:7). Oleh sebab itu, sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan, kasusunan Kraton Surakarta mengemasnya dalam bentuk upacara tradisional. Salah satu budaya tradisional yang hingga saat ini tetap dipertahankan keberadaannya adalah upacara tradisi sekaten di keraton Surakarta. Pada dasarnya upacara tradisi ini merupakan upacara mempringati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Upacara tersebut sebagai wujud rasa syukur atas diutusnya Nabi Muhamman SAW.Maka acara tersebut diadakan setiap tahun sekali dalam penyelenggaraan sekaten. Perayaan sekaten ini diadakan 12 Maulud/12 Robiul awwal. F Penegasan Istilah Untuk menghindari pengertian dan penafsiran judul diatas dan membatasi ruang lingkup pembahasan dalam penelitian ini, maka perlu 9

dijelaskan beberapa pengertian yang terkandung, yaitu: 1. Nilai Nilai adalah prinsip atau hakikat yang menentukan harga atau nilai dan makna bagi sesuatu, atau sesuatu yang tidak terbatas (Abd Azis, 2009 : 119). 2. Pendidikan Islam Pendidikan Islam adalah segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya manusia yang ada padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam ( Abd Azis,2009:11). 3. Tradisi Tradisi adalah sebagai sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat (Andika Amri, 2008:1). Tradisi berasal dari kata latin traditio yang berkata dasar trodere, artinya menyerahkan, meneruskan turun temurun (P.M Laksono,2009:9). 4. Grebeg Grebeg adalah upacara keagamaan di Kraton yang diadakan tiga kali dalam setahun (Andika Amri, 2008 : 2). 5. Maulud Maulud adalah nama bulan dalam bulan-bulan Jawa, yang bertepatan dengan bulan lahirnya Nabi Muhammad saw (Andika Amri, 10

2008:2).Maulud mempunyai arti hari kelahiran atau perayaan hari kelahiran (M.Dahlan Barry,1994:446). G. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Untuk pemecahan masalah penelitian ini, peneliti mengunakan dokumen yang berupa skripsi, tesis, dan literatur-literatur untuk ditelaah secara komprehensif, khususnya yang berkaitan dengan nilai-nilai pendidikan Islam dan tradisi grebeg maulud. Oleh karena itu jenis penelitian ini termasuk penelitian documenter (content analysis atau documentary research). Dalam melakukan penelitian, bentuk yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Strategi pendekatan yang digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian adalah strategi terpancang yaitu peneliti melakukan telaah secara seksama terhadap dokumen-dokumen. 2. Kehadiran Peneliti Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai pengumpul data dan sebagai instrument aktif dalam upaya mengumpulkan data-data di lapangan, sedangkan instrument pengumpulan data yang lain selain manusia adalah berbagai bentuk alat-alat bantu dan berupa dokumen dokumen lainnya yang dapat digunakan untuk menunjang keabsahan hasil penelitian, namun berfungsi sebagai instrument pendukung. Oleh karena itu, kehadiran peneliti secara langsung di lapangan sebagai tolak ukur keberhasilan untuk memahami kasus yang diteliti, sehingga keterlibatan 11

peneliti secara langsung dan aktif dengan informan dan atau sumber data lainnya di sini mutlak dilakukan. 3. Lokasi Penelitian Kraton Surakarta terletak di Kota Surakarta, atau yang lebih populer dengan nama Solo. Kota Solo adalah salah satu nama kota di Jawa Tengah, tepatnya sebelah utara Kabupaten Boyolali, dan merupakan kota penghubung antara Propinsi Jawa Timur dan daerah Istimewa Yogyakarta,dan Jarak dengan ibu Kota Propinsi sekitar 100 km. 4. Sumber Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian adalah data kualitatif yaitu data yang berbentuk kalimat, kata, atau gambar (Sugiyono 2003:14-15). Data kualitatif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dokumen yang berisi nilai-nilai pendidikan dan grebeg maulud. Oleh karena itu, data yang diperlukan adalah data sekunder dan data primer. Data sekunnder yaitu data yang bersumber dari pihak kedua, baik berupa catatan, laporan, atau lainnya. Dalam penelitian ini, data sekunder yang dimaksud adalah dokumen.data primer yaitu data yang bersumber dari pihak kedua,yakni hasil wawancara. 5. Prosedur Pengumpulan Data a. Metode Observasi Menurut Hadari Nawawi (1990:100), Observasi biasa diartikan sebagai pengamatan dan percatatan secara sisitematik terhadap gejala yang tampak pada obyek penelitian. Berusaha 12

mengamati dan mendengarkan dalam rangka memahami, mencari Jawab, mencari bukti terhadap fenomena sosial-keagamaan (perilaku, kejadian-kejadian, keadaan, benda dan simbol-simbol tertentu) selama beberapa waktu tanpa mempengaruhi fenomena yang diobservasi dengan mencatat, merekam, memotret fenomena tersebut guna penemuan data analisis. Metode observasi digunakan untuk mengamati tradisi grebeg Maulud di Kraton Surakarta b. Metode Wawancara Wawancara identik dengan pengumpulan data dengan bertanya langsung, lisan maupun tertulis kepada nara sumber. Jadi, Interviu adalah usaha mengumpulkan informasi dengan mengajukan pertanyaan secara lisan, untuk dijawab secara lisan pula (Hadari Nawawi, 1990:111). Ciri utamanya adalah kontak langsung dengan tatap muka antara penulis dengan sumber informasi. Metode wawancara digunakan untuk menggali informasi tentang bentuk tradisi grebeg Mulud di Kraton Surakarta. c. Metode Dokumentasi Menurut Irawan (200:70), studi dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang ditunjukan kepada subyek penelitian. Dokumentasi yang di peroleh penulis dalam hal ini adalah berupa kumpulan dari beberapa pengamatan langsung kelokasi penelitian. 6. Analisis Data 13

Menurut Noeng Muhadjir (1996:104) mengatakan, Analisis data merupakan upaya untuk mencapai dan menata secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara dan lainya. Untuk meningkatkan pemahaman penelitian tentang kasus yang diteliti dan menyajikanya sebagi temuan bagi orang lain. Sedangkan untuk meningkatkan pemahaman tersebut, analisis perlu dilanjutkan dengan berupaya mancari makna. Sedangkan Menurut Imam Suprayogo dan Tobroni (2001:192), Kegiatan analisis data selama pengumpulan data dapat dimulai setelah peneliti memahami fenomena sosial yang sedang diteliti dan setelah mengumpulkan data yang dapat dianalisis. Kegiatan-kegiatan analisis selama penulis mengumpulkan data meliputi : a. Menetapkan fokus penelitian. b. Penyusunan temuan-temuan sementara berdasarkan data yang telah terkumpul. c. Pembuatan rencana pengumpulan data berikutnya berdasarkan temuan-temuan pengumpulan data sebelumnya. d. Pengembangan pertanyaan-pertanyaan analitik dalam rangka pengumpulan data berikutnya; dan e. Penetapan sasaran-sasaran pengumpulan data berikutnya. Setelah data terkumpul maka selanjutnya adalah tahap menganalisis data, sebagai tatap akhir suatu penelitian maka penulis menggunakan metode deskriptif yaitu dengan cara data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka, hal ini disebabkan oleh 14

adanya penerapan metode kualitatif. Selain itu, semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti. Jadi, Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah reduksi data, penyajian data serta menarik kesimpulan (verifikasi) (Milles, 1992:16-18). Secara garis besar, teknik analisis data dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut. Setelah data dirasakan cukup, selanjutnya data tersebut ditelaah dan diseleksi. Jika terdapat data yang tidak diperlukan, data tersebut direduksi. Setelah data baru hasil reduksi baik, selanjutnya ditarik suatu kesimpulan, yang merupakan hasil akhir atau jawaban terhadap judul. 7. Pengecekan Keabsahan Data Agar data mempunyai validitas, reliabilitas, dan objektivitas yang tinggi, perlu dilakukan triangulasi data. Triangulasi data adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu, yaitu triangulasi sumber, metode, dan teori (Moleong 2001:178). Dalam penelitian ini, hanya dilakukan triangulasi sumber yaitu membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. 8. Tahap-Tahap Penelitian 15

Beberapa urutan kegiatan yang dijadikan pedoman dalam pelaksanaan penelitian ini, sebagai berikut: a. Persiapan, meliputi : Penyusunan proposal, pengurusan perijinan, dan penyususnan jadwal kegiatan. b. Pengumpulan data, meliputi : Pengumpulan dokumen dan penelaahan dokumen yang terkumpul. c. Analisis data, meliputi : analisis awal, reduksi data, analisis data temuan, pengayaan dan pendalaman, dan merumuskan kesimpulan. d. Penyusunan laporan, meliputi : penyusunan laporan sementara (draf), penilaian laporan penelitian sementara, perbaikan laporan dan penyusunan laporan akhir. H. Telaah Pustaka Alif Lukmanul Hakim dalam tulisannya Sekaten Sebuah Proses Akulturasi Budaya dan Pribumisasi Islam Seorang dosen D3 MKU pada Universitas UUI PakultasPsikologi Perayaan Sekaten dalam masyarakat Jawa khususnya masyarakat Kota Yogyakarta dan sekitarnya yang telah begitu mengakar kuat dan mentradisi tidak hanya di kalangan grass root (akar rumput) tapi juga masyarakat keseluruhan pada umumnya tidak dapat dipungkiri merupakan hasil dari sinergisasi dan akulturasi (perpaduan) kebudayaan, antara Islam (sebagai agama sekaligus budaya ) dengan budaya lokal setempat. Uraian berikut ini dimaksudkan untuk 16

mencegah adanya perselisihan dan wacana yang sifatnya distortif dalam memandang perayaan Sekaten. Hubungan dan kolaborasi antara, Islam sebagai teks besar atau grand narrative dengan budaya lokal tidak lagi dapat dipandang dalam frame penundukkan an sich Islam menundukan (atau) ditundukkan oleh budaya lokal tetapi harus dipandang bahwa proses akulturasi tersebut malah semakin menunjukkan kekayaan atau keberagaman ekspresi budaya Islam setelah bersinggungan atau bertemu dengan bangunan budaya lokal. Islam tidak melulu dipandang dalam dimensi keuniversalitasannya walaupun pada titik ini orang yang beragama Islam harus tetap berkeyakinan bahwa ajaran Islam adalah ajaran yang paripurna dan universal tetapi juga bahasa dan sikap akomodatif Islam dalam menerima dan mengapresiasi budaya lokal. Di sisi lain, budaya lokal tidak pula melulu kita pandang sebagai bagian yang harus selalu mengalah kepada Islam, namun ia budaya lokal pasti mempunyai kacamata sendiri dalam membahasakan Islam menurut perspektifnya sendiri. Cara pandang yang seperti ini akan menghasilkan konstruksi pemahaman baru yang peranannya sangat signifikan dalam proses pembauran dan perpaduan antara dua unsur budaya yang berbeda sehingga menghasilkan akulturasi budaya yang massif dan mengakar di masyarakat tanpa menghilangkan substansi dari dua unsur budaya yang bertemu. 17

Menurut Drs.H.Mundzirin Yusuf MSi. dalam Disertasinya Gunungan;Fungsi,Respon,dan Pengaruhnya di Msyarakat (Kajian Terhadap Upacara Gerebeg di Kraton Gyogyakarta Hadiningrat 2009 Dalam prosesi gerebeg sebagai simbol sedekah dikeluarkan banyak gunungan antara lain: gunungan kakung, gunungan putri, gunungan drajat, gunungan pawuhan, dan gunungan gepak. Gunungan-gunungan ini memiliki 3 arti penting: arti religius, berkait dengan kewajiban Sultan untuk menyiarkan dan melindungi agama Islam dalam kerajaan, karena Sultan memiliki kududukan dan peranan sebagai Sayyidin Panatagama Khalifatullah. Arti historis, berkait dengan kewajiban Sultan untuk meneruskan tradisi warisan raja-raja Mataram Islam sebelumnya. Arti kultural, terkait dengan kedudukan Sultan sebagai pemimpin suku Jawa yang harus memelihara dan melestarikan kebudayaan Jawa. Menurut promovendus upacara gerebeg yang pada awal mula diadakannya merupakan sarana Islamisasi masyarakat Jawa ternyata mengandung beragam fungsi antara lan: fungsi sosial, sebagai share of community (saling memberi pelajaran) antara kaum muda dan kaum tua untuk kuat menjaga martabat. Fungsi budaya, upacara gerebeg menunjukkan bahwa budaya Keraton yang usianya sudah berabad-abad masih tetap eksis sampai sekarang. Fungsi politik, upacara gerebeg menjadi sarana audiensi antara rakyat dengan rajanya, dan menyimbulkan bahwa posisi Sultan masih sangat kuat. Fungsi ekonomi, upacara gerebeg yang dimeriahkan Pasar Malam Sekaten menjadi sarana bagi masyarakat untuk melakukan 18

aktifitas ekonomi. Dari paparan disertasinya tentang upacara grebeg, yang merupakan kajian sosio-historis tersebut, promovendus berharap agar masyarakat tidak menggeser makna grebeg dari makna yang sesungguhnya. Sampai saat ini masih banyak masyarakat yang menghadiri upacara grebeg dengan niat ngalab berkah, meminta sesuatu yang berbau kemusrikan dari punggawa kraton yang membawa gunungan, atau hanya sekedar mencari hiburan. Padahal sesungguhnya, secara substansial, prosesi grebeg memiliki makna yang sangat mendalam dan integratif antara sinkretisme jawa dengan nilai-nilai ke-islaman. Karena gunungan yang dimunculkan pada upacara grebeg diilhami oleh ayat-ayat suci Al- Qur?an, penyelenggaraannya dikaitkan dengan hari-hari besar Islam (12 Maulud/Rabi?al-awwal, 1 Syawal dan 10 Besar/Zu al-hijjah), waktu penyelenggaraan disesuaikan dengan satat Dhuha-saat itu Allah menurunkan rizki-nya, sebelum dibagikan kepada masyarakat gunungan didoakan di Masjid Gedhe oleh penghulu Keraton, membagi-bagikan bahan makanan yang ada di gunungan juga merupakan simbol ajakan untuk bersedekah sebanyak-banyaknya agar mendapatkan barakah dari Allah SWT. Berdasarkan tulisan-tulisan yang telah ada, maka Penulis ingin mengadakan penelitian tentang perayaan grebeg maulud di kraton Surakarta dengan judul penelitian Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Grebeg Maulud di Kraton Surakarta 2010. 19

I. Sistematika Penulisan BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Fokus Penelitian C. Tujuan Penelitian D. Kegunaan Penelitian E. Kerangka Teoritik F. Penegasan Istilah G. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian 2. Kehadiran Peneliti 3. Lokasi Penelitian 4. Sumber Data 5. Prosedur Pengumpulan Data 6. Analisis Data 7. Pengecekan Keabsahan Data 8. Tahap-Tahap Penelitian H. Telaah Pustaka I. Sistemaitka Penulisan BAB II : KAJIAN PUSTAKA A. Grebeg Maulud 1. Pengertian Grebeg Maulud 2. Sejarah Grebeg Maulud 20

3. Islamisasi di Jawa 4. Sinkretisasi Islam dalam Budaya Jawa B. Pendidikan Islam 1. Pengertian Pendidikan Islam 2. Tujuan Pendidikan Islam 3. Unsur-Unsur Pendidikan Islam 4. Batasan-Batasan Pendidikan Islam 5. Bentuk-Bentuk Pendidikan Islam BAB III : PAPARAN DATA DAN HASIL TEMUAN A. Paparan Data 1. Gambaran umum Lokasi 2. Latar Belakang Adanya Tradisi Grebeg Maulud di Kraton Surakarta B. Temuan Penelitian 1. Grebeg Maulud 2. Prosesi Upacara Grebeg Maulud 3. Rangkaian Ritual Adat Grebeg Maulud secara Lengkap 4. Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Masing-Masing Gunungan 5. Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Barang-Barang yang Biasa dijual dalam Perayaan Sekaten BAB IV : PEMBAHASAN BAB V : PENUTUP 21

A. Kesimpulan B. Saran 22

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Grebeg Maulud 1. Pengertian Grebeg Maulud Garebeg atau grebeg adalah upacara sesajen yang bertujuan mempersatukan seluruh lapisan masyarakat,diadakan tiga kali setahun yaitu(1) grebeg maulud untuk memperingati lahirnya nabi Muhammad;(2) garebeg besar untuk mengenang tokoh legendaris Islam Hasan dan Husain;(3) grebeg puasa,sebagai pernyataan syukur atas berakhirnya bulan puasa Ramadhan(Soemarjan 1981:33). Menurut sejarah kata grebeg berasal dari kata gumebreg yang berarti riuh,rebut,dan ramai.tentu saja ini mengambarkan suasana grebeg yang memang ramai dan riuh (Aditya Surya,2000).Maulud berasal dari kata walada,yalidu,wiladatan,maulidan,yang berarti orang yang dilahirkan atau anak.maulud berarti hari kelahiran atau perayaan hari kelahiran (Mahmud yunus,1990:506 ). Dari pengertian-pengertian di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa grebeg maulud adalah suatu upacara perayaan yang dilenggarakan oleh kraton sebagai bentuk rasa syukur,dan untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad Saw. Inti dari upacara ini sebetulnya seperti selamatan,yaitu makan bersama.hanya saja dalam bentuk besar dan dihadiri oleh massa rakyat. 23

Untuk keperluan ini Kraton menyediakan nasi dan lauk pauk (dibentuk gunung).gunungan diprosesikan dari Kraton ke Masjid Besar,disembahyangi oleh penghulu dan kemudian dibagi kepada hadirin (Groneman,1895). 2.Sejarah Grebeg Maulud Pada awalnya sekaten atau grebeg merupakan upacara yang berwujud pertunjukan Jawa-Islam dengan misi dahwah.kesenian yang ditampilkan antara lain shalawatan,samporahan,dan dhiba an yang diiringi gamelan,rebana,dan terban.upacara itu di gelar satu minggu dengan ditandai keluarnya gamelan (gong) dari keraton untuk dibunyikan di Masjid Agung. Mengingat upacara ini suci dan sakral, pengunjung yang hendak melihat disyaratkan mencuci kaki dan membaca kalimat syahadat. (www.joglo.com). Sedangkan pada mulanya sekaten diperkenalkan kepada masyarakat jawa oleh salah satu anggota wali sanga, yaitu Sunan Kalijaga yang hidup pada zaman kerajaan Islam Demak (abad ke-xv). Upacara grebeg ini sudah ada sejak abad ke XII di jaman Kerajaan Majapahit. Sesudah kejatuhan kerajaan tersebut, Kraton Demak pernah menghentikan upacara ini. Hal ini sempat mengecewakan rakyat karena mereka sudah terbiasa dengan upacara Grebeg. Kemudian Sunan Kalijaga, seorang wali yang terkenal amat bijaksana mengusulkan kepada Sultan Demak untuk menghidupkan kembali Grebeg, dengan tujuan untuk menyebarkan agama 24

Islam dan pada saat itu dibunyikan Gamelan di dekat Masjid sehingga banyak rakyat yang datang. Suanan Kalijaga seorang Wali yang berwibawa dan sangat ramah dalam menyebarkan agama Islam tidak pernah menjelek-jelekkan kepercayaan lain. Penabuhan gamelan pada saat Grebeg disebut Sekaten, sejak saat itu hingga sekarang Sekaten selalu menarik perhatian banyak orang. (Suryo Negoro, 2001:81-82) Diantara para wali sanga, Sunan Kalijaga sangat terkenal sebagai seorang wali yang berjiwa besar, ulama, pemimpin, dan filosof. Kaum cendekiawan dan bangsawan simpatik kepada beliau karena caranya menyiarkan Islam disesuaikan dengan tata cara budaya masyarakat setempat waktu itu. Disamping itu, beliau juga seorang wali yang kritis dan kreatif. Terbukti dengan inisiatifnya mengarang cerita-cerita wayang yang dikombinasikan dengan ajaran agama Islam. Hal itu dilakukan atas pertimbangan bahwa masyarakat jawa pada waktu itu masih tebal kepercayaannya terhadap agama nenek moyang, atau dengan kata lain masyarakat masih memegang teguh tradisi adat istiadat lama. (Kompas, 29 April 2005) Perayaan sekaten yang diadakan sunan Kalijaga bertujuan untuk menarik minat masyarakat Jawa pada saat itu yang masih banyak menganut ajaran leluhur. Pelaksanaan dimulai dengan membaca syahadat sebelum acara sekaten tersebut dimulai. Untuk mengikuti acara sekaten tersebut penduduk setempat dianjurkan bersuci terlebih dahulu, kemudian 25

membaca syahadatain sebagai syarat memeluk agama Islam(Budiono hadi,2007). Istilah syahadat yang diucapkan sebagai syahadatain ini kemudian berangsur-angsur berubah dalam pengucapannya sehingga menjadi syakatain dan pada akhirnya menjadi istilah sekaten sampai sekarang(sri Sultan X.1998:9-10). Acara sekaten saat itu dimeriahkan dengan pertunjukan pentas seni tradisional, yaitu pertunjukan wayang dengan lakon punokawan dengan senjata ampuhnya jimat kalimosodo (dua kalimat syahadat). (Sabbili 9/X/2004) dan untuk pada saat ini acara sekaten kebanyakan ditambah dengan adanya acara pasar malam. 3. Islamisasi di Jawa. Menyiarkan agama Islam merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim, karena hal itu diperintah oleh Islam. Setiap muslim harus menyiarkan agamanya, baik yang sepengetahuannya sedikit apalagi yang banyak, kepada orang lain yang belum mengetahuinya. Hal itu disebabkan karena kebenaran yang terkandung di setiap dada muslim tidak akan diam, kecuali kebenaran itu terwujud dalam pikiran, perkataan dan perbuatan. Dan tidak akan merasa puas hingga ia menyampaikan kebenaran itu pada setiap orang, sehingga apa yang ia percayai itu juga diterima sebagai kebenaran oleh anggota masyarakat dan umat manusia pada umumnya. Islam merupakan unsur penting pembentuk jati diri orang Jawa. Ajaran dan kebudayaan Islam mengalir sangat deras dari Arab dan Timur 26

Tengah sehingga memberi warna yang sangat kental terhadap kebudayaan Jawa. Agama Islam disebarkan oleh nabi Muhammad saw pada mulanya hanya pada kalangan terbatas, yaitu keluarga dan sahabat terdekat. Dalam waktu yang relatif singkat Islam berkembang dengan cepat. Sepeninggal Nabi Muhammad saw, agama Islam disiarkan oleh sahabat empat yang terkenal dengan gelar khulafaur Rasyidin, yaitu Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali bin Abi Thalib. Islam kemudian menyebar ke daerah daerah luar Jazirah Arab. Maka, segera bertemu dengan berbagai peradaban dan kebudayaaan lokal yang sudah mengakar selama berabadabad. Negeri yang sudah didatangi Islam seperti Mesir, Siria, Palestina, dan Persia sudah lama mengenal ajaran Filsafat Yunani. Ajaran Hindu, Budha, Majusi, Kristen, dan mistik Neoplatonisme telah lama dikenal di sekitar Jazirah Arab (Simuh,1995:69).dengan demikian Islam yang tersebar senantiasa mengalami penyesuaian dengan lingkungan peradaban dan kebudayaan setempat. Pulau Jawa selalu terbuka bagi siapapun yang masuk. Orang Jawa terkenal ramah sejak dulu dan siap menjalin kerja sama dengan siapapun. Termasuk ketika pedagang dan alim ulama yang bertubuh tinggi besar, hidung mancung, dan berkulit putih kemerahan. Mereka adalah para pedagang dan ulama dari tanah Timur Tengah. Kedatangan mereka teryata membawa sejarah baru yang hampir mengubah wajah Jawa secara keseluruhan. 27

Agama Islam datang ke Indonesia pada permulaan abad pertama hijriyah setelah timur tengah mengalami zaman kenabian, atau abad ke-7 M. Sebagai bukti adanya berita Cina yang mengisahkan kedatangan utusan raja Ta Cheh kepada ratu Sima.Adapun Raja Ta Cheh, menurut Hamka, adalah Raja Arab yang hidup bersamaan dengan Khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan. Peristiwa itu terjadi pada saat Muawiyah melaksanakan pembangunan kembali armada Islam. Ruban Levy menyataka bahwa jumlah kapal yang dimiliki oleh Muawiyah pada tahun 34 H atau 655 M adalah sekitar 5.000 buah.tentu armada kapal ini berfungsi pula untuk melindungi armada niaganya. Oleh karena itu, tidaklah mustahil pada tahun 574 M, Muawiyah dapat mengirimkan dutanya ke Kerajaan Kalingga di Jepara (Anasoman, 2000). Dalam bentuk artefak kita dapatkan bukti-bukti itu dalam bentuk batu nisan, masjid, ragam hias dan tata kota. Tentang kapan masuknya Islam di Jawa masih terjadi silang pendapat dan menjadi bahan perdebatan. Padahal, seperti dinyatakan oleh Ricklefs dalam bukunya Sejarah Indonesia Modern (1995:3), penyebaran agama Islam itu merupakan suatu proses yang sangat penting di dalam sejarah Indonesia. Mengapa peristiwa penting tersebut justru menjadi sesuatu yang paling tidak jelas?menurut Ricklefs, hal itu disebabkan oleh minimnya peninggalan tertulis dan juga sering sangat tidak informatifnya sumber sumber yang dapat diperoleh yang menjadi bukti tentang Islamisasi di Jawa tersebut. Berkaitan dengan itu pulalah, masing-masing 28

pakar (sejarawan) memiliki dasar argumentasi untuk menetapkan kapan kira kira Islam datang di Jawa. Menurut B.J.O.schrieke,Islam masuk di Jawa pada tahun 1416 Masehi. Perkiraan schrieke ini sangat mungkin didasarkan atas berita dari Ma Huan. Pada tahun 1416 Ma Huan, seorang muslim Cina, mengunjungi daerah pesisir Jawa dan memberikan suatu laporan di dalam bukunya yang berjudul Ying Yai Sheng-Lan (Peninjauan Tentang Pantai- Pantai Samudra) yang ditulis pada tahun 1451. Dalam laporannya disebutkan tentang orang-orang Islam yang bertempat tinggal di Gresik, termasuk orang-orang Islam dari barat (Arab, Persia, dan Gujarat atau India) atau orang Cina (beberapa di antaranya beragama Islam). Hal itu menjadi bukti kongkret bahwa di pusat Majapahit ataupun di pesisir, terutama di kotakota pelabuhan, telah terjadi Islamisasi dan terbentuknya masyarakat Muslim dari berbagai ras. Agaknya, pendapat schrieke ini tidak bertolak Islamisasi yang telah berlangsung di Jawa sehingga masyarakat Jawa di beberapa wilayah tersebut telah membentuk suatu komunitas muslim. Berbeda dengan pendapat Schrieke, menurut J. P. Moquette, kedatangan Islam di Jawa jauh lebih awal dari perkiraan tahun tersebut. Hal itu terbukti dengan ditemukannya prasasti yang berupa batu nisan seorang wanita bernama Fatimah binti Maimun di Leran (Gresik) yang berangka tahun 475 H atau 1082 M. Meskipun demikian, hal itu belum berarti adanya proses Islamisasi telah meluas di daerah Jawa Timur pada khususnya dan pulau Jawa pada umumnya karena tidak ada bukti-bukti 29

yang menunjukan hal itu, jadi, pendapat Moquette tersebut semata-mata didasarkan atas sebuah peninggalan paling kuno yang menyebutkan adanya bukti bahwa (orang) Islam telah ada di Jawa. Berkaitan dengan penemuan batu nisan tersebut, Ricklefs(1995:3) pun menyangsikan apakah kuburan yang berbatu nisan tersebut-benar benar berada di Jawa ataukah batu itu diangkut dan diletakan di Leran beberapa waktu sepeninggal wanita muslim non-jawa itu karena Simuh (1996:2), jejek-jejak sejarah yang hanya berupa nama itu belum bisa menggambarkan keadaan agama yang mereka anut serta faham keislamannya. Demikianlah, karena sejak akhir abad ke-11 hingga abad ke-13 bukti bukti peninggalan, baik kepurbakalaan (prasasti) maupun beritaberita dari asing tentang kedatangan Islam di Jawa masih sedikit, seperti juga dikemukakan oleh Richklefs, Islamisasi di Jawa belum dapat diketahui secara pasti. Baru sejak akhir abad ke-13 atau awal abad ke-14,terutama ketika Majapahit mencapai puncak kebesarannya hingga mendekati masa masa keruntuhannya, bukti-bukti Islamisasi dapat diketahui lebih banyak. Disamping berita dari Ma Huan yang mungkin disitir oleh Schrieke, penemuan beberapa puluh nisan di Troloyo, Trowulan, dan Gresik menjadi bukti konkret Islamisasi tersebut. Dari beberapa pendapat tersebut dapatlah bahwa Islam mulai masuk ke Jawa, setidak tidaknya, sejak awal abad ke-10, seperti terlihat pada batu nisan di Leran, meskipun pada waktu itu mungkin masih sangat sedikit orang Jawa yang masuk ke dalam agama Islam ; dan itu pun 30

terbatas pada masyarakat di pesisis utara pulau Jawa. Bahkan mungkin yang menganut agama Islam di Jawa pada itu hanyalah para pendatang yang bermukim di wilayah tersebut, bukan penduduk lokal (pribumi) yang pada masa itu masih menganut paham animisme dan dinamisme serta agama Hindu dan Budha. Selama tiga abad berikutnya, ajaran Islam yang demokratis (karena tidak mengenal kasta atau kelas sosial) yang dibawa oleh para pedagang dari Melayu secara berlahan tapi pasti makin diminati oleh penduduk pribumi di kota kota pelabuhan pulau Jawa. Akhirnya, agama Islam dapat berkembang secara pesat di pesisir pulau Jawa sejak awal abad ke-14,seperti dikemukakan oleh Schrieke. Ada dua proses kemungkinan masuknya Islam di Jawa, yaitu (1) penduduk pribumi berhubungan dengan pedagang pedagang yang beragama Islam dan kemudian menganutnya dan (2) orang orang asing Asia (Arab, India, Cina, dll) yang telah memeluk agama Islam datang dan bertempat tinggal secara permanen di Jawa dengan melakukan perkawinan campuran dan mengikuti gaya hidup lokal sampai sedemikian rupa sehingga mereka sudah menjadi Jawa (lihat Ricklefs,1995:3). Kedua proses itu, menurut Ricklefs mungkin telah terjadi secara bersamaan. Seperti telah dikemukakan di depan, pertumbuhan secara pesat masyarakat muslim di sekitar Majapahit dan terutama di beberapa kota pelabuhannya, erat pula hubungannya dengan perkembangan pelayaran dan perdagangan yang dilakukan oleh orang orang Islam yang telah mempunyai kekuasaan ekonomi dan politik di Samudra Pasai (Aceh) dan 31