PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 25 TAHUN 2013

dokumen-dokumen yang mirip
Walikota Tasikmalaya

PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA METRO PROVINSI LAMPUNG PERATURAN WALIKOTA METRO NOMOR 48 TAHUN 2014 TENTANG

MEMUTUSKAN: : PERATURAN BUPATI TENTANG TATA CARA PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) KABUPATEN BANYUWANGI.

PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 29 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN DAN PENGAJUAN KEBERATAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

TENTANG TATA CARA PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRATIF DAN PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN KETETAPAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 27 TAHUN 2013

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG

NOMOR lv TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA BATAM NOMOR 48 TAHUN 2012

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2013 NOMOR : 23 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 23 TAHUN 2013

WALIKOTA MATARAM PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 34 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI INDRAGIRI HULU

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Pajak. Bumi dan Bangunan. Pemberian. Pengurangan. Pencabutan.

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 22 Tahun : 2014

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI INDRAGIRI HULU

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82/PMK.03/2017 TENTANG PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG,

PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 47 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI WONOSOBO PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 86 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 33 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN DAN PERDESAAN

PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 55 TAHUN 2013 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 10 TAHUN TENTANG

PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN DAN PERDESAAN

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

MEMUTUSKAN: Menetapkan :

PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN

SALINAN PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 18 Tahun 2017 Seri B Nomor 2

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG

WALIKOTA MATARAM PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 33 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 48 TAHUN 2011

PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2012 NOMOR 3 SERI B PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 62 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 35 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 47 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA BAUBAU PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR : 7 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MEDAN

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

GUBERNUR SULAWESI TENGAH

PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA NOMOR 30 TAHUN 2012

BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 34 TAHUN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PARIAMAN,

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PEMERINTAH KABUPATEN MAGETAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGETAN NOMOR TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANOKWARI,

WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK PENERANGAN JALAN

BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN BUPATI LOMBOK TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1954 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 551); 2. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983

LEMBARAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 10 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN

PEMERINTAH KOTA MEDAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MEDAN

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN BUPATI BANGKA BARAT NOMOR 53 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG

PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANOKWARI,

PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKULU TENGAH,

BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI TANAH LAUT PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 31 TAHUN 2013

BUPATI BULULUKUMBA. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA Nomor : 3 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA SOLOK PROPINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA SOLOK NOMOR 3 TAHUN 2015

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PEMERINTAH KABUPATEN TANGGAMUS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 23 TAHUN

Transkripsi:

PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI DAN PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN KETETAPAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PARIAMAN, Menimbang a. bahwa dalam rangka Peraturan Daerah Kota Pariaman Nomor 6 tahun 2013 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan dan Perdesaan perlu menetapkan Tata Cara Pengurangan atau peenghapusan sanksi administrasi dan pengurangan atau pembatalan ketetapan Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan dan Perdesaan; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, perlu menetapkan dengan Peraturan Walikota; Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740); 2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997, Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3686) sebagaimana telah diubaha dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Tahun 2000, Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3987); 3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kota Pariaman dalam Propinsi Sumatera barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 25 Tambahan Lembaran Negara

RI Nomor 4187);Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4189); 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 6. Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049); 7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 tentang Jenis Pajak yang Dibayar Berdasarkan Penetapan Walikota atau Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5179); 12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2

2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; 13. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (Lembaran Daerah Tahun 2013 Nomor TLD No. 148). MEMUTUSKAN Menetapkan TATA CARA PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI DAN PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN KETETAPAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Walikota ini yang dimaksud dengan 1. Daerah adalah Kota Pariaman. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Pariaman. 3. Walikota adalah Walikota Pariaman. 4. Satuan Kerja Perangkat Daerah Teknis yang selanjutnya disingkat SKPD Teknis adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah di Lingkungan Pemerintah Kota Pariaman yang mempunyai tugas pokok melakukan penagihan pajak daerah; 5. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 6. Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan untuk sektor perkotaan dan pedesaan kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. 7. Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah kota. 8. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan pedalaman dan/atau laut. 9. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau Badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan daerah. 10. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, yang selanjutnya disingkat SPPT, adalah surat yang digunakan untuk memberitahukan besarnya Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan yang terutang kepada Wajib Pajak. 3

11. Surat Ketetapan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SKPD, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak yang terutang. 12. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDKB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administratif, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar. 13. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang selanjutnya disingkat SKPDKBT, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. 14. Surat Tagihan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat STPD, adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda. BAB II PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN KETETAPAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN Pasal 2 Pengurangan dapat diberikan kepada Wajib Pajak A. Karena kondisi tertentu Objek Pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak dan/ karena sebab-sebab tertentu lainnya 1) Wajib Pajak Pribadi, meliputi (a) Objek Pajak yang Wajib Pajaknya orang pribadi veteran pejuang kemerdekaan, veteran pembela kemerdekaan, penerima tanda jasa bintang gerilya, atau janda/ dudanya diberikan sebesar 75% (b) dari PBB P2 yang terhutang; Objek Pajak berupa lahan pertanian/ perkebunan/ perikanan/ peternakan yang hasilnya sangat terbatas yang Wajib Pajaknya orang pribadi yang berpenghasilan rendah diberikan pengurangan sebesar paling tinggi 75%; (c) Objek pajak yang Wajib Pajaknya orang pribadi yang penghasilannya semata-mata berasal dari pensiunan, sehingga kewajiban PBB P2nya sulit dipenuhi diberikan pengurangan sebesar paling tinggi 75%; (d) Objek Pajak yang Wajib Pajaknya orang pribadi yang berpenghasilan rendah sehingga kewajiban PBB P2 sulit dipenuhi diberikan pengurangan sebesar paling tinggi 75%; (e) Objek Pajak yang Wajib Pajaknya orang pribadi yang berpenghasilan rendah yang Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) permeter perseginya meningkat akibat perubahan lingkungan dan dampak positif pembangunan diberikan pengurangan sebesar paling tinggi 75%; (f) Objek Pajak yang Wajib Pajaknya orang pribadi yang berupa cagar budaya yang telah ditetapkan sebagai benda cagar budaya diberikan pengurangan sebesar paling tinggi 75%. 2) Wajib Pajak badan meliputi Objek Pajak yang Wajib Pajaknya adalah Wajib Pajak Badan yang mengalami kerugian dan kesulitan liquiditas tahun Pajak sebelumnya sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban rutin diberikan pengurangan sebesar paling tinggi 75%. 4

B. Karena kondisi tertentu Objek Pajak yang ada hubungannya dengan Objek Pajak itu sendiri diberikan pengurangan sebesar paling tinggi 100%, meliputi 1) Dalam hal objek pajak terkena bencana alam bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. 2) Dalam hal objek pajak terkena sebab lain yang luar biasa, meliputi kebakaran, wabah penyakit tanaman dan/ wabah hama tanaman. Pasal 3 (1) Pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diberikan kepada Wajib Pajak atas PBB P2 yang terhutang yang tercantum dalam SPPT dan/ atau SKP PBB P2. (2) PBB P2 yang terhutang yang tercantum dalam SKP PBB P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pokok pajak ditambah dengan denda administrasi. (3) SKP PBB P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang telah diberikan pengurangan tidak dapat dimintakan pengurangan denda administrasi. Pasal 4 (1) Pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat diberikan berdasarkan permohonan Wajib Pajak. (2) Permohonan pengurangan pajak terhutang Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan secara a. Perseorangan, untuk PBB P2 yang terhutang yang tercantum dalam SKP PBB P2; b. Perseorangan atau kolektif untuk PBB P2 yang tercantum dalam SPPT. Pasal 5 Permohonan pengurangan yang diajukan secara perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) harus memenuhi persyaratan dan data pendukung. Pasal 6 Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 adalah a. Satu permohonan untuk satu SPPT atau SKP PBB P2; b. Diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan mencantumkan besarnya persentase pengurangan yang dimohon disertai alasan yang jelas; c. Diajukan kepada Walikota melalui Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Daerah; d. Dilampiri fotocopy SPPT atau SKP PBB P2 yang dimohonkan pengurangan; e. Surat permohonan harus ditandatangani oleh Wajib Pajak; f. Dalam hal surat permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, berlaku ketentuan sebagai berikut 1. Surat permohonan harus dilampiri dengan surat kuasa khusus, untuk a) Wajib Pajak Badan; 5

b) Wajib Pajak Pribadi dengan PBB P2 yang terhutang lebih banyak dari Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah). 2. Surat permohonan harus dilampiri dengan surat kuasa, untuk Wajib Pajak orang pribadi dengan PBB P2 yang terhutang paling banyak Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah). g. Diajukan dalam jangka waktu 1. 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya SPPT; 2. 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya SKP PBB P2; 3. 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya Surat Keputusan Keberatan PBB P2; 4. 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal terjadinya bencana alam; 5. 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal terjadinya sebab lain yang luar biasa, kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan dalam jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaanya. h. Tidak memiliki tunggakan PBB P2 tahun pajak sebelumnya atas objek pajak yang dimohonkan pengurangan, kecuali dalam hal objek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa. i. Tidak diajukan keberatan atas SPPT atau SKP PBB P2 yang dimohonkan pengurangan, atau dalam hal diajukan keberataan telah diterbitkan surat keputusan keberatan dan atas surat keputusan keberatan dimaksud tidak diajukan banding. Pasal 7 Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 untuk permohonan Wajib Pajak pribadi yang diajukan secara perseorangan dalam hal A. Wajib Pajak Pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a angka 1 (satu), meliputi 1. Objek Pajak yang Wajib Pajaknya orang pribadi veteran pejuang kemerdekaan, pembela kemerdekaan, penerima tanda jasa bintang gerilya, atau janda/ dudanya berupa a. Fotokopi kartu tanda anggota veteran, atau fotokopi surat keputusan tentang pengakuan, pengesahan dan penganugerahan gelar kehormatan dari pejabat yang berwenang; b. Fotokopi bukti pelunasan PBB P2 tahun pajak sebelumnya; c. Dokumen pendukung lainnya. 2. Objek Pajak yang Wajib Pajaknya orang pribadi yang penghasilannya semata-mata berasal dari pensiunan sehingga kewajiban PBB P2nya sulit dipenuhi berupa a. Fotokopi surat keputusan pensiun; b. Fotokopi slip pensiun atau dokumen sejenis lainnya; c. Fotokopi kartu keluarga; d. Fotokopi rekening listrik, air dan/ telepon; e. Fotokopi bukti pelunasan PBB P2 tahun pajak sebelumnya; f. Dokumen pendukung lainnya. 3. Objek Pajak yang Wajib Pajaknya orang pribadi yang berpenghasilan rendah sehingga kewajiban PBB P2nya sulit dipenuhi berupa a. Surat pernyataan dari Wajib Pajak yang menyatakan bahwa penghasilan Wajib Pajak rendah; b. Fotokopi kartu keluarga; c. Fotokopi rekening tagihan listrik, air/ tagihan telepon; d. Fotokopi bukti pelunasan PBB P2 tahun pajak sebelumnya; e. Dokumen pendukung lainnya. 6

4. Objek Pajak yang Wajib Pajaknya orang pribadi yang berpenghasilan rendah yang nilai jual objek pajak per-meter persegi meningkat akibat perubahan lingkungan dan dampak positif pembangunan berupa a. Surat pernyataan dari Wajib Pajak yang menyatakan bahwa penghasilan Wajib Pajak rendah; b. Fotokopi SPPT tahun sebelumnya; c. Fotokopi kartu keluarga; d. Fotokopi rekening tagihan listrik, air/ tagihan telepon; e. Fotokopi bukti pelunasan PBB P2 tahun pajak sebelumnya; f. Dokumen pendukung lainnya. 5. Objek Pajak yang Wajib Pajaknya orang pribadi yang berupa cagar budaya yang telah ditetapkan sebagai benda cagar budaya berupa surat ketetapan sebagai cagar budaya. B. Wajib Pajak Badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a angka 2 (dua), yang mengalami kerugian dan kesulitan liquiditas tahun Pajak sebelumnya sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban rutin berupa 1. Fotokopi laporan keuangan tahun sebelumnya; 2. Fotokopi SPT tahunan PPh tahun pajak sebelumnya; 3. Fotokopi bukti pelunasan PBB P2 tahun pajak sebelumnya; 4. Dokumen pendukung lainnya. Pasal 8 Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (1) huruf b untuk permohonan Wajib Pajak yang diajukan secara perseorangan dalam hal objek pajaknya terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa berupa 1. Surat pernyataan dari Wajib Pajak yang menyatakan objek pajaknya terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa; 2. Surat keterangan yang mendukung alasan permohonan dari Kepala Desa / Kelurahan setempat atau instansi terkait; 3. Dokumen pendukung lainnya. Pasal 9 Permohonan pengurangan yang diajukan secara kolektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) harus memenuhii persyaratan dan data pendukung. Pasal 10 Permohonan Pengurangan secara kolektif dapat diajukan 1. Sebelum SPPT diterbitkan dalam hal kondisi tertentu yaitu objek Pajak yang Wajib Pajaknya orang pribadi veteran pejuang kemerdekaan, veteran pembela kemerdekaan, penerima tanda jasa bintang gerilya, atau janda/ dudanya dengan PBB P2 yang terhutang paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) 2. Setelah SPPT diterbitkan dalam hal a. Dalam hal kondisi tertentu yaitu objek Pajak yang Wajib Pajaknya orang pribadi veteran pejuang kemerdekaan, veteran pembela kemerdekaan, penerima tanda jasa bintang gerilya, atau janda/ dudanya dengan PBB P2 yang terhutang paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah); b. Dengan PBB P2 yang terhutang paling banyak Rp 200.000,- (dua ratus ribu rupiah) yaitu 7

1) Objek Pajak berupa lahan pertanian/ perkebunan/ perikanan/ peternakan yang hasilnya sangat terbatas yang Wajib Pajaknya orang pribadi yang berpenghasilan rendah; 2) Objek pajak yang Wajib Pajaknya orang pribadi yang penghasilannya semata-mata berasal dari pensiunan, sehingga kewajiban PBB P2nya sulit dipenuhi; 3) Objek Pajak yang Wajib Pajaknya orang pribadi yang berpenghasilan rendah sehingga kewajiban PBB P2nya sulit dipenuhi; 4) Objek Pajak yang Wajib Pajaknya orang pribadi yang berpenghasilan rendah yang Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) permeter perseginya meningkat akibat perubahan lingkungan dan dampak positif pembangunan. c. Dengan PBB P2 yang terhutang paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) 1) Dalam hal objek pajak terkena bencana alam bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor; 2) Dalam hal objek pajak terkena sebab lain yang luar biasa, meliputi kebakaran, wabah penyakit tanaman dan/ wabah hama tanaman. Pasal 11 Persyaratan permohonan pengurangan yang diajukan secara kolektif yaitu 1. Permohonan pengurangan yang diajukan secara kolektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 angka 1 berupa a. Satu permohonan untuk beberapan objek pajak dengan tahun pajak yang sama; b. Diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan mencantumkan besarnya persentase pengurangan yang dimohon disertai alasan yang jelas; c. Diajukan kepada Walikota melalui Pengurus Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) setempat atau pengurus organisasi terkait lainnya untuk pengajuan permohonan; d. Diajukan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) Januari tahun pajak yang bersangkutan; e. Tidak memiliki tunggakan PBB P2 tahun pajak sebelumnya atas objek pajak yang dimohonkan pengurangan. 2. Permohonan pengurangan yang diajukan secara kolektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 angka 2, harus berupa 1) Satu permohonan untuk beberapan SPPT tahun pajak yang sama. 2) Diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan mencantumkan besarnya persentase pengurangan yang dimohon disertai alasan yang jelas. 3) Diajukan kepada Walikota melalui 1. Pengurus Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) setempat atau pengurus organisasi terkait lainnya untuk pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 angka 2 huruf a; 2. Kepala Desa / Kelurahan setempat, untuk pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 angka 2 huruf b dan huruf c. 4) Dilampiri fotocopy SPPT yang dimohonkan pengurangan. 5) Diajukan dalam jangka waktu 8

a. 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya SPPT; b. 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal terjadinya bencana alam; c. 3 (tiga) bulan tehitung sejak tanggal terjadinya sebab lain yang luar biasa, kecuali apabila Wajib Pajak melalui perngurus LVRI setempat, pengurus organisasi terkait lainnya atau Kepala Desa / Kelurahan, dapat menunjukkan bahwa dalam jangka waktu tersebut tidak dipenuhi karena keadaan yang diluar kekuasaannya. 6) Tidak diajukan keberatan atas SPPT yang dimohonkan pengurangan. Pasal 12 (1) Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 untuk permohonan Wajib Pajak yang diajukan secara kolektif oleh pengurus Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) atau organisasi terkait lainnya, berupa 1. Fotokopi kartu anggota veteran tiap-tiap Wajib Pajak; 2. Fotokopi bukti pelunasan PBB P2 tiap-tiap Wajib Pajak tahun pajak sebelumnya; 3. Dokumen lainnya. (2) Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat 1 untuk permohonan Wajib Pajak yang diajukan secara kolektif oleh Kepala Desa / Kelurahan berupa 1. Surat keterangan yang mendukung alasan permohonan dari Kepala Desa / Kelurahan setempat atau instansi terkait; 2. Fotokopi bukti pelunasan PBB P2 tiap-tiap Wajib Pajak tahun pajak sebelumnya; 3. Dokumen pendukung lainnya. Pasal 13 (1) Permohonan pengurangan secara perseorangan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dianggap bukan sebagai permohonan sehingga tidak dapat dipertimbangkan. (2) Permohonan pengurangan secara kolektif yang tidak memenuhi a. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 angka 1 dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11; b. Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 10 angka 2 dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11. Dianggap bukan sebagai permohonan sehingga tidak dapat dipertimbangkan. (3) Dalam hal permohonan pengurangan tidak dipertimbangkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Kepala Dinas dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal permohonan tersebut diterima, harus memberitahukan secara tertulis disertai alasan yang mendasari kepada a. Wajib Pajak atau kuasanya dalam hal pengajuan diajukan secara perseorangan; b. Pengurus LVRI setempat, pengurus organisasi terkait lainnya, atau Kepala Desa / Kelurahan setempat dalam hal permohonan diajukan secara kolektif. (4) Dalam hal permohonan pengurangan tidak dapat dipertimbangkan sebagai mana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), Wajib Pajak masih dapat mengajukan permohonan pengurangan kembali sepanjang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 9. 9

Pasal 14 (1) Keputusan permohonan pengurangan dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian atau menolak permohonan Wajib Pajak. (2) Keputusan pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 (satu) ditetapkan berdasarkan hasil penelitian di kantor, dan apabila diperlukan dapat dilanjutkan dengan penelitian dilapangan. (3) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat 2 (dua) dilakukan berdasarkan surat tugas dan hasilnya dituangkan dalam laporan hasil penelitian pengurangan PBB P2. (4) Penelitian di lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Dinas harus terlebih memberitahukan secara tertulis mengenai waktu pelaksanaan penelitian dilapangan kepada a. Wajib Pajak atau kuasanya dalam permohonan diajukan secara perseorangan; b. Pengurus LVRI atau organisasi terkait lainnya atau Kepala Desa / Kelurahan dalam hal permohonan diajukan secara kolektif. (5) Wajib Pajak yang telah diberikan suatu keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat lagi mengajukan permohonan pengurangan untuk SPPT atau SKP PBB P2 yang sama. Pasal 15 (1) Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan pengurangan harus memberi suatu keputusan atas permohonan pengurangan. (2) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah terlampaui dan keputusan belum diterbitkan, permohonan pengurangan dianggap dikabulkan dan diterbitkan keputusan sesuai dengan permohonan Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak jangka waktu dimaksud berakhir. Pasal 16 Tanggal diterimanya permohonan pengurangan adalah tanggal tanda pengiriman surat permohonan pengurangan, dalam hal disampaikan melalui pos dengan tanda bukti pengiriman surat atau tanggal terima surat permohonan pengurangan dalam hal disampaikan secara langsung oleh Wajib Pajak atau kuasanya kepada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset. Pasal 17 (1) Bentuk format Keputusan Walikota tentang Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dan Keputusan Walikota tentang Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan secara kolektif adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I dan Lampiran II Peraturan Walikota ini yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini. 10

(2) Bentuk formulir a. Surat Tugas sebagaimana dimaksud pada Pasal 14 ayat (3) adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran III Peraturan Walikota ini; b. Surat pemberitahuan penelitian di lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) sebagaimana ditetapkan pada Lampiran IV pada Peraturan Walikota ini. BAB III PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI Pasal 18 (1) Walikota atas permintaan Wajib Pajak dapat mengurangkan denda administrasi karena hal-hal tertentu; (2) Denda administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi a. Denda administrasi sebesar 25 % dhitung dari pokok pajak yang tercantum dalam SKP PBB P2 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) UU PBB; b. Denda administrasi sebesar 2% sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) dan ayat (4) UU PBB. (3) Hal-hal tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah Wajib Pajak orang pribadi yang mengalami kesulitan keuangan yang mengalami kesulitan liquiditas; Pasal 19 (1) Permintaan pengurangan denda administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dapat diajukan secara perseorangan atau kolektif; (2) Permintaan pengurangan denda administrasi secara kolektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk Wajib Pajak pribadi dengan pokok pajak paling banyak Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah); (3) Permintaan pengurangan denda administrasi secara kolektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Kepala Desa / Kelurahan; Pasal 20 (1) Permintaan pengurangan denda administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut a. Satu permintaan diajukan untuk SPPT, SKP PBB P2 atau STPD PBB P2, kecuali yang diajukan secara kolektif; b. Diajukan kepada Walikota; c. Diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia; d. Mengemukakan besarnya persentase pengurangan denda administrasi yang diminta disertai alasan yang jelas; e. Melampirkan surat kuasa khusus dalam hal surat permintaan ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 14 UU KUP kecuali permintaan yang diajukan secara kolektif; f. Melunasi pokok pajak yang dimintakan pengurangan denda administrasi; g. Tidak memiliki tunggakan bertahun-tahun sebelumnya dan belum Kadaluwarsa menurut ketentuan perpajakan yang berlaku; h. Permintaan pengurangan secara kolektif hanya untuk SPPT dan/ atau SKP PBB P2, atau STPD PBB P2 Tahun Pajak yang sama; 11

i. Diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak pelunasan pokok pajak yang dimintakan pengurangan denda administrasi. (2) Dalam hal Wajib Pajak diberikan pengurangan pajak yang terhutang, maka pokok pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f adalah pokok pajak setelah pengurangan. (3) Permintaan pengurangan denda administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai dengan bukti pendukung. Pasal 21 (1) Dalam hal pengajuan permintaan pengurangan denda administrasi tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1), Walikota dapat meminta kepada Wajib Pajak untuk melengkapi kekurangan persyaratan yang dimaksud. (2) Atas permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maupun atas kesadaran sendiri, Wajib Pajak harus melengkapi kekurangan persyaratan yang dimaksud dalam jangka waktu paling lama (1) bulan sejak tanggal diterimanya pengajuan permintaan pengurangan denda administrasi oleh Walikota. (3) Permintaan pengurangan denda administrasi yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) dan telah melampaui waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dianggap sebagai surat permintaan pengurangan denda administrasi sehingga tidak dapat dipertimbangkan. Pasal 22 Terhadap SPPT/ SKP PBB P2/ STPD PBB P2 yang telah diajukan permintaan pengurangan pajak terutang tidak dapat lagi diajukan permintaan pengurangan denda administrasi. Pasal 23 Bukti pendukung permintaan pengurangan denda administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) untuk a. Wajib Pajak orang pribadi 1. Fotokopi SPPT/ SKP PBB P2/ STPD PBB P2 yang dimintakan pengurangan denda administrasi; 2. Fotokopi bukti pelunasan PBB P2 5 (lima) tahun sebelumnya, atau bukti pelunasan tahun-tahun sebelumnya dalam hal Wajib Pajak, menguasai dan/ memanfaatkan objek pajak yang bersangkutan kurang dari 5 (lima) tahun; 3. Fotokopi bukti pelunasan pokok pajak tahun yang dimintakan pengurangan denda administrasi; 4. Fotokopi slip gaji atau dokumen lain yang menyatakan besarnya penghasilan dan/ atau surat keterangan kesulitan keuangan dari Kepala Desa / Kelurahan; 5. Fotokopi pendukung lainnya. b. Wajib Pajak orang pribadi secara kolektif 1. Fotokopi SPPT/ SKP PBB P2/ STPD PBB P2 yang dimintakan pengurangan denda administrasi; 12

2. Fotokopi bukti pelunasan PBB P2 5 (lima) tahun sebelumnya atau bukti pelunasan tahun-tahun sebelumnya dalam hal Wajib Pajak memiliki, menguasai dan/ atau memanfaatkan objek pajak yang bersangkutan kurang dari 5 (lima) tahun; 3. Fotokopi bukti pelunasan pokok pajak tahun yang dimintakan pengurangan denda administrasi; 4. Surat keterangan kesulitan keuangan dari Kepala Desa / Kelurahan; 5. Fotokopi bukti pendukung lainnya. c. Wajib Pajak badan (1) Fotokopi laporan keuangan/ neraca rugi laba tahun-tahun sebelumnya; (2) Fotokopi SPT tahunan PPh tahun pajak sebelumnya; (3) Fotokopi SPPT/ SKP PBB P2/ STPD PBB P2 yang dimintakan pengurangan denda administrasi; (4) Fotokopi bukti pelunasan PBB P2 5 (lima) tahun sebelumnya atau bukti pelunasan tahun-tahun sebelumnya dalam hal Wajib Pajak memiliki, menguasai dan/ atau memanfaatkan objek pajak yang besangkutan kurang dari 5 (lima) tahun; (5) Fotokopi bukti pelunasan pokok pajak tahun yang dimintakan pengurangan denda administrasi; (6) Fotokopi bukti pendukung lainnya. Pasal 24 Surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf e, berlaku untuk Wajib Pajak orang pribadi dengan pokok pajak paling sedikit Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) dan Wajib Pajak badan. Pasal 25 (1) Walikota memberikan keputusan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya permintaan pengurangan denda administrasi yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1). (2) Keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian atau menolak permintaan. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat 1 telah terlampaui dan Walikota tidak memberi suatu keputusan maka permintaan dianggap dikabulkan dengan menerbitkan suatu keputusan sesuai dengan permintaan Wajib Pajak; (4) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada hasil penelitian. Pasal 26 Walikota karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak a. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi PBB P2 berupa bunga, denda, dan kenaikan yang dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahan Wajib Pajak; b. Mengurangkan atau membatalkan SPPT, SKP PBB P2, dan STPD PBB P2 yang tidak benar. 13

Pasal 27 (1) Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a dapat dilakukan terhadap sanksi administrasi yang tercantum dalam a. SPPT; b. SKP PBB P2; c. STPD PBB P2. (2) Untuk mendukung Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a, permohonan dimaksud dilampiri dengan a. Fotokopi identitas Wajib Pajak, dan Fotokopi identitas kuasa Wajib Pajak dalam hal dikuasakan; b. Dokumen pendukung yang dapat menunjukkan bahwa denda administrasii dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahan Wajib Pajak; c. Fotokopi surat pemberitahuan pengajuan keberatan PBB P2 tidak dapat dipertimbangkan, dalam hal Wajib Pajak pernah mengajukan keberatan atas SPPT atau SKP PBB P2; dan/ atau d. Dokumen pendukung lainnya. (3) Untuk mendukung permohonan pengurangan SPPT, SKP PBB P2, atau STPD PBB P2 sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b permohonan dimaksud dilampiri dengan a. Fotokopi identitas Wajib Pajak dan Fotokopi Kuasa Wajib Pajak dalam hal dikuasakan; b. Dokumen pendukung yang dapat menunjukkan bahwa SPPT, SKP PBB P2, atau STPD PBB P2 tidak benar. Pasal 28 (1) Permohonan pembatalan SPPT, SKP PBB P2 atau STPD PBB P2 yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) huruf b, diajukan secara perseorangan, kecuali untuk SPPT dapat juga diajukan secara kolektif; (2) Untuk mendukung permohonan pembatalan SPPT, SKP PBB P2 atau STPD PBB P2, yang tidak benar yang diajukan secara perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), permohonan dimaksud dilampiri dengan a. Fotokopi identitias Wajib Pajak, dan Fotokopi identitas kuasa Wajib Pajak dalam hal dikuasakan; b. Dokumen pendukung yang dapat menunjukkan bahwa objek pajak tersebut termasuk objek pajak yang dapat dibatalkan; dan/ atau c. Dokumen pendukung lainnya. (3) Untuk mendukung permohonan pembatalan SPPT yang tidak benar yang diajukan secara kolektif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), permohonan yang dimaksud dilampiri dengan a. Fotokopi identitas Wajib Pajak; b. Dokumen pendukung yang dapat menunjukkan bahwa objek pajak tersebut termasuk objek pajak yang dapat dibatalkan; c. Dokumen lainnya. 14

Pasal 29 (1) Pengurangan SPPT, SKP PBB P2 dan STPD PBB P2 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf b dapat dilakukan dalam hal Terdapat ketidakbenaran atas 1) Luas Objek Pajak Bumi dan/ atau Bangunan P2; 2) Nilai Objek Pajak Bumi dan/ atau Bangunan P2; 3) Penafsiran peraturan perundang-undangan PBB P2 pada SPPT, SKP PBB P2, atau STPD PBB P2; (2) Pembatalan SPPT, SKP PBB P2 dan STPD PBB P2 tersebut seharusnya tidak diterbitkan. Pasal 30 (1) Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a harus memenuhi persyaratan a. Satu permohonan untuk 1 (satu) SPPT, SKP PBB P2 dan STPD PBB P2; b. Diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan mencantumkan besarnya sanksi administrasi yang dimohonkan pengurangan atau penghapusan disertai alasan yang mendukung permohonannya; c. Diajukan kepada Walikota; d. Dilampiri fotokopi SPPT, SKP PBB P2 dan STPD PBB P2 yang dimohonkan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi; e. Wajib Pajak tidak mengajukan keberatan, mengajukan keberatan namun tidak dipertimbangkan, atau mengajukan keberatan kemudian mencabut keberatannya atas SKP PBB P2 dalam hal yang diajukan permohonan pengurangan atau penghapusan adalah sanksi administrasi yang tercantum dalam SKP PBB P2; f. Wajib Pajak tidak mengajukan keberatan, mengajukan keberatan namun tidak dipertimbangkan, atau mengajukan keberatan kemudian mencabut keberatannya atas SPPT atau SKP PBB P2 yang terkait dengan STPD PBB P2, dalam hal yang diajukan permohonan pengurangan atau penghapusan adalah sanksi administrasi yang tercantum dalam STPD PBB P2; g. Wajib Pajak telah melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayar yang menjadi dasar penghitungan sanksi administrasi yang tercantum dalam SKP PBB P2 dan STPD PBB P2; h. Surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal surat permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak berlaku ketentuan sebagai berikut 1) Surat permohonan harus dilampiri dengan surat kuasa khusus untuk a). Wajib Pajak badan; b). Wajib Pajak orang pribadi dengan pajak yang tidak atau kurang dibayar yang menjadi dasar penghitungan sanksi administrasi lebih besar dari Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah); 2) Harus dilampiri dengan surat kuasa, untuk Wajib Pajak orang pribadi dengan pajak yang tidak atau kurang dibayar yang menjadi dasar penghitungan sanksi administrasi paling besar Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah); 15

(2) Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang tidak memenuhi persyaratan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dianggap bukan sebagai permohonan sehingga tidak dapat dipertimbangkan dan kepada Wajib Pajak atau kuasanya diberitahukan secara tertulis disertai alasan yang mendasari dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak permohonan tersebut diterima; Pasal 31 (1) Permohonan pengurangan SPPT, SKP PBB P2 dan STPD PBB P2 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) harus memenuhi persyaratan a. Satu permohonan untuk 1 (satu) SPPT, SKP PBB P2 dan STPD PBB P2; b. Diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan mencantumkan besarnya ketetapan yang dimohonkan pengurangan disertai alasan yang mendukung permohonannya; c. Diajukan kepada Walikota; d. Dilampiri asli SPPT, SKP PBB P2 dan STPD PBB P2 yang dimohonkan pengurangan; e. Wajib Pajak tidak mengajukan keberatan atau mengajukan keberatan namun tidak dapar dipertimbangkan atas SPPT, SKP PBB P2 dan STPD PBB P2 dalam hal yang diajukan permohonan pengurangan adalah SPPT, SKP PBB P2 dan STPD; f. Wajib Pajak tidak mengajukan keberatan atau mengajukan keberatan namun tidak dapat dipertimbangkan atas SPPT dan SKP PBB P2 yang terkait dengan STPD PBB P2, dalam hal yang diajukan permohonan pengurangan adalah STPD PBB P2; g. Surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal surat permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak berlaku ketentuan sebagai berikut 1) Surat permohonan harus dilampiri dengan surat kuasa khusus untuk a. Wajib Pajak badan; b. Wajib Pajak orang pribadi dengan pajak yang masih harus dibayar lebih besar dari Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah); 2) Surat permohonan harus dilampiri dengan surat kuasa, untuk Wajib Pajak orang pribadi dengan pajak yang masih harus dibayar paling besar Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah). (2) Wajib Pajak yang mengajukan keberatan kemudian mencabut keberatannya tersebut tidak termasuk pengertian Wajib Pajak yang tidak mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dan f. (3) Permohonan pengurangan SPPT, SKP PBB P2 dan STPD PBB P2 yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dianggap bukan sebagai permohonan sehingga tidak dapat dipertimbangkan dan kepada Wajib Pajak atau kekuasaannya diberitahukan secara tertulis disertai alasan yang mendasari dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak permohonan tersebut diterima. Pasal 32 (1) Permohonan pembatalan SPPT, SKP PBB P2 dan STPD PBB P2, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf b diajukan secara perseorangan, kecuali untuk SPPT dapat juga diajukan secara kolektif. 16

(2) Permohonan pembatalan yang diajukan secara perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan a. Satu permohonan untuk 1 (satu) SPPT, SKP PBB P2 dan STPD PBB P2; b. Diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan mencantumkan alasan yang mendukung permohonannya; c. Diajukan kepada Walikota; d. Dilampiri asli SPPT, SKP PBB P2 dan STPD PBB P2 yang dimohonkan pembatalan; e. Surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam surat permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak berlaku ketentuan sebagai berikut 1) Surat permohonan harus dilampiri dengan surat kuasa khusus untuk a. Wajib Pajak badan; b. Wajib Pajak orang pribadi dengan pajak yang masih harus dibayar lebih besar dari Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah); 2) Surat permohonan harus dilampiri dengan surat kuasa, untuk Wajib Pajak orang pribadi dengan pajak yang masih harus dibayar paling besar Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah). (3) Permohonan pembatalan untuk SPPT yang diajukan secara kolektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan a. Satu permohonan untuk beberapa SPPT tahun pajak yang sama dengan pajak yang terhutang untuk setiap SPPT paling besar Rp. 200.000,- (dua ratus ribu rupiah); b. Diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia, dengan mengemukakan alasan yang mendukung permohonannya; c. Diajukan kepada Walikota; d. Dilampiri asli SPPT yang dimohonkan pembatalan; e. Diajukan melalui Kepala Desa / Kelurahan setempat. (4) Permohonan pembatalan SPPT, SKP PBB P2 dan STPD PBB P2 secara perseorangan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dianggap bukan sebagai permohonan sehingga tidak dapat dipertimbangkan dan kepada Wajib Pajak atau kuasanya diberitahukan secara tertulis disertai alasan yang mendasari dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan tersebut diterima. (5) Permohonan pembatalan SPPT secara kolektif yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dianggap bukan sebagai permohonan sehingga tidak dapat dipertimbangkan dan kepada Kepala Desa / Kelurahan setempat diberitahukan secara tertulis disertai alasan yang mendasari dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak permohonan tersebut diterima. Pasal 33 Tanggal penerimaan surat permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a dan surat permohonan pengurangan atau pembatalan SPPT, SKP PBB P2 atau STPD PBB P2 yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf b adalah 17

a. Tanggal terima surat permohonan, dalam hal permohonan disampaikan secara langsung oleh Wajib Pajak atau kuasanya kepada petugas Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset; b. Tanggal tanda pengiriman surat permohonan, dalam hal permohonan disampaikan melalui pos dan bukti pengiriman surat. Pasal 34 (1) Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a dan permohonan pengurangan atau pembatalan SPPT, SKP PBB P2 dan STPD PBB P2 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf b dapat diajukan oleh Wajib Pajak paling banyak 2 (dua) kali. (2) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan kedua, permohonan tersebut harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal pengiriman Surat Keputusan Walikota atas permohonan yang pertama. (3) Permohonan kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan Pasal 31 ayat (1) dan Pasal 32 ayat (2) dan Pasal 32 ayat (3). (4) Permohonan kedua yang diajukan melampaui jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dianggap bukan sebagai permohonan sehingga tidak dapat dipertimbangkan dan kepada Wajib Pajak atau kuasanya diberitahukan secara tertulis disertai alasan yang mendasari dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak permohonan tersebut diterima. Pasal 35 (1) Walikota dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal permohonan diterima, harus memberi suatu keputusan atas permohonan Wajib Pajak sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 26. (2) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat 1 telah terlampaui dan Walikota tidak memberi suatu keputusan, permohonan yang diajukan dianggap dikabulkan dan harus menerbitkan keputusan sesuai dengan permohonan Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak jangka waktu dimaksud berakhir. Pasal 36 (1) Keputusan Walikota atas a. Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasii sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a; b. Permohonan pengurangan SPPT, SKP PBB P2 dan STPD PBB P2 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf b dapat berupa mengabulkan sebagian atau seluruhnya, atau menolak permohonan Wajib Pajak. (2) Keputusan Walikota atas permohonan pembatalan SPPT, SKP PBB P2 dan STPD PBB P2 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf b, dapat berupa mengabulkan atau menolak permohonan Wajib Pajak. 18

(3) Atas permintaan tertulis dari Wajib Pajak, Walikota harus memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar untuk menolak atau mengabulkan sebagian permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau menolak permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Pasal 37 Bentuk formulir Keputusan Walikota mengenai a. Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi PBB P2 atau SKP PBB P2 atau STPD PBB P2 sebagaimana ditetapkan pada Lampiran V Peraturan Walikota ini; b. Pengurangan ketetapan PBB P2, yang tidak benar atas SPPT/ SKP PBB P2/ STPD PBB P2 sebagaimana ditetapkan pada Lampiran VI Peraturan Walikota ini; c. Pembatalan ketetapan PBB P2, yang tidak benar atas SPPT/ SKP PBB P2/ STPD PBB P2 sebagaimana ditetapkan pada Lampiran VII Peraturan Walikota ini; d. Pembatalan ketetapan PBB P2, yang tidak benar atas SPPT secara kolektif sebagaimana ditetapkan pada Lampiran VIII Peraturan Walikota ini. BAB IV KETENTUAN PENUTUP Pasal 38 Peraturan Walikota Pariaman ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengundangan Peraturan Walikota Pariaman ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kota Pariaman. Ditetapkan di Pariaman pada tanggal 30 Agustus 2013 WALIKOTA PARIAMAN, dto MUKHLIS, R Diundangkan di Pariaman pada tanggal 30 Agustus 2013 SEKRETARIS DAERAH KOTA PARIAMAN, dto ARMEN BERITA DAERAH KOTA PARIAMAN TAHUN 2013 NOMOR 25. 19

LAMPIRAN 1 PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 25 TAHUN 2013 TANGGAL.30 AGUSTUS 2013 SABID UAK SADAYU A NG PEMERINTAH KOTA PARIAMAN DINAS PENDAPATAN,PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET KOTA PARIAMAN (1) Nomor... (2)...200... (3) Sifat... (4) Lampiran... (5) Hal Permohonan Mengangsur/ Menunda Pembayaran Pajak Yth. Walikota Pariaman Cq. Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Pengelolaan Keuangan dan Aset... (6) Yang Bertanda Tangan dibawah ini Nama... (7) NPWP... (8) Alamat... (9)... Bertindak selaku Wajib Pajak Pengurus Kuasa dari Wajib Pajak Nama... (10) NPWP... (11) Alamat... (12) Menyatakan masih mempunyai utang pajak berdasarkan STP SKPKB SK Pembetulan SK Keberatan Putusan Peninjauan Kembali PPh Pasal 29 Tahun Pajak... SKPKBT Putusan Banding Sebagai Berikut Jenis Tahun Pajak pajak Nomor Ketetapan/ Keputusan/Putusan/SP T Tahum Jumlah Pajak Yang Masih Harus Dibayar (Rp) Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran (13) (14) (15) (16) (17) Terhadap utang pajak tersebut diatas, saya mengajukan permohonan untuk 1. Mengansur Pembayaran Pajak sebesar Rp... dengan ketentuan (18) a. Masa angsuran...kali, dan (19) b. Besarnya angsuran Rp..., atau (20) 2. Menunda pembayaran Pajak sebesar Rp... (21) s/d tanggal... (22) karena saya mengalami kesulitan likuiditas (Posisi Kas, Bank, dan piutang per tanggal... (23) ) mengalami keadaan diluar kekuasaan *) dengan bukti berupa... (24)(terlampir) Memenuhi Persyaratan sebagaimana tersantum dalam pasal 10 dan pasal 11 Peraturan Walikota Pariaman Nomor... tanggal..., saya bersedia memberikan jaminan berupa Bank garansi Surat/ dokumen bukti kepemilikan barang bergerak Penanggungan utang oleh puhak ketiga Sertifikat Tanah dan/ atau bangunan, dan/ atau Sertifikat deposito... Pemohon (...) (25) 20

Petunjuk Pengisian Lampiran I Angka 1 diisi dengan Nama DPPKA Kota Pariaman tempat wajib pajak terdaftar Angka 2 diisi dengan nomor surat permohonan mengangsur. Menunda pembayaran pajak sesuai dengan administrasi wajib pajak Angka 3 diisi dengan kota dan tanggal surat Angka 4 disi dengan sifat surat permohonan mengangsur / menunda pembayaran pajak menurut wajib pajak. Angka 5 diisi dengan dengan jumlah lampiran yang disertakan pada surat permohonan mengangsur/ menunda pembayaran pajak menurut wajib pajak Angka 6 diisi dengan nama dan alamat DPPKA tempat wajib pajak terdaftar. Angka 7 diisi dengan nama wajib pajak/ pengurus/ kuasa yang menandatangani surat permohonan mengangsur/ menunda pembayaran pajak Angka 8 diisi dengan NPWP wajib pajak pengurus/ kuasa yang menandatangani surat permohonan mengangsur/ menunda pembayaran pajak. Angka 9 diisi dengan alamat wajib pajak pengurus/ kuasa yang menandatangani surat permohonan mengangsur/ menunda pembayaran pajak.. Angka 10 diisi dengan nama wajib pajak apabila yang memohon/ menandatangani surat permohonan mengangsur/ menunda pembayaran pajak adalah pengurus atau kuasa dari wajib pajak Angka 11 diisi dengan NPWP wajib pajak apabila yang memohon/ menandatangani surat permohonan mengangsur/ menunda pembayaran pajak adalah pengurus atau kuasa dari wajib pajak Angka 12 diisi dengan alamat wajib pajak apabila yang memohon/ menandatangani surat permohonan mengangsur/ menunda pembayaran pajak adalah pengurus atau kuasa dari wajib pajak Angka 13 diisi dengan jenis pajak yang diajukan permohonan angsuran/ penundaan pembayaran pajak Angka 14 diisi dengan tahun pajak yang diajukan permohonan angsuran/ penundaan pembayaran pajak Angka 15 diisi dengan nomor ketetapan/ keputusan/ putusan yang diajukan permohonan angsuran/ penundaan pembayaran pajak atau diisi dengan PPh pasal 29 dalam hal permohonan angsuran/ penundaan pembayaran pajak diajukan atas SPT tahunan PPh Angka 16 diisi dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar berdasarkan ketetapan/ keputusan/ putusan atau SPT tahunan PPh Angka 17 diisi dengan tanggal jatuh tempo pembayaran ketetapan/keputusan/ putusan SPT yahunan PPh yang diajukan permohonan angsuran/ penundaan pembayaran pajak Angka 18 diisi dengan jumlah pajak yang dimohon untuk diangsur Angka 19 diisi dengan banyaknya masa angsuran yang dimohon 21

Angka 20 diisi dengan besarnya angsuran yang dimohon Angka 21 diisi dengan jumlah pajak yang dimohon untuk ditunda Angka 22 diisi dengan jangka waktu yang dimohon untuk ditunda Angka 23 diisi dengan tanggal posisi kas, bank, dan utang piutang yang dilampirkan dalam hal wajib pajak mengalami kesulitan likuiditas Angka 24 diisi dengan nama dokumen pendukung yang dilampirkan dalam hal wajib pajak mengalami keadaan diluar kuasanya Angka 25 diisi dengan nama dan tanda tangan pemohon sebagaimana tercantum pada angka 7 WALIKOTA PARIAMAN, dto MUKHLIS, R 22

LAMPIRAN II PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 25 TAHUN 2013 TANGGAL 30 AGUSTUS 2013 SABID UAK SADAYU A NG PEMERINTAH KOTA PARIAMAN DINAS PENDAPATAN,PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET KOTA PARIAMAN (1) KEPUTUSAN DINAS PENDAPATAN, PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET Nomor... (2) TENTANG PERSETUJUAN ANGSURAN PEMBAYARAN PAJAK BERDASARKAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN Membaca DINAS PENDAPATAN, PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET Surat permohonan mengangsur pembayaran pajak nomor... (3) tanggal... (4) yang diajukan oleh wajib pajak... (5) NPWP... (6) sebesar Rp... (7) Menimbang Mengigat Menetapkan Bahwa setelah dilakukan penelitian, ternyata alasan dan bukti yang disampaikan oleh wajib pajak dalam mengajukan permohonan untuk mengangsur kekurangan pembayaran pajak terutang berdasarkan surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Walikota Pariaman nomor... tentang tata cara pemberian angsuran atau penundaan pembayaran pajak. 1. Pasal 9 ayat (4) Undang- undang Nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- undang nomor 28 tahun 2007 ( Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2007 nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4740) 2. Pasal 12 Peraturan Walikota Nomor... Tentang Tata cara Pembayaran, Penyetoran, angsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan MEMUTUSKAN Bahwa berdasarkan penelitian terhadap pemohon wajib pajak Nama... (8) NPWP... (9) Alamat... (10) Dengan nama ini deberikan persetujuan untuk mengangsur kekurangan pembayaran pajak terutangberdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak... (11) sebesar Rp... (12) sebanyak... (13) kali dengan ketentuan sebagai berikut Angsuran Ke Angsuran (RP) Jatuh Tempo Pembayaran Bunga (Rp) (14) (15) (16) (17) Atas Bunga dalam Kolom (17) ditagih dengan surat tagihan Pajak... (18) Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Pengelolaan Keuangan dan Aset (19)... 20 ) 23