PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1989 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS BUNGA DEPOSITO BERJANGKA, SERTIFIKAT DEPOSITO DAN TABUNGAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1989 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS BUNGA DEPOSITO BERJANGKA, SERTIFIKAT DEPOSITO DAN TABUNGAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1988 TENTANG PAJAK ATAS BUNGA DEPOSITO BERJANGKA SERTIFIKAT DEPOSITO DAN TABUNGAN

PP 46/1996, PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN BERUPA BUNGA ATAU DISKONTO OBLIGASI YANG DIJUAL DI BURSA EFEK

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2. Undang - undanz Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Bank Indonesia;

Bab1 Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN. industri perbankan. Perkembangan ini dapat dilihat dari sisi volume usaha,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS DISKONTO SURAT PERBENDAHARAAN NEGARA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Abdurrahman (2002) bank sebelumnya memiliki kewajiban sebagai

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 140 TAHUN 2000 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 27/PJ.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1994 TENTANG

Administrasi Pajak Bisnis Lembaga Perbankan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1996 TENTANG

PP 3/1994, PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN; ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH; ATAU TANAH DAN BANGUNAN

2017, No tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tenta

PP 12/1994, PENETAPAN BESARNYA PERSENTASE NILAI JUAL KENA PAJAK PADA PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

Presiden Republik Indonesia,

PAJAK PENGHASILAN PASAL 4 AYAT 2. Pasal 4 ayat 2 Undang-undang Pajak Penghasilan menyebutkan, bahwa:

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. PPH. Pemotongan. Dibayarkan sekaligus.

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91/PMK.03/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91/PMK.03/2015 TENTANG

Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-241/PJ./2002, Tgl

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 16/PMK.03/2010 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Copyright (C) 2000 BPHN

PP 4/1998, TATA CARA PENJUALAN BARANG SITAAN YANG DIKECUALIKAN DARI PENJUALAN SECARA LELANG DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1994 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI TRANSAKSI PENJUALAN SAHAM DI BURSA EFEK

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN BERUPA BUNGA OBLIGASI

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72/PMK.03/2010 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PER - 39/PJ/2010 PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-160/PJ/2005 TENTANG TATA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PELAPORAN DAN PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

PERTEMUAN 6 By Ely Suhayati SE MSi Ak

Keputusan Menteri Keuangan No. 121/KMK.03/2002, Tgl

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 262/PMK.03/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 85/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN ATAS BUNGA OBLIGASI

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG TABUNGAN PERUMAHAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 5/PJ/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PMK.03/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PMK.03/2018 TENTANG

2018, No Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PMK.03/2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 262/PMK.03/2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1992 TENTANG BANK UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 20 TAHUN 1997 (20/1997) Tanggal: 23 MEI 1997 (JAKARTA)

SURAT KEPUTUSAN DIREKSI BANK INDONESIA TENTANG PENYAMPAIAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DAN LAPORAN KEUANGAN DALAM PERMOHONAN KREDIT DIREKSI BANK INDONESIA

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB VIII SURAT KETERANGAN BEBAS PEMOTONGAN dan/atau PEMUNGUTAN PPh

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 1992 TENTANG BANK BERDASARKAN PRINSIP BAGI HASIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Pemotongan PPH Pasal 21. Tata Cara Pemotongan.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 1992 TENTANG BANK PERKREDITAN RAKYAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN BERUPA BUNGA OBLIGASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSI

RESUME SANKSI PERPAJAKAN SANKSI BUNGA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PP 4/1998, TATA CARA PENJUALAN BARANG SITAAN YANG DIKECUALIKAN DARI PENJUALAN SECARA LELANG DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSI

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

BAB III PEMBAHASAN HASIL PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK. nasabah di Bank BRI Unit Koba. Adapun kegiatan yang dilakukan selama kerja praktek

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN BIAYA PEMBUATAN AKTA JAMINAN FIDUSIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN BIAYA PEMBUATAN AKTA JAMINAN FIDUSIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN BIAYA PEMBUATAN AKTA JAMINAN FIDUSIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 1992 TENTANG BANK BERDASARKAN PRINSIP BAGI HASIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Penghasilan Lainnya Bulan... Tahun... Biaya (Rp) Jumlah Bruto (Rp) (1) (2) (3) (4) (5) (6)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORI. dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangkah meningkatkan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1996 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSI DAN JASA KONSULTAN

PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1983 Tanggal 31 Desember Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PAJAK PENGHASILAN ATAS BUNGA DAN DISKONTO OBLIGASI YANG DIPERDAGANGKAN DAN/ATAU DILAPORKAN PERDAGANGANNYA DI BURSA EFEK

DAFTAR PUSTAKA. Anastasia Diana dan Lilis Setiawati Perpajakan Indonesia, Andi, Yogyakarta.

Transkripsi:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 1991 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS BUNGA DEPOSITO BERJANGKA, SERTIFIKAT BANK INDONESIA, SERTIFIKAT DEPOSITO DAN TABUNGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pengenaan Pajak Penghasilan atas bunga dari deposito berjangka, sertifikat deposito dan tabungan sebagai pelaksanaan Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983, telah berhasil menghimpun dana masyarakat melalui perbankan dan sekaligus telah meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembiayaan negara dan pelaksanaan pembangunan nasional; b. bahwa untuk lebih mengamankan dan meningkatkan penerimaan Negara yang berasal dari Pajak Penghasilan atas bunga dari deposito berjangka, sertifikat deposito dan tabungan, dipandang perlu mengatur kembali pengenaan Pajak Penghasilan atas bunga deposito berjangka, sertifikat deposito dan tabungan, dengan Peraturan Pemerintah. Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2865); 3. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262); 4. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991 (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3459). MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS BUNGA DEPOSITO BERJANGKA, SERTIFIKAT BANK INDONESIA, SERTIFIKAT DEPOSITO DAN TABUNGAN. Pasal 1 (1) Atas penghasilan berupa bunga yang berasal dari deposito berjangka, sertifikat deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak perseorangan dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan sebesar 15% (lima belas persen) dan bersifat final. (2) Bagi Wajib Pajak Perseorangan yang seluruh penghasilannya, termasuk bunga dan diskonto 1 / 8

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang dalam satu tahun pajak tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak, atas pajak yang telah dipotong tersebut dapat diajukan permohonan restitusi. Pasal 2 (1) Atas penghasilan berupa bunga yang berasal dari deposito berjangka, sertifikat deposito dan tabungan serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Badan dikenakan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983. (2) Atas penghasilan berupa bunga yang berasal dari deposito berjangka, sertifikat deposito dan tabungan, serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh: a. Organisasi yang semata-mata melakukan kegiatan di bidang keagamaan, sosial atau politik; b. Organisasi pegawai negeri sipil; c. Organisasi istri pegawai negeri sipil dan istri anggota ABRI; d. Organisasi serikat pekerja; dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan sebesar 15% (limabelas persen) dan bersifat final. Pasal 3 Dengan memperhatikan perkembangan keadaan, Menteri Keuangan dapat mengatur pengenaan Pajak Penghasilan atas diskonto SBI yang berbeda dari ketentuan Pasal 1 dan Pasal 2. Pasal 4 Atas penghasilan berupa bunga yang berasal dari deposito berjangka, sertifikat deposito, dan tabungan serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri, baik perseorangan maupun badan, dipotong Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan Pasal 26 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983, sebesar 20% (dua puluh persen) atau sesuai tarif yang ditetapkan berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (Tax Treaty) yang berlaku. Pasal 5 (1) Bank, termasuk Bank Indonesia dan Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) wajib memotong: a. Pajak Penghasilan sebesar l5% (lima belas persen) atas bunga atau diskonto yang dibayar atau terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 2 ayat (2); b. Pajak Penghasilan Pasal 23 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebesar 15% (lima belas persen) atas bunga yang dibayar atau terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1); c. Pajak Penghasilan Pasal 26 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983, sebesar 20% (dua puluh persen) atau sesuai tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (Tax Treaty) yang berlaku, atas bunga yang dibayar atau terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. (2) Bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank dikecualikan dari pemotongan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan huruf b. Pasal 6 (1) Dikecualikan dari pemotongan pajak dan masih tetap ditangguhkan pengenaan pajaknya: 2 / 8

a. Bunga dari tabungan kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan; b. Bunga dari deposito berjangka, sertifikat deposito dan tabungan, serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang disetujui oleh Menteri Keuangan; c. Bunga dari deposito berjangka, sertifikat deposito dan tabungan serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh Gerakan Pramuka Indonesia (PRAMUKA); d. Bunga dari deposito berjangka, sertifikat deposito dan tabungan, serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh Palang Merah Indonesia (PMI); e. Bunga dari tabungan pada bank yang ditunjuk Pemerintah dalam rangka pemilikan rumah sederhana, kaveling siap bangun untuk rumah sederhana, atau rumah susun sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud-dalam ayat (1) huruf e diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan, Menteri Negara Perumahan Rakyat dan Gubernur Bank Indonesia, baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing. Pasal 7 Tata cara pemotongan, penyetoran dan pelaporan diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan. Pasal 8 Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1989 tentang Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito Berjangka, Sertifikat Deposito dan Tabungan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 1990 dinyatakan tidak berlaku. Pasal 9 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1992. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan Di Jakarta, Pada Tanggal 31 Desember 1991 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd. SOEHARTO Diundangkan Di Jakarta, Pada Tanggal 31 Desember 1991 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA Ttd. 3 / 8

MOERDIONO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1991 NOMOR 96 4 / 8

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 1991 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS BUNGA DEPOSITO BERJANGKA, SERTIFIKAT BANK INDONESIA, SERTIFIKAT DEPOSITO, DAN TABUNGAN I. UMUM Dalam rangka pembiayaan negara dan pelaksanaan pembangunan yang semakin meningkat, peran serta seluruh lapisan masyarakat perlu terus ditingkatkan. Pengerahan dana masyarakat oleh bank dan lembaga keuangan lainnya dalam bentuk tabungan deposito berjangka, sertifikat deposito dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) ternyata telah berhasil dalam ikut serta membiayai pembangunan nasional. Selain itu potensi pajak atas bunga deposito berjangka, tabungan, sertifikat deposito serta Sertifikat Bank Indonesia perlu diamankan dan ditingkatkan. Walaupun demikian terhadap tabungan kecil tetap perlu ditangguhkan pengenaannya guna melindungi para penabung kecil yang pada umumnya masih berpenghasilan rendah. Sejalan dengan pemikiran di atas, perlu dilakukan perubahan terhadap ketentuan pengenaan pajak atas bunga deposito berjangka, sertifikat deposito dan tabungan yang dimiliki Wajib Pajak Badan dengan mengenakan tarif pemotongan sesuai dengan ketentuan Pasal 23 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983. Penghasilan berupa bunga deposito berjangka, sertifikat deposito, dan tabungan serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Perseorangan dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 15% (lima belas persen) dan bersifat final. Pemotongan ini tidak bersifat final apabila seluruh penghasilan termasuk bunga tersebut di atas tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak. Pemotongan sebesar 15% (limabelas persen) yang bersifat final tersebut juga berlaku terhadap penghasilan bunga dari deposito berjangka, sertifikat deposito, dan tabungan serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh organisasi-organisasi tertentu, seperti misalnya organisasi pegawai negeri sipil. Pengertian Pegawai Negeri Sipil termasuk juga anggota ABRI. Namun demikian, untuk membantu dan mendorong pengembangan kegiatan PRAMUKA, PMI, dan dana pensiun yang memperoleh persetujuan Menteri Keuangan serta pemilikan rumah sederhana, kaveling siap bangun atau rumah susun untuk dihuni sendiri, maka pengenaan Pajak Penghasilan atas bunga deposito berjangka, sertifikat deposito dan tabungan serta Sertifikat Bank Indonesia yang diterima atau diperoleh PRAMUKA, PMI, dan dana pensiun yang telah memperoleh persetujuan Menteri Keuangan serta bunga tabungan pada bank-bank yang ditunjuk oleh Pemerintah dalam rangka pemilikan rumah sederhana, kaveling siap bangun atau rumah susun untuk dihuni sendiri tetap ditangguhkan. Dalam hal yang menerima atau memperoleh penghasilan berupa bunga tersebut adalah Wajib Pajak luar negeri, diberlakukan pemotongan PPh berdasarkan Pasal 26 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983. Terhadap asal-usul deposito berjangka, sertifikat deposito, SBI dan tabungan tidak dilakukan pengusutan untuk kepentingan perpajakan. Adapun setoran pelunasan Ongkos Naik Haji (ONH) adalah bukan merupakan deposito berjangka atau tabungan. Perlu ditegaskan bahwa penghasilan berupa bunga atau diskonto yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, dari: 1. deposito berjangka, sertifikat deposito dan tabungan yang: 5 / 8

a. ditempatkan di luar negeri; b. dimiliki oleh Bank atau LKBB. 2. deposito berjangka dan sertifikat deposito yang berjangka waktu kurang dari 30 (tiga puluh) hari atau lebih dari 24 (dua puluh empat) bulan; 3. surat berharga; tetap dikenakan Pajak Penghasilan sesuai Pasal 17 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983, dan oleh karena itu wajib dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak yang menerima atau memperolehnya. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Yang dimaksud dengan deposito berjangka dan sertifikat deposito dalam Peraturan-Pemerintah ini adalah deposito berjangka dalam rupiah maupun dalam valuta asing pada bank atau lembaga keuangan bukan bank dan sertifikat deposito yang diterbitkan oleh bank atau lembaga keuangan bukan bank di Indonesia yang jangka waktunya 30 (tiga puluh) hari sampai dengan 24 (dua puluh empat) bulan, kecuali yang dimiliki oleh bank atau lembaga keuangan bukan bank. Sedangkan yang dimaksud dengan tabungan adalah simpanan pihak ketiga pada Bank yang penarikannya dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh masing-masing bank penyelenggara tabungan. Ayat (1) Pemotongan Pajak Penghasilan yang diatur dalam ayat ini bersifat final. Oleh karena itu penghasilan wajib Pajak Perseorangan berupa bunga yang berasal dari deposito berjangka, Sertifikat Bank Indonesia, sertifikat deposito, dan tabungan tidak digabung dengan penghasilan dari sumber lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983. Dengan demikian deposito berjangka, sertifikat deposito dan tabungan beserta bunganya tidak dicantumkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tabungan PPh Wajib Pajak Perseorangan yang bersangkutan. Demikian pula Pajak Penghasilan yang telah dipotong tersebut tidak dapat diperhitungkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan Wajib Pajak Perseorangan dari sumber lainnya. Ayat (2) Dalam hal seluruh penghasilan Wajib Pajak Perseorangan yang menerima atau memperoleh bunga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak melebihi jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak, Pajak Penghasilan yang telah dipotong oleh bank atau lembaga keuangan bukan bank dapat diperoleh kembali dengan mengajukan permohonan restitusi. Pengembalian pajak yang telah dipotong tersebut dilakukan dengan melalui prosedur restitusi sederhana. Pasal 2 Ayat (1) Penghasilan berupa bunga deposito berjangka, sertifikat deposito dan tabungan serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Badan, kecuali organisasi/perkumpulan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dikenakan Pajak Penghasilan sesuai Pasal 17 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983. Oleh karena itu, penghasilan tersebut harus dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan yang bersangkutan. 6 / 8

Ayat (2) Penghasilan berupa bunga alas deposito berjangka, Sertifikat Bank Indonesia, sertifikat deposito dan tabungan yang diterima atau diperoleh organisasi/perkumpulan tertentu tidak perlu dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh. Demikian pula Pajak Penghasilan yang telah dipotong tersebut tidak dapat diperhitungkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang alas penghasilan organisasi/perkumpulan yang bersangkutan dari sumber lainnya. Pasal 3 Pemberian kewenangan kepada Menteri Keuangan ini didasarkan atas pertimbangan bahwa SBI selain merupakan salah satu bentuk sertifikat deposito, juga dapat digunakan sebagai alat kebijaksanaan moneter. Pasal 4 Berdasarkan ketentuan Pasal 26 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983, bunga yang dibayarkan atau terutang kepada Wajib pajak luar negeri, baik Badan maupun Perseorangan dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan sebesar 20% (dua puluh persen). Pemotongan tersebut juga berlaku alas bunga yang berasal dari deposito berjangka, sertifikat deposito dan tabungan serta diskonto SBI. Dalam hal bunga tersebut diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang berkedudukan atau bertempat tinggal di negara yang terikat dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (Tax Treaty) dengan Indonesia, maka tarif pemotongannya didasarkan pada tarif yang tercantum dalam "Tax Treaty" yang bersangkutan. Pasal 5 Ayat (1) Dengan ketentuan ini bank (termasuk Bank Indonesia) dan lembaga keuangan bukan bank yang membayarkan atau terutang bunga yang berasal dari deposito berjangka, sertifikat deposito dan tabungan serta diskonto, ditunjuk sebagai pemotongan Pajak Penghasilan. Apabila bunga dan/atau diskonto tersebut dibayarkan atau terutang kepada Wajib Pajak Perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) atau organisasi tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), wajib dipotong Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini sebesar 15% (lima belas persen) dan bersifat final. Apabila bunga dan/atau diskonto tersebut dibayarkan atau terutang kepada Wajib Pajak dalam negeri berbentuk badan, kecuali organisasi tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), wajib dipotong PPh. Pasal 23 sebesar 15% (lima belas persen) sebagai pembayaran di muka atas Pajak Penghasilan yang terutang oleh Wajib Pajak Badan tersebut sesuai tarif Pasal 17 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983. Ayat (2) Pasal 6 Ayat (1) Untuk melindungi para penabung yang benar-benar tergolong kecil, maka pengenaan Pajak Penghasilan atas bunga tabungan kecil tetap ditangguhkan. 7 / 8

Demikian juga pengenaan Pajak Penghasilan atas bunga dan/atau diskonto dari deposito berjangka, sertifikat deposito dan tabungan serta Sertifikat Bank Indonesia yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang disetujui oleh Menteri Keuangan, PMI, PRAMUKA, dan bunga tabungan pada bank yang ditunjuk Pemerintah dalam rangka pemilikan rumah sederhana, kaveling siap bangun untuk rumah sederhana atau rumah susun sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tetap ditangguhkan. Ayat (2) Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3462 8 / 8