BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan oleh Pemda untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007:23), keuangan daerah dapat diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan, pinjaman daerah, dan lain-lain

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan

PEMERINTAH PROVINSI LAMPUNG. LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN Desember 2015 dan 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Belanja Pemeliharaan

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

RPJMD Kota Pekanbaru Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perubahan kedua dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah

LAPORAN REALISASI ANGGARAN UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian dan Ruang Lingkup Keuangan Daerah. semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh peran dan kinerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

LAPORAN REALISASI ANGGARAN UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2014

LAPORAN KEUANGAN POKOK

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA INSPEKTORAT KABUPATEN N E R A C A PER 31 DESEMBER 2012 DAN 2011 (Dalam Rupiah)

LEMBARAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA LAPORAN REALISASI ANGGARAN UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2014 DAN 2013 URAIAN REF ANGGARAN 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH Dinas Pendapatan Daerah PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TAHUN ANGGARAN 2006

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah

LANDASAN TEORI Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang

LAPORAN REALISASI ANGGARAN UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2014

BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua

PENGANTAR. PEMERINTAH KABUPATEN BINTAN NERACA PER 31 Desember 2014 dan 2013

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

LAPORAN KEUANGAN BERBASIS AKRUAL SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran menurut Yuwono (2005:27) adalah rencana terinci yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

REPUBLIK INDONESIA SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH PROVINSI ( APBD 2013 ) PERHATIAN

REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH Dinas Kehutanan PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TAHUN ANGGARAN 2006

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa

ANALISIS KINERJA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM PADA TAHUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Sisa Lebih Pembiayaan. perundang-undangan yang diberikan kepada DPRD, dan pegawai

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. ini merupakan hasil pemekaran ketiga (2007) Kabupaten Gorontalo. Letak

NO REF. CALK TAHUN 2016 TAHUN 2015 AUDITED KENAIKAN/ PENURUNAN %

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terperinci menurut jangka waktu yang telah ditentukan. Pengertian Prosedur menurut Mulyadi, dalam bukunya Sistem

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, bentuk

KODE REKENING BELANJA DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan 33 tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian pemerintah menurut Siregar dalam buku yang berjudul Akuntansi

NERACA DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH Per 31 Desember 2016

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Tujuan Pembahasan Masalah

LAPORAN REALISASI ANGGARAN UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2014

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam dua kelompok, kelompok pertama adalah belanja publik yaitu belanja yang

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri

INUNG ISMI SETYOWATI B

LAPORAN REALISASI ANGGARAN UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dibahas lebih mendalam mengenai teori-teori dan

APBD KABUPATEN GARUT TAHUN ANGGARAN ) Target dan Realisasi Pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB III Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Teori

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

5.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. penunjang dari terwujudnya pembangunan nasional. Sejak tanggal 1 Januari 2001

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Belanja Daerah a. Pengertian Belanja Daerah Menurut Halim (2003 : 145), belanja daerah adalah pengeluaran yang dilakukan oleh Pemda untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab kepada masyarakat dan pemerintah di atasnya. Menurut Halim dan Nasir (2006 : 44), belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurangan nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan Klasifikasi Belanja Daerah Belanja daerah menurut kelompok belanja berdasarkan Permendagri 13/ 2006 terdiri atas : Belanja tidak langsung dan belanja langsung. Kelompok belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bentuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja tidak terduga. Kelompok belanja

langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal. Menurut Halim (2004 : 18), belanja daerah digolongkan menjadi 4, yakni : Belanja aparatur daerah, belanja pelayanan publik, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan, dan belanja tak tersangka. Belanja aparatur daerah diklasifikasikan menjadi 3 kategori yaitu belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal/ pembangunan. Belanja pelayanan publik dikelompokkan menjadi 3 yakni belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal. Klasifikasi belanja daerah yang dikemukakan oleh Halim (2004 : 18) 1). Belanja Administrasi Umum Menurut Halim (2004 : 70), belanja administrasi umum adalah semua pengeluaran pemerintah daerah yang tidak berhubungan secara langsung dengan aktivitas atau pelayanan publik dan bersifat periodik. Kelompok belanja administrasi umum terdiri atas 4 jenis belanja, yaitu: belanja pegawai/ personalia, belanja barang dan jasa, belanja perjalanan dinas dan belanja pemeliharaan. Jenis belanja pegawai/ personalia untuk belanja aparatur daerah meliputi objek belanja : a) Gaji dan tunjangan kepala daerah/ wakil kepala daerah b) Gaji dan tunjangan pegawai c) Biaya perawatan dan pengobatan

d) Biaya pengembangan sumber daya manusia Jenis belanja pegawai/ personalia untuk bagian belanja pelayanan publik meliputi objek belanja : a) Belanja tetap dan tunjangan pimpinan dan anggota DPRD b) Gaji dan tunjangan kepala daerah/ wakil kepala daerah c) Gaji dan tunjangan pegawai daerah d) Biaya perawatan dan pengobatan e) Biaya pengembangan sumber daya manusia Menurut Halim (2004 : 71), jenis belanja barang dan jasa merupakan belanja pemerintah daerah untuk penyediaan barang dan jasa. Jenis belanja barang dan jasa untuk bagian belanja aparatur daerah terdiri atas objek belanja berikut : a) Biaya bahan pakai habis kantor b) Biaya jasa kantor c) Biaya cetak dan penggandaan keperluan kantor d) Biaya sewa kantor e) Biaya makanan dan minuman kantor f) Biaya pakaian dinas g) Biaya bunga utang h) Biaya depresiasi gedung (operasional) i) Biaya depresiasi alat angkutan (operasional) j) Biaya depresiasi alat kantor dan rumah tangga

k) Biaya depresiasi alat studio dan alat komunikasi (operasional) Jenis belanja ini untuk bagian belanja pelayanan publik terdiri atas objek belanja berikut ini : a) Biaya bahan pakai habis kantor b) Biaya jasa kantor c) Biaya cetak dan penggandaan keperluan kantor d) Biaya sewa kantor e) Biaya makanan dan minuman kantor f) Biaya pakaian dinas g) Biaya bunga utang h) Biaya depresiasi gedung (operasional) i) Biaya depresiasi alat-alat besar (operasional) j) Biaya depresiasi alat angkutan (operasional) k) Biaya depresiasi alat bengkel dan alat ukur (operasional) l) Biaya depresiasi alat pertanian (operasional) m) Biaya depresiasi alat kantor dan rumah tangga n) Biaya depresiasi alat studio dan alat komunikasi (operasional) o) Biaya depresiasi alat-alat kedokteran (operasional) p) Biaya depresiasi alat-alat laboratorium (operasional) Menurut Halim (2004 : 71), belanja perjalanan dinas merupakan jenis belanja pemerintah daerah untuk biaya perjalanan pegawai dan dewan.

Menurut Halim (2004 :71), objek belanja dari jenis belanja ini untuk bagian belanja aparatur daerah meliputi biaya perjalanan dinas, sedangkan untuk bagian belanja pelayanan publik meliputi biaya perjalanan dinas, biaya perjalanan pindah, dan biaya pemulangan pegawai yang gugur dan dipensiunkan. Menurut Halim (2004, 71), belanja pemeliharaan merupakan belanja pemerintah daerah untuk pemeliharaan barang daerah. Objek belanja dari jenis belanja pemeliharaan untuk bagian belanja aparatur daerah terdiri atas : a) Biaya pemeliharaan bangunan gedung b) Biaya pemeliharaan alat-alat angkutan c) Biaya pemeliharaan alat-alat kantor dan rumah tangga d) Biaya pemeliharaan alat-alat studio dan alat komunikasi e) Biaya pemeliharaan buku perpustakaan f) Biaya pemeliharaan alat-alat persenjataan Objek Belanja untuk Jenis Belanja Pemeliharaan untuk Bagian Belanja Pelayanan Publik terdiri atas : a) Biaya pemeliharaan jalan dan jembatan b) Biaya pemeliharaan bangunan air (irigasi) c) Biaya pemeliharaan instalasi d) Biaya pemeliharaan jaringan e) Biaya pemeliharaan bangunan gedung f) Biaya pemeliharaan monumen

g) Biaya pemeliharaan alat-alat besar h) Biaya pemeliharaan alat-alat angkutan i) Biaya pemeliharaan alat-alat bengkel j) Biaya pemeliharaan alat-alat pertanian k) Biaya pemeliharaan alat-alat kantor dan rumah tangga l) Biaya pemeliharaan alat-alat studio dan alat komunikasi m) Biaya pemeliharaan alat-alat kedokteran n) Biaya pemeliharaan alat-alat laboratorium o) Biaya pemeliharaan buku perpustakaan p) Biaya pemeliharaan barang bercorak kesenian, kebudayaan q) Biaya pemeliharaan hewan, ternak, serta tanaman r) Biaya pemeliharaan alat-alat persenjataan 2) Belanja Operasi dan Pemeliharaan Menurut Halim (2004 : 72), belanja operasi dan pemeliharaan merupakan semua belanja pemerintah daerah yang berhubungan dengan aktivitas atau pelayanan publik. Menurut Halim (2004 : 72), kelompok belanja ini meliputi jenis belanja : 1) belanja pegawai/ personalia, 2) belanja barang dan jasa, 3) belanja perjalanan dinas, 4) belanja pemeliharaan. Menurut Halim (2004 : 72), jenis belanja pegawai/ personalia untuk bagian belanja aparatur daerah maupun pelayanan publik meliputi objek belanja berikut 1) honorarium/ upah, 2) uang lembur, 3) insentif.

Jenis belanja barang dan jasa baik untuk bagian belanja aparatur daerah maupun pelayanan publik meliputi objek belanja : a) Biaya bahan/ material b) Biaya jasa pihak ketiga c) Biaya cetak dan penggandaan d) Biaya sewa e) Biaya makanan dan minuman f) Biaya bunga utang g) Biaya pakaian kerja. Jenis belanja perjalanan dinas dan jenis belanja pemeliharaan memiliki klasifikasi yang sama dengan klasifikasi jenis belanja ini pada kelompok belanja administrasi umum, baik untuk bagian belanja aparatur daerah maupun pelayanan publik. (Halim, 2004 : 73) 3) Belanja Modal Menurut Halim (2004 : 73), belanja modal merupakan belanja pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah asset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum. Kelompok belanja ini mencakup jenis belanja berikut, baik untuk bagian aparatur daerah maupun pelayanan publik : a) Belanja modal tanah b) Belanja modal jalan dan jembatan

c) Belanja modal bangunan air (irigasi) d) Belanja modal instalasi e) Belanja modal jaringan f) Belanja modal bangunan gedung g) Belanja modal monument h) Belanja modal alat-alat besar i) Belanja modal alat-alat angkutan j) Belanja modal alat-alat bengkel k) Belanja modal alat-alat pertanian l) Belanja modal alat-alat kantor dan rumah tangga m) Belanja modal alat-alat studio dan alat-alat komunikasi n) Belanja modal alat-alat kedokteran o) Belanja modal alat-alat laboratorium p) Belanja modal buku/ perpustakaan q) Belanja modal barang bercorak kesenian, kebudayaan r) Belanja modal hewan, ternak, serta tanaman s) Belanja modal alat-alat persenjataan/ keamanan. 4) Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan Menurut Halim (2004 : 73), belanja bagi hasil dan bantuan keuangan berbentuk kegiatan pengalihan uang dan atau barang dari Pemerintah Daerah. Menurut Halim (2004 : 73), kelompok belanja bagi hasil dan bantuan keuangan terkhusus bagi kabupaten/ kota terdiri atas jenis belanja berikut (hanya

untuk bagian belanja pelayanan publik) : 1) belanja bagi hasil retribusi kepada Pemerintah Desa, 2) belanja bantuan keuangan kepada Pemerintah Desa/ Kelurahan, 3) belanja bantuan keuangan kepada organisasi kemasyarakatan, 4) belanja bantuan keuangan kepada organisasi profesi. 5) Belanja Tidak Tersangka Menurut Halim (2004 : 73), kelompok belanja tidak tersangka adalah belanja Pemerintah Daerah untuk pelayanan publik dalam rangka mengatasi bencana alam dan atau bencana sosial. Kelompok belanja ini terdiri atas jenis belanja tidak tersangka. 2. Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Salah satu analisis rasio pada sektor publik khususnya APBD menurut Widodo dalam Halim (2004 : 150) adalah rasio kemandirian keuangan daerah. Kemandirian keuangan daerah (otonomi fiskal) merupakan kemampuan Pemerintah Daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Adapun tujuan kemandirian keuangan daerah ini mencerminkan suatu bentuk pemerintahan daerah apakah dapat menjalankan tugasnya dengan baik atau tidak. Kemandirian keuangan daerah juga menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana ekstern.

Dalam mengukur tingkat kemandirian keuangan daerah ini, Yunita (2008) mengukurnya dengan membandingkan PAD dengan total pendapatan yang diperoleh daerah tersebut yang diperoleh dari Laporan realisasi APBD. Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana eksternal. Semakin tinggi rasio kemandirian mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksternal (terutama Pemerintah pusat dan Provinsi) semakin rendah, dan demikian pula sebaliknya. Rasio kemandirian juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio kemandirian, semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen PAD. Semakin tinggi masyarakat membayar pajak dan retribusi daerah akan menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang semakin tinggi. Penggunaan dari analisis rasio pada sektor publik khususnya terhadap APBD memang belum banyak dilakukan, sehingga secara teori belum ada kesepakatan secara bulat mengenai nama dan kaidah pengukurannya. Meskipun demikian dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang transparan, jujur, demokratis efektif, efisien dan akuntabel, analisis rasio terhadap APBD perlu dilaksanakan, meskipun kaidah pengakuntansian dalam APBD berbeda dengan laporan keuangan yang dimiliki oleh perusahaan swasta. Salah satu analisis rasio pada sektor publik khususnya APBD menurut Widodo dalam Halim (2004:150) adalah rasio kemandirian keuangan daerah. Kemandirian keuangan daerah (otonomi fiskal) merupakan kemampuan

Pemerintah Daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. 3. Hubungan Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah dan Belanja Modal Tingkat kemandirian daerah menunjukan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain. Semakin tinggi rasio kemandirian mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksternal (terutama pemerintah pusat dan provinsi) semakin rendah, dan demikian sebaliknya. Belanja modal merupakan belanja pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah asset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum. Semakin tinggi rasio kemandirian, semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah, yang merupakan komponen utama dari Pendapatan Asli Daerah. Semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah akan menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang semakin tinggi. Dengan

tingkat kemandirian yang tinggi, belanja modal yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah dalam memenuhi tingkat kesejahteraan masyarakat akan terpengaruh. B. Tinjauan Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu Nama Peneliti Tahun Penelitian Judul Deva Resmetry 2008 Pengaruh Belanja Modal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara. Aswin Wijaya 2009 Pengaruh Belanja Modal Pembangunan Terhadap Peningkatan PAD Pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Muliana 2009 Pengaruh Rasio Efektivitas PAD, DAU, dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara. Hasil Penelitian Belanja Modal berpengaruh signifikan positif terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Pertumbuhan Belanja Modal tidak mempunyai pengaruh signifikan yang positif terhadap peningkatan PAD. 1. Secara parsial PAD berpengaruh secara signifikan positif terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah, sedangkan DAU dan DAK berpengaruh secara signifikan negatif terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah. 2. Secara simultan PAD, DAU, dan DAK mempunyai

Rifana Ayu 2007 Analisis Pengaruh DAU Terhadap Kemandirian Keuangan Daerah Dalam Era Otonomi Daerah Studi Kasus Pemerintah Kabupaten/Kota Sumatera Utara. pengaruh signifikan positif terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah. DAU mempunyai pengaruh yang cukup signifikan terhadap Kemandirian Keuangan Daerah. C. Kerangka Konseptual Kerangka konseptual merupakan sintesis atau ekstrapolasi dari kejadian teori yang mencerminkan keterkaitan antara variabel yang diteliti dan merupakan tuntunan untuk memecahkan masalah penelitian serta merumuskan hipotesis dan merupakan tempat penulis memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel ataupun masalah yang ada dalam penelitian. Berdasarkan latar belakang masalah dan perumusan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya maka kerangka konseptual penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 2.1 Variabel Independen Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah (X) Variabel Dependen Belanja Modal Pemerintah Daerah (Y)

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Kemandirian keuangan daerah ditunjukan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain. Belanja modal merupakan belanja pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum. Dengan tingkat kemandirian yang tinggi, belanja modal yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah dalam memenuhi tingkat kesejahteraan masyarakat akan terpengaruh. D. Hipotesis Penelitian Hipotesis menurut Erlina (2007 : 41), menyatakan hubungan yang diduga secara logis antara dua variabel atau lebih dalam perumusan preposisi yang dapat diuji secara empiris. Dari kerangka konseptual dan uraian teoritis tersebut, maka dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini adalah Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah mempunyai pengaruh signifikan terhadap Belanja Modal Pemerintah Daerah pada pemerintah kabupaten/kota di Sumatra Utara.