PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH R A N C A N G A N PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR :...TAHUN... TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR : 7 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN TASIKMALAYA

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

BUPATI SIMEULUE QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI JAMBI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR 04 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 04 TAHUN 2008 TENTANG

LAMPIRAN 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (AMDAL) KABUPATEN BULUNGAN

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 23 TAHUN 1997 (23/1997) Tanggal: 19 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA)

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2009 NOMOR 9 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 45 TAHUN 2003 SERI C NOMOR 3

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 04 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DI PROVINSI GORONTALO

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DAN PEMANFAATAN AIR LIMBAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN ALOR

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 68, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2008 NOMOR 7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DAN KEBERSIHAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 7 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 7 TAHUN 2010

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

BUPATI LUWU TIMUR PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DI JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG PENGENDALIAN PEMBUANGAN AIR LIMBAH KE AIR ATAU SUMBER AIR

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PUPUK ORGANIK DAN PUPUK HAYATI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 11 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN DAN PERLINDUNGAN SEMPADAN SUNGAI

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 03 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950);

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN LINGKUNGAN HIDUP DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR NOMOR 06 TAHUN 2011 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2006 NOMOR 2 SERI D NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 33 TAHUN 2001 SERI C NOMOR 4 PERATURAAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 33 TAHUN 2001 TENTANG

WALIKOTA KEDIRI PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH BUPATI SLEMAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 6 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG

IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARA ENIM,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 06 TAHUN 2009 TENTANG PENGENDALIAN PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KONSERVASI TANAH DAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Mengingat : cvi.6. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN, PENGENDALIAN LINGKUNGAN DAN LIMBAH CAIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 04 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK TENTANG IZIN PEMBUANGAN DAN PEMANFAATAN AIR LIMBAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

PERATURAN PEMERINTAH NO. 82/2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 4

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2007 NOMOR 2 SERI E

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT

Transkripsi:

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH R A N C A N G A N PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR :...TAHUN... TENTANG PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa dalam pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk kesejahteraan masyarakat, diperlukan upaya penyelenggaraan kebijakan tata pemerintahan bidang lingkungan hidup yang baik guna mewujudkan pembangunan berkelanjutan di Provinsi Jawa Tengah ; b. bahwa pencemaran dan atau kerusakan lingkungan telah menurunkan kualitas lingkungan hidup yang dapat mengancam kelangsungan hidup masyarakat dan pembangunan berkelanjutan, maka diperlukan upaya pengendalian lingkungan hidup; c. bahwa dengan telah diundangkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah Nomor 1 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup di Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah sudah tidak sesuai lagi dan perlu ditinjau kembali; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, huruf b, dan huruf c di atas maka perlu ditetapkan Peraturan Daerah tentang Pengendalian Lingkungan Hidup di Provinsi Jawa Tengah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Repubik Indonesia Nomor 3419); 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3470); 4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu-lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3480); 5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 6. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888); 7. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); 8. Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389 ); 9. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang.sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3516); 2

12.Peraturan Pemerintah RI Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3721); 13.Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3776); 14.Peraturan Pemerintah RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3802); 15.Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan atau Perusakan Laut (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3816 ); 16.Peraturan Pemerintah RI Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838 ); 17.Peraturan Pemerintah RI Nomor 85 Tahun Tahun 1999 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 190, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3910); 18.Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan diluar Pengadilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 113, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3982); 19.Peraturan Pemerintah RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4090); 20.Peraturan Pemerintah RI Nomor 39 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Dekonsentrasi (Lembaran Negara Tahun 2001 Republik Indonesia Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4095); 21.Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4153); 3

22.Peraturan Pemerintah RI Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161); 23.Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung; Tahun 24.Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 8 Tahun 2001 tentang Pembentukan, Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi dan Susunan Organisasi Badan Informasi Komunikasi Dan Kehumasan, Badan Koordinasi Pembangunan Lintas Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Wilayah I, Wilayah II, dan Wilayah III, Badan Kepegawaian Daerah, Badan Pendidikan Dan Pelatihan, Badan Pengelolaan Dan Pengendalian Dampak Lingkungan, Badan Kesatuan Bangsa Dan Perlindungan Masyarakat, Badan Penanaman Modal, Badan Pengawas, Badan Bimbingan Massal Ketahanan Pangan, Badan Penelitian Dan Pengembangan, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Badan Arsip Daerah, dan Badan Pemberdayaan Masyarakat Provinsi Jawa Tengah (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2001 Nomor 27) 25.Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pengambilan Air Bawah Tanah (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2002 Nomor 70); 26.Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 8 Tahun 2002 tentang Pengambilan dan Pemanfaatan Air Permukaan (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2002 Nomor 72); 27.Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Lintas Kab/Kota di Provinsi Jawa Tengah (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2003 Nomor 132 ); 28.Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 21 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2003 Nomor 133); 29.Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 22 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung di Provinsi Jawa Tengah (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2003 Nomor 134); 30.Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah(Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2004 Nomor 5 Seri E Nomor 2. ); 31.Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 10 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Limbah (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2004 Nomor 45 ); 4

32.Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 11 Tahun 2004 tentang Garis Sempadan (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2004 Nomor 46 Seri E Nomor 7); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH dan GUBERNUR JAWA TENGAH MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH TENTANG PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI JAWA TENGAH BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksudkan dengan : 1. Daerah adalah Provinsi Jawa Tengah. 2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 3. Kabupaten/Kota adalah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah. 4. Gubernur adalah Gubernur Jawa Tengah. 5. Instansi yang bertanggung jawab adalah Instansi yang berdasarkan tugas pokok serta fungsinya melaksanakan pengelolaan dan pengendalian lingkungan hidup di Provinsi Jawa Tengah. 6. Pejabat yang berwenang adalah Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota atau pejabat dibawahnya yang mempuyai/mendapat kewenangan dalam pengambilan keputusan terhadap suatu kegiatan/aktifitas. 7. Bupati/Walikota adalah Bupati/Walikota di Provinsi Jawa Tengah. 8. Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. 9. Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup. 5

10. Pengendalian Lingkungan Hidup adalah setiap upaya atau kegiatan pencegahan dan atau penanggulangan dan atau pemulihan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan, meliputi perencanaan, penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, monitoring, evaluasi, dan pengawasan 11. Dampak Lingkungan Hidup adalah pengaruh perubahan pada lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan. 12. Baku Mutu Lingkungan Hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat. Energi atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup. 13. Pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. 14. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain. 15. Daya Tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan / atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya. 16. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup yang selanjutnya disingkat AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. 17. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup yang selanjutnya disingkat UKL dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup yang selanjutnya disingkat UPL adalah upaya yang dilakukan dalam pengendalian dan pemantauan lingkungan hidup oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib melakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL). 18. Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan adalah surat kesanggupan dari pemrakarsa untuk mengelola lingkungan sebagai dampak dari aktifitas kegiatannya. 19. Kajian Dampak Lingkungan adalah suatu studi yang dilaksanakan untuk mengkaji dan mengevaluasi dampak aktifitas usaha dan/atau kegiatan terhadap lingkungan hidup dan dilengkapi dengan rekomendasi pengelolaan lingkungannya. 20. Pemangku kepentingan (stakeholders) adalah masyarakat yang berkepentingan pada kegiatan yang ada di dalam lingkungan masyarakat itu sendiri. 21. Wilayah Sungai yang selanjutnya disingkat WS adalah Kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2. 6

22. Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. 23. Usaha dan/atau kegiatan adalah usaha dan/atau kegiatan yang mempunyai potensi menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. 24. Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil lingkungn hidup adalah Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang diangkat oleh Menteri Kehakiman dan HAM yang tugas dan fungsinya melakukan penyidikan tindak pidana lingkungan hidup berdasarkan ketentuan Pasal 40 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. 25. Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu adalah Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang khusus oleh Pasal 149 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bertugas melakukan penyidikan terhadap pelanggaran atas Peraturan Daerah. 26. Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah adalah Pegawai Negeri Sipil yang berada pada Instansi yang bertanggung jawab di Daerah yang memenuhi persyaratan tertentu dan diangkat oleh Gubernur / Walikota/Bupati. 27. Orang adalah orang perseorangan, dan/atau kelompok orang, dan/atau badan hukum. 28. Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan/atau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan. 29. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain kedalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya. 30. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup adalah ukuran batas perubahan sifat fisik dan/ atau hayati lingkungan hidup yang dapat ditenggang. 31. Sengketa Lingkungan Hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang ditimbulkan oleh adanya atau diduga adanya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. BAB II ASAS, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP Pasal 2 Pengendalian lingkungan hidup dilaksanakan dengan asas : 7

a. Keadilan ; b. Keberlanjutan; c. Keseimbangan; d. Kemanfaatan; e. Ketaatan dan penegakkan hukum; f. Kelestarian. g. Partisipasi ; h. Tranparansi ; i. Kesetaraan ; j. Daya tanggap; k. Wawasan kedepan; l. Akuntabilitas ; m. Pengawasan; n. Profesionalisme; o. Efisien dan effektifitas. Pasal 3 Pengendalian lingkungan hidup dilaksanakan dengan tujuan untuk mencegah dan menanggulangi serta memulihkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, serta memelihara dan melestarikan fungsi sumberdaya alam dan lingkungan hidup bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat. Pasal 4 Ruang Lingkup Pengendalian Lingkungan Hidup meliputi : a. Aspek ekologis; b. Aspek administratif; c. Aspek kelembagaan; d. Aspek kegiatan; BAB III KEBIJAKAN PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP Pasal 5 (1) Kebijakan pengendalian lingkungan hidup dilaksanakan secara terpadu antar wilayah, bidang, dan pemangku kepentingan (stakeholders). (2) Pelaksanaan pengendalian lingkungan hidup didasarkan pada arahan rencana tata ruang wilayah Provinsi dan/atau rencana tata ruang wilayah Kabupaten/ Kota dan hasil kajian lingkungan hidup 8

Pasal 6 (1) Pengendalian lingkungan hidup dilaksanakan melalui koordinasi dan kerjasama antar Daerah, Daerah dengan Kabupaten/Kota, serta antar Kabupaten/Kota mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi. (2) Pelaksanaan pengendalian lingkungan hidup meliputi upaya pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup berdasarkan pendekatan ekosistem daerah aliran sungai, wilayah sungai, daratan, pesisir, laut dan pulau-pulau kecil. (3) Gubernur melakukan pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan pengendalian lingkungan hidup di Kabupaten/Kota. BAB IV WEWENANG, TANGGUNG JAWAB DAN KEWAJIBAN Bagian Pertama Wewenang dan Tanggung Jawab Pemerintah Daerah Pasal 7 Wewenang Wewenang Pemerintah Daerah meliputi : a. Menetapkan kebijakan pengendalian lingkungan hidup berdasarkan Kebijakan Nasional Pengelolaan Lingkungan Hidup ; b. Mengkoordinasikan pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; c. Menetapkan pola dan rencana pengendalian lingkungan hidup pada daerah aliran sungai, laut, pesisir dan pulau-pulau kecil, serta wilayah lintas Kabupaten/Kota ; d. Menetapkan pola dan rencana pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan air, tanah, udara, kebisingan, getaran, dan radiasi ; e. Menetapkan pedoman, prosedur, dan standar pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; f. Menerbitkan dan mencabut perizinan di bidang lingkungan hidup ; g. Menetapkan kelayakan kajian lingkungan hidup suatu rencana usaha dan/atau kegiatan ; h. Menetapkan baku mutu lingkungan hidup daerah dan laboratorium lingkungan; j. Menetapkan daya tampung beban pencemaran air pada sumber air, kelas air, status mutu air, mutu air sasaran pada sumber air sungai lintas wilayah Kabupaten/Kota, dan status mutu udara ambien daerah; dan k. Menyelesaikan sengketa lingkungan hidup lintas Kabupaten/Kota. 9

Pasal 8 Tanggung jawab Tanggung jawab Pemerintah Daerah meliputi : a. Melaksanakan kebijakan pengendalian lingkungan hidup berdasarkan kebijakan nasional; b. Melaksanakan pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup lintas Kabupaten/Kota, daerah aliran sungai, laut, pesisir dan pulaupulau kecil; c. Memfasilitasi dan mengembangkan teknologi ramah lingkungan hidup;dan d. Mendorong dan meningkatkan kepedulian masyarakat dalam penanganan dan pelestarian lingkungan hidup. Bagian Kedua Kewajiban Pemerintah Daerah Pasal 9 Dalam pelaksanaan pengendalian lingkungan hidup, Pemerintah Daerah berkewajiban : a. Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kepedulian serta tanggung jawab para pengambil keputusan dan masyarakat dalam pengendalian lingkungan hidup ; b. Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kemitraan antara masyarakat, dunia usaha dan pemerintah dalam upaya peningkatan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup ; c. Mengembangkan dan menerapkan kebijakan daerah dalam pengendalian lingkungan hidup yang menjamin terpeliharanya daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup ; d. Melaksanakan konservasi sumber daya alam terbaharui dan tidak terbaharui; e. Melestarikan nilai sosial budaya dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan; f. Melestarikan kawasan lindung, keberadaan situ, sumber air, situs kepurbakalaan dan cagar budaya g. Mendorong masyarakat untuk memanfaatkan dan mengembangkan teknologi ramah lingkungan hidup; h. Melaksanakan kajian, penelitian, dan pengembangan potensi serta masalah sumber daya alam dan lingkungan hidup; i. Menyediakan informasi lingkungan hidup dan menyebarluaskannya kepada masyarakat; j. Memberikan penghargaan kepada orang, kelompok orang atau lembaga yang berjasa di bidang lingkungan hidup; k. Meningkatkan kapasitas kelembagaan melalui peningkatan sumber daya manusia, sarana dan prasarana; l. Meningkatkan kapasitas kelembagaan melalui pelatihan, bimbingan teknis serta pembinaan kepada Instansi terkait, dunia usaha, para pemangku kepentingan dan masyarakat; m. Melaksanakan pendidikan lingkungan bagi masyarakat melalui pendidikan 10

formal dan non formal; n. Mengembangkan dan menerapkan perangkat yang bersifat preemtif, preventif dan proaktif dalam upaya pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; o. Melaksanakan pembinaan dan evaluasi laboratorium lingkungan; p. Menilai kelayakan lingkungan bagi rencana usaha dan/atau kegiatan pembangunan; dan q. Melakukan perlindungan mutu laut, pesisir dan pulau-pulau kecil. BAB V KEWAJIBAN, HAK DAN PERANSERTA MASYARAKAT (1) Setiap orang berkewajiban : Bagian Pertama Kewajiban Masyarakat Pasal 10 a. mencegah dan menanggulangi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan; b. berperan aktif dalam upaya pengelolaan, penanganan dan pelestarian lingkungan hidup; c. melakukan efisiensi penggunaan sumber daya alam dan lingkungan hidup; dan/atau d. melindungi nilai kearifan budaya lokal; (2) Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan dan mengakibatkan timbulnya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan, wajib menanggung semua biaya penanggulangan, pemulihan lingkungan, dan kerugian kepada pihak yang terkena dampak. (3) Setiap orang dalam melaksanakan usaha dan/atau kegiatan yang mempunyai potensi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan, wajib memberikan laporan kepada Pemerintah Daerah. Setiap orang berhak : Bagian Kedua Hak Masyarakat Pasal 11 a. atas lingkungan hidup yang baik dan sehat ; b. memperoleh dan menyebarkan informasi lingkungan hidup yang benar dan akurat; c. berpartisipasi pada pengambilan keputusan dalam pengelolaan lingkungan hidup; 11

e. ikut serta dalam melakukan pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup; f. mendapatkan pelayanan perizinan lingkungan hidup yang transparan ; g. melaporkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan atau h. menerima ganti rugi dan atau menuntut pemulihan lingkungan akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Bagian Ketiga Peranserta Masyarakat Pasal 12 (1) Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperanserta dalam pengelolaan lingkungan hidup; (2) Pelaksanaan peranserta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara : a. Meningkatkan kemandirian, keberdayaan dan kemitraan; b. Menumbuh kembangkan kemampuan dan kepeloporan; c. Menumbuhkan ketanggapsegeraan untuk melakukan pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan; d. Memberikan saran, pendapat dan apresiasi ; e. Menyampaikan informasi atau laporan; dan/atau f. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan. BAB VI KEMITRAAN DAN JASA LINGKUNGAN Bagian Pertama Kemitraan Lingkungan Hidup Pasal 13 (1) Dalam pelaksanaan pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dapat dilakukan kemitraan dengan berbagai pihak untuk meningkatkan kepedulian dan partisipasi masyarakat. (2) Fasilitasi kemitraan dengan berbagai pihak dalam pengendalian lingkungan hidup dapat dilakukan Gubernur, Bupati/Walikota maupun pelaku usaha dan/atau kegiatan melalui pengembangan berbasis masyarakat. 12

Bagian Kedua Jasa Lingkungan Pasal 14 (1) Gubernur berwenang memerintahkan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melaksanakan konservasi dan pemulihan lingkungan hidup atas fasilitas jasa lingkungan dalam pemanfaatan sumber daya alam. (2) Jenis usaha dan/atau kegiatan yang menggunakan jasa lingkungan, bentuk, besaran dan tata cara pengenaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Gubernur. (3) Gubernur dapat menyerahkan kewenangan pengawasan atas pelaksanaan kegiatan jasa lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup. BAB VII PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP Bagian Pertama Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup Pasal 15 (1) Gubernur melaksanakan pengendalian pencemaran lingkungan hidup berdasarkan sumber dan jenis pencemar. (2) Pengendalian pencemaran lingkungan hidup berdasarkan sumber pencemar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan pencemaran tanah, air permukaan, air tanah, air laut, udara, gas, kebauan, kebisingan, getaran dan atau radiasi. (3) Pengendalian pencemaran lingkungan hidup berdasarkan jenis pencemar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penanganan : a. limbah cair dan padat dari kegiatan domestik b. limbah cair, padat, gas, kebauan, getaran, kebisingan, dan radiasi dari usaha dan/atau kegiatan; c. limbah dari kegiatan pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, kehutanan, dan pertambangan; d. residu bahan kimia pada tanah, tanaman, bahan pangan dan pangan; dan/atau e. bahan berbahaya dan beracun serta limbah bahan berbahaya dan beracun ( B 3 ); (4) Tata cara pelaksanaan pengendalian pencemaran lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Gubernur. (5) Pengendalian pencemaran lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) berdasarkan ketentuan baku mutu lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 13

Pasal 16 (1) Bupati/Walikota melaksanakan pengendalian pencemaran lingkungan hidup berdasarkan sumber dan jenis pencemar di wilayah masing-masing. (2) Pelaksanaan pengendalian pencemaran lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. (3) Pengendalian pencemaran lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berdasarkan ketentuan baku mutu lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 17 (1) Dalam rangka pengendalian pencemaran lingkungan hidup, Gubernur menumbuh kembangkan dan mendorong penerapan produksi bersih, pengelolaan limbah serta dapat memfasilitasi pengelolaan limbah secara terpadu. (2) Pengelolaan limbah secara terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaksanaannya dapat dilakukan kerjasama dengan pihak ketiga sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Tata cara pengelolaan limbah secara terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Gubernur. Pasal 18 (1) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan hidup wajib membentuk unit kerja yang menangani lingkungan hidup dan menempatkan tenaga teknis yang berkualifikasi dalam bidang pengolahan limbah. (2) Jenis usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Keputusan Gubernur. Pasal 19 Gubernur dapat memfasilitasi pengelolaan limbah secara terpadu terhadap usaha dan/atau kegiatan industri kecil dan/atau domestik. Pasal 20 (1) Pelaksanaan pengendalian pencemaran lingkungan hidup, berpedoman pada : a. Baku mutu air limbah; b. Baku mutu air; c. Baku mutu air laut; dan d. Baku mutu udara (2) Baku mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 21 (1) Pelaksanaan pencegahan, penanggulangan dan pemulihan akibat pencemaran lingkungan hidup yang dilakukan oleh para pemangku kepentingan dikoordinasikan oleh Instansi yang bertanggung jawab. (2) Pemerintah Daerah mendorong dan memfasilitasi upaya pencegahan, 14

penanggulangan dan pemulihan lingkungan yang tercemar akibat usaha dan/atau kegiatan yang dilakukan masyarakat. (3) Penanganan pemulihan lingkungan yang tercemar dilakukan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan pencemaran. (4) Pelaksanaan pencegahan, penanggulangan dan pemulihan lingkungan hidup akibat pencemaran lingkungan hidup dilakukan evaluasi bersama para pemangku kepentingan yang terkait, untuk penanganan lebih lanjut. Bagian Kedua Pengendalian Kerusakan Lingkungan Hidup Pasal 22 (1) Gubernur melaksanakan pengendalian kerusakan lingkungan hidup berdasarkan sumber dan jenis kerusakan. (2) Pengendalian kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi penanganan : a. kerusakan lahan; b. kerusakan kawasan lindung; c. kerusakan pesisir, laut dan pulau-pulau kecil; d. kerusakan hutan; e. kerusakan akibat bencana alam; f. kerusakan keanekaragaman hayati; dan/atau g. kerusakan akibat dari kegiatan pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, kehutanan,dan pertambangan. (3) Tata cara pelaksanaan pengendalian kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Gubernur. (4) Pengendalian kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 23 (1) Bupati/Walikota melaksanakan pengendalian kerusakan lingkungan hidup berdasarkan sumber dan jenis kerusakan di wilayah masing-masing. (2) Pelaksanaan pengendalian kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. (3) Pengendalian kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 24 (1) Dalam rangka pengendalian kerusakan lingkungan hidup, Pemerintah Daerah mendorong dan menumbuh-kembangkan peran serta masyarakat dalam melakukan upaya pencegahan, penanggulangan dan pemulihan lingkungan. 15

(2) Pemerintah Daerah mendorong dan memfasilitasi upaya pencegahan, penanggulangan dan pemulihan kerusakan lingkungan akibat usaha dan/atau kegiatan yang dilakukan masyarakat. (3) Tata cara pengendalian kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikoordinasikan oleh instansi yang bertanggung jawab. (4) Penanganan pemulihan kerusakan lingkungan hidup dilakukan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan kerusakan lingkungan hidup. Pasal 25 Dalam rangka pengendalian kerusakan lingkungan hidup, penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pencegahan, penanggulangan dan pemulihan kerusakan lingkungan hidup. Pasal 26 (1) Dalam melaksanakan pengendalian kerusakan lingkungan hidup, Gubernur menetapkan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Berdasarkan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud ayat (1), Gubernur dapat menetapkan : a. Status kondisi kerusakan lingkungan akibat kebakaran hutan ; b. Status kondisi kerusakan lahan dan/atau tanah akibat kegiatan pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan dan pengusahaan hutan tanaman industri serta pertambangan; c. Status kondisi kerusakan lingkungan pesisir dan laut; dan d. Status kondisi kerusakan lingkungan lainnya. BAB VIII KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP Pasal 27 Dalam rangka penyusunan kebijakan dan pelaksanaan pengendalian lingkungan hidup, Gubernur melaksanakan : a. Kajian potensi dan masalah sumber daya alam dan lingkungan hidup; b. Penelitian dan pengembangan rekayasa teknologi dalam rangka optimalisasi pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang mendukung pembangunan berkelanjutan; Pasal 28 (1) Setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup wajib dilengkapi dengan dokumen kelayakan lingkungan 16

(2) Dokumen kelayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa : a. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup; b. Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan; c. Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan; Pasal 29 (1) Setiap orang yang akan melakukan suatu usaha dan/atau kegiatan dan diperkirakan menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib menyusun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup setelah mendapatkan ijin lokasi. (2) Bagi rencana usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib menyusun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan diwajibkan menyusun Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan setelah mendapatkan ijin lokasi. (3) Setiap orang yang akan melakukan suatu usaha dan/atau kegiatan diluar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib melengkapi dengan Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan setelah mendapatkan ijin lokasi. (4) Ketentuan penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (5) Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan yang telah ditetapkan menjadi persyaratan untuk pengajuan dan penerbitan izin mendirikan bangunan, izin gangguan dan izin operasional. Pasal 30 Bagi rencana usaha dan/atau kegiatan yang tidak tercantum dalam kegiatan wajib menyusun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, namun apabila Bupati/Walikota dan/atau masyarakat menganggap jenis rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut berpotensi menimbulkan dampak penting, maka Bupati/Walikota wajib mengusulkan secara tertulis kepada Menteri yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup sebagai usaha dan/atau kegiatan wajib menyusun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Pasal 31 (1) Untuk menilai dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan dibentuk Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Daerah sesuai dengan pedoman yang berlaku. (2) Susunan keanggotaan Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur untuk Provinsi dan Keputusan Bupati/Walikota untuk Kabupaten/Kota. Pasal 32 Setiap penanggung jawab rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan menyusun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan wajib mengumumkan kepada masyarakat, yang tata caranya diatur dengan Peraturan Gubernur. 17

Pasal 33 (1) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang telah beroperasi dan berpotensi menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dan tidak memiliki dokumen AMDAL atau UKL/UPL wajib menyusun Dokumen Kajian Dampak Lingkungan Hidup selambat-lambatnya satu tahun sejak diundangkannya Peraturan Daerah ini. (2) Petunjuk teknis pembuatan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Gubernur. Pasal 34 (1) Gubernur dapat menentukan jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang diwajibkan membuat Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan. (2) Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. BAB IX PENGUATAN KELEMBAGAAN LINGKUNGAN HIDUP Pasal 35 (1) Penguatan kelembagaan lingkungan hidup dilaksanakan pada institusi Pemerintah Daerah, Kabupaten/Kota, dunia usaha, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat. (2) Penguatan kelembagaan lingkungan hidup pada institusi Pemerintah Daerah dan institusi Pemerintah Kota/Kabupaten sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat difasilitasi oleh Instansi yang bertanggung jawab. Pasal 36 (1) Penguatan kelembagaan lingkungan hidup pada usaha dan/atau kegiatan diarahkan pada unit kerja yang menangani pengelolaan lingkungan. (2) Unit kerja pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki petugas yang berkualifikasi sebagai tenaga teknis di bidang lingkungan hidup. (3) Instansi yang bertanggung jawab dapat memfasilitasi pelatihan bagi tenaga teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pasal 37 Penguatan kapasitas kelembagaan lingkungan hidup di masyarakat, dapat difasilitasi Instansi yang bertanggung jawab dengan melaksanakan pembinaan, pendampingan, stimulasi, dan simulasi pendidikan lingkungan. 18

Pasal 38 Dalam rangka optimalisasi pengelolaan lingkungan hidup di Daerah dapat dibentuk forum kelembagaan yang terdiri dari unsur pelaku usaha dan/atau kegiatan, tokoh masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi dan Pemerintah Daerah. BAB X INSENTIF DAN DISINSENTIF Pasal 39 (1) Gubernur dapat memberikan insentif kepada setiap orang dan atau Pemerintah Kabupaten/Kota yang : a. berhasil mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan ; b. menyelamatkan lingkungan akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan; c. menyelamatkan atau melestarikan ekosistem sumber daya alam dan lingkungan hidup ; d. patuh dan taat serta berprestasi melampaui kewajiban hukumnya. (2) Tata cara pemberian insentif sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan Gubernur. Pasal 40 (1) Gubernur dapat memberikan disinsentif kepada setiap orang dan atau Pemerintah Kabupaten/Kota yang: a. belum optimal melaksanakan pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan ; b. tingkat kepatuhannya kurang ; c. kurang menaati maupun melaksanakan kewajiban pengendalian lingkungan hidup. (2) Tata cara pemberian disinsentif sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Gubernur. BAB XI PERIZINAN Pasal 41 (1) Gubernur menerbitkan izin penanganan limbah bahan berbahaya dan beracun ( B-3 ) tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Tata Cara dan pemberian perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Gubernur. 19

BAB XII PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN Pasal 42 (1) Gubernur mengkoordinasikan pengendalian lingkungan hidup dan mencegah terjadinya konflik pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup lintas Kabupaten/Kota; (2) Melaksanakan mediasi penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang terjadi antar Kabupaten/Kota. Pasal 43 (1) Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat dilakukan dan difasilitasi oleh lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Lembaga penyedia jasa pelayanan penyelesaian sengketa lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibentuk oleh Pemerintah Daerah yang ditetapkan oleh Gubernur/Bupati/Walikota dan berkedudukan di instansi yang bertanggung jawab. (3) Apabila lembaga penyedia jasa pelayanan sengketa lingkungan hidup tidak dapat menghasilkan kesepakatan antara para pihak yang bersengketa, maka para pihak yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan perdata ke pengadilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB XIII LARANGAN Pasal 44 (1) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dilarang melakukan pembuangan limbah ke lingkungan tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu. (2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dilarang membuang limbah melampaui baku mutu lingkungan sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku (3) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dilarang melakukan pembuangan, penyimpanan, penimbunan, pengolahan, dan pengangkutan limbah bahan berbahaya dan beracun tanpa dilengkapi dengan izin dari pejabat yang berwenang. (4) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dilarang melakukan pengembangan usaha dan/atau kegiatan yang telah ada pada kawasan lindung tanpa melakukan kajian atau penelitian serta persetujuan dari Instansi yang bertanggung jawab. 20

BAB XIV MONITORING DAN EVALUASI Pasal 45 (1) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melaksanakan monitoring dan evaluasi pengendalian lingkungan hidup secara periodik serta melaporkan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota dan instansi yang bertanggung jawab. (2) Dalam rangka monitoring dan evaluasi pengendalian lingkungan hidup, Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota melaksanakan koordinasi dan kerjasama antar Daerah secara periodik. (3) Pedoman monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan keputusan Gubernur. BAB XV SANKSI ADMINISTRASI Pasal 46 (1) Gubernur berwenang menjatuhkan Sanksi Administrasi kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melanggar Pasal 10; Pasal 28; Pasal 29 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (5); Pasal 32; Pasal 33 ayat (1); Pasal 45 ayat (1) tidak mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku dan Peraturan Daerah ini. (2) Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dalam bentuk : a. teguran/peringatan ; b. paksaan pemerintahan terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan; c. rekomendasi pencabutan atau pembatalan perizinan usaha dan/atau kegiatan; d. pencabutan atau pembatalan perizinan atau pembatalan usaha dan/atau kegiatan e. uang paksa; dan/atau f. denda administrasi. (3) Tata cara pemberian sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Gubernur. Pasal 47 Bupati/Walikota berwenang menjatuhkan Sanksi Administrasi kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. 21

BAB XVI PENGAWASAN DAN PENYIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP Bagian Pertama Pengawasan Lingkungan Hidup Pasal 48 Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya melaksanakan pengawasan lingkungan hidup terhadap usaha dan/atau kegiatan dalam melakukan : a. pengelolaan bahan dan limbah bahan berbahaya dan beracun ; b. penanganan sistem tanggap darurat; c. pemulihan akibat pencemaran limbah bahan berbahaya dan beracun; d. pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup bagi kegiatan yang telah mempunyai dokumen kajian lingkungan; e. pengendalian pencemaran air permukaan, air tanah, air laut, tanah, udara, kebisingan, kebauan, getaran dan radiasi ; f. pengendalian residu bahan kimia dalam tanah, tanaman, bahan pangan dan pangan; g. pengendalian kerusakan lahan atau tanah ; h. pengendalian kerusakan kawasan lindung; i. pengendalian kerusakan sumber air; j. pengendalian pencemaran dan atau kerusakan lingkungan laut, pesisir dan pulau-pulau kecil; Bagian Kedua Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah Pasal 49 (1) Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah berwenang untuk melaksanakan pengawasan terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dalam hal ketaatan terhadap ketentuan peraturan perundangundangan pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. (2) Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah dalam melaksanakan kewenangan dan fungsinya di Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mendasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah dalam melaksanakan kegiatan pengawasan wajib menyusun berita acara hasil pengawasan dan melaporkan hasilnya kepada pejabat yang berwenang mengeluarkan surat penugasan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. (4) Hasil laporan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah dapat ditindaklanjuti oleh pejabat yang memberikan penugasan untuk melakukan pembinaan teknis guna mencapai ketaatan terhadap peraturan perundangundangan di bidang lingkungan yang berlaku. 22

(5) Apabila pembinaan teknis sebagaimana dimaksud ayat (4) tidak efektif dan dari dua (2) kali pengawasan berikutnya penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan menunjukkan ketidaktaatan terhadap peraturan perundangundangan di bidang lingkungan hidup, dapat dilakukan tindakan lebih lanjut berupa pengumpulan bahan keterangan oleh Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil bidang lingkungan hidup. Bagian Ketiga Penyidikan Lingkungan Hidup Pasal 50 (1) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang bertugas melakukan penyidikan terhadap pelanggaran atas Peraturan Daerah ini. (2) Dalam hal melaksanakan penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah ini, Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang : a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana ; b. melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian dan melakukan pemeriksaan ; c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka ; d. melakukan penyitaan benda atau surat ; e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang ; f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi ; g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara ; h. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari Pejabat Penyidik Polisi Republik Indonesia bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui Pejabat Penyidik Polisi Republik Indonesia memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut Umum, tersangka atau keluarganya ; dan/atau i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan. (2) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu dalam melaksanakan penegakan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), wajib meminta bantuan kepada Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah dan atau Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil bidang lingkungan hidup. (3) Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu wajib menyusun berita acara atas setiap tindakan pemeriksaan tempat kejadian, saksi, dan tersangka, serta melaporkan hasilnya kepada Gubernur melalui pejabat Instansi yang bertanggung jawab. 23

Pasal 51 Dalam melaksanakan kewenangan sebagai Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 51 ayat (2) wajib menyerahkan hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui Pejabat Penyidik Polisi Republik Indonesia. Pasal 52 Apabila diduga terjadi tindak pidana di bidang lingkungan hidup sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang, Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil bidang lingkungan hidup sesuai wewenang khusus yang diberikan oleh undang-undang, melakukan penyidikan atas tindak pidana lingkungan hidup. BAB XVII KETENTUAN PIDANA Pasal 53 (1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1), (2), (3), (4) Peraturan Daerah ini diancam pidana dengan pidana kurungan paling lama 6 bulan atau denda Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dengan tidak merampas barang-barang tertentu untuk Daerah, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan; (2) Apabila sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 46 ayat (2) telah diberikan sampai sebanyak 3 kali, diancam pidana kurungan paling lama 6 bulan atau denda paling banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Pasal 54 Apabila pelanggaran sebagaimana dimaksud pada Pasal 54 ayat (1) dan ayat (2) mengakibatkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, diancam dengan ketentuan pidana sebagaimana diatur dalam Undang - Undang Nomor 23 Tahun 1997. BAB XVIII PEMBIAYAAN Pasal 55 Segala biaya yang timbul sebagai akibat dikeluarkannya Peraturan Daerah ini dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah. BAB XIX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 56 (1) Selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah berlakunya Peraturan Daerah ini, setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib menyesuaikan ketentuan yang terdapat dalam Peraturan Daerah ini. 24

(2) Peraturan Pelaksanaan sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun sejak diundangkannya Peraturan Daerah ini dalam Lembaran Daerah. (3) Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, semua Peraturan Daerah dan peraturan lain yang lebih rendah yang berkaitan dengan pengendalian lingkungan hidup dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini. BAB XX KETENTUAN PENUTUP Pasal 57 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah Nomor 1 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Tingkat I Jawa Tengah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 58 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah. Ditetapkan di Semarang pada tanggal... GUBERNUR JAWA TENGAH H. M A R D I Y A N T O Diundangkan di Semarang pada tanggal... SEKRETARIS DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH, M A R D J I J O N O LEMBARAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN... NOMOR... 25

26