RSNI-3 Rancangan Standar Nasional Indonesia-3

dokumen-dokumen yang mirip
RSNI-3 Rancangan Standar Nasional Indonesia-3

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel.

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

SPESIFIKASI PENYAJIAN PETA RDTR

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

label 1. Karakteristik Sensor Landsat TM (Sulastri, 2002) 2.3. Pantai

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

III. METODOLOGIPENELITIAN Waktu dan Tempat. Penelitian ini telah dilakukan tepatnya pada Agustus 2008, namun penyusunan

ABSTRAK. Kata kunci : Citra Satelit Quickbird, Peta Terumbu Karang

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

PUSAT PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH LAPAN PEDOMAN PENGOLAHAN DATA PENGINDERAAN JAUH UNTUK EKOSISTEM TERUMBU KARANG

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pemanfaatan Citra Aster untuk Inventarisasi Sumberdaya Laut dan Pesisir Pulau Karimunjawa dan Kemujan, Kepulauan Karimunjawa

2. TINJAUAN PUSTAKA Pemanfaatan Citra Satelit Untuk Pemetaan Perairan Dangkal

III. METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 hingga Maret 2014.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode Penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMETAAN WILAYAH MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang

APLIKASI DATA SATELIT SPOT 4 UNTUK MENDETEKSI TERUMBU KARANG: STUDI KASUS DI PULAU PARI

IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL

PENAJAMAN DAN SEGMENTASI CITRA PADA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL. Moehammad Awaluddin, Bambang Darmo Y *)

LAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Penyusunan neraca spasial sumber daya alam - Bagian 3: Sumber daya lahan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

MENGGAMBAR BATAS DESA PADA PETA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura

ix

PEMISAHAN ANTARA RADIANSI DASAR PERAIRAN DAN RADIANSI KOLOM AIR PADA CITRA ALOS AVNIR-2

BAB 3. PENDEKATAN DAN METODOLOGI

1.2 Tujuan. 1.3 Metodologi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

Aninda Nurry M.F., Ira Mutiara Anjasmara Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS PENENTUAN EKOSISTEM LAUT PULAU- PULAU KECIL DENGAN MENGGUNAKAN DATA SATELIT RESOLUSI TINGGI STUDY KASUS : PULAU BOKOR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP :

STUDI PERUBAHAN GARIS PANTAI DI TELUK BANTEN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT MULTITEMPORAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KLASIFIKASI DARATAN DAN LAUTAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT ALOS Studi Kasus di Pesisir Timur Kota Surabaya

BAB III METODE PENELITIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMETAAN HABITAT DASAR PERAIRAN LAUT DANGKAL

Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (RSKKNI) Bidang Informasi Geospasial SKKNI IG 2016 SUB-BIDANG PENGINDERAAN JAUH PROJO DANOEDORO

PEMETAAN BENTIK HABITAT DAN TUTUPAN LAHAN PULAU TUNDA MENGGUNAKAN CITRA SATELIT WORLDVIEW-2 IRPAN PIDIA PUTRA

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

AbdurRahman* 1. UNLAM *

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR PENGELOLAAN DATA DAN INFORMASI GEOSPASIAL INFRASTRUKTUR

Remote Sensing KKNI 2017

Jurnal Geodesi Undip April 2017

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Neritic Vol. 6 No.1, hal 01-06, Maret 2015 ISSN

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN

Metode penghitungan perubahan tutupan hutan berdasarkan hasil penafsiran citra penginderaan jauh optik secara visual

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

Gambar 11. Pembagian Zona UTM Wilayah Indonesia (Sumber: kampungminers.blogspot.com)

Sudaryanto dan Melania Swetika Rini*

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN

BAB III BAHAN DAN METODE

BIG. Peta. Rencana Tata Ruang. Pengelolaan. Tata Cara.

Analisis Ketelitian Geometric Citra Pleiades 1B untuk Pembuatan Peta Desa (Studi Kasus: Kelurahan Wonorejo, Surabaya)

LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian

METODE SURVEI TERUMBU KARANG INDONESIA Oleh OFRI JOHAN, M.Si. *

LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL

Satelit Landsat 8, Landsat Data Continuity Mission Pengolahan Citra Digital

Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

Cetakan I, Agustus 2014 Diterbitkan oleh: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pattimura

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

PENENTUAN SEBARAN TERUMBU KARANG DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA LYZENGA DI PULAU MAITARA. Universitas Khairun. Ternate. Universitas Khairun.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MATRIKS SKEMA SERTIFIKASI LSTP MAPIN BIDANG INFORMASI GEOSPASIAL SUB BIDANG PENGINDERAAN JAUH 2017

Analisa Perubahan Tutupan Lahan di Waduk Riam Kanan dan Sekitarnya Menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan data citra Landsat

INTERPRETASI CITRA IKONOS KAWASAN PESISIR PANTAI SELATAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN PETA RENCANA TATA RUANG

Evaluasi Kesesuaian Tutupan Lahan Menggunakan Citra ALOS AVNIR-2 Tahun 2009 Dengan Peta RTRW Kabupaten Sidoarjo Tahun 2007

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

BAB III METODE PENELITIAN

DAFTAR TABEL. No. Tabel Judul Tabel No. Hal.

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian atau metodologi suatu studi adalah rancang-bangun

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

TEORI DASAR INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT TM7+ METODE INTERPRETASI VISUAL ( DIGITIZE SCREEN) Oleh Dwi Nowo Martono

APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI UNTUK KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN KOTA BEKASI. Dyah Wuri Khairina

III. BAHAN DAN METODE

Orientasi adalah usaha peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dan sebagainya) yang tepat dan benar (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989).

BAB III METODE PEMETAAN EKOREGION PROVINSI

Transkripsi:

RSNI-3 Rancangan Standar Nasional Indonesia-3 Pemetaan habitat perairan laut dangkal Bagian 1: Pemetaan terumbu karang dan padang lamun (Hasil Rapat Konsensus 1 Maret 2011) ICS 07.040 Badan Standardisasi Nasional

Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1 3 Istilah dan definisi... 1 4 Persyaratan umum... 3 5 Prinsip pemetaan terumbu karang dan padang lamun... 3 5.1 Sumber data... 3 5.2 Proses... 4 5.3 Uji ketelitian... 5 5.4 Hasil... 5 6. Visualisasi data... 5 6.1 Penyusunan basis data... 5 6.2 Struktur dan format data... 6 6.3 Fitur yang digambarkan... 6 6.4 Informasi tepi... 7 6.5 Informasi tematik... 7 6.6 Layout peta... 7 Lampiran A (normatif) Simbol dan warna dalam klasifikasi... 8 Lampiran B (informatif) Proses pengolahan citra... 9 Lampiran C (informatif) Prosedur penentuan sampel... 10 Bibliografi... 11 i

Prakata Standar Nasional Indonesia (SNI) ini menetapkan prinsip umum spesifikasi peta dan prosedur pemetaan perairan laut dangkal, yaitu pemetaan terumbu karang dan padang lamun. Standar ini dibuat dengan tujuan untuk memberikan panduan yang baku dalam pemetaan terumbu karang dan padang lamun. Dengan adanya SNI ini diharapkan dapat menjamin kualitas hasil pemetaan terumbu karang dan padang lamun. SNI ini disusun berdasarkan Pedoman Standardisasi Nasional Nomor 8 tahun 2007 tentang Penulisan Standar Nasional Indonesia. SNI ini dipersiapkan oleh Panitia Teknis 07-01, Informasi geografis/geomatika dan telah dikonsensuskan pada tanggal 1 Maret 2011 di Cibinong. Standar ini juga telah melalui tahapan konsensus nasional yaitu jajak pendapat pada tanggal... sampai dengan... ii

Pemetaan habitat perairan laut dangkal Bagian 1: Terumbu karang dan padang lamun 1 Ruang lingkup Standar ini menetapkan ketentuan mengenai metode, klasifikasi, pemetaan, basis data, dan penyajian peta habitat perairan laut dangkal khususnya terumbu karang dan padang lamun pada skala paling kecil 1 : 50.000. 2 Acuan SNI 6502.2-2010, Spesifikasi penyajian peta rupa bumi Bagian 2: Skala 1:25.000; SNI 6502.3-2010, Spesifikasi penyajian peta rupa bumi Bagian 3: Skala 1:50.000; SNI 7335:2008, Metadata spasial; SNI 19-6726-2002, Peta dasar lingkungan pantai Indonesia skala 1:50.000. 3 Istilah dan definisi 3.1 atribut karakteristik suatu fitur [ISO 19101] 3.2 data spasial data hasil pengukuran, pencatatan, dan pencitraan terhadap suatu unsur keruangan yang berada di bawah, pada, atau di atas permukaan bumi dengan posisi keberadaannya mengacu pada sistem koordinat nasional 3.3 fitur abstraksi fenomena dunia nyata [ISO 19101] 3.4 fitur dasar tampilan data geografi yang digunakan sebagai dasar untuk pemetaan tematik 3.5 fitur tematik tampilan data geografi yang digunakan untuk tema tertentu 3.6 interpretasi perbuatan mengkaji citra dengan maksud mengidentifikasi objek yang tergambar dalam citra, dan menilai arti pentingnya objek tersebut [Purwadi, 2001] 1 dari 11

3.7 klasifikasi penyusunan bersistem dalam kelompok atau golongan menurut kaidah atau standar yang ditetapkan 3.8 koreksi geometrik koreksi pada citra bertujuan untuk mengurangi kesalahan perekaman citra dari suatu objek di permukaan bumi yang diakibatkan kelengkungan permukaan bumi dan beberapa faktor lain seperti variasi tinggi satelit, rotasi bumi, kemiringan satelit, dan kecepatannya sehingga posisi suatu objek pada citra sesuai dengan posisi sebenarnya di lapangan 3.9 koreksi radiometrik koreksi pada citra mencakup efek-efek yang berhubungan dengan sensor untuk meningkatkan kontras setiap piksel 3.10 leeward daerah yang terlindung dari datangnya angin 3.11 makro alga tumbuhan eukaryotik bersel banyak yang tidak memiliki saluran metabolik dan mempunyai berbagai macam bentuk dan warna biasanya dijumpai tumbuh di sepanjang pantai melekat pada batu, karang, pasir, atau menempel pada tumbuhan atau binatang yang lain 3.12 padang lamun hamparan lamun yang terdiri atas satu jenis lamun atau campuran beberapa jenis lamun 3.13 perairan laut dangkal bagian dari perairan laut yang memiliki kedalaman antara 0 m sampai dengan 200 m 3.14 peta gambaran dari unsur-unsur alam dan/atau unsur-unsur buatan, yang berada di atas maupun di bawah permukaan bumi yang digambarkan pada suatu bidang datar dengan skala tertentu 3.15 peta dasar peta yang memuat informasi dasar dilengkapi dengan informasi alami dan buatan seperti jalan dan tutupan lahan, tidak spesifik pada tema tertentu 3.16 peta sementara peta konsep yang disusun berdasarkan hasil interpretasi citra yang akan diverifikasi di lapangan 3.17 peta tematik peta yang menyajikan tema tertentu 2 dari 11

CATATAN Contoh peta tematik yaitu: peta status lahan, peta sebaran penduduk, peta jaringan transportasi, dan lain-lain. 3.18 survei teknik riset dengan memberi batas yang jelas atas data 3.19 terumbu karang endapan masif kalsium karbonat (CaCO 3 ) yang dihasilkan oleh karang batu pembentuk terumbu 3.20 tipe terumbu bentuk pertumbuhan terumbu CATATAN Tipe terumbu dapat dibagi menjadi: terumbu karang tepi (fringing reef), terumbu karang penghalang (barrier reef), atol (atoll), dan gosong terumbu (patch reef) 3.21 windward daerah yang berhadapan dengan arah datangnya angin 4 Persyaratan Data dan persyaratan yang diperlukan dalam pemetaan terumbu karang dan padang lamun antara lain: a. Citra yang digunakan merupakan citra satelit multispektral dan hiperspektral yang sudah terkoreksi geometrik dan radiometrik. b. Citra yang dipakai untuk proses interpretasi menggunakan data terbaru tidak lebih lama dari dua tahun dari tahun pemetaan. c. Citra yang digunakan mempunyai resolusi spasial minimal 10 m untuk penyajian peta skala 1:50.000. d. Pemetaan tetap memperhatikan daya tembus spektral citra pada kolom air dan hal-hal yang mempengaruhi daya tembus seperti kekeruhan. e. Luasan terumbu karang yang bisa dipetakan adalah terumbu karang rataan sedangkan pada terumbu karang berbentuk miring (slope) dan dinding (wall) maka yang bisa dipetakan berupa kenampakan rataan dari atas (terekam citra). f. Garis pantai mengacu pada peta rupa bumi. 5 Prinsip pemetaan terumbu karang dan padang lamun 5.1 Sumber data 3 dari 11

Citra penginderaan jauh digunakan sebagai sumber data utama untuk memperoleh informasi sebaran habitat terumbu karang dan padang lamun. Selain itu dapat juga digunakan sumber data lainnya berupa data primer dan data sekunder yang diperlukan untuk mendukung interpretasi dan pemetaan terumbu karang dan padang lamun. 5.2 Proses 5.2.1 Pengolahan citra Pengolahan citra untuk identifikasi habitat perairan dangkal dapat dilakukan secara visual dan atau digital. Untuk identifikasi sebelumnya perlu dilakukan penggabungan (komposit) warna, masking, dan penajaman citra (Lampiran B). 5.2.2 Klasifikasi terumbu karang dan padang lamun Interpetasi terumbu karang dan padang lamun dimaksudkan untuk mendapatkan penggolongan habitat yang mampu direkam citra. Khusus terumbu karang klasifikasi dilakukan berdasarkan aspek geomorfologinya. Selanjutnya dilakukan delineasi pada setiap kelas. Tabel 1 Pembagian klasifikasi terumbu karang dan padang lamun dari interpretasi citra Pemetaan Sumber data Klasifikasi Skala 1:50.000 Resolusi spasial citra minimal 10 m Terumbu karang Padang lamun Makro alga Substrat 5.2.3 Pengecekan data lapangan 5.2.3.1 Penentuan sampel Pemilihan sampel yang dibutuhkan dalam pemetaan ini harus memperhatikan distribusi dan heterogenitas klasifikasi data. Peta hasil interpretasi awal yang menggambarkan daerah sampel perlu dicek kebenarannya di lapangan (Lampiran C). 5.2.3.2 Survei lapangan Survei lapangan dilakukan untuk tujuan: a. sebagai validasi area habitat terumbu karang dan padang lamun yang diperoleh dari citra dengan kenyataannya di lapangan; b. memperoleh informasi persentase tutupan terumbu karang dan padang lamun; dan c. memperoleh informasi tambahan (biotik dan abiotik) yang lain. 4 dari 11

Tabel 2 Data yang harus diperoleh pada waktu survei lapangan Data survei Klasifikasi Persentase Eksisting tutupan Tipe Terumbu karang v v v Padang lamun v v v Makro alga v x x Substrat v x x Keterangan: v : wajib ada x : tidak wajib ada 5.3 Uji ketelitian Pada dasarnya uji ketelitian dilakukan setelah melakukan survei lapangan. Hasil interpretasi perlu dilakukan pengujian agar menghasilkan data yang dapat diterima dengan tingkat ketelitian (akurasi) tertentu. Nilai akurasi dari uji ketelitian harus dicantumkan pada peta. 5.4 Hasil Peta terumbu karang dan padang lamun disajikan dalam proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM). Datum untuk kontrol horizontal yang digunakan adalah Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN-95) atau World Geodetic System 1984 (WGS-84). Selain itu peta yang dihasilkan harus disertai metadatanya dengan mengacu pada SNI 7335:2008, Metadata spasial. 6. Visualisasi data 6.1 Fitur Data pada peta terumbu karang dan padang lamun dalam format digital terdiri atas informasi spasial dan non-spasial, baik yang berasal dari data primer maupun data sekunder. Fitur yang harus ada dalam peta terumbu karang dan padang lamun adalah fitur dasar dan fitur tematik sesuai dengan hasil klasifikasi. Fitur tersebut disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3 Fitur dasar dan tematik dalam pemetaan terumbu karang dan padang lamun Fitur dasar Garis pantai Jalan Sungai Batas administrasi Toponimi Garis kontur kedalaman (batimetri) Fitur tematik Terumbu karang Padang lamun Makro alga Substrat 5 dari 11

6.2 Struktur dan format data Jenis data dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu data spasial dan atribut. Data atribut mencakup semua data yang berfungsi untuk mendetailkan karakteristik terumbu karang dan padang lamun. Struktur dan format data untuk peta terumbu karang dan padang lamun disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Struktur dan format data No. Fitur Bentuk Atribut geometri 1 Terumbu karang Poligon luas, persentase tutupan, tipe terumbu (fringing reef, barier reef, atoll, patch reef), fauna 2 Padang lamun Poligon luas, persentase tutupan, jenis lamun, fauna 3 Makro alga Poligon luas, persentase tutupan, jenis makro alga, fauna 4 Substrat Poligon jenis substrat, luas 6.3 Fitur yang digambarkan Fitur yang digambarkan pada peta mengacu pada SNI 6502.2-2010 Spesifikasi penyajian peta rupa bumi skala 1: 25.000, SNI 6502.3-2010 Spesifikasi penyajian peta rupa bumi skala 1: 50.000, dan SNI 19-6726-2002 Peta dasar lingkungan pantai Indonesia Skala 1:50.000. Simbolisasi untuk klasifikasi terumbu karang dan padang lamun disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Simbol dan warna terumbu karang dan padang lamun No Nama simbol Simbol Keterangan 1 Terumbu karang R : 214; G: 133; B:137 2 Padang lamun R: 174; G:241; B:176 3 Makro alga R:234 G:150; B:80 4 Substrat R:255; G:255; B:115 6 dari 11

6.4 Informasi tepi Informasi tepi peta mengacu pada SNI 6502.2-2010 Spesifikasi penyajian peta rupa bumi skala 1: 25.000 dan SNI 6502.3-2010 Spesifikasi penyajian peta rupa bumi skala 1: 50.000. 6.5 Layout peta Layout mengacu pada SNI 19-6726-2002 Peta dasar lingkungan pantai Indonesia skala 1:50.000 seperti digambarkan berikut ini. JUDUL SKALA ORIENTASI DIAGRAM LOKASI MUKA PETA LEGENDA: SUMBER Gambar 1-Contoh layout peta 7 dari 11

Lampiran A (informatif) Informasi tematik lainnya Peta terumbu karang dan padang lamun dapat ditambahkan informasi tematik berupa diagram pie atau piechart, yang berisi informasi terumbu karang dan padang lamun dari hasil survei lapangan. Informasi dalam piechart untuk peta skala 1 : 50.000 berisi informasi lain yang diambil, misalnya: persentase karang acropora, karang non-acropora, karang lunak, karang mati, alga, fauna lain, dan abiotik; dengan berurutan searah jarum jam (clockwise). Sedangkan pada legenda ditambahkan keterangan atribut tematik terumbu karang dan padang lamun tersebut dan keterangan dari piechart tersebut. Setiap skala pemetaan terumbu karang dan padang lamun dilengkapi dengan piechart, dengan klasifikasi sebagai berikut : Gambar A.1-Tampilan informasi tematik dalam bentuk piechart dari hasil survei lapangan yang disajikan pada peta skala 1:50.000 CATATAN Ukuran (size) piechart adalah 40 pts. 8 dari 11

Lampiran B (informatif) Proses pengolahan citra B.1 Komposit warna Secara umum, band yang digunakan untuk identifikasi habitat terumbu karang dan padang lamun yaitu band atau saluran merah, hijau, dan biru yang disusun dalam komposit warna asli (true colour composite). Ketiga band tersebut memiliki penetrasi ke dalam air jernih yang baik, meskipun gangguan atmosferik pada saluran tersebut cukup besar. B.2 Masking Masking citra yang akan digunakan untuk identifikasi terumbu karang dan padang lamun dilakukan untuk menghilangkan adanya gangguan awan dan objek daratan. B.3 Penajaman citra Teknik penajaman citra yang lazim digunakan antara lain: a. Teknik ekualisasi histogram Teknik ini memberikan efek kontras yang tajam (kekontrasan maksimum) pada citra sehingga perbedaan antara objek yang satu dengan yang lainnya akan lebih jelas. b. Teknik perentangan linear Teknik ini dapat digunakan untuk mempertajam kenampakan objek secara keseluruhan. c. Cara lain dalam melakukan teknik penajaman adalah dengan membuat nilai maksimum dari setiap band yang digunakan dalam komposit warna RGB. Hal ini dapat membantu dalam pengenalan objek tertentu terutama objek wilayah pesisir. 9 dari 11

Berikut ini prosedur penentuan sampel: Lampiran C (informatif) Prosedur penentuan sampel a. Penentuan titik sampel dilakukan secara acak terpilih (purposive random sampling) berdasarkan klasifikasi objek maupun karakteristik spektral pada citra yang diperoleh dari hasil interpretasi awal. b. Penentuan titik sampel hendaknya mempertimbangkan aspek kondisi alamiah seperti: kedalaman perairan, aspek keruangan (asosiasi terhadap objek lain, misalnya: permukiman, industri, dan muara sungai), dan faktor keterbukaan lokasi survei dari arah datangnya angin (leeward dan windward). c. Jumlah titik sampel ditentukan secara representatif berdasarkan luas area dan kelas objek. d. Titik sampel digambarkan ke dalam peta interpretasi awal. e. Peta cetak hasil interpretasi awal digunakan sebagai panduan di lapangan. 10 dari 11

Bibliografi Arsjad A.B. S., dkk. 2005. Pedoman Survei dan Pemetaan Terumbu Karang. English, S., C. Wilkinson, and V. Baker. 1994. Survey Manual For Tropical Marine Resources. Australian Institute Of Marine Science. Townsville. p: 34 51. Jensen, John R. 1986. Introductory Digital Image Processing a Remote Sensing Perspective. London : Prentice Hall. KEPMEN LH No. 200 tahun 2004. Kriteria Baku Kerusakan dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun. Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Lillesand, Thomas M., dan R. W. Kiefer. 1993. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra, diedit oleh : Sutanto. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Mumby, P.J., Clark, C.D., Green, E.P., and Edwards, A.J. 1998. Benefits of water column correction and contextual editing for mapping coral reefs. NASA. 2000. Landsat 7 Science Data User Handbook. NASA. Maryland. Purwadhi, F.S.H., 2001. Interpretasi Citra Digital. PT. Gramedia Media Sarana. Jakarta Siregar, V.P. 1995. Pemetaan Terumbu Karang dengan Menggunakan Kombinasi Citra Satelit SPOT-1 Kanal XS1 dan XS2 Aplikasi pada Karang Cangkok dan Karang Lebar di Kepulauan Seribu, Jakarta Utara. Buletin PSP Vol. 1 No. 1. Tahun 1995. Soekarno et al. (1993). Terumbu Karang di Indonesia Sumberdaya Permasalahan dan Pengelolaannya. Lembaga Oseanologi Nasional LIPI, Jakarta. Suharsono, 2004. Jenis - Jenis Karang Yang Umum Dijumpai di Perairan Indonesia. P3O LIPI. Jakarta. Sutanto, 1987. Penginderaan Jauh Jilid I, Yogyakarta : Gadjah Mada UniversityPress. Veron, J.E.N., M.S. Smith. 2000. Coral Of The World Vol. 1 3. Australian Institute Of Marine Science. Townsville. 11 dari 11