Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dan evaluasi yang perlu dilakukan untuk menentukan tingkat pencapaian

TUGAS GURU SEBAGAI PENGEMBANG KURIKULUM

BAB I PENDAHULUAN. dengan memudarnya sikap saling menghormati, tanggung jawab,

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pergeseran fungsi sekolah sebagai suatu institusi pendidikan. 1 Pergeseran

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah-sekolah pada saat ini menghadapi tantangan di dalam mendidik

BAB I PENDAHULUAN. kelas. 1 Dalam undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kepribadian dan kemampuan belajar baik dari segi kognitif,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, bangsa, dan negara. Pasal 4 menjelaskan pula bahwa. warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi sekolah erat hubungannya dengan masyarakat. dan didukung oleh lingkungan masyarakat. 1

ANALISIS KEMAMPUAN GURU MENGELOLA PEMBELAJARAN TEMATIK MENURUT KURIKULUM 2013 DI SD NEGERI 1 SOPAI KABUPATEN TORAJA UTARA

Tujuan Pendidikan Dalam Aspek Kurikulum Indonesia

PENGEMBANGAN KTSP PERT KE-11

BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. Evaluasi pembelajaran yang dilakukan selama ini kadang-kadang hanya

BAB I PENDAHULUAN. dapat dirasakan oleh setiap warga negara. Dengan adanya pendidikan terjadi

BAB I PENDAHULUAN. dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia yang. negara, dan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Perilaku-perilaku yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keberhasilan dalam pembelajaran dipengaruhi oleh faktor-faktor yang

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. suatu upaya melalui pendidikan. Pendidikan adalah kompleks perbuatan yang

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. yang ikut menentukan pertumbuhan ekonomi suatu negara. 1 Salah satu masalah

KERANGKA DASAR DAN STRUKTUR PROGRAM KURIKULUM 2013 MUATAN LOKAL BAHASA JAWA

I. PENDAHULUAN. beradaptasi dengan lingkungan dan mengantisipasi berbagai kemungkinan

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, dalam rangka mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia yang tercantum

SILABUS PERKULIAHAN. B. STANDAR KOMPETENSI Memiliki pemahaman yang utuh tentang konsep-konsep dasar tentang kurikulum dan aplikasinya di sekolah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. beragam mengatur pada standar nasional pendidkan untuk menjamin. prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu pekerjaan yang sangat kompleks dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan mutlak

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya. Pendidikan dapat dimaknai sebagai

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan manusia yang cerdas dan berkarakter. Pendidikan sebagai proses

BAB I PENDAHULUAN. suatu ukuran maju mundurnya suatu bangsa. 1. Pendidikan Nasional pada Bab III Pasal 4 menyebutkan bahwa: Pendidikan

IDENTITAS DAN DESKRIPSI MATA KULIAH

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu proses untuk membina dan mengantarkan anak

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional, Bab I Pasal 1 ayat (1) dikemukakan bahwa

BAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan individu dan perkembangan masyarakat, selain itu pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan ditujukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia,

Authentic Couching Untuk Pengembangkan Perangkat Pembelajaran Character Building Berbasis Kearifan Lokal Sari

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan dirumuskan sesuai dengan Undang-Undang No. 20. Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

PROGRAM PEMBUDAYAAN TERPADU DALAM MEMBINA KARAKTER ISLAMI PADA SISWA SEKOLAH DASAR SEBAGAI IMPLEMENTASI KURIKULUM BANDUNG MASAGI

KOMPETENSI ALUMNI PG PAUD FIP UNNES DI LEMBAGA PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan education. diterjemahkan dengan tarbiyah yang berarti pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Statistik, 2015), h United Nations Development Programme, Human Development Report 2015 (New

BAB I PENDAHULUAN. kualitas kepribadian serta kesadaran sebagai warga negara yang baik.

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA Darussalam, Banda Aceh

SISTEM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH ALAM. Hidayatul Mufidah 1 ABSTRAK

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN PKN DI KELAS IV SDN 1 BALE DENGAN MENGGUNAKAN METODE TANYA JAWAB

PENERAPAN KONSEP PEMBELAJARAN HOLISTIK DI SEKOLAH DASAR ISLAM RAUDLATUL JANNAH WARU SIDOARJO PADA MATERI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman. Menurut UU Nomor 20 tahun 2003 (Sudrajat, 2010),

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas. siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa Indonesia untuk menciptakan manusia yang berilmu, cerdas dan terampil di lingkungan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi

SEKOLAH KEREN, SEKOLAH RAMAH ANAK

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan berdasarkan nilainilai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah wahana untuk mengembangkan dan melestarikan. dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia yang

PERAN DAN FUNGSI KURIKULUM

BAB I. Pendidikan secara historis maupun filosofis telah ikut mewarnai dan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pembahasan, dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Pemahaman siswa kelas VIII SMP Negeri 13 Magelang terhadap nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. Praktik, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hlm Fathul Mu in, Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoretik dan

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari tradisional menjadi modern. Perkembangan teknologi juga

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN JURUSAN KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN SILABUS

BAB I PENDAHULUAN. Karakter merupakan hal sangat esensial dalam berbangsa dan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu kebutuhan yang penting bagi setiap bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. kearah suatu tujuan yang dicita-citakan dan diharapkan perubahan tersebut

PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan

BAB I PENDAHULUAN. negara yang yang demokratis dan bertanggung jawab. 1 Pendidikan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Krisis Multidimensional, (Jakarta: PT Bumi Aksara.2011), Hlm. 14.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Rumusan fungsi dan tujuan pendidikan nasional dalam Undang-undang. pada pasal 3 menyebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sistematis untuk mewujudkan suatu proses pembelajaran agar siswa aktif

BAB I PENDAHULUAN. Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Kencana, Jakarta, 2008, hlm. 17 2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lastri Rahayu, 2013

BAB I PENDAHULUAN. berkarakter dalam mengisi kemerdekaan. Namun, memunculkan jiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. generasi muda bangsa. Kondisi ini sangat memprihatinkan sekaligus menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan di segala bidang kehidupan. Perubahan dan perbaikan dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1 Sudarwan Danim, Pengantar Kependidikan Landasan, Teori, dan 234 Metafora

E.ISSN P.ISSN Vol.3 No.1 Edisi Januari 2018

I. PENDAHULUAN. Upaya pemerintah dalam menanamkan kembali nilai-nilai karakter (luhur) dilatar

Pengembangan Pembelajaran PKN di SD. Wuri Wuryandani, M.Pd. Universitas Negeri Yogyakarta 12 November 2009

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar anak

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 2013, hlm Ismail, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, Rasail Media Group, Semarang, 2008, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. pertama, pendidikan mengandung nilai dan memberikan pribadi anak agar. dipengaruhi dan didukung oleh lingkungan masyarakat.

KONSEP PENDIDIKAN. Imam Gunawan

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah gerbang yang utama dan pertama dalam usaha

DAFTAR PUSTAKA. Agil Said Siraj et. AL. Pesantren Masa Depan; Wacana Pemberdayaan Dan Transformasi Pesantren, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Keberadaan pendidikan formal merupakan bentuk, pelimpahan tanggung jawab keluarga dalam melaksanakan pendidikan dan peningkatan pengetahuan yang lebih bagi generasi berikutnya. Nana Syaodih Sukmadinata menyebutkan bahwa sejarah pendidikan di sekolah diawali karena ketidakmampuan keluarga dalam memberikan pengetahuan dan keterampilan yang lebih tinggi dan mendalam. Yang membedakan sekolah dengan pendidikan informal adalah pertama, pendidikan formal memiliki kurikulum tertulis. Kedua dilaksanakan secara formal ada yang mengawasi dan menilai. Ketiga diberikan oleh pendidikan yang memiliki ilmu pengetahuan, bidang pendidikan. Keempat, interaksi pendidikan berlangsung di lingkungan tertentu dengan fasilitas, alat dan aturan tertentu. 1 Sekolah merupakan 1 Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), 3. 1

lembaga pendidikan formal yang secara sistematis melakukan program bimbingan, pengajaran, dan latihan dalam rangka membantu siswa untuk mengembangkan potensinya, melalui kurikulum yang telah dirumuskan. Setiap pelaksanaan proses pendidikan harus selalu diarahkan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan, baik yang berkaitan dengan penguasaan pengetahuan (kognitif), pengembangan kepribadian, kemampuan sosial (afektif) serta kemampuan dan keterampilan kerja (psikomotorik). Dalam konteks sekolah proses tersebut harus dilakukan oleh berbagai pihak, baik oleh guru ataupun komponen lainnya, yang direncanakan melalui kurikulum, baik kurikulum formal ataupun kurikulum nonformal yang lebih dikenal dengan kurikulum tersembunyi. 2 Menurut Lickona bahwa kegiatan pendidikan di sekolah, baik melalui pembelajaran di dalam kelas atau di luar kelas, tidak pernah bebas nilai. Kurikulum yang diberikan kepada peserta didik secara implisit akan mengandung transmisi nilai, yang terwujud dalam kurikulum formal ataupun hidden curriculum 3. Karena itu pendidikan di sekolah baik direncana atau tidak, harus mengajarkan nilai-nilai. Secara filosofis, pendidikan nasional memandang manusia Indonesia sebagai makhluk Tuhan dengan segala fitrahnya, makhluk individu dengan segala hak dan kewajibannya dan makhluk sosial dengan segala tanggung jawabnya yang hidup di tengah- 2 Sedat Yuksel, Kohlberg and Hidden Curriculum in Moral Education: An Opportunity for Students Acquisition of Moral Valuesin the New Turkish Primary Education Curriculum. Journal Of Educational Sciences: Theory&Practice (2005), h. 30. 3 Thomas Lickona, Educating For Character How Our School Can Teach Respect And Responsibility (New York: Bantam Books, 1993), 54. 2

tengah masyarakat global dengan segala tantangannya. 4 Berdasarkan filosofi tersebut pendidikan nasional Indonesia mempunyai tanggung jawab untuk mengembangkan segala potensi peserta didik, dengan tujuan menghasilkan peserta didik yang memegang nilai-nilai luhur yang diwariskan generasi sebelumnya, sehingga menghasilkan generasi yang memiliki karakter, kekuatan spiritual keagamaan, kepribadian yang cakap, kreatif, mandiri, cerdas, sehat, dan terampil serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab sebagai bekal hidup di tengah masyarakat. 5 Untuk mewujudkan tujuan tersebut, dibutuhkan sinergi berbagai komponen dalam sistem pendidikan yaitu sumber daya manusia, sarana prasarana, pembiayaan, serta kurikulum. Dari ketiga komponen tersebut kurikulum adalah sarana utama dalam mencapai tujuan, karena di dalamnya banyak menentukan arah dari pendidikan itu sendiri, terutama dalam lingkup sekolah. Menurut Sukmadinata, ciri utama dari pendidikan sekolah adalah adanya kurikulum. Sehingga secara mutlak kurikulum tidak dapat terpisahkan dengan sekolah. 6 Sementara Klein menyebutkan bahwa kurikulum memiliki posisi sentral dalam setiap upaya pendidikan. 7 Anzar Abdullah juga mengatakan bahwa kurikulum merupakan komponen terpenting dalam pendidikan dan menyebutnya 4 Eni Purwati, Pendidikan Islam Berbasis Multiple Intelligences System (MIS) (Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2011), 1. 5 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1 Poin 1 6 Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), 3. 7 M.F Klein, Curriculum Reform in the Elementary School: Creating Your Own Agenda ( New York and London: Teachers College Columbia University, 1986), 15. 3

sebagai jantungnya pendidikan. 8 Senada dengan Klein dan Abdullah, Said Hamid Hasan menyatakan bahwa kurikulum memiliki posisi sentral dalam pendidikan, posisi sentral ini menunjukkan bahwa di setiap unit pendidikan, kegiatan kependidikan yang utama adalah proses interaksi akademik antara peserta didik, pendidik, sumber, dan lingkungan. Posisi sentral ini menunjukkan pula bahwa setiap interaksi akademik adalah jiwa dari pendidikan. Dapat dikatakan bahwa kegiatan pendidikan atau pengajaran tidak dapat dilakukan tanpa interaksi dan kurikulum adalah desain dari interaksi tersebut. Posisi sesungguhnya kurikulum dalam pendidikan adalah sebagai the heart of education. 9 Lebih lanjut Hasan menjelaskan kurikulum sebagai jantung pendidikan artinya, semua gerak kehidupan kependidikan yang dilakukan sekolah didasarkan pada apa yang direncanakan kurikulum. Kehidupan di sekolah adalah kehidupan yang dirancang berdasarkan apa yang diinginkan kurikulum. Pengembangan potensi peserta didik menjadi kualitas yang diharapkan adalah didasarkan pada kurikulum. Proses belajar yang dialami peserta didik di kelas, di sekolah dan di luar sekolah dikembangkan berdasarkan apa yang direncanakan kurikulum. Kegiatan evaluasi untuk menentukan apakah kualitas yang diharapkan sudah dimiliki oleh peserta didik dilakukan berdasarkan rencana yang dicantumkan dalam kurikulum. Oleh karena itu kurikulum adalah dasar dan sekaligus pengontrol terhadap aktivitas pendidikan. Tanpa kurikulum yang jelas apalagi jika tidak 8 Anzar Abdullah, Kurikulum Pendidikan di Indonesia Sepanjang Sejarah (Suatu Tinjauan Kritis Filosofis). Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No 066 Tahun ke-13 Mei (2007), 345. 9 Said Hamid Hasan, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan (Jakarta: Grasindo, 2010), 26. 4

ada kurikulum sama sekali maka kehidupan pendidikan di suatu lembaga menjadi tanpa arah dan tidak efektif dalam mengembangkan potensi peserta didik menjadi kualitas pribadi yang maksimal. 10 Menurut Wina Sanjaya, kurikulum adalah seluruh kegiatan yang dilakukan siswa baik di sekolah ataupun di luar sekolah, asalkan kegiatan tersebut masih di bawah tanggung jawab sekolah. 11 Para ahli sepakat bahwa pengertian kurikulum modern bukan hanya dokumen rencana pembelajaran, tetapi yang terpenting kurikulum adalah proses pengalaman belajar anak didik. Oleh karena kurikulum dianggap memiliki peran sentral dalam mewujudkan tujuan pendidikan, tercatat dalam sejarah pendidikan nasional telah dilakukan perbaikan dalam bidang kurikulum, sedikitnya telah sembilan kali adanya perubahan kurikulum pendidikan nasional, yang disesuaikan dengan tuntutan dan perkembangan zaman. 12 Sedangkan menurut Zais, dalam Sukmadinata, menyatakan bahwa sebuah kurikulum disebut baik, tidak 10 Said Hamid Hasan, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan (Jakarta: Grasindo, 2010), 28. 11 Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta: Kencana Prenada, 2008), 6. 12 Beberapa perubahan dalam sistem pendidikan nasional di antaranya yaitu kurikulum pendidikan nasional dimulai dari kurikulum 1947 yang diberi nama Rentjana Pelajaran 1947, kemudian diganti dengan kurikulum 1952, yang diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952, kemudian diganti lagi pada tahun 1964, dan diberi nama Rentjana Pendidikan 1964, selanjutnya terjadi perubahan lagi yaitu pada tahun 1968, 1975, 1984, 1994, kemudian pada tahun 2004 terjadi lagi perubahan kurikulum yang disebut dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), dua tahun kemudian berubah lagi menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada tahun 2006. Berkaitan dengan Perubahan kurikulum ini telah banyak dilakukan penelitian di antaranya oleh Abdurahman Assegaf yaitu: Pergeseran Kebijakan Pendidikan Nasional Bidang Agama Islam 1942-1994 (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2004). Kemudian Anzar Abdulah juga menulis tentang sejarah kurikulum yaitu: Kurikulum Pendidikan di Indonesia Sepanjang Sejarah (Suatu Tinjauan Kritis Filosofis). Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No 066 Tahun ke-13 Mei (2007). 5

hanya terlihat dan dinilai dari dokumen tertulisnya saja, melainkan harus dilihat dari proses pelaksanaan fungsinya di dalam kelas. Kurikulum bukan hanya merupakan rencana tertulis, melainkan sesuatu yang bersifat fungsional. Rencana tertulis merupakan dokumen kurikulum, sedangkan kurikulum yang dioperasikan di kelas merupakan kurikulum fungsional. 13 Sementara itu menurut Philip W. Jackson, kegagalan pendidikan bukan terletak pada konsep kerangka kurikulum tertulis (written curriculum), tetapi lebih terletak pada kegagalan dalam implementasi kurikulum formal tersebut. 14 Senada dengan yang dikatakan oleh S. Nasution, problem pendidikan sekarang adalah terletak pada pelaksanaan dari kurikulum formal (actual curriculum). 15 Sehingga sebaik apa pun konsep kurikulum yang telah direncanakan, kalau guru sebagai pelaksana di lapangan tidak bisa menjalankan secara efektif maka tujuannya akan sulit tercapai. Dalam teori kurikulum sedikitnya ada dua bagian besar kurikulum, yaitu kurikulum formal yang tertulis atau written curriculum dan kurikulum yang tidak tertulis yang lebih dikenal dengan hidden curriculum. Untuk mencapai pendidikan yang baik, keduanya harus saling melengkapi dan tidak boleh terjadi ketimpangan. Selain itu, Sanjaya juga membagi kurikulum dengan dua jenis, yaitu pertama kurikulum ideal yang menjadi pedoman guru dan disebut juga dengan kurikulum tertulis. Kedua adalah kurikulum aktual, 13 Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), 5. 14 Philip W. Jackson, Handbook of Research on Curriculum Part 1 & 2, A project of the American Educational Research Association (United Stated Of America, 1996), 402. 15 S. Nasution, Azas-Azas Kurikulum (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), 8. 6

yaitu operasional kurikulum ideal. Dalam hal ini guru sebagai pelaksana di lapangan, yang menentukan tercapai atau tidaknya tujuan kurikulum ideal. Sehingga sebaik-baiknya kurikulum formal yang telah dibuat oleh para ahli kurikulum, tidak akan mencapai tujuan maksimal apabila dilaksanakan oleh guru yang tidak memahami makna kurikulum tersebut. Sekolah pada prinsipnya didirikan untuk membimbing peserta didik agar dapat berkembang sesuai dengan tujuan yang diharapkan yaitu dapat berperan di tengah masyarakat. Kemudian Sanjaya juga menjelaskan bahwa, yang menjadi titik sentral kurikulum pendidikan adalah peserta didik itu sendiri. Selanjutnya dijelaskan pula, perkembangan peserta didik hanya akan tercapai apabila dia memperoleh pengalaman belajar melalui semua pelajaran yang disajikan sekolah, baik melalui kurikulum tertulis ataupun yang tidak tertulis (hidden curriculum). 16 Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Miller dan Seller, berkaitan dengan pendidikan moral anak, bahwa pendidikan harus bisa membuat anak bisa mengontrol dan mengendalikan dirinya dari berbagai perilaku yang tidak layak. 17 Tidak mudah memang untuk mengubah perilaku (attitude) dan karakter (character) murid. Oleh karena itu usaha yang maksimal harus terus diupayakan oleh masyarakat sekolah (school community) yaitu guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan, dengan bekerja sama menciptakan budaya sekolah yang baik. Melalui pemanfaatan sumber belajar, sarana dan prasarana sekolah, upaya tersebut akan lebih mudah terwujud. Selanjutnya 16 Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta: Kencana Prenada, 2008), 9. 17 J. P Miller dan W Selle, Curriculum: Perspectives and Practice (New York & London: Longman, 1985), 21-24. 7

diharapkan peserta didik dapat memperoleh pengalaman di sekolah untuk mengembangkan kreativitasnya. 18 Lebih lanjut Imam Tholkhah, menjelaskan bahwa sistem pendidikan selain memberikan pelajaran tentang mata pelajaran dari satuan kurikulum yang telah ditetapkan, juga sudah seharusnya peserta didik diberikan pelajaran tentang kehidupan nyata yang sedang dan akan dihadapi, selain itu peseta didik tidak boleh tercerabut dari akar budaya, tradisi serta perkembangan masa depan peserta didik dan masyarakat pada umumnya. Tholkhah mengharapkan lingkungan sekolah menjadi taman berlibur bagi peserta didik, jangan sampai sekolah menjadi penjara bagi berkembangnya kreativitas serta aktivitas yang disenangi oleh peserta didik. 19 Selama ini guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar hanya terfokus pada kurikulum yang sudah tertulis atau kurikulum formal. Padahal untuk menciptakan pengalaman serta nilai-nilai yang baik bagi peserta didik, seharusnya pendidikan memerhatikan dan sekaligus mengoptimalkan kurikulum tersembunyi (hidden curriculum). Kurikulum tersembunyi berdampak sangat besar terhadap proses pembelajaran serta pengalaman belajar siswa. Seperti yang dikatakan Dede Rosyada bahwa kurikulum yang dapat mengantarkan siswa sesuai harapan, idealnya tidak cukup hanya kurikulum yang dipelajari saja (written curriculum), tetapi juga hidden curriculum yang secara teoretis sangat rasional memengaruhi siswa baik menyangkut lingkungan sekolah, suasana kelas, bahkan pada kebijakan dan manajemen 18 Jejen Musfah Manajemen Kurikulum Untuk Mengembangkan Afektif Murid. Jurnal Didaktik Islamik, Vol. X, No. 2, Desember (2009), 3. 19 Imam Tholkhah dan Ahmad Barizi, Membuka Jendela Pendidikan (Jakarta: Rajagrafindo, 2004), 161-162. 8

pengelolaan sekolah secara lebih luas dan hubungan vertikal dan horizontal. 20 Selain itu Kohlberg juga mengatakan bahwa kurikulum tersembunyi akan lebih efektif dalam mengajarkan nilai-nilai luhur kepada siswa. 21 Di antara kedua kurikulum tersebut merupakan bagian integral yang harus padu, yang mempunyai tujuan pencapaian yang berbeda, kurikulum tertulis bertujuan pada bidang pengetahuan, penguasaan ilmu-ilmu, kompetensi akademik, keterampilan. Sementara kurikulum yang tidak tertulis dalam rangka pembentukan sikap dan kebiasaan baik. Kemudian juga Stenhouse menjelaskan bahwa kurikulum yang sebenarnya adalah realitas yang dibangun sekolah secara kelembagaan yang menyeluruh bukan hanya sebatas di dalam kelas. 22 Sejalan dengan Kohlberg, Ivan Illich juga mengatakan bahwa untuk mendapatkan hasil belajar yang baik, siswa harus belajar dari pergaulan dengan orang-orang di sekelilingnya yang memiliki keterampilan dan nilai-nilai yang dapat dijadikan contoh. Lebih lanjut dikatakan bahwa sumber belajar yang baik bagi siswa adalah sesuatu yang ada di sekelilingnya, benda-benda, pergaulan, contoh-contoh, pergaulan teman sebaya serta orang tua ataupun guru yang mampu membimbingnya. 23 20 Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis, Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan (Jakarta: Prenada Media, 2004), 32. 21 Lawrence Kohlberg, The moral atmosphere of the school. In The hidden curriculum and moral education: Deception or discovery, ed. H. Giroux and D. Purpel (1983), 61-81. 22 L Stenhouse, An introduction to curriculum research and development (London: Heinemann Educational Books, 1975), 8-9. 23 Ivan Illich, Bebaskan Masyarakat dari Belenggu Sekolah, (terj) Sonny Keraf, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2000). 9