TANTANGAN MENEGAKKAN ETIKA JURNALISME. Ditinjau oleh Djoko Waluyo. *)

dokumen-dokumen yang mirip
MEDIA WATCH DAN PELAKSANAAN KEBEBASAN PERS. Djoko Walujo 1

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Mencermati hasil analisis data dan pembahasan mengenai profesionalisme wartawan / jurnalis pada stasiun televisi lokal

Bab IV Penutup. A. Kebebasan Berekspresi sebagai Isi Media

SISTIM HUKUM INDONESIA POKOK BAHASAN

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

PAPARAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagian masyarakat berpikir menjadi seorang jurnalis merupakan

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin

BUKU AJAR (BAHAN AJAR) HAK MENYATAKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM SECARA BEBAS DAN BERTANGGUNG JAWAB. Oleh : I Gede Pasek Eka Wisanjaya SH, MH

ANGGARAN DASAR ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN. Pasal 2

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan Pers. Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya. Pengakses internet terus mengalami peningkatan sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. media yang didesain secara khusus mampu menyebarkan informasi kepada

BAB I PENDAHULUAN. pesan secara massal, dengan menggunakan alat media massa. Media. massa, menurut De Vito (Nurudin, 2006) merupakan komunikasi yang

PROGRAM TAHUNAN STANDAR KOMPETANSI / 2.2 Mendeskripsikan suasana kebatinan konstitusi yang pertama 2 4

PEMETAAN STANDAR KOMPETENSI, KOMPETENSI DASAR MATA PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

HAK ASASI MANUSIA dalam UUD Negara RI tahun Dr.Hj. Hesti

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG P E R S DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. secara ideal. Namun dalam dunia globalisasi, masyarakat internasional telah

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 3 LAWANG ULANGAN AKHIR SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2007 / 2008

RUBRIK RESENSI KEBEBASAN ATAU KEBABLASAN PERS KITA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN

CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP

BAB VI PENUTUP. A. Simpulan

PENULISAN BERITA TELEVISI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kehidupan umat manusia. Setiap manusia yang lahir sudah melekat hak asasinya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD

Pembelajaran. (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1. Memahami materi perkuliahan secara Umum/Menyepakati kontrak belajar

BAB I PENDAHULUAN. fase dimana mengalami pasang surut tentang kebebasan pers. Kehidupan pers

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia berdasar ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebebasan pers Indonesia ditandai dengan datangnya era reformasi dimulai

BAB I. Pendahuluan. yang terbaik adalah untuk pers begitulah kira-kira persepsi, anggapan, dan harapan

HAK PUBLIK MEMPEROLEH INFORMASI DAN KEBEBASAN PERS Oleh Ashadi Siregar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam suatu Negara yang berpaham demokratis, perlindungan Hak

ANGGARAN DASAR IKATAN JURNALIS TELEVISI INDONESIA (IJTI)

d. Hak atas kelangsungan hidup. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan Berkembang.

Mata Pelajaran : Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) Satuan Pendidikan : SMP/MTs. Kelas/Semester : VII /1

BAB II PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA YANG DITUANGKAN DALAM UNJUK RASA (DEMONSTRASI) SEBAGAI HAK DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 005/PUU-I/2003

I. PENDAHULUAN. Sejak diumumkannya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Universal Declaration of

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Niar Riska Agustriani, 2014 Peranan komisi nasional hak asasi manusia Tahun

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH

MODUL VII HAK AZAZI MANUSIA

PAPER PANCASILA. Hak Asasi Manusia Menurut Pancasila Dan UUD. Dosen : Drs. Tahajudin S. OLEH : : Eko Hernanto NIM :

Pendidikan Kewarganegaraan

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

REGULASI PENYIARAN DI INDONESIA

STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR TINGKAT SMP, MTs, DAN SMPLB

: Pendidikan Kewarganegaraan (PKN)

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang No 40 tahun 1999 Tentang Pers, telah ditetapkan dalam

PEMBINAAN ORGANISASI MITRA PEMERINTAH

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

S A L I N A N KEPUTUSAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA NOMOR 007/SK/KPI/5/2004 TENTANG

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PANCASILA. Pancasila dalam Kajian Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia (Lanjutan) Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA. Modul ke: Fakultas MKCU

BAB I PENDAHULUAN. semakin maju mensyaratkan para pekerja yang cakap, profesional dan terampil.

JURNAL SKRIPSI PENGGUNAAN HAK JAWAB DAN HAK KOREKSI DALAM PENYELESAIAN DELIK PERS BERDASARKAN UU NOMOR 40 TAHUN 1999

Media Komunitas Vs Hoax. Ahmad Rofahan Jingga Media Cirebon

C. RINCIAN WAKTU. Alokasi

Demokrasi Sebagai Kerangka Kerja Hak Asasi Manusia

DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA

Kompetensi. Hukum Dan Hak Asasi Manusia Hak Turut Serta dalam Pemerintahan (HTSdP) Hak Turut Serta dalam Pemerintahan. hukum dengan HTSdP.

BAB I PENDAHULUAN. negatif maupun positif. Pers dan media massa juga sangat beperan sebagai

Anggaran Dasar. Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH

BAB I PENDAHULUAN. sosial dan wahana komunikasi dalam melakukan kegiatan jurnalistik dengan mencari,

Ringkasan Putusan.

Bab 3 Hak Asasi Manusia A. Pengertian HAM, HAM adalah hak dasar yang dimilki manusia sejak manusia dilahirkan. Ada dan melekat pada diri setiap

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D)

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) HUKUM DAN KODE ETIK JURNALISTIK

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MAKALAH. HAM dan Kebebasan Beragama. Oleh: M. syafi ie, S.H., M.H.

PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PANCASILA IDEOLOGI TERBUKA

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan. Pada Instansi pemerintahan kinerja biasa disebut sebagai sebuah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN BELA NEGARA

STRUKTUR PEMERINTAHAN DAERAH MUCHAMAD ALI SAFA AT

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi atau Undang-Undang Dasar (UUD) menempati tingkatan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TANGGAL 22 JUNI 2015 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN BAB I

Hak atas Informasi dalam Bingkai HAM

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur yang merata, materiil dan sepiritual serta guna peningkatan. termasuk perubahan dalam pengambilan keputusan oleh

Pendidikan Kewarganegaraan

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/PER/M.KOMINFO/12/2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan

Transkripsi:

TANTANGAN MENEGAKKAN ETIKA JURNALISME Ditinjau oleh Djoko Waluyo. *) \f DtlJU }URNAUSME BERETIKA Penulis Judul buku Penerbit Tahun Halaman Wibowo, Wahyu Menuju Jurnalisme Beretika, Peran Bahasa, Bisnis dan Politik di Era Mondial Jakarta : Penerbit Buku Kompas 2009 224 + indeks Wartawan dalain menjalankan tugas jurnalistiknya memerlukan kondisi sosial yang bebas. Artinya tugas jurnalistik wartawan sangat dipengaruhi oleh kondisi kebebasan pers. Kebebasan pers yang sehat dapat mendorong menuju pada tatanan masyarakat yang demokratis. Prasyarat tumbuhnya suatu negara demokrasi, diantaranya adanya prakondisi kebebasan pers yang luas dalam masyarakat dan negara tersebut. Namun dalam realitas sosial dan politik, kebebasan pers tidak demikian mudah dikondisikan. Dalam menjalankan tugas jurnalistiknya, masih banyak wartawan di berbagai negara yang mendapat tekanan politik dari penguasa setempat, seperti di negara-negara komunis atau dibawah penguasa militer Myanmar. A tau sebaliknya tekanan dari pemilik media dapat memaksa wartawan menyajikan laporan jurnalistik yang kurang memperhatikan kebutuhan informasi bagi masyarakat. Media hanya cenderung menyajikan inf ormasi yang dikehendaki pasar. Dan di negara kita, kebebasan pers masih harus di perjuangkan oleh wartawan dan komunitasnya secara bersama-sama. Dari perspektif teoritik, pelaksanaan kebebasan pers dalam suatu sistem media,termasuk pers, di suatu negara dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor : (a) tipe kepemilikan; (b) tipe pengawasan; (c) sumber operasi; (d) pengaturan modal dan pendapatan; ( e) kompleksitas birokrasi media; (f) tujuan yang diterima; (g) pesan-pesan; dan (h) tipe isi. (Mowlana,1993:40). Kebebasan pers yang harus dikondisikan oleh masyarakat, berkaitan dengan tipe pengawasan yang dilakukan negara atau penguasa terhadap media. Penguasa membentuk sistem media yang dapat diawasi,bahkan diintervensi untuk menunjang kepentingan penguasa. Dimana dalam proses penyajian beritanya seringkali melanggar etika jurnalisme. Demikian pula dengan iklan yang diterima media,merupakan bentuk pengaturan media melalui pendapatan media. Iklan rokok yang sebenamya dilarang untuk dimuat dalam media,bila termuat maka dapat dikatakanjuga melanggar etikajumalisme. Dari perspektif teoritik tadi,maka menjadi tantangan bagi media termasuk wartawan untuk menegakkan etika jurnalisme yang adil dan memenuhi kebutuhan publik. 79

Paparan lsi Buku Pembahasan buku ini difokuskan ptda tantangan yang dih~dapi wartawan Indonesia pada abad ke-21, yang dalam perspektif kritis, tantangan itu dapat dimuarakan pada dialektika dikotomis antara idealisme wartawan dan praktik institusionalisme pers. lsi buku terdiri dari 5 bagian atau bab. Bagian I bertajuk Kebebasan Eksistensial dan Tindak Tutur Komunikasi. Bagian II membahas tentang Tanggung Javvab Etis dan Lokusi Wartawan. Kemudian dalam bagian Ill mengupas mengenai Suara Hati'~Norma,dan llokusi. Wartawan. Pada bagian IV membahas Hak dan Kewajiban di Balik Pe.rlokµsi Wartawan. Dan bagian V yang merupakan bagian terakhir menyoroti pemberdayaan dengan judul Peneguhan Etika Pers Nasional. Fokus bahasan dari buku ini lebih _banyak pada aspek:' idealisme dari bentuk etika jurnalisme wartawan yang harus terus dijunjung tinggi selama~ menjadi jurnalis. Padahal perubahan sosial dan perkembangan teknologi komunikasi telah maju dengan pesat sehingga juga memunculkan tantangannya dari upaya menegakkan etika jurnalisme. Dalam konteks ini, kebebasan pers hendaknya dimaknai sebagai kebebasan yang eksistensial,yaitu kemampuan wartawan untuk menentukan dirinya sendiri,yang diandaikan harus bersifat positif,bukan kebebasan yang dimaknai sebagai bebas menerbitkan suratkabar (hlm.7}. Tonggak Kebebasan Pers Dari perspektif sejarah, perjuangan politik untuk memperoleh kebebasan pers telah dimu1ai oleh Amerika Serikat sejak mencapai kemerdekaannya. Di Amerika Serikat, Amandemen Pertama Konstitusi menjamin kebebasan pers yang pada pokoknya menyebutkan bahwa "Kongres tidak boleh membuat undang-undang yang akan mengurangi kebebasan berbicara atau pers" (Blake dan Haroldsen, 2005:125). Kebebasan pers bisa hid up bukan saja karena ia dikodifikasi menjadi hukum. la hidup dan berkembang karena rakyat Amerika menghargainya. Mereka menghargai kebebasan pers karena pers yang bebas memegang peranan besar dalam pembentukan bangsa dan mengangkat bangsa ini ke posisinya sebagai pemimpin dunia dalam demokrasi dan hak asasi manusia (Lorne W.Craner,2006:2). Dengan demikian,landasan filosofis dan hukum dari kebebasan pers bertumpu pada Amandemen Pertama (The First Amandemen) dan Piagam Hak-hak Asasi Manusia ( Declaration of Human Right). Pandangan masyarakat Amerika amat kuat bahwa hak pers untuk secara bebas menerbitkan, mengemukakan pendapat, mengkritik dan memberikan informasi adalah prinsip dasar demokrasi Amerika. Disini wartawan sebagai bagian penting dalam sistem media harus mempunyai profesionalisme yang terlatih untuk meliput berita secara obyektif dan adil. Perjuangan untuk menegakkan kebebasan pers hingga kini masih terus diupayakan. Bahkan pemikiran kebebasan masih menjadi satu elemen yang paling meresap dalam pemikiran moderen, baik dalam kesadaran sosial dan konseptualisasi para ahli kemanusiaan, 80

masyarakat dan dunia; bersamaan dengan ajaran fundamental lain seperti misalnya pembangunan dan demokrasi. Dokumen mengenai kebebasan pers, dewasa ini terus dilanjutkan dalam komunitas internasional, yaitu dalam Konstitusi Unesco di tahun 1945,dan The Universal Declaration of Human Rights tahun 1948. Lebih dari itu juga perlu disebutkan Deklarasi Millenium di tahun 2000. Semua dokumen ini memperkenalkan ide kebebasan media yang cukup bernuansa dan jauh dari dugaan absolutisme yang mendapat dukungan secara konvensional terutama dari pemilik-pemilik media komersial. Kebebasan diartikan absennya kontrol negara,termasuk aturan hukum lainnya serta perlindungan tentang sensor. Hukum internasional tidak mendukung dugaan tentang kebebasan negatif; apa yang disarankan sebagai gantinya yaitu kebebasan positif, di mana kebebasan bukan merupakan akhir dari produk yang harus dilindungi tetapi lebih memiliki arti untuk memastikan tujuan-tujuan lainnya yaitu kebebasan dan demokrasi. Di Indonesia, kebebasan pers yang dikembangkan saat ini adalah kebebasan pers dalam konteks pembangunan demokrasi yang sehat. Dalam konsideran Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menyatakan bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara yang demokratis,sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 UUD 1945 harus dijamin. Pasal 28 menyatakan :" Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undangundang". Kemudian lebih jauh dalam Amandemen UUD 1945 tentang pasal 28F:" Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,menyimpan, mengolah,dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia". Selanjutnya konsideran menyatakan bahwa dalam kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara yang demokratis, kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi,merupakan hak asasi manusia yang sangat hakiki,yang diperlukan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran,memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Media dan wartawan sangat diperlukan perannya untuk mewujudkan masyarakat yang demokratis. Prasyarat tumbuhnya suatu negara demokrasi, diantaranya adanya kondisi kebebasan pers yang luas dalam masyarakat dan negara tersebut. Serta terdapat ruang publik yang terbuka dalam media yang bebas. Transparansi dalam dunia global yang demokratis, media dituntut juga berperan sebagai forum publik untuk lebih banyak memberitakan kepentingan publik, kritik dan juga menyalurkan aspirasi publik. Jurgen Habermas telah mensyaratkan bahwa kehidupan demokrasi akan berkembang sehat dan adil bila media juga berperan menyediakan ruang publik dan pembentukan masyarakat sipil yang kuat. Dengan demikian media yang demikian dapat menganut paradigma media 81

ruang publik atau media yang berorientasi pada kepentingan publik. Untuk membekali wartawan agar berorientasi dengan bekerja dalam media berparadigma ruang publik,tentunya amatlah pelik. Banyak tantangan dan kondisi obyektif lingkungan yang mulai berubah. Kemajuan yang pesat dari teknologi informasi dan komunikasi telah memungkinkan wartawan bekerja dengan cepat dan berorientasi pada pasar khalayak. Media dalam mengemas berita dan informasinya telah menjadi komoditas komersial. Tuntutan khalayak biasanya menjadi dasar untuk media bergeser menjadi media komersial, yang memenuhi tuntutan pasar. Era Reformasi dalam catatan Dewan Pers merupakan bagian penting sebagai masa transisi untuk mengantarkan ke dalam kehidupan demokrasi di Indonesia. Namun perilaku dan persepsi wartawan maupun komunitas wartawan yang banyak tumbuh dalam era Reformasi membuka peluang untuk dikaji lebih lanjut kaitan wartawan dalam bersikap dan berperilaku dalam pelaksanaan kebebasan pers. Dalam berbagai periodikal zaman, wartawan dan media masih terus memperjuangkan kebebasan pers, sebagai "freedom from" belum sebagai "freedom for", atau kebebasan untuk kesejahteraan rakyat. Tetapi masih dalam perspektif, kebebasan dari tekanan politik penguasa, dan variabel yang telah diidentifikasi oleh Mawlana (1996) diantaranya faktor pemilik media, maupun iklan. Faktorfaktor itu penting yang nampaknya kuat mempengaruhi kebebasan pers dipandang dari perspektif pasar. Bila sampai sekarang banyak pandangan hanya melihat media dari perspektif idealisme menjunjung tinggi kebebasan pers, namun dalam realitasnya tidaklah cukup komprehensip pandangan yang dimunculkan. Posisi media dewasa ini telah berada dipersimpangan jalan antara perspektif idealisme dihadapkan dengan perspektif liberal. Mengingat media sudah memasuki era industri informasl global, tidak terkecuali kondisi inijuga melanda media-media di Indonesia. Dalam perspektifidealisme media, maka media juga dituntut untuk berfungsi sebagai ruang publik (public sphere) sesuai gagasan Jurgen Habermas. Dalam konteks studi ini,bagaimana orientasi wartawan merealisasikan pelbagai liputan dan pemberitaan media dalam lingkup menjunjung tinggi kebebasan pers. Apakah pada era Reformasi komunitas wartawan dapat berperan dengan mematuhi norma dan nilai-nilai kebebasan pers? Padahal dalam era Reformasi telah terbuka peluang bahwa tidak ada regulasi terhadap media sehingga kebebasan pers dipandang dapat direalisasikan dengan sebebas-bebasnya oleh media, terutama wartawan. Wartawan memang memerlukan kondisi kebebasan pers untuk menjalankan fungsi jurnalisme, namun jika pers tidak dikelola oleh wartawan yang mempunyai orientasi komersial,pada hakikatnya sudah menjadikan media sebagai instrumen untuk membela kepentingan pemilik modal maupun iklan. Kepentingan komersial akan mengikis habis dimensi publik bagi media. Bahkan kepentingan publik dapat dieksploitasi dalam konteks komersial. 82

Jurnalisme beretika akan mengembalikan posisi dan peran media sebagai media yang mengutamakan kepentingan publik. Semangat maupun ruh media, sejak diterbitkannya media dalam sejarahnya,adalah untuk membela kepentingan umum atau publik,tidak semata-mata untuk kepentingan dagang atau komersial. Jurnalisme beretika bertumpu pada kode etik jurnalistik serta UU yang mengatur Pers yaitu UU Nomor 40/1999,yang menegaskan bahwa etika pers nasional bersumberdari Pancasila dan UUD 1945 (hlm.155). Untuk lebih memahami jalan pikiran dan filosofis jurnalisme beretika dapat dibantu dengan konsep 'pers Pancasila' yang dicanangkan Dewan Pers dalam Sidang Pleno tahun 1984 di Solo,memutuskan bahwa pers nasional adalah Pers Pancasila dalam arti pers yang orientasi dan peilakunya berdasarkan pada nilai~nilai Pancasila dan UUD 1945. Diputuskan juga bahwa Pers Pancasila adalah Pers Pembangunan dalam arti mengamalkan Pancasila dan UUD 1945 dalam membangun berbagai aspek kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara. Sejak itu, pers nasional atau media di Indonesia telah berupaya menyuarakan hati nuraninya mengingat praktik ideologisasi dan institusionalisme pers yang sejak lama menderanya. Suara hati nuraninya ini dengan menyebut diri sebagai pers Pancasila, dari perspektif etika dapat dipahami sebagai kesadaran etis wartawan terhadap adanya nilainilai etis bangsa,yakni Ketuhanan,kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Dalam masa Orde Baru, praktik pers Pancasila bergerak sebagai sarana propaganda penguasa serta bermain dalam tutur komunikasi yang kurang efektif.bahasa media yang dipakai seringkali membingungkan pembaca,atau dalam perspektif tertentu terjadi penghalusan bahasa yang tidak jelas. Hingga memasuki era Reformasi, praktik pers Pancasila makin surut, bahkan dewasa ini cenderung berkiblat sebagai media liberal. Dari makin bergesernya orientasi media ke arah media liberal,maka dapat dikatakan sudah jauh menyimpang dari cita-cita pers Pancasila. Dengan demikian harus ada gerakan merevitalisasi pers Pancasila secara kritis dan membumi,dengan merujuk pada suatu nilai yang hid up di dalam masyarakat bangsanya sendiri (hi ml 79). Dari deskripsi perkembangan dan perjalanan media di Indonesia, maka melaksanakan atau memakai konsep jurnalisme beretika pada masa Reformasi kini, banyak menghadapi tantangan riil yang makin kompleks. Namun demikian, kondisi demikian harus dapat diatasi secara evolusioner oleh seluruh komponen media dan wartawan, termasuk komunitas jurnalis yang makin tumbuh dalam masyarakat untuk berupaya membentuk kondisi media yang memaknai jurnalisme beretika yang relevan dan membumi dengan nilai-nilai semangat hid up zamannya. *** DAFTAR PUSTAKA Buku: Blake. Reed H dan Edwin a.haroldsen (2005). Taksonomi Konsep Komunikasi.Surabaya: Papyrus. 83

Craner, Lorne w. "Mewujudkan Media Vang Bebas dan Bertanggungjawab: Suatu Bagian Integral Kebijakan Luar Negeri AS", dalam Mencari Media Yang Bebas dan Bertanggungjawab. Jakarta: ISAI dan Kedutaan Besar AS.2006. Kovach, Bill dan Tom Rosenstiel, Sembilan Elemen Jurnalisme,terjemahan Yusi A.Pareanom. Jakarta: Yayasan Pantau,2006. Mowlana,Hamid. "Perbandingan Sistem Media" dalam Komunikasi lnternasional oleh Dedy Ojamaluddin Malik, Jalaluddin Rakhmat dan M.Shoelhi (eds). Bandung: LP3K dan Remaja Rosdakarya,1993.Halaman 37-65. Rahayu (Ed), Menyingkap Profesionalisme Kinerja Suratkabar di Indonesia. Jakarta: PKMBP-Dewan Pers dan Depkominfo,2006. Ruswandi, Awang, dalam artikel berjudul "Menakar Kadar Kebebasan Pers Indonesia 1998-2003" (Mediator, Vol.5 No.2, 2004), Stevenson, Robert L. "Freedom of the Press Around the World",dalam John C.Merrill. (Ed). Global Journalism-Survey of International Communication. Third Ed. White Plains,N.V.: Longman, hal.63-67. Undang-Undang Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. J L (. I.1 *) Djoko Waluyo adalah Peneliti Madya Bidang Studi Komunikasi dan Media pada Puslitbang Aptel-SKDI, Badan Litbang SOM, Kementerian Komunikasi dan lnformatika, Jakarta.Dapat dihubungi melalui email:djoko_waluyo26@yahoo.com. -- } ' ' 84