PENENTUAN SUBCLASSES BERDASARKAN TIPE PESAWAT

dokumen-dokumen yang mirip
KEBUTUHAN FREKUENSI PENERBANGAN RUTE JAKARTA JOGYAKARTA JAKARTA PT INDONESIA AIR ASIA

Paul Rose Revenue Management Ltd. Santi Purwantini

BAB I PENDAHULUAN. bagi pemenuhan kebutuhan transportasi yang cepat dan aman. Perkembangan

FORMULASI STRATEGI DALAM MENINGKATKAN LOAD FACTOR PENERBANGAN CGK-SOLO

BAB I PENDAHULUAN. semua industri di Indonesia terkena dampak dan gulung tikar, tidak

Perhitungan Break Event Point untuk Jalur Penerbangan Domestik Rute Semarang-Jakarta dengan Pesawat Boeing CFM56-3C

BAB. VI. Pengukuran kinerja dengan pendekatan balanced scorecard menerjemahkan

STRATEGI PENGGUNAAN JENIS PESAWAT DALAM MENGHADAPI PERSAINGAN

BAB I PENDAHULUAN. Jasa transportasi merupakan salah satu bidang usaha yang memegang

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat. Terkait dengan pertumbuhan industri jasa, di sisi lain juga semakin

ANALISIS BREAK EVENT POINT (TITIK IMPAS) DAN BAURAN PEMASARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penerbangan salah satu yang unik yang disebut Airline Low Cost Carrier (LCC)

BAB I PENDAHULUAN. pangsa pasar terbesar di dunia. Pertumbuhan industri penerbangan juga cenderung

BAB I. PENDAHULUAN. Keberhasilan fenomenal Southwest Airlines di Amerika Serikat sebagai

JURNAL REKAYASA SIPIL DAN LINGKUNGAN

BAB V HASIL DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN. yang tetap ingin survive dalam menciptakan keunggulan kompetitif yang UKDW

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengatur transportasi udara pada tahun Deregulasi yang dilakukan salah

TINGKAT PEMAHAMAN PENUMPANG LCC (LOW COST CARRIER) TERHADAP PENGEMBALIAN UANG (REFUND) DI BANDARA INTERNASIONAL ADI SOETJIPTO YOGYAKARTA

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN... i DAFTAR ISI... i DAFTAR LAMPIRAN... iv Sistematika Pembahasan BAB III... Error! Bookmark not defined.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan jumlah pengguna sektor transportasi yang kian

Break Even Point. Suatu teknik analisa untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume kegiatan

Andri Helmi M, SE., MM.

BAB I PENDAHULUAN. anggota organisasi. Dalam mengimplementasikan rencana-rencana strategis

entry yang meliputi hak paten dan keuntungan teknologi, dan Price sensitivity of customer. Sensitivitas harga terhadap konsumen, diantara faktor

BAB 1 PENDAHULUAN. memilki banyak pulau sehingga moda transportasi udara dibutuhkan untuk

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN.

KAPASITAS PRODUKSI JUMLAH DAN JENIS OUTPUT MAKSIMUM YANG DAPAT DIPRODUKSI DALAM SATUAN WAKTU TERTENTU. KAPASITAS PRODUKSI DITENTUKAN OLEH KAPASITAS

KAPASITAS PRODUKSI JUMLAH DAN JENIS OUTPUT MAKSIMUM YANG DAPAT DIPRODUKSI DALAM SATUAN WAKTU TERTENTU. KAPASITAS PRODUKSI DITENTUKAN OLEH KAPASITAS

Department of Business Adminstration Brawijaya University

BAB II LANDASAN TEORI

STRATEGI PROMOSI GARUDA INDONESIA SURAKARTA DALAM MEMENANGKAN PERSAINGAN ANTARMASKAPAI

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Menurut Hurriyati (2005, p.49) : untuk bauran pemasaran jasa mengacu

BAB I PENDAHULUAN. penerbangan untuk masuk berkompetisi di industri penerbangan Indonesia. Data

COST VOLUME PROFIT (CVP) SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT INDO TAMBANGRAYA MEGAH, Tbk DAN ENTITAS ANAK

TUGAS AKHIR. Oleh : Kartika Sari Nur Aulia ( ) Dosen Pembimbing : Dr. Eng. Ir. Ahmad Rusdiansyah, M.Eng, CSCP

Penetapan Harga Pokok Penjualan Berdasarkan Alokasi Biaya Terhadap Posisi Rumah Pada Perumahan Green Park Residence Sampang

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan penerbangan semakin ketat. Penumpang transportasi udara terus

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan kajian teori, hasil penelitian, dan pengujian path analysis

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, dunia perekonomian berkembang dengan sangat pesat.

KALKULASI HARGA POKOK PENJUALAN PADA UD PONDOK MEKAR

PENGARUH TARIF, CITRA MEREK, DAN KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN TIKET MASKAPAI PENERBANGAN CITILINK

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan bisnis yang semakin ketat sekarang ini menyebabkan banyak

Seminar Nasional IENACO ISSN:

ANALISIS BREAK EVEN POINT SEBAGAI ALAT UNTUK MERENCANAKAN LABA PERUSAHAAN (STUDI KASUS: PT. KIMIA FARMA)

BAB III LANDASAN TEORI. maskapai dengan sistem penerbangan full service carrier. kenyamanan dan pelayanan diberikan secara maksimal..

Mohamat Nafiudin, Robin Jonathan, Adi Suroso. Fakultas Ekonomi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda, Indonesia ABSTRAKSI

Nilai Tambah Produk Olahan Ikan Salmon di PT Prasetya Agung Cahaya Utama, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

MODUL 11 STRATEGI PENENTUAN DAN PENGELOLAAN HARGA. Oleh ; Hirdinis M, SE, MM

BAB IV METODOLOGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN. Low Cost Carrier Citilink Garuda Indonesia periode Bulan Januari sampai dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Mobilitas masyarakat saat ini memang bisa dibilang sangat tinggi dan Indonesia

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

HUBUNGAN BIAYA VOLUME & LABA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masroulina, 2014

PERENCANAAN PENETAPAN LABA MELALUI PENDEKATAN ANALISIS BREAK EVEN POINT (BEP) PERUSAHAAN WINGKO UD. TUJUH TUJUH ELOK BABAT LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jasa pelayanan maskapai penerbangan dari tahun ke tahun

ANALISIS PENGARUH PERSEPSI HARGA, PERSEPSI KUALITAS TERHADAP MINAT BELI PENUMPANG MASKAPAI LOW COST CARRIER (Studi Kasus pada Penumpang Lion Air)

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan global diproyeksikan tumbuh sebesar 3,5 % pada

BAB II LANDASAN TEORI. Ada beberapa pendapat dari beberapa ahli mengenai pengertian. Menurut Hasibuan ( 2007 ), dfinisi manajemen yaitu :

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan

BAB VIII Analisis BEP (Break Even Point)

Rina L. Assa, Analisis Cost-Volume. ANALISIS COST-VOLUME-PROFIT (CVP) DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PERENCANAAN LABA PADA PT.

ANALISIS COST VOLUME PROFIT SEBAGAI DASAR PERENCANAAN PENJUALAN UNTUK MENCAPAI LABA YANG DIINGINKAN (STUDI PADA QUICK CHICKEN CABANG KOTA BLITAR)

Your Slide Title KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. situasi persaingan yang ketat (Jurnas, 2013). Persaingan ini mendorong

PEMILIHAN TIPE PESAWAT TERBANG UNTUK RUTE YOGYAKARTA JAKARTA BERDASARKAN PERKIRAAN BIAYA OPERASIONAL

Copyright Rani Rumita

Moh. Saiful Anam

Oleh : BAGUS DWIPURWANTO

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang luas yang terdiri dari banyak pulau.

STRATEGI PEMASARAN DHL EXPRESS / PT. BIROTIKA SEMESTA DI DALAM MENGHADAPI PERSAINGAN BISNIS JASA PENGIRIMAN DI ERA PASAR BEBAS

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. yang telah berjalan pada CV. BP Muara Nauli dan memberikan penjelasan

PERTEMUAN KE-13 ANALISIS BIAYA DAN VOLUME LABA

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini perkembangan dunia usaha semakin pesat. Pesatnya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Anisa Rosdiana, 2013

ANALISIS PENENTUAN HARGA JUAL BERDASARKAN METODE COST- PLUS PRICING DENGAN PENDEKATAN FULL COSTING

ANALISIS TITIK IMPAS PADA HOTEL WISATA GRAND BARUMBAY & RESORT SAMARINDA KHAS KALIMANTAN TIMUR UNTUK TAHUN 2009, 2010 & 2011.

III ASPEK ORGANISASI, ISSUE-ISSUE DAN PERMASALAHAN DALAM INDUSTRI PENERBANGAN

I. PENDAHULUAN. Transportasi menyangkut pergerakan orang dan barang pada hakekatnya telah dikenal

BAB I PENDAHULUAN. terhadap jasa penerbangan sebagai moda transportasi yang cepat dan efisien

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Melalui grafik diatas dapat diketahui bahwa demand penumpang penerbangan di Indonesia terus mengalami penurunan dari tahun 1998 hingga tahun 2000.

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. berlipatnya pertumbuhan maskapai penerbangan yang berkembang sangat cepat

Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Unit Rumah pada Perumhan Tambora di Lamongan

ANALISIS PENETAPAN HARGA JUAL DALAM MENINGKATKAN LABA PADA RUMAH MAKAN ULU BETE LAUT DI MASAMBA KABUPATEN LUWU UTARA. I Ketut Patra¹ Agus Salim²

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

Materi 6 Ekonomi Mikro

Analisis Penetapan Harga Jual Unit Apartemen Bale Hinggil di Surabaya

BAB II LANDASAN TEORI

KETENTUAN DAN KONDISI TARIF DOMESTIK 1 SUB CLASSES: O dan U Masa berlaku terbang: 1 hari Open date: Tidak Bagasi cuma cuma: 20 kg Refund: Ya

III. METODE PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

Pengembangan Marketing Mix untuk Mendukung Kinerja Pemasaran UKM

Transkripsi:

PENENTUAN SUBCLASSES BERDASARKAN TIPE PESAWAT Charles, AN STMT Trisakti stmt@indosat.net.id Nadya Sartika nadya.sartika@gmail.com ABSTRACT Based on Break Event Point (BEP) in this article, the most effective plane is Boeing 737-800 used by Sriwijaya Air which has the route from Jakarta to Makassar. The ticket price is ranging. The ticket for the upper class is Rp 1.650.769,- while the lower class is Rp 608.333,- For middle class ticket, the price is Rp 850.000,- The total revenue for a one time flight from Jakarta to Makassar is Rp 211.609.327,- The researcher concludes that Sriwijaya Air with its Boeing 737-800 although offers a reasonable price for the route Jakarta-Makassar still gains high income. Keywords : subclasses, effective plane PENDAHULUAN Pada era 1990-an, maskapai penerbangan di Indonesia, khususnya yang melayani penerbangan domestik belum menerapkan sistem subclasses, melainkan, memberlakukan economi dan business class, sehingga, harga tiket yang ditawarkan tidak beragam, bahkan tidak terjangkau Oleh sebab itu, pada rentang 1990-an, demand masyarakat terhadap transportasi udara masih tergolong rendah. Akibatnya, banyak maskapai penerbangan yang gulung tikar. Namun beberapa tahun terakhir, demand masyarakat Indonesia sudah semakin meningkat, ditandai dengan munculnya maskapai penerbangan yang mulai menawarkan, di antaranya : Full Cost Carrier, Medium Service Carrier dan Low Cost Carrier. Tujuan konsep ini adalah agar perusahaan penerbangan dapat menawarkan harga tiket yang sesuai. Selain itu, peningkatan demand juga disebabkan oleh meningkatnya pertumbuhan ekonomi, sehingga berpengaruh terhadap pendapatan dan daya beli masyarakat. 121

Jurnal Manajemen Bisnis Transportasi dan logistik, Vol.1.No1 September 2014 Yang membedakan antara ketiga konsep penerbangan tersebut adalah service yang diberikan. Sebagai salah satu maskapai penerbangan yang berkonsep Medium Service Carrier, maka, Sriwijaya Air hanya meminimalisir pelayanan yang diberikan, tanpa menghilangkan beberapa pelayanan yang dilakukan oleh maskapai LCC lainnya. Penekanan biaya operasional tetap dilakukan dengan cara pemilihan pesawat yang tepat dan sesuai dengan jarak yang akan ditempuh. Dari beberapa rute yang dikuasainya, Jakarta-Makassar adalah salah satu rute dengan demand yang tertinggi; sekitar 90-95% per bulannyua. Sejak adanya maskapai penerbangan yang menerapkan subclasses pada harga tiket, maka, semakin banyak masyarakat yang beralih dari moda transportasi laut ke moda transportasi udara. Walau hampir tiap maskapai penerbangan domestik menawarkan rute Jakarta-Makassar, namun, permintaan masyarakat tetap saja Sebagaimana kita katahui, selain Sriwijaya Air, ada beberapa maskapai penerbangan yang juga melayani rute Jakarta-Makassar. Oleh sebab itu, agar tetap dapat bersaing dengan competitor lainnya, maka, Sriwijaya Air menerapkan pricing concept berupa subclasses, dengan tujuan agar dapat menawarkan harga tiket yang lebih beragam dalam satu rute yang sama. Penelitian ini menggunakan analisis Break Even Poin (BEP), yang dapat dihitung dalam bentuk unit atau price tergantung pada kebutuhan. PERHITUNGAN BEP TR TC = 0 [Qty x Unit Price] [(Qty x Unit VC) + Fixed Cost] = 0, atau [Qty x Unit Price] [Qty x Unit VC] Fixed Cost = 0 Qty x [Unit Price - Unit Variable Cost] = Fixed Cost 122

Gambar 1. Diagram Break Even Point Biaya tetap adalah total biaya yang tidak akan mengalami perubahan apabila terjadi perubahan volume produksi. Sementara, biaya variable adalah total biaya yang berubah-ubah tergantung dengan perubahan volume penjualan/produksi. Dengan kata lain, biaya variable akan berubah secara proposional dengan perubahan volume produksi HASIL dan PEMBAHASAN Analisis Break Even Point (BEP) Sriwijaya Air memiliki Company Policy yang mengatur persentase subclasses yang terdiri dari 3 kelas utama, yaitu upper class, middle class dan under class. Upper class terdiri dari 50% dari jumlah seat, middle class 30% dan under class terdiri dari 20%. Berikut adalah pembagian jumlah pesawat berdasarkan persentase subclasses. Untuk memperoleh titik impas atau break even point, maka, dibutuhkan data TOC (Total Operating Cost) dan TR (Total Revenue). Selanjutnya, dalam melayani rute Jakarta-Makassar, Sriwijaya Air menggunakan 4 (empat) jenis pesawat, yaitu B737-300, B737-400, B737-500 dan B737-800NG, dan ketiga jenis pesawat tersebut memiliki TOC (Total Operating Cost) yang berbeda-beda; B737-300 : $ 7.400/hours 123

Jurnal Manajemen Bisnis Transportasi dan logistik, Vol.1.No1 September 2014 B737-400 : $ 8.026/hours B737-500 : $ 6.850/hours B737-800NG : $ 7.670/hours TOC tersebut belum termasuk Profit Margin sebesar 10%, Dengan asumsi harga fuel Rp 11.226,- B737-300 - Selling price per hour = TOC + (PM x TOC) = 7.400 + (10% x 7.400) = $ 8.140/hour - Selling price = Flight time/60 x 8.140 B737-400 = 105/60 x 8.140 = $ 14.245 - Selling price per hour = TOC + (PM x TOC) = 8.026 + (10% x 8.026) = $ 8.828,6/hour - Selling price = Flight time/60 x 8.828,6 = 105/60 x 8.828,6 = $ 15.450 B737-500 - Selling price per hour = TOC + (PM x TOC) = 6.850 + (10% x 6.850) = $ 7.535/hour - Selling price = Flight time/60 x 7.353 B737-800 = 105/60 x 7.353 = $ 13.186 - Selling price per hour = TOC + (PM x TOC) = 7.670 + (10% x 7.670) = $ 8437/hour - Selling price = Flight time/60 x 8.437 = 105/60 x 8.437 = $ 14.765 124

Tabel 1. Jumlah Seat Berdasarkan Tipe Pesawat Jenis Pesawat Upper Class (seat) Middle Class (seat) Under Class (seat) Total (seat) B 737-300 74 44 30 148 B 737-400 84 50 34 168 B 737-500 60 36 24 120 B 737-800 88 53 35 176 Berdasarkan data di atas, maka, dapat ditentukan BEP (Break Even Point) dari masing-masing type of aircraft dengan cara sebagai berikut: BEP (Rp) = Keterangan : BEP = Break Even Point (Rp) Selling price = Flight time/60 x selling price per hour Quantity = Jumlah seat berdasarkan type of aircraft Untuk memperoleh BEP jumlah penumpang, maka, dapat dilakukan dengan; BEP Pax = Keterangan : BEP = Break Even Poin (Penumpang) TOC = Flight time/60 x TOC x 9700 Rata-rata harga tiket = Total harga tiket per-subclasses/20 Selanjutnya, untuk mendapatkan persentase BEP seat load factor adalah sebagai berikut: BEP SLF = x 100% Keterangan : BEP = Break Even Point (Seat Load Factor) BEP Pax Total seat = TOC/Rata-rata harga tiket = Jumlah total seat pada pesawat 125

Jurnal Manajemen Bisnis Transportasi dan logistik, Vol.1.No1 September 2014 Dengan menggunakan persamaan di atas, maka, diperoleh hasil perhitungan BEP (Break Even Point) sebagaimana tabel di bawah ini. Tabel 2. Tabel Break Even Point (BEP) Type of Aircraft TOC ($) Selling price ($) Kurs Dollar US (asumsi) Selling price (Rp) Quantity (seat) BEP Rp BEP Pax BEP SLF (%) B 737-300 7.400 14.245 9.700 138.176.500 148 933.625 97 65 B 737-400 8.026 15.450 9.700 149.865.000 168 892.054 105 63 B 737-500 6.860 13.186 9.700 127.904.200 120 1.065.868 90 75 B 737-800 7.670 14.765 9.700 143.220.500 176 813.753 100 57 Sriwijaya Air membuka 20 classes untuk rute Jakarta-Makassar dengan harga tiket yang berbeda-beda. Berdasar subclasses yang ditentukan oleh Sriwijaya Air, mak,a dapat diperoleh BEP penumpang,. Artinya, jumlah penumpang minimum yang harus diangkut untuk mencapai titik impas, sebagaimana yang tertera pada table di atas. Sementara, dangkan BEP SLF adalah persentase jumlah seat yang harus terisi agar mencapai titik impas. Selanjutnya, Total Operasional Cost adalah total biaya operasional yang dibutuhkan untuk mengoperasikan suatu pesawat sesuai dengan flight time dari rute yang ingin ditempuh. Jika TOC ditambahkan dengan profit margin, sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk perusahaan penerbangan sebesar 10%, maka, perusahaan akan memperoleh selling price.. Pada tabel di atas dapat dilihat, bahwa, dari keempat jenis pesawat yang digunakan Sriwijaya Air untuk melayani rute Jakarta-Makassar, jenis pesawat yang paling efektif adalah B 737-800. Hal itu karena harga tiketnya lebih terjangkau; yaitu Rp 813.753,00 Dengan 100 penumpang dan seat load factor sebesar 57%, maka, break even point pun sudah tercapai. Selanjutnya, bila dengan B 737-500, maka, break even point baru akan tercapai jika pesawat terisi 75%. Dengan kata lain, pada pesawat B 737-500 membutuhkan lebih banyak penumpang untuk mencapai break even point. Berdasar harga tiket per-subclasses yang telah ditentukan oleh perusahaan, dan berdasarkan harga tiket BEP yang telah diperoleh dari 126

hasil perhitungan, maka, dapat ditentukan harga tiket untuk tiga kelas utama dalam subclasses. Harga tiket pada Middle class sama dengan harga BEP, sedang harga tiket pada Upper class di atas harga BEP, selanjutnya, harga tiket Lower class di bawah harga BEP. Pada tabel harga tiket per-subclasses, maka, dapat dilihat bahwa BEP (break even point) dari masing-masing type of aircraft terletak pada subclasses yang berbeda-beda. Pada pesawat B 747-500 BEP terdapat pada kelas M, pada B 737-300 dan B 737-400 BEP terdapat pada kelas Q, kemudian pada B 737-800 BEP terdapat pada kelas T. Berikut adalah daftar harga tiket per-subclasses yang telah ditentukan oleh Sriwijaya Air; Tabel 3. Tabel Harga Tiket Per Subclasses Class Ticket Fare (Rp) C 3.110.000 D 2.390.000 I 2.020.000 Y 1.830.000 S 1.740.000 W 1.640.000 B 1.540.000 H 1.440.000 K 1.340.000 L 1.240.000 M 1.160.000 N 1.060.000 Q 950.000 T 850.000 V 750.000 G 680.000 E 630.000 X 580.000 U 530.000 O 480.000 Sumber : PT. Sriwijaya Air Tahun 2012 127

Jurnal Manajemen Bisnis Transportasi dan logistik, Vol.1.No1 September 2014 Tabel 4 128

Tabel 5 129

Jurnal Manajemen Bisnis Transportasi dan logistik, Vol.1.No1 September 2014 Untuk mengetahui total pendapatan dari masing-masing tipe pesawat yang digunakan Sriwijaya Air untuk melayani rute Jakarta-Makassar, dapat dilakukan dengan cara mengalikan harga tiket dengan jumlah seat, atau dapat ditulis dengan persamaan sebagai berikut : Revenue = Price x Quantity Pada tabel di atas, maka, dapat diketahui total pendapatan dari masing-masing tipe pesawat. Dari keempat tipe pesawat, total pendapatan terbesar pertama terdapat pada pesawat B 737-400, yakni sebesar Rp 212.927.166,00 dan pendapatan terbesar kedua pada pesawat B 737-800, yakni sebesar Rp 211.609.327,00. Walau total pendapatan pada B 737-400 lebih besar dibanding dengan B 737-800, terdapat selisih pendapatan sebesar Rp 1.317.839,00, namun, penerbangan dengan menggunakan B 737-800 lebih ekonomis dan kompetitif. Oleh sebab itu, dengan B 737-800, Sriwijaya Air dapat menawarkan harga tiket yang lebih terjangkau kepada calon penumpang, sehingga, dapat bersaing dengan para kompetitornya. Selain hal tersebut di atas, seat capacity B 737-800 juga lebih besar; yaitu 176 seat, sehingga, dalam satu kali penerbangan dapat mengangkut lebih banyak penumpang. Atau, pesawat B 737-800 lebih efisien ketimbang yang lainnya. Oleh sebab itu, pesawat B 737-800 memberikan keuntungan yang terbesar jika dibanding dengan tipe pesawat lainnya, yaitu sebanyak Rp 68.388.827,- dalam satu kali penerbangan pada rute Jakarta-Makassar. SIMPULAN Secara umum, saat ini, keadaan perusahaan dalam keadaan yang menguntungkan, karena memiliki sumber daya yang cukup untuk memanfaatkan peluang eksternal. Sementara, strategi yang tepat adalah melakukan penetrasi pasar, pengembangan pasar dan pengembangan produk, mengingat, pangsa pasar Sriwijaya Air untuk rute Jakarta- Makassar masih sangat rendah, yaitu sebesar 0,1 dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi yaitu sebesar 46,57%. Pada umunya, dalam keadaan yang seperti ini, perusahaan membutuhkan pemasukkan yang lebih besar. dengan keadaan seperti ini kebutuhannya lebih besar dari pada pemasukkannya. Dengan berpedoman pada jumlah penumpang yang terus meningkat, maka, dapat diprediksi jumlah total penumpang untuk rute Jakarta-Makassar pada 2014 bisa mencapai 54.216 orang. Data total operation cost dapat diketahui lewat selling price dari setiap tipe pesawat yang digunakan untuk melayani 130

rute Jakarta-Makassar. Yang menduduki peringkat terbesar pertama adalah pada pesawat B 737-400, yakni sebesar USD15.540, dan B 737-800, sebesar USD14.765. Dengan kata lain, analisis BEP dapat diketahui bahwa Boeing B 737-800 dapat mencapai titik impas jika seat load factor mencapai 57%, artinya,jumlah penumpang pada pesawat sebanyak 100 orang dan harga tiket yang ditawarkan lebih terjangkau. Revenue dari keempat jenis pesawat yang digunakan oleh Sriwijaya Air untuk melayani rute Jakarta- Makassar, menyatakan bahwa ada dua tipe pesawat yang memberikan pendapatan terbesar; yaitu B737-400 dan B737-800. DAFTAR PUSTAKA David, Fred. R; Manajemen Strategis: Konsep, Edisi Keduabelas, Salemba Empat, Jakarta, 2009. Kotler dan Gary Amstrong; Dasar-dasar Pemasaran, Edisi Kesembilan, Indeks, Jakarta, 2003 Kotler, Philip; Manajemen Pemasaran Analisis, Perencanaam, Implementasi, dan Pengendalian, Jilid Satu, Erlangga, Jakarta, 2000. Malayu S.P. Hasibuan; Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah, Edisi Revisi, Bumi Aksara, Jakarta,2005. Manulang, M; Dasar-dasar Manajemen, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2001 Muhammad, Suwarsono; Manajemen Strategik, Unit penerbit dan Percetakan, Yogyakarta, 2008. Mulyadi; Akuntasi Biaya, UPP-STIM YKPN, Yogyakarta, 2009. Nastion;Manajemen Transportasi, Ghalia Indonesia, Jakarta,1996. Rangkuti, Freddy; SWOT Balanced Scorecard: Teknik Menyusun Strategi Korporat yang Efektif plus Cara Mengelola Kinerja dan Risiko, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,2011. Rangkuti, Freddy; Ananlisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004. Salim, Abbas; Manajemen Transportasi, Rajawali Pers, Jakarta, 2008. http://www.bps.go.id http://aeroblog.wordpress.com http://kppu.go.id http://srwijayaair.com 131