2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

dokumen-dokumen yang mirip
BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 30 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT TERPADU KABUPATEN BLORA

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH

GUBERNURJAWATENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH 15 TARUN 2017 TENTANG SISTEM PENANGGULANGANGAWATDARURATTERPADU (SPGDT) DI PROVINSI JAWA TENGAH

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 35

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 40 TAHUN 2016

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG

2016, No Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan L

BUPATI KARO PROPINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN LAYANAN NOMOR TUNGGAL PANGGILAN DARURAT 112

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PENYIAPAN FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DALAM PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 94 TAHUN 2016 TENTANG

(emergency) diperlukan nomor tunggal panggilan darurat

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,

2017, No Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tingg

2016, No Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG TARUNA SIAGA BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

2017, No Indonesia Nomor 5062); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Da

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

2016, No Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambaha

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

2016, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Le

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tenta

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG

2016, No Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

`PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG LAYANAN NOMOR TUNGGAL PANGGILAN DARURAT

2015, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lemb

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lemba

-2-3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara

2017, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan

2017, No Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1508); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG SEKRE

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tamb

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2017 TENTANG AKREDITASI RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (Lembaran

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pencarian dan Pertolongan adalah segala usaha dan

2017, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehat

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang

2017, No Perekonomian selaku Ketua Pengarah Tim Koordinasi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove Nasional; c. bahwa berdasarkan pertimbanga

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-H

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN TRANSPLANTASI ORGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL DESA

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang. huruf b dan ayat (7) huruf e Undang-Undang Nomor 18

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PERKANTORAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2017 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL INTEGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG LAPORAN KEPALA DESA

2016, No Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967); 3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Pen

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG STANDAR REHABILITASI SOSIAL PENYANDANG DISABILITAS OLEH LEMBAGA DI BIDANG KESEJAHTERAAN SOSIAL

2017, No Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Rep

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR UTAMA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN,

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN DI PROVINSI BANTEN

2016, No tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia T

-2-3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Repu

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lem

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan (Lembaran Negara

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN LAYANAN PANGGILAN TUNGGAL DARURAT

2017, No Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran N

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 103 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Resistensi Antimikroba. Rumah Sakit. Pengendalian. Program.

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG KOORDINASI PEMULANGAN TENAGA KERJA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Republik Indonesia Nomor 3676); 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2015, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2015 tentang Kementerian Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 168); 6. Pe

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM INTERNSIP DOKTER DAN DOKTER GIGI INDONESIA

2017, No Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal tentang Perubahan atas Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 7 Tah

2016, No Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 29 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan Hak Asas

huruf b dan Ayat (7) huruf f Undang-Undang Nomor 14 menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang

Transkripsi:

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.802, 2016 KEMENKES. Gawat Darurat Terpadu. Penanggulangan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan jumlah korban/pasien yang meninggal dan mengalami kecacatan pada kejadian gawat darurat merupakan dampak dari penanganan korban/pasien gawat darurat yang kurang optimal; b. bahwa untuk mewujudkan peningkatan mutu pelayanan dalam penanganan korban/pasien gawat darurat diperlukan suatu sistem penanganan korban/pasien yang dilakukan secara terpadu dan terintegrasi dengan melibatkan berbagai pihak; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);

2016, No.802-2- 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607); 6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 001 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 122); 7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1508); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG SISTEM PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT TERPADU.

-3-2016, No.802 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera untuk penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan. 2. Pelayanan Gawat Darurat adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh Korban/Pasien Gawat Darurat dalam waktu segera untuk menyelamatkan nyawa dan pencegahan kecacatan. 3. Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu yang selanjutnya disingkat SPGDT adalah suatu mekanisme pelayanan Korban/Pasien Gawat Darurat yang terintegrasi dan berbasis call center dengan menggunakan kode akses telekomunikasi 119 dengan melibatkan masyarakat. 4. Kode Akses Telekomunikasi 119, yang selanjutnya disebut Call Center 119 adalah suatu desain sistem dan teknologi menggunakan konsep pusat panggilan terintegrasi yang merupakan layanan berbasis jaringan telekomunikasi khusus di bidang kesehatan. 5. Pusat Komando Nasional (National Command Center) adalah pusat panggilan kegawatdaruratan bidang kesehatan dengan nomor kode akses 119 yang digunakan di seluruh wilayah Indonesia. 6. Pusat Pelayanan Keselamatan Terpadu/Public Safety Center yang selanjutnya disebut PSC adalah pusat pelayanan yang menjamin kebutuhan masyarakat dalam hal-hal yang berhubungan dengan kegawatdaruratan yang berada di kabupaten/kota yang merupakan ujung tombak pelayanan untuk mendapatkan respon cepat. 7. Korban/Pasien Gawat Darurat adalah orang yang berada dalam ancaman kematian dan kecacatan yang memerlukan tindakan medis segera.

2016, No.802-4- 8. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 9. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 10. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. 11. Direktur Jenderal adalah direktur jenderal yang membidangi pelayanan kesehatan. Pasal 2 SPGDT bertujuan untuk : a. meningkatkan akses dan mutu pelayanan kegawatdaruratan; dan b. mempercepat waktu penanganan (respon time) Korban/Pasien Gawat Darurat dan menurunkan angka kematian serta kecacatan. Pasal 3 Ruang lingkup pengaturan SPGDT meliputi penyelenggaraan kegawatdaruratan medis sehari-hari. BAB II PENYELENGGARAAN Bagian Kesatu Umum Pasal 4 (1) Penyelenggaraan SPGDT terdiri atas : a. sistem komunikasi Gawat Darurat; b. sistem penanganan Korban/Pasien Gawat Darurat; dan c. sistem transportasi Gawat Darurat.

-5-2016, No.802 (2) Sistem komunikasi Gawat Darurat, sistem penanganan Korban/Pasien Gawat Darurat, dan sistem transportasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus saling terintegrasi satu sama lain. (3) Alur peyelenggaraan SPGDT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 5 (1) Untuk terselenggaranya SPGDT dibentuk: a. Pusat Komando Nasional (National Command Center); dan b. PSC. (2) Pusat Komando Nasional (National Command Center) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berkedudukan di Kementerian Kesehatan, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal. (3) PSC sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus dibentuk oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Pasal 6 (1) Penyelenggaraan SPGDT melibatkan fasilitas pelayanan kesehatan. (2) Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jejaring PSC yang menyelenggarakan SPGDT. Bagian Kedua Sistem Komunikasi Gawat Darurat Paragraf 1 Umum Pasal 7 (1) Sistem komunikasi Gawat Darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dikelola oleh Pusat Komando Nasional (National Command Center).

2016, No.802-6- (2) Sistem komunikasi Gawat Darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan secara terintegrasi antara Pusat Komando Nasional (National Command Center), PSC, dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Paragraf 2 Pusat Komando Nasional (National Command Center) Pasal 8 (1) Pusat Komando Nasional (National Command Center) mempunyai fungsi sebagai pemberi informasi dan panduan terhadap penanganan kasus kegawatdaruratan. (2) Dalam menjalankan fungsi sebagaiman dimaksud pada ayat (1) Pusat Komando Nasional (National Command Center) memiliki tugas: a. memilah panggilan Gawat Darurat/non Gawat Darurat; b. meneruskan panggilan ke PSC; dan c. dokumentasi, monitoring, pelaporan dan evaluasi. Pasal 9 Masyarakat yang mengetahui dan mengalami kegawatdaruratan medis dapat melaporkan dan/atau meminta bantuan melalui Call Center 119. Paragraf 3 PSC Pasal 10 (1) PSC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b dapat berupa unit kerja sebagai wadah koordinasi untuk memberikan Pelayanan Gawat Darurat secara cepat, tepat, dan cermat bagi masyarakat. (2) PSC sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan 24 (dua puluh empat) jam sehari secara terus menerus.

-7-2016, No.802 (3) PSC sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan secara bersama-sama dengan unit teknis lainnya di luar bidang kesehatan seperti kepolisian dan pemadam kebakaran tergantung kekhususan dan kebutuhan daerah. (4) PSC sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian utama dari rangkaian kegiatan SPGDT prafasilitas pelayanan kesehatan yang berfungsi melakukan pelayanan kegawatdaruratan dengan menggunakan algoritme kegawatdaruratan yang ada dalam sistem aplikasi Call Center 119. Pasal 11 PSC mempunyai fungsi sebagai: a. pemberi pelayanan Korban/Pasien Gawat Darurat dan/atau pelapor melalui proses triase (pemilahan kondisi Korban/Pasien Gawat Darurat); b. pemandu pertolongan pertama (first aid); c. pengevakuasi Korban/Pasien Gawat Darurat; dan d. pengoordinasi dengan fasilitas pelayanan kesehatan. Pasal 12 Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, PSC memiliki tugas: a. menerima terusan (dispatch) panggilan kegawatdaruratan dari Pusat Komando Nasional (National Command Center); b. melaksanakan pelayanan kegawatdaruratan dengan menggunakan algoritme kegawatdaruratan; c. memberikan layanan ambulans; d. memberikan informasi tentang fasilitas pelayanan kesehatan; dan e. memberikan informasi tentang ketersediaan tempat tidur di rumah sakit. Pasal 13 Lokasi PSC dapat ditempatkan di: a. dinas kesehatan kabupaten/kota;

2016, No.802-8- b. rumah sakit; atau c. lokasi lain yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Pasal 14 (1) Penyelenggaraan PSC dalam SPGDT membutuhkan ketenagaan. (2) Ketenagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari : a. koordinator; b. tenaga kesehatan; c. operator call center; dan d. tenaga lain. Pasal 15 Koordinator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf a memiliki tugas: a. menggerakkan tim ke lapangan jika ada informasi adanya kejadian kegawatdaruratan; dan b. mengoordinasikan kegiatan dengan kelompok lain diluar bidang kesehatan. Pasal 16 (1) Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf b terdiri dari tenaga medis, tenaga perawat, dan tenaga bidan yang terlatih kegawatdaruratan. (2) Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki tugas: a. memberikan pertolongan Gawat Darurat dan stabilisasi bagi korban; dan b. mengevakuasi korban ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kegawatdaruratanya.

-9-2016, No.802 Pasal 17 (1) Operator call center sebagaiman dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf c merupakan petugas penerima panggilan dengan kualifikasi minimal tenaga kesehatan. (2) Operator call center sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bekerja dengan pembagian waktu sesuai dengan kebutuhan. (3) Operator call center sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki tugas: a. menerima dan menjawab panggilan yang masuk ke call center; b. mengoperasionalkan komputer dan aplikasinya; dan c. menginput di sistem aplikasi Call Center 119 untuk panggilan darurat. Pasal 18 Tenaga lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf d merupakan tenaga yang mendukung penyelenggaraan PSC. Bagian Ketiga Sistem Penanganan Korban/Pasien Gawat Darurat Pasal 19 Sistem penanganan Korban/Pasien Gawat Darurat terdiri dari: a. penanganan prafasilitas pelayanan kesehatan; b. penanganan intrafasilitas pelayanan kesehatan; dan c. penanganan antarfasilitas pelayanan kesehatan Pasal 20 (1) Penanganan prafasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a merupakan tindakan pertolongan terhadap Korban/Pasien Gawat Darurat yang cepat dan tepat di tempat kejadian sebelum mendapatkan tindakan di fasilitas pelayanan kesehatan.

2016, No.802-10- (2) Tindakan pertolongan terhadap Korban/Pasien Gawat Darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tenaga kesehatan dari PSC. (3) Tindakan pertolongan terhadap Korban/Pasien Gawat Darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan kecepatan penanganan Korban/Pasien Gawat Darurat. (4) Pemberian pertolongan terhadap Korban/Pasien Gawat Darurat oleh masyarakat hanya dapat diberikan dengan panduan operator call center sebelum tenaga kesehatan tiba di tempat kejadian. Pasal 21 (1) Penanganan intrafasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b merupakan Pelayanan Gawat Darurat yang diberikan kepada pasien di dalam fasilitas pelayanan kesehatan sesuai standar Pelayanan Gawat Darurat. (2) Penanganan intrafasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui suatu sistem dengan pendekatan multidisiplin dan multiprofesi. Pasal 22 Penanganan antarfasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c merupakan tindakan rujukan terhadap Korban/Pasien Gawat Darurat dari suatu fasilitas pelayanan kesehatan ke fasilitas pelayanan kesehatan lain yang lebih mampu. Pasal 23 (1) Setiap fasilitas pelayanan kesehatan berkewajiban turut serta dalam penyelenggaraan SPGDT sesuai kemampuan. (2) Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari rumah sakit, puskesmas dan klinik.

-11-2016, No.802 Pasal 24 Dalam hal keadaan bencana, penyelenggaraan SPGDT dilaksanakan berkoordinasi dengan badan yang membidangi bencana sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Bagian Keempat Sistem Transportasi Gawat Darurat Pasal 25 (1) Sistem transportasi Gawat Darurat dapat diselenggarakan oleh PSC dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan. (2) Sistem transportasi Gawat Darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan ambulans Gawat Darurat. (3) Standar dan pelayanan ambulans Gawat Darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB III TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH Pasal 26 Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota memiliki tugas dan tanggung jawab terhadap penyelenggaraan SPGDT Pasal 27 (1) Dalam penyelenggaraan SPGDT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Pemerintah Pusat bertugas dan bertanggungjawab: a. merumuskan dan menetapkan kebijakan SPGDT; b. memfasilitasi pelaksanaan kegiatan pembentukan PSC di daerah; c. melaksanakan pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan SPGDT yang dilaksanakan di daerah;

2016, No.802-12- d. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan SPGDT; e. melakukan koordinasi dengan instansi kesehatan provinsi atau kabupaten/kota terhadap SPGDT; dan f. menghimpun dan mengkompilasikan data SPGDT tingkat nasional. (2) Dalam penyelenggaraan SPGDT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Pemerintah Daerah Provinsi bertugas dan bertanggungjawab: a. mengoordinasikan dan melaksanakan kebijakan/ program SPGDT antar kabupaten/kota di wilayahnya; b. melakukan koordinasi dengan pemangku kepentingan lainnya; c. memfasilitasi pelaksanaan kegiatan pembentukan dan peningkatan kapasitas serta kemampuan penyelenggaraan SPGDT di wilayahnya; d. menghimpun data penyelenggaraan SPGDT tingkat provinsi; dan e. melakukan evaluasi terhadap SPGDT di wilayahnya. (3) Dalam penyelenggaraan SPGDT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota bertugas dan bertanggungjawab: a. melaksanakan kebijakan/program SPGDT di wilayahnya; b. membentuk PSC; c. melakukan kerja sama dengan kabupaten/kota lain di dalam dan di luar provinsi; d. memfasilitasi kerja sama antar fasilitas pelayanan kesehatan dalam penyelenggaraan SPGDT; e. menguatkan kapasitas kelembagaan, peningkatan sumber daya manusia dan pendanaan untuk penyelenggaraan SPGDT; f. melaksanakan kegiatan pembentukan dan peningkatan kapasitas serta kemampuan SPGDT; dan

-13-2016, No.802 g. melakukan pendataan penyelenggaraan SPGDT tingkat kabupaten/kota; BAB IV PENDANAAN Pasal 28 (1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah harus menyediakan sumber dana untuk penyelenggaraan SPGDT sesuai dengan kewenangannya. (2) Sumber pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber dari anggaran pendapatan belanja negara, anggaran pendapatan belanja daerah, dan/atau sumber pendanaan lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB V PELAPORAN Pasal 29 (1) Setiap PSC harus melakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan SPGDT. (2) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan secara berkala setiap tahun kepada bupati/walikota melalui kepala dinas kesehatan kabupaten/kota. (3) Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan kompilasi laporan dan menyampaikan hasil kompilasi laporan kepada gubernur melalui kepala dinas kesehatan provinsi. (4) Kepala dinas kesehatan provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melakukan kompilasi laporan dan menyampaikan hasil kompilasi laporan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal.

2016, No.802-14- BAB VI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 30 (1) Menteri, gubernur, dan bupati/walikota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan SPGDT. (2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui monitoring dan evaluasi. (3) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk mewujudkan sinergi, kesinambungan, dan efektifitas pelaksanaan kebijakan/program SPGDT. (4) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara berkala melalui koordinasi dan pemantauan langsung terhadap pelaksanaan dalam kebijakan/program SPGDT. BAB VII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 31 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, penyelenggaraan SPGDT yang telah diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah harus menyesuaikan ketentuan Peraturan Menteri ini paling lama dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak Peraturan Menteri ini diundangkan. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 32 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

-15-2016, No.802 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 April 2016 MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. NILA FARID MOELOEK Diundangkan di Jakarta pada tanggal 27 Mei 2016 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. WIDODO EKATJAHJANA

2016, No.802-16- LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 SISTEM PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT TERPADU SISTEM PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT TERPADU Alur Penyelenggaraan SPGDT

-17-2016, No.802 Adapun alur Penyelenggaraan SPGDT melalui Call Center 119 dan PSC adalah: 1. Operator call center di Pusat Komando Nasional (National Command Center) akan menerima panggilan dari masyarakat di seluruh Indonesia. 2. Operator call center akan menyaring panggilan masuk tersebut. 3. Operator call center akan mengindentifikasikan kebutuhan layanan dari penelepon. 4. Telepon yang bersifat gawat darurat akan diteruskan/dispatch ke PSC kabupaten/kota. 5. Selanjutnya penanganan gawat darurat yang dibutuhkan akan ditindaklanjuti oleh PSC kabupaten/kota. 6. Telepon yang bersifat membutuhkan informasi kesehatan lainnya dan pengaduan kesehatan akan diteruskan/dispatch ke Halo Kemkes (021-500567). 7. Penanganan gawat darurat di PSC kabupaten/kota meliputi penanganan kegawatdaruratan dengan menggunakan algoritma, kebutuhan informasi tempat tidur, informasi fasilitas kesehatan terdekat, dan informasi ambulans. 8. PSC berjejaring dengan fasilitas pelayanan kesehatan terdekat dengan lokasi kejadian untuk mobilisasi ataupun merujuk pasien guna mendapatkan penanganan gawat darurat. MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, ttd NILA FARID MOELOEK