PENATALAKSANAAN ANEMI DEFISIENSI BESI PADA PASIEN YANG MENJALANI HEMODIALISIS

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami

Yoni Wibowo 1 dan Ririn Yuliati 2. Alumni Prodi Gizi FIK UMS. Instalasi Gizi RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

B A B I PENDAHULUAN. pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

Metabolisme Besi dan Pembentukan Hemoglobin

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Paru merupakan port d entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Curriculum vitae Riwayat Pendidikan: Riwayat Pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN VITAMIN A, DAN VITAMIN C DENGAN KADAR HEMOGLOBIN PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Anemia Megaloblastik. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum. terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat.

ABSTRAK. Latar belakang dan tujuan penelitian: Anemia defisiensi besi (ADB) sering bersamaan dengan anemia penyakit kronis (APK) dan keduanya

BAB I PENDAHULUAN. kurang dari angka normal sesuai dengan kelompok jenis kelamin dan umur.

BAB I PENDAHULUAN. belakang hidung dan belakang langit-langit rongga mulut. Data Laboratorium

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan,

BAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1)

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kehamilan. Anemia fisiologis merupakan istilah yang sering. walaupun massa eritrosit sendiri meningkat sekitar 25%, ini tetap

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SIMPOSIUM DIALISIS 2015

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki Angka Kematian Ibu (AKI) yang. tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN

BAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein

Manajemen Terapi Anemia pada Pasien Gagal Ginjal Kronik. Management Therapy of Anemia in Patients with Chronic Kidney Disease

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang. kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk.

MAKALAH GIZI ZAT BESI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian Anemia Defisiensi Besi (ADB)

ABSTRAK PERAN ERITROPOIETIN TERHADAP ANEMIA ( STUDI PUSTAKA)

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah salah satu penyakit dengan risiko

BAB I PENDAHULUAN. merupakan masalah gizi yang paling tinggi kejadiannya di dunia sekitar 500 juta

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering

BAB I PENDAHULUAN. gizi mikro. Defisiensi besi sering ditemukan bersamaan dengan obesitas.

SIMPOSIUM DIALISIS 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan suatu keadaan klinis

BAB 1 : PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat ( Public Health Problem) adalah anemia gizi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham

oleh K/DOQI sebagai suatu keadaan dengan nilai GFR kurang dari 60 ml/men/1,73 m 2, selama lebih dari 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal

CLINICAL MENTORING TATALAKSANA ANEMIA DEFISIENSI BESI DALAM PRAKTEK SEHARI-HARI

EFEK TERAPI IRON DEXTRAN PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK HEMODIALISIS RUTIN DI RUMAH SAKIT

Siti Asiyah, Dwi Estuning Rahayu, Wiranti Dwi Novita Isnaeni

membutuhkan zat-zat gizi lebih besar jumlahnya (Tolentino & Friedman 2007). Remaja putri pada usia tahun, secara normal akan mengalami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Sumatera Utara

SIMPOSIUM DIALISIS 2015

BAB I PENDAHULUAN. sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan lambat. PGK umumnya berakhir dengan gagal ginjal yang memerlukan terapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi fungsinya untuk membawa O 2 dalam jumlah yang cukup ke

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Menurut Umur. Tabel 2. Distribusi Frekuensi Menurut Kadar Hemoglobin

LAPORAN HASIL PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. darah merah atau kadar hemoglobin (Hb) yang lebih rendah dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Donasi darah merupakan proses pengambilan darah. secara sukarela dari seseorang kemudian darahnya akan

BAB I PENDAHULUAN. (WHO, 2007) dan Burden of Disease, penyakit ginjal dan saluran kemih telah

PERBEDAAN KADAR HB DALAM PEMBERIAN TABLET FE + VITAMIN C PADA REMAJA PUTRI DI KOTA BUKITTINGGI. Hasrah Murni (Poltekkes Kemenkes Padang )

GAMBARAN ANEMIA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK DI BLU. RSUP. PROF. DR. R. D. KANDOU. Dwifrista Vani Pali 2. Emma Sy. Moeis 3. Linda W. A.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN, BESI DAN VITAMIN C DENGAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI KELAS XI SMU NEGERI I NGAWI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Transfusi darah adalah salah satu praktek klinis yang umum dilakukan pada

HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan irreversibel akibat berbagai penyakit yang merusak nefron

Dr. Indra G. Munthe, SpOG DEPARTMENT OF OBSTETRICS AND GYNECOLOGY

Ruswantriani, Pembimbing : Penny Setyawati, dr, SpPK, M. Kes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan juga didapatkan dari tradisi (Prasetyo, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sistem golongan darah ABO ditemukan oleh ilmuwan. Austria bernama Karl Landsteiner, menemukan tiga tipe

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian ilmu penyakit dalam yang menitikberatkan pada

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tidak menular (PTM), merupakan penyakit kronik yang tidak. umumnya berkembang lambat. Empat jenis PTM utama menurut WHO

PENINGKATAN NILAI PARAMETER STATUS BESI RETICULOCYTE HEMOGLOBIN EQUIVALENT SETELAH PEMBERIAN SUPLEMEN BESI INTRAVENA PADA PASIEN HEMODIALISIS REGULER

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan masa yang kritis dalam upaya menciptakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk

STATUS BESI PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG SEDANG MENJALANI HEMODIALISIS DI BLU RSU.Prof.Dr.R.D KANDOU MANADO

BAB I PENDAHULUAN. Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dunia sehingga diperlukan penanganan dan pencegahan yang tepat untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. diberi Fructooligosaccharide (FOS) pada level berbeda dapat dilihat pada Tabel 5.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Transkripsi:

PENATALAKSANAAN ANEMI DEFISIENSI BESI PADA PASIEN YANG MENJALANI HEMODIALISIS Ria Bandiara Subbagian Ginjal Hipertensi Bag. Ilmu Penyakit Dalam FK UNPAD, RS Dr. Hasan Sadikin Diajukan pada Workshop: Registrasi Unit Dialisis SeJabar PPGII Jabar Di Hotel Papandayan Bandung, 25 Februari 2003 PENDAHULUAN Defisiensi zat besi merupakan komplikasi yang sering dijumpai pada penderita gagal ginjal terminal (GGT) yang menjalani hemodialisis regular (HR) dan dapat memperberat anemia akibat penyakit ginjal kronik. Angka kejadian defisiensi zat besi pada penderita yang menjalani hemodialisis regular didapatkan sebesar 40-77%. Penyebab anemia defisiensi besi pada penderita GGT yang menjalani hemodialis regular adalah kehilangan darah selama proses dialisis, perdarahan tersembunyi (occult blood loss),meningkatnya tendensi untuk terjadinya perdarahan,seringnya pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium dan meningkatnya konsumsi besi dengan pemberian EPO. Hilangnya sel darah merah pada membrane hemodializer berjumlah 0,5-11,0 ml dalam sekali hemodialisis (o,5-11,0 mg besi), rata-rata 5 ml sel darah merah ( 5 mg zat besi), sehingga untuk satu tahun akan kehilangan zat besi lebih dari 1200 mg, lebih dari semua cadangan zat besi dalam tubuh. Edward melakukan penelitian dan menghitung jumlah zat besi yang hilang pada penderita GGT yang menjalani HR adalah 1,5 gram hingga 2,0 gram setiap tahunnya, jumlah ini jauh lebih besar daripada zat besi yang dapat diserap melalui makanan oleh saluran cerna yaitu 1-2 mg per hari atau dapat meningkat sampai 4 mg pada keadaan defisiensi zat besi, sehingga pada penderita GGT yang menjalani HR, pemberian suplementasi terapi zat besi hampir selalu harus diberikan untuk mencegah defisiensi zat besi.

METABOLISME BESI DI DALAM TUBUH Memahami metabolisme besi sangat penting dalam pemantauan status besi dan suplementasi preparat besi. Zat besi merupakan unsur yang penting dalam tubuh dan hampir selalu berikatan dengan protein tertentu seperti hemoglobin, mioglobin. Kompartemen zat besi yang terbesar dalam tubuh adalah hemoglobin yang dalam keadaan normal mengandung kira-kira 2 gram zat besi.hemoglobin mengandung 0,34% berat zat besi; 1 ml eritrosit setara dengan 1 mg zat besi. Feritin merupakan tempat penyimpanan zat besi terbesar dalam tubuh. Fungsi feritin adalah sebagai penyimpanan zat besi terutama di dalam hati,limpa,dan sumsum tulang.zat besi yang berlebihan akan disimpan dan bila diperlukan dapat dimobilisasi kembali.hati merupakan tempat penyimpanan feririn terbesar di dalam tubuh dan berperan dalam mobilisasi feritin serum.pada penyakit hati akut maupun kronik kadar feritin serum meningkat,ini disebabkan pengambilan feritin dalam sel hati terganggu dan terdapat pelepasan feritin dari sel hati yang rusak.pada penyakit keganasan sel darah kadar feritin serum meningkat disebabkan meningkatnya sintesis feritin oleh sel leukemia.pada keadaan infeksi dan inflamasi terjadi gangguan pelepasan zat besi dari sel retikuloendotelial yang mekanismenya belum jelas,akibatnya kadar feritin intrasel dan serum meningkat.feritin disintesis dalam sel retikuloendotelial dan disekresikan ke dalam plasma.sintesis feritin dipengaruhi oleh konsentrasi cadangan besi intrasel dan berkaitan pula dengan cadangan zat besi intrasel (hemosiderin). Zat besi dalam plasma sebagian berikatan dengan transferin,yang berfungsi sebagai transpor zat besi.transferin merupakan suatu glikoprotein; setiap molekul transferin mengandung 2 atom Fe. Zat besi yang berikatan dengan transferin akan terukur sebagai kadar besi serum yang dalam keadaan normal hanya 20-45% transferin yang jenuh dengan zat besi, sedangkan kapasitas daya ikat transferin seluruhnya disebut total iron binding capacity (TIBC) = daya ikat besi total. SINTESIS HEMOGLOBIN Akumulasi besi oleh sel eritroblas dimulai pada awal perkembangannya.besi diambil kedalam feritin eritroblas,disimpan dan akan dilepas untuk sintesis Hb selama perkembamgan eritroid berikutnya. Bila sel darah merah menjadi retikulosit,ambilan besi

dan sitesis Hb akan berhenti.ambilan besi oleh eritroblas ditentukan oleh kadar reseptor transferin pada permukaan sel.reseptor transferin kembali ke sirkulasi dengan berkembangnya sel darah merah,dimana kadarnya dapat diukur.pengukuran kadar reseptor transferin pertama dikembangkan sebagai marker pengganti untuk hitung retikulosit.pengukuran kadar reseptor transferin dapat membedakan anemi defisiensi besi dan anemi penyakit kronik.pada anemia defisiensi besi,terjadi peningkatan eritropoiesis yang tidak efektif yang menyebabkan reseptor transferin dilepaskan ke dalam plasma.pada pasien anemia penyakit kronik,eritropoiesis yang tidak efektif akan berkurang. Defisiensi besi fungsional mengakibatkan produksi sel darah merah menjadi hipokrom.sel yang hipokrom tidak hanya sebagai akibat defisiensi besi fungsional tapi dapat disebabkan oleh berkurangnya sintesis Hb apapun penyebabnya. PATOGENESIS Tiga mekanisme penting yang dapat terjadi pada pasien PGK dengan anemia defisiensi besi disamping meningkatnya kebutuhan besi dengan pemberian rhu EPO adalah : 1. Absorpsi besi yang tak normal Absorpsi besi pada saluran cerna diatur oleh jumlah besi tubuh dalam pool,kadar EPO dan kecepatan eritropoiesis.absorpsi besi terjadi diduodenum dan jejunum proksimal yang dipengaruhi oleh asupan makanan,faktor-faktor intraluminal,aktifitas eritropoiesis,kapasitas fungsional dari sel mukosa usus dan jumlah besi dalam jaringan penyimpanan.dengan restriksi daging yang banyak mengandung heme,maka jumlah besi yang diabsorpsi akan berkurang.disisi lain dengan adanya eritropoiesis yang meningkat atau dengan berkuranganya cadangan besi tubuh akan menginduksi peningkatan absorpsi besi.telah dibuktikan pula dengan tehnik ferrokinetik,ambilan besi oleh sel mukosa usus akan berkurang secara bermakna pada pasien PGK terutama pada dialysis.

2. Kehilangan darah Beberapa faktor berperan dalam kehilangan darah seperti sisa darah dalam dialiser dan blood tubing pada setiap akhir dialisis,seringnya melakukan pemeriksaan darah,perdarahan saluran cerna tersembunyi,dan hilangnya darah dari tempat fungsi jarum saat hemodialisis. Kira-kira 1-3 gram besi akan hilang pertahun akibat keadaan ini. K-DOQI menyarankan pemberian 25-100 mg besi perminggu untuk mengganti kehilangan darah ini. 3. Defisiensi besi fungsional Adalah keadaan dimana besi yang tersedia tidak mencukupi kebutuhan untuk eritropoiesis bila diberikan pemberian EPO dari luar (rhu EPO).Hal ini terjadi karena terdapat blokade pada sistem retikulo-endotelial yang disebabkan oleh adanya infeksi atau inflamasi. Infeksi dan inflamasi akan menginduksi pelepasan sitokin dalam sirkulasi seperti Interleukin 1,Tumor Necrosis Factor-a (TNF-2) dan Interleukin-6.Sitokinsitokin ini menyebabkan berkurangnya produksi EPO endogen atau menurunkan kepekaan sel prekursor eritroid terhadap EPO endogen atau eksogen. PENGKAJIAN ANEMIA DEFISIENSI BESI Dimulai bila Hb 10 g/dl dan hematokrit 30% Diagnosis laboratorium anemi defisiensi besi : - morfologi eritrosit : hipokrom mikrositer - penilaian status besi Saturasi transferin (ST) KBS ST = KIBS ST : saturasi transferin KBS : kadar besi serum KIBS : kapasitas ikat besi total (total iron binding capacity : TIBC) Feritin serum (FS)

Evaluasi penyebab anemia lainnya bila ada kecurigaan seperti uji darah samar feses, Coomb s test untuk anemia hemolitik otoimun, kehilangan darah saat menstruasi, dan obat-obatan yang dapat menimbulkan perdarahan Pemeriksaan PTH, kadar B12 dan asam folat PENGKAJIAN STATUS BESI Berdasarkan pemeriksaan-pemeriksaan diatas kita dapat membedakan anemia defisiensi besi menjadi : 1. Anemia dengan status besi cukup : bila didapatkan kadar Hb 10 g/dl, hematokrit 30%, saturasi transferin > 20% dan kadar feritin serum > 100 ng/l 2. Anemia defisiensi besi absolute : bila didaptkan saturasi transferin < 20% dan kadar feritin serum < 100 ng/l 3. Anemia defisiensi besi fungsional : bila didapatkan saturasi transferin < 20% dan kadar feritin serum 100 ng/l SUPLEMENTASI ZAT BESI PADA PENDERITA GGT YANG MENJALANI HR Suplementasi preparat besi dapat diberikan sebagai (1) profilaksis, untuk mengurangi risiko berkembangnya defisiensi zat besi, (2) terapi defisiensi besi absolute, (3) terapi defisiensi zat besi fungsional, yaitu keadaan dimana cadangan besi cukup tetapi saturasi transferin < 20%, keadaan ini biasa dijumpai pada penderita-penderita yang telah mendapat eritropoietin. Berbagai faktor menentukan bentuk suplementasi zat besi yang akan diberikan pada penderita GGT yang menjalani HR. Pemberian secara oral merupakan cara yang mudah dan paling murah untuk diberikan dan terutama bermanfaat pada pasien yang tidak mendapat terapi EPO, dengan dosis minimal 200 mg besi elemental/hari dalam dosis terbagi 2-3 kali/hari. Absorbsi besi dipengaruhi oleh makanan, karena itu diberikan diantara makan.walaupun absorpsi zat besi pada pasien hemodialisis normal,beberapa peneliti mendapatkan terapi zat besi per oral tidak dapat memperbaiki cadangan zat besi

sumsum tulang.pasien hemodialisis yang diberikan suplementasi zat besi per oral cadangan besi sumsum tulangnya berkurang dan tidak cukup untuk mengatasi defisiensi zat besi. Disamping itu pemberian zat besi peroral sering menimbulkan keluhan gastrointestinal berupa keluhan gastritis, kejang perut, obstipasi dan diare yang sulit ditoleransi oleh penderita. Pemberian zat besi parenteral bermanfaat untuk terapi dan pencegahan defisiensi zat besi pada pasien-pasien hemodialisis yang secara efektif mengisi cadangan zat besi sumsum tulang. Pemberian preparat besi parenteral diindikasikan pada keadaan : (1) untuk koreksi defisiensi zat besi yaitu bila kadar feritin serum awal < 100 ng/ml, terutama bila penderita akan mendapat terapi eritropoietin, (2) untuk keadaan defisiensi zat besi fungsional, dimana pemberian eritropoietin memberikan respon suboptimal atau tidak berespon sama sekali, (3) untuk keadaan defisiensi zat besi tetapi preparat besi per oral tidak dapat ditoleransi oleh penderita. Terapi zat besi parenteral untuk mengatasi anemi defisiensi besi dibagi atas terapi besi fase koreksi dan terapi pemeliharaan besi. Terapi besi fase koreksi Dosis uji coba (test dose) : Dilakukan sebelum mulai terapi besi dengan cara : - Iron sucrose : 20-50 mg (1-2,5 ml) diencerkan dengan 50 ml NaCL 0,9% drip iv, dalam waktu paling cepat 15 menit - Iron dextran : 25 mg diencerkan dengan 50 ml NaCl 0,9% drip iv, dalam waktu 30 menit Terapi besi fase koreksi : - Tujuan : untuk koreksi anemi defisiensi besi absolute dan fungsional, sampai status besi cukup yaitu feritin serum mencapai > 100 ng/l dan saturasi transferin > 20% - Cara : Iron sucrose : Bila dapat ditoleransi 100 mg diencerkan dengan 100 ml NaCl 0,9%, drip iv dalam waktu paling cepat 15 menit. Cara lain dapat disuntikkan iv atau

melalui venous blood line tanpa diencerkan secara pelan-pelan, paling cepat dalam waktu 15 menit Iron dextran : o 100 mg iron dextran diencerkan dengan 50 ml NaCl 0,9% diberikan 1-2 jam pertama HD melalui venous blood line. Cara ini diulang setiap HD (2x seminggu) samapi 10 kali atau dosis mencapai 1000 mg. o Iron dextran dapat diberika secara intramuscular, disuntikkan pada region gluteus kuadran luar atas dengan teknik Z track injection. Dosis uji coba 0,5 ml im Terapi besi fase koreksi : Bila feritin serum 30 ng/l : 6 x 100 mg dalam 4 minggu Bila feritin serum 31 - < 100 ng/l : 4 x 100 mg dalam 4 minggu Terapi besi fase pemeliharaan : 80 mg tiap 2 minggu Iron gluconate : Cara pemberian sama dengan iron dextran dengan dosis 125 mg setiap HD (2x seminggu) sampai 8 kali atau dosis mencapai 1000 mg - Evaluasi status besi dilakukan 1 minggu pasca terapi besi fase koreksi - Bila status besi cukup lanjutkan dengan terapi fase pemeliharaan. Bila status besi belum cukup ulangi terapi besi fase koreksi Terapi besi fase pemeliharaan Tujuan : menjaga kecukupan persediaan besi untuk eritropoiesis selama terapi EPO Target terapi : Feritin serum > 100 ng/l - < 500 ng/l Saturasi transferin > 20% - < 40% Dosis : IV : Iron sucrose : maksimum 100 mg / minggu Iron dextran : 50 mg / minggu Iron gluconate : 31,25 125 mg / minggu IM : Iron dextran : 80 mg / minggu Oral : 200 mg besi elemental 2-3 x / hari

Status besi diperiksa setiap 3 bulan Bila status besi dalam batas target yang dikehendaki lanjutkan terapi besi dosis pemeliharaan Bila feritin serum > 500 ng/l atau saturasi transferin > 40%, suplementasi besi distop selama 3 bulan Bila pemeriksaan ulang setelah 3 bulan feritin serum < 500 ng/l dan saturasi transferin < 40%, suplementasi besi dapat dilanjutkan dengan dosis 1/3-1/2 sebelumnya Pada pasien dengan iron overload ( feritin serum > 500 ng/l ) dapat diberikan asam askorbat intravena dosis tinggi yaitu 300 mg setiap dialysis selama 8 minggu Algoritme terapi besi pada pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialis Ht<30%, Hb 10g/dL Status Besi Cukup FS 100g/ml, ST<20% Anemia Def Fe fungsional FS 100g/ml, ST<20% Anemia Def Fe absolut FS<100g/ml, ST<20% TERAPI BESI FASE KOREKSI Iron Sucrose/Iron Dextran 100 mg setiap HD 1 minggu 10 X Periksa FS dan ST Cukup Anemia Def Fe Fungsional Anemia Def Fe Absolut TERAPI EPO FASE KOREKSI 2.00 2.000 IU/xHD Utang TERAPI BESI FASE KOREKSI sampai status besi cukup

DAFTAR PUSTAKA : 1. Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri). Konsensus Manajemen Anemia pada pasien Gagal Ginjal Kronik, 2001 2. Petroff S. Evaluating traditional iron measures and exploring new options for patients on hemodialysis. Nephrol Nursing Journal,2005,32: 65-75 3. Cavill I. Iron and erythropoie tin in renal disease. Nephrol Dial0Transplant,2002,17,Suppl 5: 19-23 4. Van Wyck DB. Management of early renal anaemia: diagnostic work-up, iron therapy, epoetin therapy. Nephrol Dial Transplant,2002,15,Suppl 3: 36-39