FAKT RISIKO KEJADIAN GIZI KURANG ANAK BADUTA (12-24 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PADANG PASIR KECAMATAN PADANG BARAT Sudihati Hamid, Ismanilda, Ristianike (Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang) ABSTRAK Tujuan penelitian untuk mengetahui faktor risiko kejadian gizi kurang anak baduta (12-24 Bulan) di wilayah kerja Puskesmas Padang Pasir Kecamatan Padang Barat. Penelitian bersifat analitik dengan desain kasus-kontrol yang dilakukan bulan Mei 2011 - Maret 2012. Populasi 678 orang dan sampel 76 orang. Untuk melihat hubungan dilakukan uji chi-square dan untuk melihat kekuatan hubungan.hasil penelitian 47.4% anak baduta dengan pola asuh makan kurang, 32.9% responden tingkat pendidikan rendah, 25% anak baduta berasal dari keluarga status ekonomi miskin, 46.1% pola pemberian MP-ASI kurang dan 84.2% tidak mendapatkan ASI Eksklusif. Hasil analisis bivariat, anak baduta pola asuh makan kurang berisiko 45.333 kali, anak baduta dari keluarga miskin berisiko 14.571 kali dan anak baduta pola pemberian MP-ASI kurang berisiko 12.400 kali mengalami gizi kurang. Kata Kunci; Gizi Kurang, Pola asuh, pendidikan, status ekonomi, ASI Ekslusif. PENDAHULUAN Berdasarkan hasil penelitian Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2010, prevalensi balita gizi kurang (balita yang mempunyai berat badan kurang) secara nasional adalah sebesar 17,9 % (Laporan RISKESDAS, 2010). Usia 2 tahun pertama kehidupan seorang anak adalah masa paling kritis bagi perkembangan fisik dan mentalnya. Pada masa ini seorang anak berisiko tinggi mengalami gizi kurang (Kartika, 2010 : 38). Kekurangan gizi merupakan lebih separuh penyebab kematian anak. Salah satu kelompok yang rentan mengalami kekurangan gizi adalah baduta (Unicef dalam Sayuti, 2003 : 1). Anak dibawah 2 tahun (baduta) belum mampu bertindak untuk memenuhi kebutuhan akan diri sendiri, sehingga status gizi mereka sangat ditentukan oleh tindakan ibu (Kesuma, 2003: 1). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat tahun 2010, salah satu daerah di Kota Padang dengan angka kejadian gizi kurang tertinggi adalah Kecamatan Padang Barat yaitu 15,44% (DKK Padang, 2010). Keterbatasan pengetahuan ibu tentang gizi, pola pengasuhan anak kurang baik serta ketersediaan makanan tingkat rumah tangga merupakan penyebab tidak langsung terjadinya kasus gizi kurang. Banyak faktor yang mempengaruhi berat badan balita yaitu budaya lingkungan, pola asuh, status sosial dan ekonomi, jumlah saudara, nutrisi (zat gizi), iklim dan olahraga (Hidayat, 2005). Pola asuh anak mencakup pola asuh makan dan pola asuh perawatan. Orang tua yang mampu
memberikan pola asuh yang baik maka status gizi anaknya juga akan baik (anonim, 2011). Bayi yang mendapat ASI eksklusif mempunyai kenaikan berat badan yang baik setelah lahir, pertumbuhan setelah periode perinatal yang baik dan mengurangi kemungkinan obesitas (Suradi, 2008 : 11). Survai awal yang dilakukan terhadap 24 ibu balita diwilayah kerja Puskesmas Padang Pasir diketahui sebanyak 18 orang ibu balita (75%) masih mempunyai pengetahuan dan tindakan yang kurang mengenai gizi. Penelitian ini bertujuan untuk mengenai Faktor risiko kejadian gizi kurang anak baduta (12-24 Bulan) di wilayah kerja Puskesmas Padang Pasir Kecamatan Padang Barat. METODE PENELITIAN Penelitian bersifat analitik dengan desain kasus kontrol. Penelitian ini dilakukan bulan Mei 2011 - Maret 2012 di wilayah kerja Puskesmas Padang Pasir Kecamatan Padang Barat. Populasi penelitian adalah seluruh anak baduta usia 12-24 bulan berjumlah 678 orang. Sampel diambil dari populasi menggunakan rumus perhitungan besar sampel untuk kasus kontrol (menurut Lemeshow). Besar sampel minimal yang dibutuhkan adalah 76 orang, 38 orang sebagai kasus dan 38 orang sebagai kontrol dengan perbandingan kasus kontrol adalah 1 : 1. Jenis data yang dikumpulkan terbagi menjadi 2 yaitu data primer diperoleh dengan melakukan wawancara langsung kepada ibu menggunakan kuesioner dan data sekunder meliputi data jumlah dan status gizi anak baduta yang diperoleh dari laporan bulanan posyandu. Analisis Data dilakukan secara univariat dan bivariat. HASIL PENELITIAN Analisis Univariat Tabel 1: Distribusi Frekuensi Pola Asuh Makan Anak Baduta (12-24 bulan) di Pola Asuh Makan f % Kurang 36 47.4 Baik 40 52.6 Total 76 100.0 Tabel 1 menunjukkan bahwa sebanyak 47.4% anak baduta memiliki pola asuh makan yang kurang.
Tabel 2: Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Pasir Kecamatan Padang Barat Tahun 2012 Tingkat Pendidikan f % Rendah 25 32.9 Tinggi 51 67.1 Total 76 100.0 Tabel 2 menunjukkan bahwa sebanyak 25 orang responden (32.9%) memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Tabel 3. Distribusi Frekuensi Status Ekonomi Anak Baduta (12-24 bulan) di Status Ekonomi n % Miskin 19 25.0 Tidak miskin 57 75.0 Total 76 100 Tabel 3 menunjukan bahwa seperempat (25%) anak baduta berasal dari keluarga dengan status ekonomi yang miskin. Tabel 4; Distribusi Frekuensi Pola Pemberian MP-ASI Anak Baduta (12-24 bulan) di Pola Pemberian MP-ASI n % Kurang 35 46.1 Baik 41 53.9 Total 76 100.0 Tabel 4.menunjukan bahwa hampir separuh dari anak baduta (46.1%) memiliki pola pemberian MP-ASI yang kurang. Tabel 5; Distribusi Frekuensi Pemberian ASI Eksklusif Anak Baduta (12-24 bulan) di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Pasir KecamatanPadang BaratTahun 2012 Pemberian ASI n % Tidak ASI Eksklusif 64 84.2 ASI Eksklusif 12 15.8 Total 76 100.0 Tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar anak baduta (84.2%) tidak mendapatkan ASI Eksklusif. Analisis Bivariat a. Hubungan Pola Asuh Makan dengan Tabel 6: Distribusi Anak Baduta (12-24 Bulan) Menurut Pola Asuh Makan di p Pola Asuh Kasus Kontrol value 95% CI Makan n % n % 0.000 45.333 Kurang 32 84.2 4 10.5 (11.704-175.592) Baik 6 15.8 34 89.5 Total 38 100.0 38 100.0
Hasil pada analisis pada tabel 6 Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0.000 hubungan antara pola asuh makan maka dapat disimpulkan ada dengan status gizi diperoleh hubungan bermakna antara pola asuh bahlwa proporsi pola asuh makan yang makan dengan kejadian gizi kurang kurang lebih banyak ditemukan pada kasus yaitu 84.2% dibanding kontrol 10.5%. (p<0.05). Dari hasil analisis diperoleh nilai = 45.333 artinya anak dengan pola asuh makan kurang mempunyai risiko 45.333 kali mengalami gizi kurang. b. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan Tabel 7: Distribusi Anak Baduta (12-24 Bulan) Menurut Tingkat Pendidikan Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Pasir Kecamatan Padang Barat Tahun 2012 p Tingkat Pendidikan Kasus Kontrol value 95% CI Ibu n % n % 0.625 1.432 Rendah 14 36.8 11 28.9 (0.547-3.748) Tinggi 24 63.2 27 71.1 Hasil analisis hubungan antara tingkat kelompok kontrol (28.9%). Hasil uji pendidikan ibu dengan status gizi anak baduta diketahui proporsi tingkat pendidikan ibu rendah lebih banyak terjadi pada kasus (36.8%) dibandingkan statistik diperoleh nilai p = 0.625 maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dengan gizi kurang anak baduta (p>0.05). c. Hubungan Status Ekonomi dengan Tabel 8: Distribusi Anak Baduta (12-24 Bulan) Menurut Status Ekonomi di p Status Ekonomi Kasus Kontrol value 95% CI n % n % 0.000 14.571 Miskin 17 44.7 2 5.3 (3.059-69.404) Tidak miskin 21 55.3 36 94.7 Total 38 100.0 38 100.0 Berdasarkan tabel 8 dapat diketahui bahwa proporsi keluarga dengan status ekonomi miskin lebih tinggi pada kasus (44.7%) dibanding pada kontrol (5.3%). Dari uji statistik diperoleh nilai p = 0.000 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara status ekonomi dengan kejadian gizi kurang (p<0.05) dengan nilai = 14.571, artinya anak baduta dari keluarga miskin mempunyai peluang 14.571 kali mengalami gizi kurang dibandingkan anak yang berasal dari keluarga tidak miskin ]
d. Hubungan Pola Pemberian MP-ASI dengan Tabel 9: Distribusi Anak Baduta (12-24 Bulan) Menurut Pola Pemberian MP-ASI di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Pasir Kecamatan Padang Barat Tahun 2012 Pola Pemberian MP-ASI p Kasus Kontrol value 95% CI n % n % 0.000 12.4 (4.158-36.981) Kurang 28 73.7 7 18.4 Baik 10 26.3 31 81.6 Total 38 100.0 38 100.0 Hasil analisis hubungan antara pola pemberian MP-ASI terhadap status gizi anak baduta diketahui bahwa proporsi pola pemberian MP-ASI kurang lebih tinggi pada kasus (73.7% ) dibandingkan kontrol (18.4% ). Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0.000, artinya terdapat. hubungan bermakna antara pola pemberian MP-ASI dengan kejadian gizi kurang. Dari hasil analisis diperoleh nilai = 12.400 artinya anak baduta denganpola pemberian MP-ASI kurang mempunyai peluang kurang e. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan 12.400 kali mengalami gizi Tabel 10: Distribusi Anak Baduta (12-24 Bulan) Menurut Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Pasir Kecamatan Padang Barat Tahun 2012 Pemberian ASI Eksklusif p value Kasus Kontrol 95% CI n % n % 0.753 1.490 (0.428-5.191) Tidak ASI Eksklusif 33 86.8 31 81.6 ASI Eksklusif 5 13.2 7 18.4 Total 38 100.0 38 100.0 Hasil analisis dapat dilihat bahwa proporsi pemberian ASI tidak eksklusif lebih tinggi terjadi pada kasus (86.8% ) dibandingkan kontrol (81.6%).Hasil uji statistik diperoleh nilai PEMBAHASAN Hubungan Pola Asuh Makan dengan Anak baduta dengan pola asuh makan kurang beresiko 45.333 kali mengalami gizi kurang. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Widya Astuti (2010) dan Dwi Agustanti (2008).Menurut p = 0.753 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian gizi kurang. peneliti, pola asuh makan anak sangat berpengaruh terhadap status gizi anak terutama anak baduta. Bagaimana cara ibu memberikan makan, bahan makanan yang digunakan, bagaimana cara pengolahan makanan serta kesabaran ibu dalam memberikan makanan anak mempengaruhi bagaiman pola asuh
makan seorang anak. Apabila pola asuh makan anak baik, maka asupan gizi anak akan tercukupi sehingga status gizi anak juga akan baik. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi anak baduta. Hal ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sri Wahyuni (2002) juga menunjukan tidak terdapat hubungan bermakna antara pendidikan ibu dengan status gizi responden. Hasil penelitian, ketidaksesuaian hasil penelitian dengan teori yang ada disebabkan oleh faktor pekerjaan ibu. Ibu yang berpendidikan tinggi pada umumnya bekerja diluar rumah sehingga anak harus dititipkan kepada pengasuh atau keluarga lain sehingga makan anak kurang terkontrol. Selain itu juga disebabkan oleh pengetahuan ibu, dimana pengetahuan tidak hanya dapat diperoleh melalui pendidikan formal tetapi melalui informasi dari media lain seperti membaca atau mengikuti penyuluhan. Hubungan Status Ekonomi dengan Anak dengan status ekonomi miskin berisiko14.571 kali mengalami gizi kurang. Hasil penelitian ini berbeda dengan dengan penelitian yang dilakukan oleh Farlina (2001). Menurut Sajogyo (1994) pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas makanan. Rendahnya pendapatan akan menyebabkan melemahnya daya beli masyarakat terhadap bahan makanan yang akan menghalangi perbaikan gizi yang efektif. Hubungan Pola Pemberian MP-ASI dengan Anak baduta dengan pola pemberian MP-ASI kurang beresiko 12.4 kali mengalami gizi kurang. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Sartika (2011). Salah satu usaha dalam meningkatkan status gizi bayi dan anak sejak dini dapat dilakukan dengan cara pemberian MP-ASI yang tepat sejak usia 6 bulan. Pemberian MP-ASI yang tidak benar dapat meningkatkan risiko kekurangan gizi, penyakit dan terjadinya penyimpangan pertambahan berat badan yang cenderung menurun (Sahelangi, 2008 : 40). Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Tidak terdapat hubungan bermakna antara pemberian ASI Eksklusif dengan status gizi. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Kamsiah (2009) yang menunjukan ada hubungan bermakna antara ASI Eksklusif dengan status gizi. Dari hasil penelitian dilapangan, diketahui bahwa penyebab banyaknya ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif antara lain adalah saat anak lahir, biasanya bidan langsung memberikan susu formula kepada bayi karena ibu letih setelah melahirkan atau payudara ibu sakit sehingga tidak bisa menyusui diawal kelahiran. Hal ini menyebabkan anak tidak lagi dikatakan mendapat ASI eksklusif.
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan pola asuh makan anak baduta (12-24 bulan) hampir separuhnya kurang. Tingkat pendidikan ibu pada umumnya tinggi ( SLTA).Status ekonomi keluarga anak baduta (12-24 bulan) pada umumnya tidak miskin.pola pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) anak baduta (12-24 bulan) hampir separuhnya kurang. Hampir seluruh anak baduta tidak mendapatkan ASI Eksklusif.Anak baduta (12-24 bulan) dengan pola asuh makan kurang beresiko 45.333 kali mengalami gizi kurang.tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dengan gizi kurang anak baduta.anak baduta (12-24 bulan) dari keluarga miskin mempunyai peluang 14.571 kali mengalami gizi kurang.anak baduta dengan pola pemberian MP-ASI kurang berisiko 12.4 kali mengalami gizi kurang.tidak terdapat hubungan bermakna antara pemberian ASI Eksklusif anak baduta dengan kejadian gizi kurang. Diharapkan petugas gizi lebih meningkatkan pelayanan konseling/ penyuluhan kepada ibu mengenai pemberian makan anak terutama berkaitan dengan materi tentang pola pemberian makan anak sesuai usia.kepada petugas kesehatan diharapkan saling mendukung program ASI Eksklusif terutama bidan yang membantu persalinan.peneliti selanjutnya untuk dapat meneliti faktor risiko lain yang lebih dominan mempengaruhi terjadinya kasus gizi kurang anak baduta. DAFTAR PUSTAKA Agustanti, Dwi. 2010. Analisis Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Gizi Kurang Pada Anak Balita di Bandar Lampung. Jurnal Kesehatan. 1 (1) : 36-37. Arisman. 2009. Gizi Dalam Daur Kehidupan. EGC : Jakarta. Badan Pusat Statistik Sumatera Barat. 2010 : Padang. Baliwati, Yayuk Farida. 2006. Pengantar Pangan Dan Gizi. Penebar Swadaya : Jakarta. Dinas Kesehatan Kota Padang. 2010. Laporan Tahunan. Dinas Kesehatan Kota Padang : Padang. Firdhani, A yun Eridha. 2005. Pola Pemberian ASI, MP-ASI dan Anak Usia 1-2 Tahun Pada Keluarga Etnis Madura dan Arab. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. 8 (2) : 90-99. Hayati, Aslis Wirda. 2009. Buku Saku Gizi Bayi. EGC : Jakarta. Husni. 2009. Hubungan Pola Asuh Keluarga dan Pola Pemberian Makan Dengan Status Berat Badan Balita di Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu. Media Kesehatan. 2 (3) : 228-230. Juwono, Lilian.2003. Pemberian Makanan Tambahan. EGC : Jakarta. Kamsiah. 2009. Hubungan ASI Eksklusif dengan Perkembangan Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Jalan Gedang Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu. Lemeshow, Stanley, dkk. 1997. Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.
Moehji, Sjamien. 1986. Ilmu Gizi. Bhratara Karya Aksara : Jakarta. Muchtadi, Deddy. 1994. Gizi Untuk Bayi. Pustaka Sinar Harapan : Jakarta. Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu Dan Seni. Rineka Cipta : Jakarta. Panjaitan, Romaida. 2011. Pola Asuh Ibu dan Anak Balita di Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2011. Medan : Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat USU. Pascoal, Meildy. 2007. Hubungan Pengetahuan Gizi Ibu Rumah Tangga dengan Pengaturan Makanan dan Anak Balita. Infokes Jurnal Ilmu Kesehatan Poltekkes Manado. 2 (1) 6-7. Putri, Inka. 2011. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu dan Pola Pemberian MP- ASI Dengan Pada Kelompok Umur 6 Sampai 24 Bulan. Poltekkes : Padang. Rantung, maria. 2007. Hubungan Pengetahuan Ibu dan Pemberian ASI Eksklusif di Kelurahan Wangurer Barat Kecamatan Bitung Tengah Kota Bitung. Jurnal Ilmu Kesehatan. 2 (1) : 26. Sahelangi, Olfie. 2008. Pendidikan Kesehatan Kepada Ibu Melalui Metode Konseling untuk Meningkatkan Asupan Energi dan Protein Serta Anak Usia 6-24 Bulan yang Mendapatkan MP-ASI Lokal di Kota Siswanto, Hadi. 2010. Pendidikan Kesehatan Anak Usia Dini. Pustaka Rihama : Yogyakarta. Soetjiningsih. 2005. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Sagung Seto : Jakarta. Supariasa, Dewa Nyoman. 2001. Penilaian. EGC : Jakarta.. Suradi, Rulina. 2008. Manfaat Asi dan Menyusui. FK UI: Jakarta. Toniman. 2003. Merawat Bayi Sejak Lahir. Dalam Bunda Balita : Jakarta.