Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

dokumen-dokumen yang mirip
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

BAB 2 LATAR BELAKANG dan PERUMUSAN PERMASALAHAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

FOKE-NARA ADJI-RIZA JOKOWI-AHOK HIDAYAT-DIDIK FAISAL-BIEM ALEX-NONO

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

STUDI KINERJA PELAYANAN SISTEM ANGKUTAN KERETA REL LISTRIK JABODETABEK TUGAS AKHIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengurangan tingkat..., Arini Yunita, FE UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

: Ir. Mirna Amin. MT (Asisten Deputi Pengembangan Kawasan Skala Besar)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah ser

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MASALAH LALU LINTAS DKI JAKARTA

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. yakni bentuk keterikatan dan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel. optimalisasi proses pergerakan tersebut.

ANALISIS BIAYA-MANFAAT SOSIAL PERLINTASAN KERETA API TIDAK SEBIDANG DI JALAN KALIGAWE, SEMARANG TUGAS AKHIR

Gambar 14.1 Kawasan 3-in-1 Yang Ada dan Alternatif Kawasan TDM

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN. Depok, Tangerang dan Bekasi (Bodetabek) yang semakin berkembang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. prasarana yang dimiliki kota tersebut. Jayadinata (1992:84) menyatakan, kota

Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Angkutan umum khususnya di provinsi D.I. Yogyakarta dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 14 (Empat belas)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Kemacetan jalan-jalan di DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MATRIKS PENJABARAN PENCAPAIAN KINERJA PROGRAM MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN


TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN

BAB 2 DATA DAN ANALISA

I. PENDAHULUAN. Administrasi (2010), Jakarta mempunyai luas 7.659,02 km 2. penduduk sebesar jiwa. Jakarta juga mempunyai kepadatan penduduk

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian khususnya perkotaan. Hal tersebut dikarenakan transportasi

STUDI RENCANA INDUK TRANSPORTASI TERPADU JABODETABEK (TAHAP 2)

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS

DAFTAR ISI. BAB III METODE PENELITIAN Langkah-Langkah Penelitian Identifikasi Masalah Tinjaun Pustaka...

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Klasifikasi kendaraan bermotor dalam data didasarkan menurut Peraturan Bina Marga,

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN TINJAUAN UMUM

BAB IV ANALISA DAN HASIL PENELITIAN

Ketika MRT Urai Kemacetan Jakarta

BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau

BAB I Pendahuluan I-1

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1. PENDAHULUAN 2. KONDISI EKSISTING DAN PERSPEKTIF MASA DEPAN 2.1 PERLUASAN WILAYAH PERKOTAAN

di kota. Persimpangan ini memiliki ketinggian atau elevasi yang sama.

PENELITIAN MODEL ANGKUTAN MASSAL YANG COCOK DI DAERAH PERKOTAAN. Balitbang bekerjasama dengan PT Karsa Haryamulya Jl.Imam Bonjol 190 Semarang

BAB 4 KARAKTERISTIK DAN PREFERENSI PENGGUNA POTENSIAL KA BANDARA SOEKARNO-HATTA

1. BPTJ DAN KONDISI JABODETABEK 2. INDIKATOR KINERJA 3. RENCANA INDUK TRANSPORTASI JABODETABEK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

REDESAIN TERMINAL TERPADU KOTA DEPOK

Transportasi merupakan sistem yang bersifat multidisiplin bidang PWK, ekonomi, sosial, engineering, hukum, dll

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan kehidupan manusia di seluruh dunia tidak terlepas dari yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Studi beberapa..., Annisa Putri Handayani, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tetapi sebaliknya, bila transportasi tidak ditata dengan baik maka mengakibatkan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Angkutan Umum Masal Perkotaan. Jabodetabek. Jaringan. Rencana Umum.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Badan Litbang Perhubungan telah menyusun kegiatan penelitian yang dibiayai dari anggaran pembangunan tahun 2010 sebagai berikut.

Tamin, Ofyar, Perencanaan, Permodelan, & Rekayasa, Transportasi:Teori, Contoh Soal, dan Aplikasi, (Bandung: ITB 2008), hlm 33.

BAB I PENDAHULUAN. mencakup benda hidup dan benda mati dari satu tempat ke tempat lainnya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULAN 1.1 Tinjauan Umum 1.2 Latar Belakang

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukannya. Pergerakan dikatakan juga sebagai kebutuhan turunan, sebab

2017, No Republik Indonesia Nomor 5229); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan Lalu Lntas dan Angkutan Jalan (Lembaran N

BAB I PENDAHULUAN. murah, aman dan nyaman. Sebagian besar masalah transportasi yang dialami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia

PANDUAN PENENTUAN KLASIFIKASI FUNGSI JALAN DI WILAYAH PERKOTAAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

1. Pendahuluan Jabodetabek adalah suatu wilayah metropolitan skala besar berpenduduk 21 juta jiwa, yang terdiri atas DKI Jakarta, ibu kota negara Republik Indonesia, dan 7 (tujuh) pemerintah daerah di sekitarnya (Kabupaten dan Kota Bogor, Kabupaten dan Kota Tangerang, Kota Depok dan Kabupaten dan Kota Bekasi). Total Produk Domestik Regional Bruto Jabodetabek pada tahun 2002 diperkirakan Rp 351 triliun atau 22% dari Produk Domestik Bruto Nasional; sehingga Jabodetabek secara strategis merupakan wilayah yang paling penting di Indonesia. Untuk mengurangi dampak krisis ekonomi dan finansial yang terjadi pada akhir tahun 1990an, program jaring pengaman sosial serta program-program mendesak lainnya telah dilaksanakan. Mulai sekarang dirasa perlu untuk mengarahkan fokus pada upaya pembangunan ekonomi yang berkesinambungan untuk menciptakan tata kehidupan yang lebih baik di wilayah Jabodetabek serta mendorong pertumbuhan perekonomian nasional Indonesia. Upaya untuk menarik lebih banyak investasi baik dari dalam negeri maupun luar negeri merupakan salah satu isu penting dalam meningkatkan perekonomian wilayah Jabodetabek. Namun demikian, kondisi sistem transportasi yang kurang efisien, misalnya aksesibilitas angkutan barang yang kurang baik ke Pelabuhan Tanjung Priok, telah membuat daerah ini menjadi kurang menarik bagi para investor. Oleh karenanya pembangunan jaringan transportasi yang efisien dan dapat diandalkan menjadi hal yang sangat mendesak untuk dapat menarik kembali investor ke daerah ini. Kemacetan lalu lintas di wilayah perkotaan juga merupakan masalah pelik yang dihadapi wilayah Jabodetabek dan diperkirakan akan akan semakin memburuk apabila tidak dilakukan perbaikan. Saat ini kerugian ekonomi tiap tahun yang disebabkan oleh kemacetan lalu lintas di Jabodetabek mencapai Rp. 3 triliun untuk biaya operasi kendaraan dan Rp. 2,5 triliun untuk waktu perjalanan. Lebih lanjut, apabila tidak dilakukan peningkatan hingga tahun 2020, maka jika dibandingkan dengan kondisi di mana sistem transportasi dibangun sesuai usulan Rencana Induk, akumulasi kerugian ekonomi akan mencapai hampir Rp.65 triliun (nilai present value dengan diskonto 12 persen), yang terdiri dari Rp 28,1 triliun untuk tambahan biaya operasi kendaraan dan Rp 36,9 triliun untuk waktu perjalanan yang lebih lama. Meskipun laju pertambahan pendaftaran mobil dan sepeda motor sedikit tertahan oleh krisis ekonomi, namun dalam tahun-tahun belakangan ini jumlah mobil dan sepeda motor telah kembali meningkat. Salah satu penyebabnya adalah menurunnya tingkat layanan angkutan umum. Pada saat perekonomian daerah mulai pulih kembali, pendapatan nyata rumah tangga akan meningkat lagi dalam beberapa tahun mendatang dan diperkirakan bahwa motorisasi akan kembali meningkat. Apabila semakin banyak anggota masyarakat menggunakan moda transportasi pribadi, maka kondisi lalu lintas akan bertambah buruk dan pencemaran lingkungan akan lebih parah dari pada saat ini. Tampaknya sulit untuk mengharapkan bahwa keseluruhan investasi pada proyek-proyek pembangunan prasarana transportasi skala besar tersebut dapat ditanggung oleh pemerintah mengingat sulitnya situasi finansial saat ini hingga beberapa tahun ke depan. Disamping penyediaan dana yang diperlukan untuk biaya operasi dan pemeliharaan fasilitas transportasi yang ada, perlu dipikirkan pula cara yang terbaik untuk membangun sistem transportasi guna memanfaatkan sebaik-baiknya sisa dana pembangunan yang masih tersedia. Studi SITRAMP membahas hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan yang disebutkan di atas serta mengkaji sistem transportasi yang kiranya sesuai untuk masa mendatang melalui identifikasi dan pemahaman permasalahan transportasi yang dihadapi. Studi SITRAMP telah mengidentifikasi tujuan-tujuan pengembangan sistem transpsortasi yang harus dicapai dalam waktu dua puluh tahun ke depan beserta langkah-langkah kebijakan transportasi dan proyek-proyek yang diusulkan untuk mendukung pengembangan wilayah dan mengatasi permasalahan transportasi tersebut. Sebagian besar proyek/program tersebut membutuhkan komitmen yang kuat dari seluruh stakeholder yang terkait dengan sektor transportasi termasuk masyarakat luas. -1-

2. Isu-isu Transportasi 2.1 Permasalahan dalam Konteks Pengembangan Wilayah 2.1.1 Konsentrasi ke Jakarta Pengembangan pusat-pusat perkotaan di Bodetabek telah sejak lama diusulkan. Meski jumlah penduduk di Kota-Kota dan Kabupaten-Kabupaten meningkat dengan cepat, fungsi pusat-pusat perkotaan masih terbatas pada melayani penduduk di sekitarnya. Pusat-pusat perkotaan tersebut belum mampu menyediakan lapangan pekerjaan atau layanan perkotaan yang memadai. Setiap harinya sekitar 700.000 orang melakukan perjalanan dari Bodetabek ke Jakarta. Bila kecenderungan yang mengandalkan Jakarta terus berlanjut, ditambah lagi dengan meningkatnya penggunaan mobil pribadi, maka pembangunan jalan tidak akan mampu mengejar peningkatan permintaan lalu lintas. Gambar 2.1 Peningkatan Perjalanan Commuter ke Jakarta dari Daerah Sekitarnya : 1985-2002 2.1.2 Akses yang Kurang Memadai ke Pelabuhan Tanjung Priok Pelabuhan Tanjung Priok adalah pintu gerbang internasional bagi kegiatan impor dan ekspor kebutuhan komoditas. Saat ini akses ke pelabuhan membutuhkan waktu yang lama karena kemacetan lalu lintas. Kelambatan tersebut mengakibatkan menurunnya daya saing produk di pasar internasional dan memperburuk pertumbuhan ekonomi daerah ini. 2.1.3 Kurangnya Rute Alternatif ke Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta merupakan pintu gerbang utama bagi para penumpang bisnis dan wisatawan dari/ke wilayah Jabodetabek maupun wilayah lain di Indonesia. Pada beberapa kesempatan akses ke jalan tol ke bandar udara sering terputus karena banjir dan menimbulkan kesulitan untuk mencapai bandar udara karena kurang tersedianya rute alternatif yang memadai. 2.2 Permasalahan dalam Konteks Transpsortasi Perkotaan Berkembangnya kegiatan sosial dan ekonomi yang diikuti dengan pertumbuhan permintaan perjalanan di Jabodetabek menimbulkan berbagai macam permasalahan transportasi perkotaan. 2.2.1 Kemacetan Lalu Lintas dan Struktur Perkotaan Konsentrasi permintaan perjalanan di wilayah Central Business District (CBD) menyebabkan kemacetan lalu lintas yang parah dan membuat angkutan bis serta kereta api menjadi penuh sesak, karena sebagian besar tarikan perjalanan ke tempat kerja terkonsentrasi di kawasan pusat di dalam jalur lingkar KA Jabotabek, kawasan segitiga emas yang baru berkembang Sudirman-Kuningan dan kawasan sepanjang jalan tol Cawang Grogol Pluit. - 2 -

Gambar 2.2 Lokasi Fasilitas Komersial dan Bisnis Gambar 2.3 Kepadatan Perjalanan Mobil 2.2.2 Kemacetan Lalu Lintas Lokal Banyak lokasi di Jabodetabek yang mengalami kemacetan lalu lintas hampir setiap hari. Beberapa akar penyebab kemacetan antara lain: (a) Lebar jalan yang tidak konsisten (b) Persimpangan : cycle length yang panjang, desain kanalisasi yang buruk, dsb. (c) Pemakai ruang jalan secara ilegal dan penggunaan jalan yang tidak semestinya. (d) Faktor lain: putaran, perlintasan KA sebidang, pertemuan arus kendaraan, perkerasan rusak, dan sebagainya. Photo 2.1 Penyebab Kemacetan Lalin Lokal 2.2.3 Lambatnya Pembangunan Jalan Dibanding Peningkatan Permintaan Lalu Lintas Jaringan jalan di Jakarta memiliki beberapa jalan arteri yang cukup lebar namun hanya didukung oleh jalan-jalan kolektor, yang menghubungkan jalan arteri dan jalan lokal dalam jumlah terbatas, sehingga hirarki jaringan jalan tidak tersusun secara baik. Sebaliknya, jaringan jalan di Bodetabek tidak terbangun sebaik DKI Jakarta. Meski struktur perkotaan Jabodetabek berubah secara cepat dan dinamis, namun jaringan jalan yang melayani Jakarta dan daerah sekitarnya belum diperluas sesuai dengan pertumbuhan pengembangan perkotaan tersebut. Gambar 2.4 Jaringan Jalan Tahun 2002-3-

2.2.4 Upaya Manajemen Permintaan Lalu Lintas yang Kurang Efektif Skema 3-in-1 tampaknya cukup efektif dalam mengurangi jumlah kendaraan yang memasuki zona pembatasan lalu lintas dan membuat arus lalu lintas lancar selama waktu pembatasan. Beberapa kekurangan, diantaranya: 1) Permintaan lalu lintas pada jalan paralel meningkat selama jam-jam pembatasan, 2) Adanya penggunaan jockey menurunkan efektivitas kebijakan pembatasan lalu lintas ini, 3) Tidak ada pendapatan yang dapat dikumpulkan, sementara di lain pihak perlu dikeluarkan biaya bagi polisi lalu lintas untuk menegakkan peraturan. Photo 2.2 Rambu 3 in 1 Skema 3-in-1 dapat diubah menjadi kebijakan skema road pricing dengan tujuan untuk mengumpulkan sebagian dana yang diperlukan guna membangun prasarana transportasi. 2.2.5 Angkutan Umum yang Memburuk KA Jabotabek dengan jaringan rel sepanjang 160 kilometer mengangkut sekitar 400 ribu penumpang per hari. Tingkat layanan angkutan kereta api masih rendah, ditandai dengan rendahnya kapasitas angkut, kurangnya frekuensi perjalanan, keterlambatan kedatangan dan keberangkatan, banyaknya gerbong yang rusak dan tidak nyaman, kurangnya fasilitas stasiun maupun stasiun plaza, serta kondisi jalan akses ke yang kurang baik. Bis memiliki peran penting dalam sistem angkutan umum di Jabodetabek. Sayangnya, tingkat layanan angkutan bis saat ini juga rendah. Tidak tepat waktu, operasional bis yang tidak sesuai rute, waktu Photo 2.3 Penumpang KA yang Berjubel menunggu yang lama, rasa kurang aman di dalam bis, kondisi bis yang tidak bersih hal-hal semacam ini hanyalah sebagian contoh dari rendahnya layanan angkutan bis. Masalah lain di sektor angkutan umum adalah fasilitas antar moda yang kurang efektif. Hanya sedikit stasiun kereta api yang memiliki plaza stasiun dan fasilitas park and ride, sedangkan terminal bis selalu dipadati oleh kendaraan bis yang jumlahnya melebihi kapasitas tampungnya. Permasalahan tersebut antara lain disebabkan oleh kurangnya perencanaan angkutan umum yang efektif serta kurangnya monitoring dalam pengoperasian. 2.2.6 Menurunnya Kualitas Lingkungan Jabodetabek tergolong sebagai salah satu kota dengan kualitas udara terburuk di dunia dan hal ini telah menjadi isu kronis yang mengancam kesehatan penduduk kota. Tingginya konsentrasi PM10 di tepi jalan sebagaimana dipantau oleh SITRAMP menunjukkan bahwa kendaraan bermotor menjadi sumber utama polusi di lapisan bawah pada kawasan yang berdekatan dengan jalan-jalan yang sangat macet. Menurut estimasi yang dibuat Tim Studi, dampak kesehatan dari PM10 in Jabodetabek dapat bernilai Rp 2,815 triliun pada tahun 2002. Parahnya masalah polusi kebisingan ini ditunjukkan oleh fakta bahwa semua tingkat kebisingan yang dipantau pada siang hari berada jauh di atas ambang. Khususnya bis-bis dan truk-truk kelas berat di Jabodetabek kebanyakan merusak, yang berjalan dengan membunyikan klakson dengan nyaring. - 4 -

2.2.7 Kecelakaan Lalu Lintas dan Kecelakaan KA Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Jumlah korban kecelakaan lalu lintas telah menurun cukup signifikan sampai sepertiga dalam tahun-tahun terakhir ini, namun jumlah korban meninggal dunia dalam kecelakaan lalu lintas belum berkurang. Tingkat kecelakaan lalu lintas di jalan tol juga berangsur-angsur menurun tetapi tingkat kematiannya masih tinggi dibandingkan dengan negara-negara maju. Angkutan KA umumnya dianggap sebagai moda yang aman dibanding moda angkutan jalan raya, akan tetapi asumsi ini tidak berlaku dalam hal KA Jabotabek. Selama periode 2000-2002, telah terjadi kecelakaan sebanyak 174 kali termasuk tabrakan yang parah. 2.2.8 Kurangnya Lampu Lalu Lintas Lampu lalu lintas amat berguna bagi pejalan kaki untuk dapat menyeberang jalan dengan aman. Namun demikian, di DKI Jakarta jumlah persimpangan yang dilengkapi lampu lalu lintas hanya sekitar 42 persen dari seluruh persimpangan jalan yang ada; suatu jumlah yang relatif rendah untuk wilayah perkotaan. Kondisi di Bodetabek lebih buruk lagi, di mana hanya 21 persen saja yang dilengkapi lampu lalu lintas. 2.2.9 Rendahnya Aksesibilitas bagi Rumah Tangga Kurang Mampu Bagi masyarakat kurang mampu, kurangnya akses yang dapat terjangkau akan memperkecil kesempatan mereka untuk memanfaatkan peluang ekonomi dan layanan sosial yang tersedia. Masalah aksesibilitas bagi masyarakat kurang mampu di perkotaan timbul karena kurangnya pendapatan rumah tangga untuk membayar ongkos angkutan. Keterisolasian adalah karakteristik utama kemiskinan, yang menyebabkan mereka menjadi terputus dari berbagai fasilitas, layanan, pasokan, jaringan maupun partisipasi dalam kehidupan sosial politik yang lebih luas. Tabel 2.1 Biaya Transportasi dalam Pengeluaran Rumah Tangga Biaya Angkutan Umum Biaya Kendaraan Total Biaya Transport Kelompok Pengeluaran Rp (a) % dari total Rp (b) % dari total Rp (c) = (a) + (b) % dari total pengeluaran Rendah 91.078 14,2% 19.995 3,1% 111.073 17,3% Menengah 189.265 13,7% 89.582 6,5% 278.847 20,1% Tinggi 367.368 10,9% 271.750 8,1% 639.118 19,0% Sumber: Survey sosial SITRAMP, 2002 Dengan sekitar 20 persen pengeluaran rumah tangga digunakan untuk transportasi, maka para pekerja berpenghasilan rendah terpaksa harus tinggal relatif dekat dengan tempat kerjanya, yakni pada umumnya di dekat CBD. Dengan begitu mereka hanya dapat menjangkau perumahan di daerah padat penduduk di DKI Jakarta dengan luas rata-rata hanya 35 meter persegi. Masyarakat Berpenghasilan Menengah Masyarakat Berpenghasilan Rendah Gambar 2.5 Distribusi Tempat Tinggal Pekerja yang Ulang Alik ke CBD -5-

2.2.10 Bis Menolak Mengangkut Pelajar 2.2.11 Bis Menolak Mengangkut Pelajar Para awak bis seringkali menolak untuk mengangkut pelajar karena ongkos yang mereka bayar lebih rendah dari penumpang biasa. Perlakuan kurang adil ini salah satunya disebabkan oleh penerapan sistem setoran, dimana awak bis harus mengumpulkan pendapatan yang cukup untuk menutup biaya sewa bis, biaya bahan bakar dan biaya operasional lainnya. 2.2.12 Kurangnya Fasilitas Transportasi bagi Penyandang Keterbatasan Fisik Tampaknya tidak banyak perhatian diberikan terhadap penyediaan fasilitas transportasi bagi anggota masyarakat yang memiliki keterbatasan fisik seperti orang-orang tua dan penyandang cacat. Hampir semua stasiun kereta api tidak menyediakan elevator atau eskalator, sedangkan trotoar menuju halte bis kebanyakan rusak, sehingga mereka menemui kesulitan untuk menggunakan angkutan umum. 2.2.13 Kelemahan dalam Koordinasi Perencanaan dan Pelaksanaan Proyek Diperlukan perhatian khusus tentang Photo 2.4 Kondisi Trotoar yang Rusak permasalahan yang terkait dengan perencanaan dan implementasi proyek, antara lain: Kurangnya koordinasi antara proses perencanaan dan penyediaan dana pembangunan di antara instansi terkait, Kurang efektifnya koordinasi perencanaan di antara sub-sektor transportasi yang berbeda, Kurang efektifnya koordinasi perencanaan antara pemerintah pusat dan daerah, dan Lemahnya koordinasi perencanaan antara sektor transportasi dan sektor pembangunan lainnya, seperti pengembangan perumahan dan pengembangan sistem kereta api. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa sangat diperlukan adanya suatu institutsi yang mempunyai kewenangan yang kuat bagi otorisasi perencanaan tingkat Jabodetabek yang meliputi berbagai pemerintah daerah, dengan didukung oleh staf teknis dan dana yang mencukupi. - 6 -