BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, dan daya tawar. Oleh karena itu sangatlah dibutuhkan adanya undang-undang yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Kompas 18 Maret 2004, Perlindungan terhadap konsumen di Indonesia ternyata masih

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Produsen/Pelaku Usaha dan satu subjek hukum berperan sebagai pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. dinegara Indonesia. Semakin meningkat dan bervariasinya kebutuhan masyarakat menyebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini kebutuhan masyarakat untuk kehidupan sehari-hari semakin

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk

BAB I PENDAHULUAN. kepastian hukum untuk member perlindungan kepada konsumen. 1 Perlindungan

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tujuan sebagai badan yang dibentuk untuk melakukan upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Liberty, 1981), hal ), hal. 185.

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website :

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. sehingga telah memicu terbentuknya skema-skema persaingan yang ketat dalam segala

EFEKTIFITAS MEDIASI DALAM PERKARA PERDATA BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 01 TAHUN 2008 (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Boyolali) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. keperdataan. Dalam hubungan keperdataan antara pihak yang sedang berperkara

BAB I PENDAHULUAN. hukum guna menjamin adanya penegakan hukum. Bantuan hukum itu bersifat

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Tengker, cet. I, (Bandung: CV. Mandar Maju, 2001), hal (Jakarta: Djambatan, 2002), hal. 37.

BAB I PENDAHULUAN. diperiksa oleh hakim mengenai kasus yang dialami oleh terdakwa. Apabila

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan hukum bagi konsumen 1 bertujuan untuk melindungi hak-hak

BAB III METODE PENELITIAN. Menurut Soerjono Soekanto bahwa : 103. asas sesuatu (inquiry) secara sistematis dengan adanya penekanan bahwa

METODE PENELITIAN. Pendekatan masalah yang digunakan dalam proses pengumpulan dan penyajian

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP MAKANAN KEMASAN TANPA TANGGAL KADALUARSA

III. METODE PENELITIAN. metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari

METODE PENELITIAN. penelitian guna dapat mengolah dan menyimpulkan data serta memecahkan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan suatu negara sangat ditentukan oleh tingkat perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. putusan ini, hubungan antara kedua belah pihak yang berperkara ditetapkan untuk selamalamanya,

Oleh : Made Dwi Pranata A.A. Sri Indrawati Dewa Gede Rudy Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

METODE PENELITIAN. cara melakukan penelitian hukum dengan teratur (sistematis). 39 Dengan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010

PROSES PELAKSANAAN GUGATAN INTERVENSI DALAM PEMERIKSAAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PADA PENGADILAN TATA USAHA NEGARA PADANG

III. METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisa (Soerjono Soekanto,

III. METODE PENELITIAN. penulis akan melakukan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

BAB I PENDAHULUAN. asasi tenaga kerja dalam Undang-Undang yang tegas memberikan. bahkan sampai akhirnya terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kehidupan bangsa yang berdaulat, mandiri, berkeadilan, sejahtera,

BAB I PENDAHULUAN. dan perhatian, sehingga setiap anak dapat tumbuh dan berkembang secara

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

JURNAL. Peran BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) dalam Menyelesaikan Sengketa Konsumen Melalui Proses Mediasi di Yogyakarta

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. membuat keseimbangan dari kepentingan-kepentingan tersebut dalam sebuah

BAB 1 PENDAHULUAN. itu ekonomi secara terus-menerus mengalami pertumbuhan dan perubahan. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di

BAB IV PENUTUP. 1A Padang, berjalan dengan baik, tertib dan lancar. Tidak di temukannya. tersebut, hanya saja hambatan-hambatannya dalam kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. bisnis baik dalam bentuk perorangan ( natural person ) ataupun dalam bentuk badan

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai

POLITIK HUKUM PEMBENTUKAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) HAERANI. Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar

BAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara

BAB I PENDAHULUAN. harus diselesaikan atas hukum yang berlaku. Hukum diartikan sebagai

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA WANPRESTASI DALAM TRANSAKSI E-COMMERCE

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut maka setiap manusia mengkonsumsi atau menggunakan

Lex Administratum, Vol. V/No. 3/Mei/2017

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perbedaan-perbedaan yang dapat menimbulkan suatu. dirugikan haknya dapat mengajukan gugatan. Pihak ini disebut penggugat.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di bidang ekonomi mendukung tumbuhnya dunia usaha. menghasilkan berbagai macam barang dan/atau jasa yang

III. METODE PENELITIAN. dalam melakukan penelitian ini dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan sesamanya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, hal ini

PENYELESAIAN KREDIT MACET DI KOPERASI BANK PERKREDITAN RAKYAT (KBPR) VII KOTO PARIAMAN

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGAKUAN TERGUGAT SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM KASUS PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA SKRIPSI

2016, No objek materiil yang jumlahnya besar dan kecil, sehingga penyelesaian perkaranya memerlukan waktu yang lama; e. bahwa Mahkamah Agung d

III. METODE PENELITIAN. Metode pendekatan penelitian yang digunakan penulis dalam tesis ini dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. tugas yang diemban perbankan nasional tidaklah ringan. 1. perbankan menyatakan bahwa bank adalah : badan usaha yang menghimpun

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang yang dilaksanakan secara terpadu dan terencana

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan dengan asas-asas dan norma-normanya dan juga oleh

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

METODE PENELITIAN. perundang-undangan, asasasas, mempelajari kaedah hukum, teori-teori, doktrin-doktrin

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. zoon politicon, yakni sebagai makhluk yang pada dasarnya. selalu mempunyai keinginan untuk berkumpul dengan manusia-manusia lainnya

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pengadilan. Karena dalam hal ini nilai kebersamaan dan kekeluargaan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ada tata hukum yaitu tata tertib dalam pergaulan hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Bandung: PT. Citra Adiya Bakti, 2001, hal.vii-viii.

METODE PENELITIAN. Pendekatan masalah yang akan digunakan dalam skripsi ini adalah Pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai

BAB I PENDAHULUAN. setelah melakukan musyawarah dengan para shahabatnya. pikiran, gagasan ataupun ide, termasuk saran-saran yang diajukan dalam

METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. 1

GUGAT BALIK (REKONVENSI) SEBAGAI SUATU ACARA PENYELESAIAN PERKARA PERDATA DALAM PERADILAN DI PENGADILAN NEGERI KLATEN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif (normative legal

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang dalam melakukan kehidupan sehari-hari, seringkali tidak pernah lepas dalam melakukan

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG ACARA GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada umumnya kedudukan seorang konsumen masihlah lemah dalam bidang ekonomi, pendidikan, dan daya tawar. Oleh karena itu sangatlah dibutuhkan adanya undang-undang yang melindungi kepentingan-kepentingan konsumen yang selama ini terabaikan. Usaha Pemerintah untuk menuangkan perlindungan konsumen dalam suatu produk hukum merupakan sebagai jaminan kepada penyelenggaraan Perlindungan Konsumen. Ini merupakan suatu hal yang sangat penting karena hanya hukum yang memiliki kekuatan untuk memaksa pelaku usaha untuk menaatinya, dan juga hukum memiliki sanksi yang tegas. Mengingat dampak penting yang dapat ditimbulkan akibat tindakan pelaku usaha yang sewenang-wenang dan hanya mengutamakan keuntungan dari bisnisnya sendiri, maka pemerintah memiliki kewajiban untuk melindungi konsumen yang posisinya memang lemah, disamping ketentuan hukum yang melindungi kepentingan belum memadai. 1 Posisi konsumen sebagai pihak yang lemah juga diakui secara internasional sebagaimana tercermin dalam revolusi Majelis Umum PBB, no.a/res/39/248 tahun 1985, tentang Guidelines for Consumer Protection of 1985, yang menyatakan bahwa : Taking into account the interest and needs of consumers in all countries, particularly tose in developing countries, recognizing that consumers often face imbalances in economics terms, educational levels, and bearing in mind that consumers should have the right of acces to 1 Indonesia, Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen. UU No. 8 Tahun 1999, LN No. 42 tahun 1999, TLN No. 3821, bagian penjelasan.

non-hazardous products, as well as the right to promote just, equitable and sustainable economic and social development. Guidelines tersebut menghendaki agar konsumen dimanapun mereka berada mempunyai hak-hak tertentu dengan tidak memandang status sosialnya. Hak-hak dasar tersebut adalah hak untuk mendapatkan informasi yang jelas, benar, dan jujur, hak untuk mendapatkan keamanan dan keselamatan, hak untuk memilih, hak untuk didengar, hak untuk mendapatkan ganti rugi, hak untuk mendapatkan keamanan dan keselamatan, hak untuk mendapatkan kebutuhan dasar manusia, hak untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan bersih serta kewajibannya untuk menjaga lingkungannya itu, dan untuk mendapatkan pendidikan dasar. PBB menghimbau kepada seluruh anggotanya untuk memberlakukan hak-hak konsomen tersebut di negaranya masingmasing. 2 Berdasarkan kondisi seperti tersebut, akhirnya upaya perlindungan dan pemberdayaan terhadap konsumen diwujudkan dengan dilahirkannya UUPK yang selanjutnya disebut sebagai UUPK. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. 3 Kepastian hukum itu meliputi segala upaya untuk memberdayakan konsumen memperoleh atau menentukan pilihannya terhadap suatu barang dan jasa kebutuhannya serta mempertahankan atau membela hak-haknya apabila dirugikan oleh pelaku usaha penyedia kebutuhan konsumen tersebut. 4 Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang selanjutnya disebut UUPK membagi penyelesaian sengketa konsumen ke dalam dua mekanisme, yaitu 2 Mahkamah Agung Republik Indonesia, Naskah Akademis tentang perlindungan konsumen, (Jakarta: puslitbang hukum dan peradilan Mahkamah Agung RI, 2006), hal. 2 3 Indonesia, Op. Cit. ps 1 angka 1 4 Az. Nasution, Aspek Hukum perlindungan Konsumen, Jurnal Teropong, Mei, 2003 Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia, hlm 6-7

penyelesaian sengketa melalui mekanisme di luar pengadilan dan di dalam pengadilan. Penyelesaian sengketa melalui mekanisme di luar pengadilan atau penyelesaian sengketa secara damai, oleh para pihak sendiri yaitu konsumen dan pelaku usaha serta melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Penyelesaian sengketa melalui mekanisme yudisial yaitu melalui pengadilan perdata atau pidana. 5 Penyelesaian sengketa secara damai dilakukan oleh para pihak yang bersengketa yaitu pelaku usaha dan konsumen. Penyelesaian sengketa secara damai merupakan upaya hukum yang harus terlebih dahulu diusahakan oleh para pihak yang bersengketa, sebelum para pihak memilih untuk menyelesaikan sengketa mereka melalui BPSK atau badan peradilan. Hal ini dimaksudkan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita konsumen. 6 Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dibentuk untuk menyelesaiakan sengketa konsumen di luar pengadilan. 7 Hal ini untuk mempermudah, mempercepat, dan mempermurah. Mekanisme yang dipergunakan oleh BPSK ini adalah konsiliasi, mediasi dan arbitrase. 8 Penyelesaian sengketa konsumen melalui proses yudisial adalah proses penyelesaian sengketa dengan cara mengajukan gugatan secara perdata menurut instrument hukum perdata, 5 Mahkamah Agung Republik Indonesia, Naskah Akademis tentang Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Puslitbang Hukum dan peradilan Mahkamah Agung RI, 2006), hal. 5. 6 Ibid., hal.6 7 Indonesia, Op. Cit. ps. 49 ayat 1 8 Ibid., ps. 52 huruf a.

penyelesaian sengketa konsumen secara pidana, penyelesaian sengketa konsumen melalui hukum peradilan Tata Usaha Negara, dan melalui mekanisme hukum hak menguji materil. 9 Skripsi ini akan mendeskripsikan dan melakukan analisis atas penyelesaian sengketa perlindungan konsumen di Indonesia terutama di kota Padang provinsi Sumatera Barat. Deskripsi yang difokuskan adalah bagaimana mekanisme upaya keberatan terhadap putusan BPSK yang dapat dilakukan oleh para pihak yang bersengketa melalui Pengadilan. Dalam penulisan ini penulis akan menulis mengenai upaya keberatan yang dilakukan dalam pelaksanaan peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2006 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan terhadap Putusan BPSK selanjutnya disebut PERMA terhadap putusan BPSK dan permasalahan yang ditimbulkan atas diberlakukan PERMA tersebut. Di dalam Pasal 54 ayat (3) UUPK disebutkan bahwa Putusan Majelis bersifat final sedangkan di dalam pasal selanjutnya yaitu Pasal 55 ayat (3) disebutkan bahwa pelaku usaha yang tidak mengajukan keberatan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dianggap menerima putusan BPSK. Hal ini menunjukan putusan BPSK adalah bersifat final bukanlah final dalam arti yang mutlak dan adanya upaya hukum keberatan apabila pelaku usaha tidak menerima putusan BPSK. UU Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen tersebut yang menjelaskan adanya upaya hukum keberatan terhadap putusan BPSK, juga tidak menjelaskan secara langsung bagaimana syarat atau proses tahap-tahap tata cara pengajuan keberatan atas putusan BPSK tersebut ke Pengadilan Negeri. Serta di dalam Pasal 6 ayat (5) Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 2006 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan terhadap Putusan BPSK dijelaskan bahwa dalam hal keberatan diajukan atas dasar alasan lain di luar ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (3), Majelis Hakim dapat mengadili sendiri sengketa konsumen yang bersangkutan. Disana juga 9 Mahkamah Agung Republik Indonesia, Naskah Akademis tentang Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Puslitabang Hukum dan peradilan Mahkamah Agung RI, 2006), hal 115.

tidak dijelaskan bagaimana pengajuan keberatan atas dasar alasan lain di luar ketentuan tersebut yang seperti apa dan bagaimana yang dapat Majelis hakim jadikan sebagai alasan untuk menerima keberatan tersebut dan dapat Majelis Hakim mengadili sendiri, serta nantinya dapat dijadikan sebagai pertimbangan putusan oleh Majelis Hakim dalam penjatuhan putusannya. Semenjak berlakunya UU Perlindungan konsumen dan PERMA tersebut khususnya di dalam Pengadilan Negeri Klas 1 A Padang, pada tahun 2006 sudah banyak musuk perkaraperkara mengenai keberatan terhadap putusan BPSK sampai saat sekarang ini, yang mana pada perkara keberatan terhadap putusan BPSK di Pengadilan Negeri Klas 1A Padang dengan nomor perkara 144/Pdt.G/2012/PN.PDG, disini muncul pertanyaan bagaimana pertimbanganpertimbangan putusan Majelis Hakim dalam menerima dan mengadili sendiri perkara tersebut. Sebab penulis temukan pemeriksaan keberatan tidak didasarkan atas dasar putusan BPSK dan berkas perkara, sesuai dengan yang diatur Pasal 6 ayat (2) PERMA No.1 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan terhadap Putusan BPSK, namun fakta-fakta baru yang muncul saat persidangangan, sehingga menimbulkan putusan baru yang tidak terkait dengan putusan BPSK yang dijadikan dasar pemeriksaan keberatan pengajuan keberatan tersebut. Hal inilah yang mendasari penulis untuk menulis skripsi. B. Rumusan Masalah Atas berbagai permasalahan yang dipaparkan dalam latar belakang terdapat beberapa hal yang menjadi pokok analisis dalam skripsi ini, yaitu : 1. Bagaimana pelaksanaan PERMA No. 1 tahun 2006 di Pengadilan Negeri Klas 1A Padang? 2. Apa yang menjadi pertimbangan atau alasan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Klas 1A Padang untuk menerima atau tidak upaya keberatan yang diajukan oleh pihak yang

bersengketa yang keberatan atas putusan BPSK dalam hal keberatan diajukan atas dasar alasan lain di luar ketentuan yang ada, yang mana majelis hakim dapat mengadili sendiri sengeketa konsumen yang bersangkutan setelah berlakunya peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2006? C. Tujuan Penelitian Adapun Tujuan dilakukan analisis terhadap penyelesaian sengketa perlindungan konsumen, yaitu : 1. Memberikan gambaran yang disertai dengan analisis terkait proses penyelesaian sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha melalui pengadilan menurut Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2006. 2. Memberikan gambaran yang disertai dengan analisis terkait dasar-dasar dan alasan-alasan yang dijadikan pertimbangan Majelis Hakim menerima keberatan terhadap putusan BPSK yang diajukan oleh pihak yang bersengketa dalam hal keberatan diajukan atas dasar alasan lain di luar ketentuan PERMA. D. Manfaat Penelitian Dari penelitian ini penulis mengharapkan adanya manfaat yang dapat diambil yaitu: 1. Manfaat Teoritis a. Penulis mengharapkan penelitian ini bermanfaat bagi pembangunan hukum pada umumnya dan bidang hukum perdata pada khususnya. b. Untuk menambah pembendaharaan litelatur dibidang hukum, khususnya bahan bacaan dibidang hukum perdata.

c. Sebagai bahan perbandingan bagi peneliti yang ingin mendalami masalah ini lebih lanjut. 2. Manfaat Praktis a. Diharapkan bermanfaat bagi masyarakat sebagai pengetahuan dalam bidang hukum. b. Bagi peneliti dapat melatih dan mengasah kemampuan penulis dalam mengkaji dan menganalisis teori-teori yang didapat dari bangku kuliah dengan penerapan teori dan peraturan yang terjadi di masyarakat. E. Metode Penelitian Pada dasarnya suatu penelitian yang dilakukan ditujukan untuk memperoleh data dalam usaha pemecahan masalah yang telah dirumuskan, namun hal itu dilakukan menurut kaidahkaidah penelitian ilmiah yang tersusun secara sistematis. Dengan demikian penelitian yang dilaksanakan tidak lain untuk memperoleh data yang telah teruji kebenaran ilmiahnya. 1. Pendekatan Masalah Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis-empiris dengan melihat pada aspek hukum(perundang-undangan) yang berlaku dikaitkan dengan fakta dan prakteknya di lapangan dengan melakukan penelitian di Pengadilan Negeri Klas 1A Kota Padang. 2. Sifat penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif yaitu penelitian yang menggambarkan secara luas tentang bagaimana tata cara pelaksanaan dalam persidangan keberatan terhadap putusan BPSK di Kota Padang menurut PERMA No.1 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengajuan Putusan Keberatan terhadap putusan BPSK.

3. Sumber dan Jenis Data a. Sumber Data Dalam penelitian ini diperlukan data yag bersumber dari : 1) Penelitian Kepustakaan (library reasearch) yaitu mempelajari dokumen dan literatur yang berubungan dengan permasalahan yang diteliti. 2) Penelitian Lapangan (Field Reasearch) yang diperoleh langsung dengan melakukan wawancara dengan hakim yang memeriksa dan mengadili perkara perdata yang berkaitan dengan perkara pengajuan keberatan terhadap putusan BPSK. 4. Jenis Data Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan ialah : 1) Data Primer Data Primer yaitu data yang yang belum diolah. Data primer ini juga disebut sebagai data yang diperoleh langsung dari sumber pertama. 10 2) Data Skunder Penelitian kepustakaan diperlukan untuk memperoleh data skunder yang tidak dapat dipisahkan dari objek atau permasalahan yang akan dipecahkan atau perumusan masalah yang telah dirumuskan sebelumnya. Dengan bantuan dari literatur yang diperlukan dapat memecahkan permasahannya secara teoritisnya. Data sekunder tersebut berbentuk bahan-bahan hukum, antara lain : a) Bahan Hukum Primer Hlm. 30 10 Amiruddin, 2003, Pengantar Metode Penelitin Hukum, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,

Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah keterangan atau fakta yang secara langsung diperoleh dari sumber data. Sumber data primer yang digunakan berupa : (1) Herziene op de Burgerlijke Rechtsvordering ( HIR ) (2) Rechtsreglement voor de Buitengewesten ( RBG ) (3) Kitab Undang-undang Hukum Acara Perata ( BW ) b) Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai peraturan perundangundangan pada bahan hukum primer yang berupa hasil-hasil penelitian, buku-buku, literatur-literatur, referensi, dan lain-lain yang berkaitan dengan masalah yang penulis bahas. c) Bahan Hukum Tersier Bahan hukum ini pada dasarnya memberikan penjelasan atas berbagai istilah yang digunakan, baik yang terdapat dalam peraturan-peraturan sebagaimana dikemukakan, maupun istilah asing yang digunakan oleh para ahli. Bahan hukum tersier ini dapat berupa; kamus umum baik kamus bahasa Indonesia. d) Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara : a. Wawancara Wawancara dilakukan dengan cara semi struktur yaitu wawancara yang dilakukan tidak hanya berpedoman pada daftar pertanyaan yang disiapkan sebelumnya, tetapi disesuaikan dengan apa yang terjadi di lapangan, pertanyaanpertanyaan lain bisa saja muncul saat wawancara.

b. Studi Dokumen Studi dokumen merupakan suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui data tertulis dengan menggunakan kontent analisis, yakni dengan cara menganalisis dokumen-dokumen yang telah penulis dapatkan di lapangan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. 11 e) Pengolahan dan Analisis Data a. Pengolahan data Setelah data diperoleh selanjutnya dilakukan pengolahan data melalui proses pengeditan atau editing yaitu meneliti kembali catatan-catatan yang telah diperoleh untuk mengetahui apakah catatan-catatan itu sudah cukup baik dan dapat segera disiapkan untuk keperluan proses berikutnya. Editing dilakukan terhadap kuisioner-kuisioner yang disusun terstruktur, dan yang pengisiannya melalui wawancara formal maka dengan editing inilah akan memahami ulang hasil wawancara. Dengan ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas kebaikan data yang hendak diolah atau dianalisis. b. Analisis Data Dari data yang telah diolah sebagaimana dimaksudkan di atas, selanjutnya dilakukan analisis dengan menggunakan analisis kualitatif, yaitu didasarkan kepada peraturan perundang-undangan. 11 Soerjono Soekanto, 2008, Pengantar Penelitian Hukum, UI-PRESS, Jakarta, hal. 21.