TENTANG PENGELOLAAN PASAR TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI,

dokumen-dokumen yang mirip
PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PASAR KABUPATEN

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA,

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DI KABUPATEN CILACAP

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN PASAR RAKYAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PASAR TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 28 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA BUPATI BARITO KUALA,

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 1 Tahun 2002 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 6 TAHUN 2002 T E N T A N G PENGELOLAAN PASAR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 2 Tahun : 2011 Seri : C

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMBERDAYAAN PASAR MILIK PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TENTANG WALIKOTA CIMAHI, selain. Kota. Cimahi;

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 76 TAHUN : 2007 SERI : C PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 7 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN PASAR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PASAR

PENGELOLAAN PASAR DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PASAR TRADISIONAL KABUPATEN PURBALINGGA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 24 TAHUN 2011 SERI : E NOMOR : 7

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Area Pasar;

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGAH TAHUN 2012 NOMOR 137 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGAH NOMOR 31 TAHUN 2012

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 19 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DI KOTA BANDUNG

PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL PENUMPANG DI KABUPATEN MAGELANG

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DESA

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2009 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 23 TAHUN 2011 SERI : E NOMOR : 6

BUPATI KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,

PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PASAR DI KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 06 TAHUN 2009 TENTANG PENGURUSAN PASAR KABUPATEN LAMONGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI TIMUR,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 10 TAHUN 2008 SERI : E NOMOR : 5

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BUPATI BATANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BELITUNG TIMUR,

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 7 TAHUN 2006 SERI : C NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 7 TAHUN 2006 T E N T A N G

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 12 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DAN TEMPAT BERJUALAN PEDAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 04 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA DEPOT AIR MINUM ISI ULANG

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN PASAR BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA

I Z I N P E N G G U N A A N K I O S D A N L O S P A S A R D E N G A N R A H M A T T U H A N Y A N G M A H A E S A

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 91 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN PASAR DESA

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG TERMINAL BARANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DESA

Salinan NO : 9/LD/2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN 2014

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG IZIN TEMPAT USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU,

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PASAR RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

BUPATI KEPULAUAN ARU PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ARU NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PASAR

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 13 TAHUN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM DALAM TRAYEK

4. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Batang dengan mengubah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang

- 1 - WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN TEMPAT USAHA DAN GANGGUAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : E

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 41 TAHUN 2016

NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA,

PEMERINTAH KABUPATEN BLORA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

BUPATI TAPIN PERATURAN DERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 15 TAHUN TAHUN 2010 TENTANG PERIZINAN DIBIDANG ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

BUPATI LUWU TIMUR PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2003 Seri : E

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 135 TAHUN : 2011 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG IZIN GANGGUAN

-1- PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BALANGAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR NOMOR : 15 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PARKIR KENDARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BUTON PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PASAR BUPATI BUTON,

BUPATI BANGKA TENGAH

PERATURAN DAERAH KOTA PALEMBANG NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALEMBANG,

S A L I N A N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG KETERTIBAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULELENG,

Salinan NO : 4/LD/2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 4 TAHUN 2014

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOABARU NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI

RANCANGAN QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 10 TAHUN 2010 T E N T A N G RETRIBUSI PELAYANAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

BUPATI WONOGIRI PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN PASAR TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI, Menimbang : a. bahwa untuk mendorong keberadaan pasar tradisional agar dapat bersaing dan berkompetisi secara sehat perlu dikelola dan diberdayakan secara profesional; b. bahwa dalam rangka melaksanakan pengelolaan pasar tradisional secara profesional dan handal perlu peran serta masyarakat; c. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 18 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2012, Bupati melakukan pengelolaan dan pemberdayaan pasar tradisional; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Pasar Tradisional; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Provinsi Jawa Tengah (Berita Negara Republik Indoneia Tahun 1950 Nomor 42);

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli Dan Persaingan Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3817); 4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 22, Tambahan Lembaga Negara Republik Indonesia Nomor 382); 5. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4722); 6. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866); 7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3718); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara / Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5533);

11. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan Dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-Undangan; 12. Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern; 13. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Wonogiri Nomor 3 Tahun 1988 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil Di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Wonogiri (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Wonogiri Tahun 1988 Nomor 7); 14. Peraturan Daerah Kabupaten Wonogiri Nomor 9 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Wonogiri Tahun 2011-2031 (Lembaran Daerah Kabupaten Wonogiri Tahun 2011 Nomor 9, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Wonogiri Nomor 97); Dengan Persetujuan Bersama, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN WONOGIRI dan BUPATI WONOGIRI MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN PASAR TRADISIONAL BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Wonogiri.

2. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 3. Bupati adalah Bupati Wonogiri. 4. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah yang mempunyai fungsi dan tanggungjawab di bidang pengelolaan pasar. 5. Pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu, baik yang disebut pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plasa, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya. 6. Pengelolaan Pasar Tradisional adalah penataan pasar tradisional mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pasar tradisional. 7. Pasar Tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar. 8. Pasar Desa adalah pasar tradisional yang berkedudukan di desa dan dikelola serta dikembangkan oleh Pemerintah Desa dan masyarakat desa. 9. Pengelola Pasar adalah segala usaha dan tindakanyang dilakukan dalam rangka optimalisasi fungsi pasar melalui perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian, pengawasan dan pengembagan secara berkesinambungan. 10. Kios adalah pembangunan tetap di lingkungan pasar, beratap dan dipisahkan dengan dinding pemisah mulai dari lantai sampai dengan langitlangit serta dilengkapi dengan pintu dan dipergunakan untuk berjualan barang dan atau jasa. 11. Los dengan sekat adalah bangunan tetap, beratap dilengkapi dinding penuh sampai atap di sisi belakang dan antar tempat dasaran disekat dengan dinding rendah sebagai pemisah dan dipergunakan untuk berjualan. 12. Los tanpa sekat adalah bangunan tetap, beratap memanjang tanpa dinding yang penggunaannya terbagi dalam petak-petak dan dipergunakan untuk berjualan.

13. Los sementara adalah bangunan sementara yang beratap yang terletak diatas lahan pasar untuk berjualan yang dibangun secara swadaya oleh pedagang. 14. Ampalan ialah fasilitas yang disediakan oleh Pemerintah Daerah untuk menaikkan atau menurunkan hewan atau barang dari atau ke atas pedagang. 15. Pelataran adalah tempat di dalam lingkungan pasar yang tidak didirikan kios dan/atau los dan/atau bangunan penunjang pasar lainnya dan dipergunakan untuk berjualan barang atau jasa, termasuk kawasan di luar pasar yang bersifat terbuka seperti halaman, jalan, gang dan lain-lain dalam batas tertentu yang menerima/mendapatkan dampak keramaian dari keberadaan pasar. 16. Kawasan Pasar adalah lahan diluar pasar dengan batas-batas tertentu yang menerima/mendapatkan dampak keramaian dari keberadaan pasar. 17. Pedagang adalah orang pribadi atau badan yang memakai tempat untuk berjualan barang maupun jasa secara tetap maupun tidak tetap di pasar milik Pemerintah Daerah. 18. Surat Izin tempat Usaha yang selanjutnya disebut SITU adalah pemberian izin tempat usaha kepada orang pribadi/badan di lokasi pasar tradisional. 19. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PPNS adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang khusus dan kewajiban untuk melakukan penyidikan terhadap penyelenggaraan Peraturan Daerah. BAB II TUJUAN, RUANG LINGKUP DAN KRITERIA BagianKesatu Tujuan Pasal 2 Pengelolaan Pasar Tradisional bertujuan untuk: a. menciptakan pasar tradisional yang tertib, teratur, aman, bersih dan sehat; b. meningkatkan pelayanan kepada masyarakat; c. menjadikan pasar tradisional sebagai penggerak roda perekonomian daerah; dan d. menciptakan pasar tradisional yang berdaya saing dengan pusat perbelanjaan dan toko modern.

e. memberdayakan pasar tradisional agar mampu berkembang, tangguh, maju, mandiri, dan berdaya saing. f. memberikan perlindungan terhadap pasar tradisional; g. memberdayakan potensi ekonomi lokal; dan h. meningkatkan pertumbuhan ekonomi. BagianKedua RuangLingkup Pasal 3 Ruang lingkup pengelolaan pasar tradisional dalam Peraturan Daerah ini adalah pengelolaan pasar tradisional yang dimiliki, di bangun dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah. BagianKetiga Kriteria Pasal 4 Kriteria pasar tradisional meliputi : a. dimiliki, dibangun dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah; b. transaksi dilakukan secara tawar menawar; c. tempat usaha beragam dan menyatu dalam lokasi yang sama; dan d. sebagian besar barang dan jasa yang ditawarkan berbahan baku lokal. BAB III FUNGSI PASAR Pasal 5 (1) Pasar berfungsi sebagai tempat pelayanan kepada masyarakat dalam melakukan kegiatan jual beli barang dan/atau jasa. (2) Selain fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasar dapat berfungsi untuk kegiatan lainnya sepanjang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan jual beli barang dan/atau jasa.

BAB IV PENGELOLAAN Bagian Kesatu Perencanaan Paragraf 1 Umum Pasal 6 (1) Bupati melalui kepala SKPD melakukan perencanaan pasar tradisional. (2) Perencanaan pasar tradisional sebagaimana di maksud ayat (1) meliputi perencanaan fisik dan perencanaan non fisik. Paragraf 2 Perencanaan Fisik Pasal 7 (1) Perencanaan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), meliputi: a. penentuan lokasi; b. penyediaan fasilitas bangunan dan tata letak pasar; dan/atau c. sarana pendukung. (2) Perencanaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk pembangunan pasar tradisional baru. (3) Perencanaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c, berlaku untuk rehabilitasi pasar dan/atau rekontruksi pasar. Pasal 8 Penentuan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. kesesuaian dengan rencana tata ruang; b. telah mempunyai embrio pasar; c. dekat dengan pemukiman penduduk atau pusat kegiatan ekonomi masyarakat;

d. dapat berlokasi pada setiap sistem jaringan jalan; dan e. memiliki sarana dan prasarana transportasi yang menghubungkan ibukota kabupaten dan ibukota kecamatan dengan lokasi pasar baru yang akan dibangun. Pasal 9 (1) Fasilitas bangunan dan tata letak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b, antara lain: a. bangunan kios dan los dibuat dengan ukuran standar ruang tertentu: b. petak atau blok dengan akses jalan pengunjung ke segala arah; c. pencahayaan dan sirkulasi udara yang cukup; d. penataan kios dan los berdasarkan golongan dengan melihat jenis barang dagangan; dan e. bentuk bangunan pasar selaras dengan karakteristik budaya daerah. (2) Standar luas bangunan kios dan los sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diatur per petak dengan ketentuan sebagai berikut: a. kios dengan ukuran 4 m 2 (empat meter persegi), 8 m 2 (delapan meter persegi), 12 m 2 (duabelas meter persegi), 16 m 2 (enam belas meter persegi), dan 24 m 2 (dua puluh empat meter persegi); dan b. los dengan luasan ukuran paling sedikit 1 m 2 (satu meter persegi) dan paling banyak 12 m 2 (dua belas meter persegi). (3) Standar luas los tanpa sekat yang digunakan untuk menjual daging dan sejenisnya dengan ukuran 2 m 2 (dua meter persegi) sampai dengan 4 m 2 (empat meter persegi). (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitas bangunan dan tata letak pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 10 Sarana pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c, mencakup: a. kantor pengelola; b. areal parkir kendaraan; c. tempat pembuangan sampah sementara/sarana pengelolaan sampah; d. sarana air bersih; e. sanitasi/drainase;

f. tempat ibadah; g. toilet umum; h. pos keamanan; i. tempat pengolahan limbah/instalansi pengeluaran air limbah; j. hidran dan fasilitas pemadam kebakaran; k. penteraan; l. sarana komunikasi; m. areal bongkar muat dagangan; n. tempat promosi. o. instalasi listrik; p. penerangan umum; dan q. fasilitas perbankan. Pasal 11 Areal parkir kendaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b, paling sedikit seluas kebutuhan parkir 1 (satu) unit kendaraan roda 4 (empat) untuk setiap 100 m 2 (seratus meter persegi) luas lantai penjualan pasar. Pasal 12 (1) Masyarakat dapat berpatisipasi melaksanakan pembangunan fasilitas pasar atas biaya sendiri setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari Bupati atau pejabat yang ditunjuk. (2) Fasilitas pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selanjutnya akan menjadi hak milik Pemerintah Daerah. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara partisipasi masyarakat dalam pembangunan fasilitas pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 13 (1) Pasar tradisional di daerah diklasifikasikan berdasarkan fasilitas, prasarana dan sarana pendukung pasar, yang terdiri: a. kelas pasar tipe A; b. kelas pasar tipe B; c. kelas pasar tipe C. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai klasifikasi pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.

(3) Kelas pasar pada masing-masing pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bupati. Paragraf 3 Perencanaan Non Fisik Pasal 14 Perencanaan non fisik pasar tradisional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), dilakukan untuk melaksanakan kegiatan pengelolaan pasar sesuai dengan standar operasional yang ditetapkan. Pasal 15 (1) Standar operasional dan prosedur pengelolaan pasar tradisional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 mencakup ketentuan : a. sistem penarikan retribusi di lingkungan pasar; b. sistem keamanan dan ketertiban; c. sistem kebersihan dan penanganan sampah; d. sistem perparkiran; e. sistem pemeliharaan sarana pasar; f. sistem penteraan; dan g. sistem penanggulangan kebakaran. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan standar operasional dan prosedur diatur dengan Peraturan Bupati. Bagian kedua Pelaksanaan Pasal 16 (1) Rencana fisik dan non fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) disusun dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah dan Renstra SKPD sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Rencana fisik dan non fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijabarkan ke dalam Renja SKPD dan Rencana Kerja Perangkat Daerah sebagai landasan penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Pasal 17 Bupati melaksanakan kegiatan pengelolaan pasar sesuai dengan perencanaan fisik dan non fisik yang dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Pasal 18 (1) Bupati dapat melakukan kerjasama dengan pihak ketiga untuk pembangunan pasar baru, rehabilitasi pasar dan pengelolaan pasar. (2) Pelaksanaan kerjasama dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan. Pasal 19 Pengelolaan pasar desa dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangundangan. BAB V PERIZINAN PENGGUNAAN KIOS DAN LOS Bagian kesatu SITU Pasal 20 Setiap orang atau badan yang menggunakan tempat dasaran berupa kios dan/atau los di pasar wajib memiliki SITU. Pasal 21 (1) Pemberian SITU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikenakan biaya perijinan. (2) Pemberian SITU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh SKPD. (3) Pedagang yang menempati los di pasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikenakan biaya penempatan baru. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai biaya perijinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Daerah tersendiri.

Pasal 22 SITU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 tidak berlaku sebagai bukti kepemilikan kios dan/atau los. Bagian Kedua Dasar Pemberian SITU Pasal 23 Pemberian SITU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) didasarkan pada ketentuan sebagai berikut : a. ketersediaan tempat dasaran; b. jumlah tempat dasaran berupa kios atau los yang telah digunakan oleh pemohon; c. kesesuaian mata dagangan yang dimohonkan dengan golongan jenis dagangan di sekitarnya; dan d. diutamakan pedagang yang sudah lama aktif di pasar bersangkutan dan belum memiliki tempat dasaran tetap. Pasal 24 (1) Jumlah tempat dasaran kios sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf b, dapat diberikan kepada setiap pedagang paling banyak 2 (dua) unit/satuan ukuran kios pada setiap pasar. (2) Jumlah tempat dasaran los sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf b, dapat diberikan kepada setiap pedagang paling banyak 2 (dua) petak pada setiap pasar. Bagian Ketiga Masa Berlaku SITU Pasal 25 (1) Masa berlakunya SITU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 selama 3 (tiga) tahun dan dapat diperbaharui. (2) SITU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan daftar ulang setiap 1 (satu) tahun. Pasal 26 (1) SITU hanya berlaku untuk 1 (satu) kios atau los.

(2) SITU Hak Sewa tidak dapat dipindahtangankan sedangkan SITU Hak Pemberian ijin tempat berdagang kios dan/atau los pasar dapat dipindah tangankan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tatacara pemindahtanganan diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 27 (1) Setiap pedagang pasar wajib memiliki kartu pedagang SITU. (2) Kartu pedagang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kartu pedagang kios atau los untuk pedagang pada tempat dasaran berupa kios atau los. BAB VI KEWAJIBAN DAN LARANGAN Pasal 28 (1) Pemegang SITU wajib: a. menaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. membayar retribusi sesuai dengan ketentuan yang berlaku; c. membayar biaya SITU pertahun sesuai kelas pasar; d. selalu menjaga kebersihan, ketertiban dan keindahan; dan e. mengembalikan SITU apabila lokasi tempat berjualan tidak digunakan. (2) Setiap pemegang SITU dilarang: a. mempergunakan kios dan/atau los untuk tempat tinggal; b. mempergunakan kios dan/atau los untuk berjualan dan/atau kegiatan yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan; c. memperbolehkan orang lain berada dalam kios dan/atau los sesudah ditutup; d. mengubah dan/atau menambah bangunan tanpa seijin Bupati; e. melakukan aktivitas jual beli pada kios dan/atau los yang bukan haknya; dan f. menggunakan mesin tanpa dilengkapi peredam getaran suara dan/atau mengalihfungsikan kios atau los. Setiap orang atau badan dilarang : Pasal 29

a. menempatkan atau mengendarai kendaran dan/atau alat pengangkut barang tidak ditempat yang disediakan atau yang dapat mengganggu lalu lintas umum; b. bertempat tinggal di dalam pasar tradisional; c. berada di dalam pasar tradisional pada saat pasar tradisional ditutup, kecuali atas izin penanggung jawab pengelola; d. masuk ke dalam pasar tradisional dengan maksud meminta sumbangan/derma, mengemis atau mengamen; e. masuk kedalam pasar tradisional dalam keadaan mabuk, pelepas uang (rentenir) secara terang-terangan maupun secara terselubung, berjudi, perbuatan amoral lainnya; f. mengotori halaman, kios, bangunan dan peralatan serta barang-barang inventaris pasar tradisional; g. merusak dan/atau menyalakan apa yang dapat membahayakan keamanan; h. memperjualbelikan barang atau jasa yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; i. membuang atau menempatkan sampah dan benda-benda lainnya yang dapat mengganggu ketertiban, kenyamanan, dan keamanan pasar tradisional; j. melakukan kegiatan yang dapat mengganggu ketertiban, kenyamanan dan keamanan pasar tradisional; k. mendirikan bangunan di pasar tradisonal tanpa seizin Bupati; dan l. mengadakan promosi di area pasar tradisional tanpa seijin pengelola. BAB VII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Bagian Kesatu Pembinaan Pasal 30 (1) Bupati melakukan pembinaan baik secara teknis, administrasi dan keuangan kepada pengelola pasar tradisional. (2) Ketentuan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua Pengawasan Pasal 31 Bupati melalui SKPD melakukan pengawasan pasar tradisional. BAB VIII PENGENDALIAN DAN EVALUASI Pasal 32 (1) Kepala SKPD melakukan pengendalian dan evaluasi pengelolaan pasar tradisional. (2) Pengendalian dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap: a. kebijakan pengelolaan pasar tradisional; b. pengelola dan pedagang; c. pendapatan dan belanja pengelolaan pasar tradisional; dan d. sarana dan prasarana pasar tradisional. BAB IX SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 33 (1) Pedagang yang tidak memenuhi ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah ini dikenakan sanksi administrasi berupa: a. peringatan tertulis; b. pembekuan sementara SITU dan/atau kartu pedagang; c. pencabutan SITU dan/atau kartu pedagang; atau d. pembongkaran bangunan pasar yang dibangun tanpa izin. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan tahapan penerapan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati. BAB X KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 34 (1) Penyidikan atas pelanggaran peraturan daerah ini dilakukan oleh PPNS di lingkungan Pemerintah Daerah yang pengangkatannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Dalam melakukan tugas penyidikan, PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang: a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana pelanggaran; b. melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian dan melakukan pemeriksaan; c. menyuruh berhenti seseorang dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; d. melakukan penyitaan benda dan/atau surat; e. memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; f. mendatangkan orang ahli yang dipergunakan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; dan g. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik bahwa tidak terdapat bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana yang selanjutnya melalui penyidik memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka dan keluarganya. (3) Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) PPNS wajib menyusun berita acara atas setiap tindakan pemeriksaan tempat kejadian, saksi dan tersangka, serta melaporkan hasilnya kepada Bupat BAB XI KETENTUAN PIDANA Pasal 35 (1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 28 dan 29 Peraturan Daerah ini dikenakan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.

BAB XII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 36 Pada saat peraturan daerah ini mulai berlaku, ijin tempat dasaran yang telah di keluarkan dan masih berlaku, tetap berlaku sampai dengan berakhirnya jangka waktu ijin dimaksud. BAB XIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 37 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peratruan daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Wonogiri. Ditetapkan di Wonogiri, pada tanggal 30 Desember 2014 BUPATI WONOGIRI Diundangkan di Wonogiri, pada tanggal 30 Desember 2014 SEKERTARIS DAERAH KABUPATEN WONOGIRI DANAR RAHMANTO SUHARNO LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI TAHUN 2014 NOMOR 9 NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI, PROVINSI JAWA TENGAH : (301/2014)

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN PASAR TRADISIONAL I. UMUM Pasar merupakan salah satu kegiatan perdagangan yang tidak bisa terlepas dari kegiatan sehari-hari manusia. Dengan semakin pesatnya perkembangan penduduk maka semakin besar pula tuntutan kebutuhan akan pasar baik secara kuantitas maupun kualitas. Keberadaan pasar tradisional dan pasar modern sudah menjadi bagian yang tidak terlepaskan dalam kehidupan masyarakat perkotaan. Pasar sebagai proses Kegiatan jual beli berperan dalam mendorong lajunya roda perekonomian masyarakat di daerah, seiring dengan dinamika perkembangan jaman dan masyarakat terutama dengan kehadiran pasar modern di daerah maka Pemerintah Daerah memandang perlu mempertahankan keberadaan pasar tradisional untuk selanjutnya menata dan mengelolanya secara terencana, terpadu, teratur dan tertib. Keberadaan pengelolaan pasar bertujuan untuk mewujudkan pelayanan bagi masyarakat berupa penyediaan fasilitas pasar yang dapat menunjang terselenggaranya proses jual beli yang nyaman dan aman serta tersedianya sarana prasarana yang memadahi, perlu dikelola secara baik dan profesional. Bahwa pengelolaan pasar trasisional secara khusus belum diatur dalam bentuk Peraturan Daerah, sebagai wujud pendelegasian pengaturan dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, maka Peraturan Daerah ini dapat digunakan sebagai landasan hukum untuk mengatur kegiatan pasar milik Pemerintah Daerah, sehingga dapat meningkatkan pelayanan bagi masyarakat pada umumnya dan para pedagang yang memanfaatkan fasilitas pasar sebagai tempat menjalankan usaha pada khususnya.

II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Ayat (1) Ayat (2) Yang dimaksud dengan kegiatan lainnya adalah kegiatan selain jual beli barang dan/atau jasa yang mendukung fungsi pasar, misalnya distribusi, promosi, perbankan, dan lain-lain. Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Ayat (1) Ayat (2) Ayat (3) Yang dimaksud dengan daging dan sejenisnya adalah bahan pangan yang dihasilkan oleh hewan penghasil daging seperti sapi, kerbau, kambing dan domba termasuk ayam dan ikan. Ayat (4) Pasal 10 Pasal 11

Pasal 12 Pasal 13 Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 Pasal 22 Pasal 23 Pasal 24 Pasal 25 Pasal 26 Pasal 27 Pasal 28 Pasal 29 Pasal 30 Pasal 31 Pasal 32

Pasal 33 Pasal 34 Pasal 35 Pasal 36 Pasal 37 TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 135