PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 39 Tahun : 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 9 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2007

PEMERINTAH KABUPATEN EMPAT LAWANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 11 TAHUN 2007

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 19 TAHUN 2006 SERI : E.12

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR : 5 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 28 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN MUSI RAWAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 7 TAHUN 2011 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT NOMOR 8 TAHUN 2011

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 6 SERI D

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 5 TAHUN 2007 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 6 TAHUN 2007 SERI E =============================================================

- 1 - BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAMEKASAN,

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON TAHUN 2011 SERI PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

KABUPATEN LOMBOK BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 3 TAHUN 2009

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 6 TAHUN 2007 SERI D.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DUSUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN LANDAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 20 TAHUN 2007 T E N T A N G

Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389);

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 9 TAHUN 2008 PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG

BAB II PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGATUR PERALIHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN. A. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN ATAU PENGGABUNGAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA

PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA Nomor 10 Tahun Tentang PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN ALOR

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 1 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BATANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN TANGGAMUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS NOMOR : 08 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 4 TAHUN Pembentukan, Penghapusan, Penggabungan Desa dan Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 4 TAHUN 2007

L E M B A R AN D A E R A H KABUPATEN BALANGAN NOMOR 09 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 09 TAHUN 2007 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

-2- Dengan Persetujuan Bersama

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2007 NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 8 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 15 TAHUN 2009 T E N T A N G PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DONGGALA

PEMERINTAH KABUPATEN KARANGANYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 15 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEKADAU NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI LAMANDAU PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 41 TAHUN 2012 T E N T A N G TATA CARA PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN BUPATI LAMANDAU,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 27 TAHUN 2006 TENTANG K E L U R A H A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN

Transkripsi:

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA, DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang : a. bahwa Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah tertentu yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. bahwa untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan pelaksanaan pembangunan demi terwujudnya kesejahteraan masyakat Desa, maka pembentukan, penghapusan, penggabungan Desa dan perubahan status Desa menjadi Kelurahan harus sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat; c. bahwa sesuai ketentuan Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, ketentuan mengenai Pembentukan, Penghapusan, Penggabungan Desa dan Perubahan Status Desa menjadi Kelurahan diatur dengan Peraturan Daerah; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a., huruf b. dan huruf c., perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pembentukan, Penghapusan, Penggabungan Desa, dan Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tengah; Kabupaten dalam Lingkungan Provinsi Jawa

2 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4857); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 159, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4858); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 8. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundangundangan;

3 Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUMAS dan BUPATI BANYUMAS MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA, DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud : 1. Daerah adalah Kabupaten Banyumas. 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 3. Bupati adalah Bupati Banyumas. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Banyumas. 5. Camat adalah Perangkat Daerah yang mempunyai wilayah kerja di tingkat Kecamatan dalam Kabupaten Banyumas. 6. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan berada di Kabupaten Banyumas. 7. Kelurahan adalah wilayah kerja Lurah sebagai Perangkat Daerah dalam wilayah kerja Kecamatan.

4 8. Pemerintahan Desa adalah penyelenggara urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negera Kesatuan Republik Indonesia. 9. Badan Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disingkat BPD adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa. 10. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa. 11. Pembentukan Desa adalah penggabungan beberapa Desa, atau bagian Desa yang bersandingan, atau pemekaran dari satu Desa menjadi dua Desa atau lebih, atau pembentukan Desa di luar Desa yang telah ada. 12. Penggabungan Desa adalah penyatuan dua Desa atau lebih menjadi Desa baru. 13. Penghapusan Desa adalah tindakan menghapus Desa yang ada akibat tidak memenuhi syarat dan/atau digabung dengan Desa terdekat. 14. Batas alam adalah penggunaan unsur alam seperti gunung, sungai, danau dan lain sebagainya yang dinyatakan atau ditetapkan sebagai batas wilayah Desa. 15. Batas buatan adalah penggunaan unsur buatan manusia seperti pilar batas, jalan, saluran irigasi dan lain sebagainya yang dinyatakan atau ditetapkan sebagai batas wilayah Desa. BAB II TUJUAN PEMBENTUKAN DESA Pasal 2 Tujuan pembentukan desa adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, serta pelayanan publik demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat. BAB III PEMBENTUKAN DESA Pasal 3 (1) Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal-usul desa, kondisi geografis, kepadatan penduduk, sosial, budaya dan ekonomi masyarakat setempat.

5 (2) Pembentukan desa dapat berupa penggabungan beberapa desa atau bagian desa yang bersandingan, atau pemekaran dari 1 (satu) desa menjadi 2 (dua) desa atau lebih atau pembentukan desa di luar desa yang telah ada. BAB IV SYARAT-SYARAT PEMBENTUKAN DESA Pasal 4 Pembentukan desa harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. Jumlah penduduk paling sedikit 1500 jiwa atau 300 Kepala Keluarga (KK); b. luas wilayah paling sedikit 100 hektar, dapat dijangkau dalam meningkatkan pelayanan dan pembinaan masyarakat; c. wilayah kerja memiliki jaringan perhubungan atau komunikasi antar dusun; d. sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan antar umat beragama dan kehidupan bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat setempat; e. potensi desa yang meliputi sumber daya alam dan sumber daya manusia; f. batas desa yang dinyatakan dalam bentuk peta desa yang ditetapkan dengan peraturan daerah; dan g. sarana dan prasarana yaitu tersedianya potensi infrastruktur pemerintahan desa dan perhubungan. Pasal 5 Pemekaran desa selain memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, harus memenuhi syarat tersedianya tempat untuk mata pencaharian masyarakat setempat. Pasal 6 (1) Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Desa ditetapkan dengan Peraturan Daerah. (2) Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat antara lain : a. Nama; b. Luas wilayah; c. Jumlah penduduk; d. Sosial budaya; e. Potensi; f. Batas Wilayah;

6 g. Jumlah dusun yang dibentuk; h. Kewenangan; dan i. Pembagian wilayah. BAB V TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGGABUNGAN DAN PENGHAPUSAN DESA Bagian Kesatu Pembentukan Desa Pasal 7 Tata cara pelaksanaan pembentukan desa adalah sebagai berikut : a. Adanya prakarsa dan kesepakatan masyarakat untuk membentuk desa; b. Masyarakat mengajukan usul pembentukan desa kepada BPD dan Kepala Desa; c. BPD mengadakan rapat bersama Kepala Desa untuk membahas usul masyarakat tentang pembentukan desa, dan kesepakatan rapat dituangkan dalam Berita Acara Hasil Rapat BPD tentang Pembentukan Desa; d. Kepala Desa mengajukan usul pembentukan desa kepada Bupati melalui Camat, disertai Berita Acara Hasil Rapat BPD dan rencana wilayah administrasi desa yang akan dibentuk; e. Dengan memperhatikan dokumen usulan Kepala Desa, Bupati menugaskan Tim Kabupaten bersama Tim Kecamatan untuk melakukan observasi ke desa yang akan dibentuk, yang hasilnya menjadi bahan rekomendasi kepada Bupati ; f. Bila rekomendasi Tim Observasi menyatakan layak dibentuk desa baru, Bupati menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa; g. Penyiapan Rancangan Peraturan Daerah tentang pembentukan desa sebagaimana dimaksud pada huruf f., harus melibatkan pemerintah desa, BPD, dan unsur masyarakat desa, agar dapat ditetapkan secara tepat batas-batas wilayah desa yang akan dibentuk; h. Bupati mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa hasil pembahasan pemerintah desa, BPD, dan unsur masyarakat desa kepada DPRD dalam forum rapat Paripurna DPRD;

7 i. DPRD bersama Bupati melakukan pembahasan atas Rancangan Peraturan Daerah tentang pembentukan desa, dan bila diperlukan dapat mengikutsertakan Pemerintah Desa, BPD, dan unsur masyarakat desa; j. Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Bupati disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Bupati untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah; k. Peryampaian Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada huruf j, disampaikan oleh Pimpinan DPRD paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama; l. Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada huruf k, ditetapkan oleh Bupati paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak rancangan tersebut disetujui bersama; dan m. Dalam hal sahnya Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa yang telah ditetapkan oleh Bupati sebagaimana dimaksud pada huruf l, Sekretaris Daerah mengundangkan Peraturan Daerah tersebut di dalam Lembaran Daerah. Pasal 8 (1) Dalam hal pembentukan desa baru atau pemekaran desa, Bupati dapat menetapkan desa persiapan, dengan ketentuan setelah dilaksanakan pembinaan paling lama 1 ( satu) tahun dan apabila memenuhi syarat pembentukan desa ditetapkan menjadi desa definitif. (2) Desa persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tetap menjadi tanggung jawab desa induk. Pasal 9 (1) Desa yang karena perkembangan tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, dapat digabung dengan desa lain atau dihapus. (2) Penggabungan dan penghapusan desa diatur dengan mempertimbangkan luas wilayah, jumlah penduduk, sosial budaya, potensi desa dan lain-lain. (3) Penggabungan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan antar desa yang berada dalam 1 ( satu) Kecamatan atau dalam Kecamatan yang berbeda.

8 Bagian Kedua Penggabungan dan Penghapusan Desa Pasal 10 Tata cara pengajuan dan penetapan penggabungan dan penghapusan desa adalah sebagai berikut : a. Adanya prakarsa dan kesepakatan masyarakat untuk penggabungan atau penghapusan desa; b. Masyarakat mengajukan usul penggabungan atau penghapusan desa kepada BPD dan Kepala Desa masing-masing desa; c. Selanjutnya BPD dan Kepala Desa mengadakan rapat bersama untuk membahas usul masyarakat tentang penggabungan atau penghapusan Desa, dan kesepakatan rapat dituangkan dalam Berita Acara Hasil Rapat BPD tentang penggabungan atau penghapusan Desa; d. Hasil musyawarah sebagaimana dimaksud huruf c ditetapkan dalam Keputusan Bersama Kepala Desa yang bersangkutan; e. Kepala Desa mengajukan usul penggabungan atau penghapusan Desa kepada Bupati melalui Camat, disertai Berita Acara Hasil Rapat BPD, Keputusan Bersama Kepala Desa dan rencana wilayah administrasi Desa yang akan digabung; f. Dengan memperhatikan dokumen usulan Kepala Desa, Bupati menugaskan Tim Kabupaten bersama Tim Kecamatan untuk melakukan observasi ke Desa yang akan digabung atau dihapus, yang hasilnya menjadi bahan rekomendasi kepada Bupati; g. Bila rekomendasi Tim Observasi menyatakan layak digabung, Bupati menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah tentang penggabungan atau penghapusan Desa; h. Penyiapan Rancangan Peraturan Daerah tentang penggabungan atau penghapusan Desa sebagaimana dimaksud pada huruf g, harus melibatkan pemerintah Desa, BPD, dan unsur masyarakat Desa, agar dapat ditetapkan secara tepat batas-batas wilayah Desa yang akan digabung atau dihapus; i. Bupati mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang penggabungan atau penghapusan Desa hasil pembahasan Pemerintah Desa, BPD, dan unsur masyarakat desa kepada DPRD dalam forum Rapat Paripurna DPRD; j. DPRD bersama Bupati melakukan pembahasan atas Rancangan Peraturan Daerah tentang penggabungan atau penghapusan Desa, dan bila diperlukan dapat mengikutsertakan Pemerintah Desa, BPD, dan unsur masyarakat Desa;

9 k. Rancangan Peraturan Daerah tentang penggabungan atau penghapusan Desa yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Bupati disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Bupati untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah; l. Peryampaian Rancangan Peraturan Daerah tentang penggabungan atau penghapusan Desa sebagaimana dimaksud pada huruf k, disampaikan oleh Pimpinan DPRD paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama; m. Rancangan Peraturan Daerah tentang penggabungan atau penghapusan Desa sebagaimana dimaksud pada huruf l, ditetapkan oleh Bupati paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak rancangan tersebut disetujui bersama; dan n. Dalam hal sahnya Rancangan Peraturan Daerah tentang penggabungan atau penghapusan Desa yang telah ditetapkan oleh Bupati sebagaimana dimaksud pada huruf m, Sekretaris Daerah mengundangkan Peraturan Daerah tersebut di dalam Lembaran Daerah. BAB VI BATAS WILAYAH Pasal 11 (1) Sebagai tanda pemisah antar wilayah desa yang satu dengan wilayah desa yang lain, ditetapkan batas wilayah desa dengan Peraturan Desa berdasarkan riwayat desa dan atas persetujuan bersama dari desa yang bersangkutan ; (2) Batas wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa batas alam maupun batas buatan. Pasal 12 (1) Gambar umum mengenai kondisi geografis wilayah desa disajikan dalam bentuk peta desa. (2) Peta desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di tetapkan dengan Keputusan Bupati. Pasal 13 Dalam rangka mewujudkan tertib batas wilayah desa, Bupati membentuk Tim Pelaksana/Teknis Penataan dan Penegasan Batas Wilayah Desa.

10 BAB VII PEMBAGIAN KEKAYAAN DESA Pasal 14 (1) Pembagian kekayaan desa sebagai akibat pemekaran desa dilaksanakan berdasarkan musyawarah antar desa (2) Musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difasilitasi oleh Camat. (3) Dalam hal pembagian kekayaan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperoleh mufakat, pembagian kekayaan desa ditetapkan dengan Keputusan Bupati. (4) Keputusan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan mempertimbangkan : a. pemerataan dan keadilan; b. manfaat; c. transparansi; dan d. sosial budaya masyarakat setempat. BAB VIII PEMBAGIAN WILAYAH DESA Pasal 15 (1) Dalam wilayah desa dibentuk dusun, yang merupakan bagian wilayah kerja pelaksana Pemerintahan Desa yang dipimpin oleh Kepala Dusun. (2) Pembentukan dusun dilaksanakan berdasarkan aspirasi masyarakat desa dengan memperhatikan kemampuan keuangan desa. (3) Syarat-syarat pembentukan dusun, adalah : a. Jumlah penduduk paling sedikit 300 jiwa atau 100 kepala keluarga; b. Luas wilayah terjangkau secara berdaya guna dan berhasil guna dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan; c. Kondisi sosial budaya masyarakat memungkinkan adanya kerukunan hidup, kerukunan beragama dan menampung perubahan sosial sesuai dengan adat istiadat setempat; d. Tersedianya kemampuan keuangan desa untuk memberikan penghasilan tetap bagi Kepala Dusun. (4) Pembentukan Dusun ditetapkan dengan Peraturan Desa.

11 BAB IX PERUBAHAN STATUS DESA Pasal 16 (1) Desa dapat diubah atau disesuaikan statusnya menjadi kelurahan berdasarkan prakarsa masyarakat dan diusulkan oleh Kepala Desa dengan persetujuan BPD. (2) Aspirasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui paling sedik it 2/3 (dua per tiga) penduduk desa yang mempunyai hak pilih. (3) Perubahan status desa menjadi klelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat : a. luas wilayah tidak berubah; b. jumlah penduduk paling sedikit 4500 jiwa atau 900 Kepala Keluarga (KK); c. prasarana dan sarana pemerintahan yang memadai bagi terselenggaranya pemerintahan Kelurahan; d. potensi ekonomi berupa jenis, jumlah usaha jasa dan produksi serta keanekaragaman mata pencaharian; e. kondisi sosial budaya masyarakat berupa keanekaragaman status penduduk dan perubahan nilai agraris ke jasa dan industri; dan f. meningkatnya volume pelayanan publik. (4) Perubahan status Desa menjadi Kelurahan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Pasal 17 (1) Desa yang berubah status menjadi kelurahan, Lurah dan perangkat desanya diisi dari Pegawai Negeri Sipil Daerah. (2) Kepala Desa dan perangkat desa serta anggota BPD dari desa yang berubah status menjadi kelurahan diberhentikan dengan hormat dari jabatannya dan diberikan penghargaan sesuai kemampuan Daerah. (3) Ketentuan pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Bupati. Pasal 18 Tata cara pengajuan dan penetapan perubahan status desa menjadi kelurahan sebagai berikut : a. Adanya prakarsa dan kesepakatan masyarakat untuk merubah status desa menjadi kelurahan;

12 b. Masyarakat mengajukan usul perubahan status desa menjadi kelurahan kepada BPD dan Kepala Desa; c. BPD dan Kepala Desa mengadakan rapat bersama untuk membahas usul masyarakat tentang perubahan status desa menjadi kelurahan, dan kesepakatan rapat dituangkan dalam Berita Acara Hasil Rapat BPD tentang Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan; d. Kepala Desa mengajukan usul perubahan status desa menjadi kelurahan kepada Bupati melalui Camat, disertai Berita Acara Hasil Rapat BPD; e. Dengan memperhatikan dokumen usulan Kepala Desa, Bupati menugaskan Tim Kabupaten bersama Tim Kecamatan untuk melakukan observasi ke desa yang akan diubah statusnya menjadi kelurahan, yang hasilnya menjadi bahan rekomendasi kepada Bupati ; f. Bila rekomendasi Tim Observasi menyatakan layak untuk merubah status desa menjadi kelurahan, Bupati menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan; g. Bupati mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan kepada DPRD dalam forum Rapat Paripurna DPRD; h. DPRD bersama Bupati melakukan pembahasan atas Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan, dan bila diperlukan dapat mengikutsertakan Pemerintah Desa, BPD, dan unsur masyarakat desa; i. Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Bupati disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Bupati untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah; j. Peryampaian Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan sebagaimana dimaksud pada huruf i, disampaikan oleh Pimpinan DPRD paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama; k. Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan sebagaimana dimaksud pada huruf j, ditetapkan oleh Bupati paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak rancangan tersebut disetujui bersama; dan l. Dalam hal sahnya Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan yang telah ditetapkan oleh Bupati sebagaimana dimaksud pada huruf k, Sekretaris Daerah mengundangkan Peraturan Daerah tersebut di dalam Lembaran Daerah.

13 Pasal 19 (1) Desa yang berubah status menjadi kelurahan, kekayaannya menjadi kekayaan Daerah dan dikelola oleh Kelurahan yang bersangkutan untuk kepentingan masyarakat setempat. (2) Penyerahan kekayaan desa yang berubah status menjadi kelurahan dilakukan dengan berita acara penyerahan dan dicatat dalam neraca Daerah. (3) Pembiayaan sebagai akibat perubahan status desa menjadi kelurahan dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Banyumas. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 20 Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Desa (Lembaran Daerah Kabupaten Banyumas Tahun 2000 Nomor 4 Seri D) sebagaimana telah diubah Peraturan Daerah Kabupaten banyumas Nomor 11 Tahun 2003 ( Lembaran Daerah Tahun 2003 Nomor 36 Seri E ) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 21 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Banyumas. Ditetapkan di Purwokerto pada tanggal 17 Mei 2008 BUPATI BANYUMAS, MARDJOKO

14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN I. PENJELASAN UMUM Dengan ditetapkanya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang telah ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (4), bahwa pengaturan lebih lanjut mengenai Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Desa ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten. Dinamika penyelenggaraan pemerintahan di Desa terus berkembang seiring perkembangan kehidupan masyarakat, tuntutan akan pelayanan yang cepat dan mudahnya masyarakat dalam mencukupi kebutuhan semakin beranekaragam, hal ini menuntut pemerintah desa harus berbenah diri. Di desa acapkali sering dilanda isu-isu adanya pemekaran yang berlatar belakang kurang jelas, namun kenyataan banyak menunjukkan bahwa fenomena pemekaran desa bukan lagi menjadi keharusan atau memang karena kondisi yang harus di buat desa untuk berkembang, hal ini akan berdampak menurunnya tingkat pelayanan kepada masyarakat desa. Pengaturan pembentukan, penghapusan, penggabungan desa, dan perubahan status desa menjadi Kelurahan dalam Peraturan Daerah dimaksudkan sebagai upaya peningkatan pelayanan kepada masyarakat serta menghindari dampak yang luas sebagai akibat adanya pembentukan desa baru yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat sehingga penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan pelaksanaan pembangunan tidak berjalan lancar. Sehubungan dengan hal tersebut untuk lebih mengoperasionalkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa khususnya menyangkut pembentukan, penggabungan, penghapusan desa, dan perubahan status desa

15 menjadi Kelurahan, maka salah satu hal yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah adalah membentuk Peraturan Daerah. II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 : Cukup Jelas. Pasal 2 : Cukup Jelas. Pasal 3 : Yang dimaksud prakarsa masyarakat adalah adanya dukungan masyarakat desa setempat yang dibuktikan dengan surat pernyataan dukungan dan ditandatangani oleh beberapa tokoh masyarakat, tokoh pemuda, tokoh agama dan para ketua RT dan RW desa. Pasal 4 huruf a., b., c. dan d. huruf e. huruf f. : : : cukup jelas. yang dimaksud potensi desa adalah Sumber Daya Alam dan atau Sumber daya Alam yang terdapat di Desa yang bersangkutan yang akan memajukan Desa setempat. cukup jelas huruf g. yang dimaksud sarana dan prasarana infrastruktur pemerintahan desa antara lain Tanah Kas Desa (TKD), Kantor Desa, Balai Desa, Sekolahan, Posyandu, Pasar Desa, Mebeleir, Peralatan Kantor dll. Sedangkan infrastrutur perhubungan antara lain terbukanya akses jalan yang menghubungkan desa dengan pusat kegiatan masyarakat dan kegiatan pemerintahan desa. Pasal 5 : Cukup Jelas. Pasal 6 : Cukup Jelas. Pasal 7 : Cukup Jelas. Pasal 8 : Cukup Jelas. Pasal 9 ayat (1) Pasal 9 ayat (2) : Cukup Jelas. huruf a. : Yang dimaksud luas wilayah adalah berkurangnya luas wilayah desa akibat bencana alam sehingga tidak lagi memenuhi kriteria sebagai desa. huruf b. : Yang dimaksud jumlah penduduk adalah ukuran jumlah penduduk yang diakibatkan mutasi (meninggal, pindah)

16 sehingga tidak lagi memenuhi persyaratan menjadi sebuah desa, huruf c. : Yang dimaksud sosial budaya adalah dilihat dari segi menurunnya partisipasi, ketentraman, kerukunan hidup dan keamanan serta meningkatnya kerusuhan di desa yang bersangkutan. huruf d. Yang dimaksud potensi desa adalah tidak dapat digalinya sumber pendapatan desa melalui potensi desa yang ada sehingga desa tersebut menjadi beban pemerintah. Pasal 10 : Cukup Jelas. Pasal 11 : Cukup Jelas. Pasal 12 : Cukup Jelas. Pasal 13 : Cukup Jelas. Pasal 14 : Cukup Jelas. Pasal 15 : Cukup Jelas. Pasal 16 : Cukup Jelas. Pasal 17 : Cukup Jelas. Pasal 18 : Cukup Jelas. Pasal 19 : Cukup Jelas. Pasal 20 : Cukup Jelas. Pasal 21 : Cukup Jelas