Panduan Pengguna Untuk Sektor Komersial. Indonesia 2050 Pathway Calculator

dokumen-dokumen yang mirip
Panduan Pengguna Untuk Sektor Komersial. Indonesia 2050 Pathway Calculator

Panduan Pengguna Untuk Sektor Rumah Tangga. Indonesia 2050 Pathway Calculator

ANALISIS PENGGUNAAN ENERGI SEKTOR RUMAH TANGGA MENGGUNAKAN KALKULATOR INDONESIA 2050

Panduan Pengguna Untuk Sektor Rumah Tangga

Panduan Pengguna Untuk Sektor Industri. Indonesia 2050 Pathway Calculator

Panduan Pengguna Untuk Sektor Industri. Indonesia 2050 Pathway Calculator

PENGEMBANGAN MODEL INDONESIA 2050 PATHWAY CALCULATOR (I2050PC) SISI PENYEDIAAN DAN PERMINTAAN ENERGI BARU TERBARUKAN. Nurcahyanto

Panduan Pengguna Untuk Sektor Pertanian, Konstruksi dan Pertambangan. Indonesia 2050 Pathway Calculator

PENGEMBANGAN MODEL INDONESIA 2050 PATHWAY CALCULATOR (I2050PC) SISI PERMINTAAN ENERGI: RUMAH TANGGA, KOMERSIAL DAN INDUSTRI

1 BAB I PENDAHULUAN. diiringi dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat. Beriringan pula dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

KONSENTRASI TEKNIK ENERGI ELEKTRIK

KEBIJAKAN DAN PROGRAM KONSERVASI ENERGI Yogyakarta, 13 Juli 2017

TABEL POKOK PDRB / GRDP PRIMER TABLES OF MUSI BANYUASIN. Tabel / Table 11.1

BAB I PENDAHULUAN. baik itu dari sisi produksi maupun sisi konsumsi, yang berbanding terbalik dengan

SITUASI ENERGI DI INDONESIA. Presented by: HAKE

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

Versi 27 Februari 2017

PENDAPATAN REGIONAL 574 Jambi Dalam Angka 2009/Jambi in Figures 2009

Gross Domestic Regional Product

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

BAB I PENDAHULUAN. manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini

BAB 11. PENDAPATAN REGIONAL CHAPTER 11. REGIONAL INCOME

EFISIENSI ENERGI DI SEKTOR TRANSPORTASI

I.9 POSISI PINJAMAN MODAL KERJA RUPIAH YANG DIBERIKAN BANK UMUM DAN BPR MENURUT KELOMPOK BANK & LAPANGAN USAHA (Miliar Rp)

I.8 POSISI PINJAMAN MODAL KERJA RUPIAH & VALAS YANG DIBERIKAN BANK UMUM (Miliar Rp)

I.6 POSISI PINJAMAN INVESTASI RUPIAH & VALAS YANG DIBERIKAN BANK UMUM DAN BPR MENURUT KELOMPOK BANK & LAPANGAN USAHA (Miliar Rp)

Energi di Indonesia. Asclepias Rachmi Institut Indonesia untuk Ekonomi Energi. 3 Mei 2014

I.6 POSISI PINJAMAN INVESTASI RUPIAH & VALAS YANG DIBERIKAN BANK UMUM DAN BPR MENURUT KELOMPOK BANK DAN LAPANGAN USAHA (Miliar Rp)

BAB 10. PENDAPATAN REGIONAL

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014

PROGRAM KONSERVASI ENERGI

KERANGKA KEBIJAKAN DAN INSTRUMEN REGULASI KONSERVASI DAN EFISIENSI ENERGI

I.4. POSISI PINJAMAN RUPIAH & VALAS YANG DIBERIKAN BANK UMUM DAN BPR MENURUT KELOMPOK BANK & LAPANGAN USAHA (Miliar Rp)

VIII. EFISIENSI DAN STRATEGI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

I.9 POSISI PINJAMAN MODAL KERJA RUPIAH YANG DIBERIKAN BANK UMUM DAN BPR MENURUT KELOMPOK BANK & LAPANGAN USAHA (Miliar Rp)

Pemilihan Material Fasad pada Malang Convention and Exhibition Centre Sesuai Standar GBCI dengan Perhitungan OTTV

Prosedur audit energi pada bagunan gedung

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Analisis Kebutuhan dan Penyediaan Energi Di Sektor Industri - OEI 2012

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

RINGKASAN EKSEKUTIF INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2008

M. Zahri Kadir, Irwin Bizzy, Bhakti Yudho Suprapto, Marwanin, Helmy Alian Fakultas Teknik, Univesitas Sriwijaya, ABSTRAK

1 BAB I PENDAHULUAN. Saat ini terus dilakukan studi berkelanjutan oleh para peneliti mengenai apa

Kebijakan. Manajemen Energi Listrik. Oleh: Dr. Giri Wiyono, M.T. Jurusan Pendidikan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta

ESDM untuk Kesejahteraan Rakyat

BAB I PENDAHULUAN. listrik yang pada gilirannnya akan berdampak pada terhambatnya roda

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Faktor-faktor yang..., Iva Prasetyo Kusumaning Ayu, FE UI, 2010.

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG

PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN

BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI

PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN

KONSERVASI ENERGI PETA REGULASI

ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL TERHADAP PERMINTAAN ENERGI DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK LEAP

PERUBAHAN POLA PENGGUNAAN ENERGI DAN PERENCANAAN PENYEDIAAN ENERGI

Ria Kurniawati 1, Syafi i 2, dan Mamok Suprapto 3 1 Mahasiswa Magister Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret Surakarta

Secara garis besar penyusunan proyeksi permintaan energi terdiri dari tiga tahap,

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

Perencanaan Strategis Bidang Energi Tahun Di DIY

I. PENDAHULUAN. dalam menjalankan aktivitas ekonomi suatu negara. Seiring dengan pertambahan

I. PENDAHULUAN. fungsi dan luas ruangan serta intensitas penerangannya.

Figur Data Kota Surakarta Tahun

Pengantar. Tim P2RUED

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. 3,32 5,24 7,07 3,6 Konstruksi 6,11 6,97 6,36 5,22 Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor

Keputusan Presiden No. 43 Tahun 1991 Tentang : Konservasi Energi

24 Feb 17. Perilaku Berhemat Energi Listrik. Semakin tinggi peradaban seseorang semakin beragam kebutuhan energinya.

I.5 POSISI PINJAMAN/KREDIT RUPIAH YANG DIBERIKAN BANK UMUM DAN BPR MENURUT KELOMPOK BANK & LAPANGAN USAHA (Miliar Rp)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan

Upaya Penghematan Konsumsi BBM Sektor Transportasi

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu keharusan yang harus dipenuhi. Ketersediaan energi listrik yang

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN PENGEMBANGAN KILANG INDONESIA KEDEPAN

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA

Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014

KEBIJAKAN KONSERVASI ENERGI NASIONAL

Tabel/Table Sektor/Sub Sektor Sectors/Sub Sectors

BAB I PENDAHULUAN. perhatian adalah mengenai konsumsi energi dan mengenai penghematan energi.

Pemodelan Kebutuhan Energi Sulawesi Selatan dengan Skenario Energi Baru/Terbarukan

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan :

ANALISIS EKONOMI PENGUNAAN ENERGI LISTRIK UNTUK PENERANGAN

Pendapatan Regional Regional Income

ANALISIS PENYEDIAAN DAN KEBUTUHAN ENERGI SEKTOR RUMAH TANGGA DI PROVINSI GORONTALO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. energi fosil. Jumlah konsumsi energi fosil tidak sebanding dengan penemuan

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. DAFTAR TABEL... v. DAFTAR GAMBAR... vi

PENILAIAN KRITERIA GREEN BUILDING PADA GEDUNG REKTORAT ITS

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Sistem Manajemen Energi (SME) Energy Management System (EnMS)

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008

RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL

Dari hasil perhitungan PDRB Kota Bandung selama periode dapat disimpulkan sebagai berikut :

PENDAPATAN REGIONAL REGIONAL INCOME

BAB I PENDAHULUAN. dan bagi kelanjutan suatu perusahaan, karena jika sebuah produk dipasarkan

Transkripsi:

Panduan Pengguna Untuk Sektor Komersial Indonesia Pathway Calculator

Daftar Isi 1. Ikhtisar Sektor Komersial... 3 2. Metodologi... 5 3. Asumsi... 6 4. Referensi... 14 1

Daftar Tabel Tabel 1. Potensi penghematan energi... 4 Tabel 2. Struktur model sektor komersial... 5 Tabel 3. Produk domestik bruto atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha... 6 Tabel 4. Asumsi konsumsi energi setiap pemanfaatan berdasarkan jenis bahan bakar... 6 Tabel 5. Asumsi pengurangan intensitas energi... 7 Daftar Gambar Gambar 1. Konsumsi energi final per jenis bahan bakar 2000-2011... 3 Gambar 2. Konsumsi energi di bangunan gedung... 4 Gambar 3. Ilustrasi proyeksi konsumsi energi untuk pencahayaan... 9 Gambar 4. Ilustrasi proyeksi konsumsi energi untuk memasak... 10 Gambar 5. Ilustrasi proyeksi konsumsi energi untuk pendingin... 12 Gambar 6. Ilustrasi proyeksi konsumsi energi untuk peralatan lainnya... 13 2

1. Ikhtisar Sektor Komersial Sektor komersial terdiri dari perdagangan, hotel, restoran, lembaga keuangan, badan pemerintah, sekolah, rumah sakit, komunikasi, dan sebagainya. Data selama periode 2004-2011 menunjukkan bahwa sektor ini mengalami pertumbuhan rata-rata 8% per tahun. Namun, pertumbuhan sektor komersial tidak memiliki pola yang sama dengan pertumbuhan konsumsi energi sektor tersebut. Pertumbuhan konsumsi energi di sektor komersial pada periode 2004-2011 adalah sekitar 4% per tahun. Pada tahun 2014, sektor ini mengonsumsi energi sebesar 34,1 juta SBM atau sekitar 3% dari total konsumsi energi final. Konsumsi energi terbesar berupa listrik sekitar 70,9% yang disusul oleh Automotive Diesel Oil (ADO) sebesar 16,0%, biomassa sebesar 4,2%, gas kota sebesar 3,9%, Liquid Petroleum Gas (LPG) sebesar 3,4%, minyak tanah sebesar 1,7% dan Industrial Diesel Oil (IDO) sebesar 0,01% (Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2012). Konsumsi energi final selama periode 2000-2011 dapat dilihat pada Gambar 1. 35.000 30.000 25.000 20.000 15.000 10.000 5.000 0 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Thousand BOE Electricity LPG IDO ADO Kerosene Gas Biomass Gambar 1. Konsumsi energi final per jenis bahan bakar 2000-2011 (Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2012) Gambar 1 menunjukkan bahwa listrik merupakan jenis energi final yang paling banyak dikonsumsi dan cenderung meningkat tiap tahun. Pertumbuhan ekonomi adalah faktor utama penentu konsumsi energi final di sektor ini. Kenaikan pertumbuhan ekonomi meningkatkan kegiatan ekonomi di sektor komersial yang pada akhirnya berimbas pada kenaikan konsumsi energi di sektor komersial. 3

Berdasarkan data Green Building Council Indonesia (GBCI), proporsi konsumsi energi di sektor bangunan gedung secara berturut-turut adalah untuk penggunaan AC, pencahayaan, dan sebagainya (Gambar 2). 55% AC 22% Pencahayaan 23% Lainnya Gambar 2. Konsumsi energi di bangunan gedung (Green Building Council Indonesia, 2014) Penghematan energi berpotensi untuk dilakukan di sektor komersial. Berdasarkan Rancangan Induk Konservasi Energi Nasional (RIKEN) pada tahun 2011, potensi penghematan energi yang dapat dicapai di sektor komersial adalah sebesar 10-30% sebagaimana yang diperlihatkan dalam Tabel 1 di bawah. Sektor Tabel 1. Potensi penghematan energi Konsumsi Energi per Sektor Tahun 2012 (juta SBM) Potensi Penghematan Energi Target Penghematan Energi Sektoral (2025) Industri 305 (39,7%) 10 30% 17% Transportasi 311 (40,4%) 15 35% 20% Rumah Tangga 92 (12%) 15 30% 15% Bangunan/Komersial 34 (4,4%) 10 30% 15% Lainnya (Pertanian, Konstruksi, dan Pertambangan) 26 (3,4%) 25% Sumber: Draf Rencana Induk Konservasi Energi Nasional (RIKEN) 2011 (Direktorat Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2014) Dalam rangka mencapai target konservasi energi, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan dan peraturan terkait konservasi energi di sektor komersial, antara lain: Standar dan label peralatan penggunaan energi sektor komersial dan rumah tangga, Standar kompetensi manajer dan auditor energi di bangunan komersial, Peraturan daerah/peraturan gubernur dan Standar Nasional Indonesia (SNI) terkait bangunan hemat energi yang mencakup pencahayaan, tata ruang dan selubung bangunan. 4

2. Metodologi Konsumsi energi di sektor komersial dihitung dengan menggunakan pendekatan pengguna akhir. Penggunaan metode ini bertujuan agar mampu mengakomodasi penurunan intensitas energi di masa yang akan datang akibat adanya penetrasi teknologi yang lebih efisien. Dengan menggunakan metode ini, konsumsi energi dapat dihitung dengan mengalikan tingkat aktivitas dengan intensitas energi sebagaimana yang diilustrasikan dalam persamaan berikut: Konsumsi Energi = Tingkat Aktivitas Intensitas Energi Dari berbagai literatur, biasanya tingkat aktivitas di sektor komersial adalah luas lantai bangunan (Swisher, Jannuzi, & Redlinger, 1997). Namun demikian, mengingat data tersebut tidak terdokumentasikan dengan baik di Indonesia, model ini menggunakan PDB sektor komersial sebagai tingkat aktivitas. Seperti pada sektor rumah tangga, struktur model pada sektor komersial dibagi menjadi empat kategori penggunaan, yaitu pencahayaan, memasak, pendinginan dan penggunaan lainnya. Tabel 2 menunjukkan struktur model pada sektor komersial. Sementara itu, Tabel 3 menunjukkan nilai PDB sektor komersial yang digunakan dalam pengembangan model IPC. Data tahun dasar intensitas energi untuk tiap jenis pemanfaatan (pencahayaan, memasak, pendinginan, dan lain-lain) berasal dari Handbook of Energy & Economic Statistic Indonesia 2012 dan expert judgment dari core team. Tabel 2. Struktur model sektor komersial Struktur Aktivitas Unit intensitas Pencahayaan boe/idr Memasak boe/idr PDB Sektor Komersial Pendinginan/AC boe/idr Lain-lain boe/idr 5

Tabel 3. Produk domestik bruto atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha (miliar Rupiah), 2004-2013 Sektor 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012* 2013** 1. Trade, Hotel & Restaurants 271142.20 293654.00 312518.70 340437.10 363818.20 368463.00 400474.90 437472.90 473110.60 501158.40 a. Wholesale & Retail Trade 222290.00 241887.10 257845.00 282115.80 301941.30 302028.40 331312.90 364472.10 396111.50 419458.00 b. Hotels 11590.70 12313.20 12950.50 13645.60 14261.50 15200.80 16230.90 17868.60 19540.00 21232.40 c. Restaurants 37261.50 39453.70 41723.20 44675.70 47615.40 51233.80 52931.10 55132.20 57459.10 60468.00 2. Communication 34401.00 42856.80 54012.90 69535.60 91118.60 112627.30 132687.00 149456.20 167504.90 187633.80 b. Communication 34401.00 42856.80 54012.90 69535.60 91118.60 112627.30 132687.00 149456.20 167504.90 187633.80 3. Finance, Real Estate and Business Services 151123.30 161252.20 170074.30 183659.30 198799.60 209163.00 221024.20 236146.60 253022.70 272151.90 a. Bank 68295.00 71366.90 72474.40 78241.00 84039.50 86057.50 90167.80 96393.10 104391.00 113983.60 b. Non-Bank Financial Institutions 12067.30 13074.90 14009.20 15149.80 16518.10 18147.60 19333.50 20745.10 22222.80 23780.50 c. Services Allied to Finance 1057.80 1128.30 1213.50 1331.00 1376.30 1424.60 1508.50 1627.20 1729.80 1817.30 d. Real Estate 44111.70 47714.60 51755.30 55819.10 60775.40 63957.60 67497.10 71760.20 76100.30 80684.70 e. Business Services 25591.50 27967.50 30621.90 33118.40 36090.30 39575.70 42517.30 45621.00 48578.80 51885.80 4. Services 152906.10 160799.30 170705.40 181706.00 193049.00 205434.20 217842.20 232659.10 244869.90 258237.90 a. General Government 72323.60 73700.10 76618.40 80778.20 84377.90 88683.20 92802.60 97806.00 99590.90 101031.80 1). Government Administration and Defence 46055.10 46889.60 48644.30 51148.90 53230.70 55845.80 58395.70 61510.90 62553.20 63407.20 2). Other Government Services 26268.50 26810.50 27974.10 29629.30 31147.20 32837.40 34406.90 36295.10 37037.70 37624.60 b. Private 80582.50 87099.20 94087.00 100927.80 108671.10 116751.00 125039.60 134853.10 145279.00 157206.10 1). Social and Community Services 21082.70 22604.50 24178.00 25777.40 27659.00 29688.70 31591.10 33800.10 36253.20 38898.20 2). Amusement and Recreational Services 6302.10 6713.10 7246.70 7751.80 8345.20 9000.10 9671.60 10461.70 11265.90 12237.50 3). Personal and Household Services 53197.70 57781.60 62662.30 67398.60 72666.90 78062.20 83776.90 90591.30 97759.90 106070.40 Note: * Preliminary figures ** Very preliminary figures Sumber: Badan Pusat Statistik 3. Asumsi Penentuan asumsi untuk pertumbuhan sektor komersial dibagi menjadi beberapa periode, antara lain: periode 2011-2020 yang menggunakan nilai 8%, periode 2025-2035 (9%) dan periode 2035- (12%). Penentuan nilai-nilai PDB tersebut diperoleh dengan menghitung rata-rata nilai PDB secara historis dan membandingkan dengan rata-rata pertumbuhan industri. Elastisitas yang diperoleh antara pertumbuhan sektor komersial dan industri adalah sebesar 1,5%. Pertumbuhan sektor komersial adalah 1,5 kali pertumbuhan sektor industri. Sementara itu, struktur konsumsi energi sektor komersial berdasarkan Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia 2012 berbeda dengan struktur di dalam pemodelan ini, sehingga expert judgment diperlukan untuk menentukan intensitas energi untuk tiap pemanfaatan pada tahun dasar. Tabel 4 menyajikan asumsi tim inti pemodelan dalam menentukan konsumsi energi untuk tiap pemanfaatan berdasarkan jenis bahan bakar. Tabel 4. Asumsi konsumsi energi tiap pemanfaatan berdasarkan jenis bahan bakar Biomassa Gas Minyak Tanah ADO IDO LPG Listrik Pencahayaan - - - - - - 22% Memasak 100% 100% 100% - - - 10% Pendinginan/AC - - - - - - 55% Lain-lain - - - 100% 100% - 13% Sumber: (Modeler, Core Team, 2014) 6

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, karena peningkatan efisiensi energi dan faktor lainnya, intensitas energi untuk tiap jenis pemanfaatan diperkirakan menurun pada tahun. Tabel 5 menyajikan hasil konsultasi dengan para pemangku kepentingan tentang pengurangan intensitas energi pada tahun di setiap tingkat/trajectory dibandingkan dengan tahun dasar. Dalam model ini, intensitas energi antara tahun 2011 dan dihitung dengan metode interpolasi. Tabel 5. Asumsi pengurangan intensitas energi Struktur Tingkat/Trajectory Pengurangan intensitas energi pada tahun Level 1 10% Pencahayaan 25% Level 3 40% 80% Level 1 10% Memasak 30% Level 3 40% 50% Level 1 10% Pendinginan/AC 20% Level 3 40% 60% Level 1 5% Peralatan lainnya 10% Level 3 20% 40% Penurunan intensitas energi untuk tiap pemanfaatan (pencahayaan, memasak, pendinginan dan peralatan lainnya) dapat dipengaruhi oleh adanya penetrasi teknologi hemat energi. Sebagai contoh, untuk penghematan energi di sistem pencahayaan, berdasarkan hasil stakeholder consultation, teknologi yang mempengaruhi intensitas pencahayaan berupa teknologi pencahayaan Compact Fluorescent Lamp (CFL), Light Emitting Diode (LED), dan lighting sensor. Selain itu, adanya implementasi passive design dalam bangunan, misalnya pemanfaatan pencahayaan alami juga mempengaruhi penurunan intensitas energi. Teknologi pencahayaan seperti CFL, LED dan halogen menghasilkan penghematan energi yang beragam. Berdasarkan studi BPPT (2012), lampu CFL dan LED mampu menghasilkan penghematan yang signifikan, yakni bisa mencapai 80% dari energi listrik untuk pencahayaan. Sementara itu, lampu halogen dapat menghemat sebesar 20%-30%. Pengurangan intensitas energi tidak hanya berkaitan dengan teknologi peralatan, tetapi juga mempertimbangkan faktor lainnya seperti passive design bangunan (insulasi, pencahayaan alami, dan sebagainya). Studi BPPT juga menjelaskan bahwa pencahayaan alami dapat mengurangi penggunaan energi listrik untuk pencahayaan sebesar 17%-40% (Balai Besar Teknologi Energi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, 2012). 7

Trajectories/One Pagers Penjelasan ringkas dari tiap-tiap level yang digunakan dalam skenario level 1-4 di sektor komersial adalah sebagai berikut: 1. Pencahayaan di sektor komersial Sektor komersial terdiri dari perdagangan, hotel, restoran, lembaga keuangan, badan pemerintah, sekolah, rumah sakit, komunikasi, dan sebagainya. Semakin besar luas lantai untuk sektor ini, semakin banyak pula energi yang diperlukan untuk pencahayaan. Secara umum, intensitas untuk pencahayaan diprediksikan turun akibat penetrasi teknologi yang semakin efisien, misalnya CFL, LED, lighting sensor, dan sebagainya. Hal ini didukung juga oleh implementasi passive design dalam bangunan rumah, misalnya pemanfaatan pencahayaan alami. Level 1 Level 1 mengasumsikan penurunan intensitas energi untuk pencahayaan di sektor komersial sebesar 10% pada tahun. Penggunaan CFL sudah secara luas diterapkan di sektor komersial. Bohlam sudah tidak lagi digunakan di sektor komersial. mengasumsikan penurunan intensitas energi untuk pencahayaan sebesar 25% pada tahun. Sektor komersial menggunakan teknologi CFL dan LED yang efisien. Program MEPS (Minimum Energy Performance Standards) memudahkan sektor komersial memperoleh produk dengan efisiensi tinggi. Level 3 Level 3 mengasumsikan penurunan intensitas energi sebesar 40% pada. Kebijakan pemerintah tentang pelabelan dan Program MEPS untuk bangunan yang mengomsumsi lebih dari 6.000 TOE mendorong sektor komersial untuk menggunakan teknologi pencahayaan yang lebih efisien. mengasumsikan penurunan intensitas energi untuk pencahayaan sebesar 80% pada tahun dibandingkan tahun dasar. Hal ini disebabkan oleh penetrasi lampu LED, pencahayaan alami, dan lighting sensor yang sudah diadopsi secara luas akibat adanya kewajiban pelabelan dan meningkatnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya peran pencahayaan alami untuk mengurangi konsumsi energi. 8

TWh/Y 350,00 300,00 250,00 200,00 150,00 100,00 50,00 0,00 8,68 311,21 2011 Level 1 259,35 207,48 Level 3 69,16 Gambar 3. Ilustrasi proyeksi konsumsi energi untuk pencahayaan 2. Memasak Konsumsi energi di sektor komersial untuk keperluan memasak berupa biomassa, gas, minyak tanah, LPG, dan listrik. Kegiatan memasak di sektor komersial diperkirakan akan naik di masa yang akan datang karena diprediksikan konsumen akan lebih memilih untuk makan dan memesan makanan di restoran. Intensitas konsumsi energi untuk keperluan memasak diprediksi akan turun sejalan dengan penetrasi peralatan memasak yang hemat energi dan kebijakan pemerintah untuk mengurangi konsumsi minyak tanah. Level 1 Level 1 mengasumsikan intensitas energi untuk keperluan memasak akan berkurang sebesar 10% pada tahun dibandingkan dengan tahun 2011. Kompor hemat energi sudah mulai diperkenalkan namun pemanfaatannya masih rendah. Hal ini dikarenakan penggunaan kompor dan peralatan yang efisien untuk memasak belum diadopsi secara luas. Kompor hemat energi dibeli untuk alasan ekonomi. mengasumsikan intensitas energi untuk keperluan memasak akan berkurang sebesar 25% pada tahun. Sektor komersial sudah mulai menggunakan kompor yang efisien dan mengurangi konsumsi minyak tanah. Kampanye aktif pemerintah terkait kompor yang efisien mendorong penggunaan yang lebih banyak dibandingkan dengan level 1. Selain itu, pemerintah juga memberlakukan kebijakan untuk mengurangi ketergantungan pada minyak tanah untuk memasak. Level 3 Level 3 mengasumsikan sektor komersial sudah menggunakan kompor yang efisien secara luas. Hal ini disebabkan karena penerapan standar kompor sehingga produsen memproduksi kompor yang efisien. 9

Sektor komersial juga mengurangi penggunaan minyak tanah dan beralih ke penggunaan gas. Hal ini mengakibatkan penurunan intensitas untuk memasak sebesar 40% pada tahun apabila dibandingkan dengan tahun dasar. mengasumsikan penurunan intensitas konsumsi energi untuk memasak sebesar 50% pada tahun dibandingkan tahun 2011. Hal ini disebabkan oleh penggunaan kompor dan peralatan memasak lainnya yang sudah diadopsi secara luas. Minyak tanah sudah tidak digunakan untuk memasak. Penggunaan gas diadopsi secara luas dan sudah mulai beralih ke teknologi kompor listrik. TWh/Y 450,00 400,00 350,00 300,00 250,00 200,00 150,00 100,00 50,00 0,00 11,26 404,06 2011 Level 1 314,27 269,38 Level 3 224,48 Gambar 4. Ilustrasi proyeksi konsumsi energi untuk memasak 3. Pendinginan di sektor komersial Kebijakan Pemerintah Indonesia saat ini terkait dengan efisiensi AC di antaranya adalah peraturan tentang pelabelan AC dan penentuan nilai Standar Kinerja Energi Minimum (SKEM). Pelabelan diharapkan dapat memberikan informasi bagi masyarakat mengenai tingkat efisiensi energi dan mendorong produsen dalam meningkatkan kualitas produk di bidang efisiensi energi. Sedangkan kebijakan SKEM diharapkan dapat membatasi beredarnya produk pemanfaat energi yang tidak efisien di pasar. Selain itu, bangunan komersial yang penggunaan energinya melebihi 6.000 TOE diwajibkan untuk melakukan kegiatan efisiensi energi, yang mencakup program-program implementasi hasil audit energi seperti penggantian lampu hemat energi, AC, dan sebagainya. Perkembangan teknologi AC inverter saat ini sudah berkembang sangat pesat diiringi dengan biaya produksi yang semakin murah. Hal ini tentunya mempengaruhi perkembangan penggunaan AC di masa depan sehingga dapat menurunkan intensitas energi. Selain itu, adanya passive design, misalnya penggunaan insulasi pada gedung akan menurunkan beban pendinginan sehingga dapat mengurangi penggunaan AC. 10

Level 1 Level 1 mengasumsikan penurunan intensitas energi untuk penggunaan AC di sektor komersial sebesar 10% karena teknologi AC yang lama akan digantikan dengan teknologi AC baru (perubahan teknologi secara alami). Pemanfaatan teknologi AC hemat energi akan semakin banyak diterapkan di bangunan komersial. mengasumsikan adanya penurunan intensitas energi untuk AC sebesar 20%. Pemanfaatan teknologi hemat energi produk AC dilakukan di sektor komersial. Kebijakan pelabelan dan SKEM mampu memberikan pilihan terhadap peralatan khususnya AC hemat energi di sektor komersial. Level 3 Level 3 mengasumsikan adanya penurunan intensitas energi untuk AC sebesar 40%. Pemanfaatan teknologi hemat energi produk AC dilakukan di sektor komersial. Kebijakan pemerintah terkait pelabelan AC hemat energi dan SKEM serta kewajiban bagi bangunan gedung yang menggunakan lebih dari 6.000 TOE untuk menerapkan langkah-langkah efisiensi energi mendorong sektor komersial untuk memanfaatkan teknologi AC hemat energi. mengasumsikan adanya penurunan intensitas energi untuk AC sebesar 60%. Pemanfaatan teknologi hemat energi untuk produk AC dilakukan secara besar-besaran di sektor komersial. Kebijakan pemerintah terkait pelabelan AC hemat energi dan SKEM serta kewajiban bagi bangunan gedung yang menggunakan lebih dari 6.000 TOE energi untuk menerapkan langkah-langkah efisiensi energi mendorong sektor komersial untuk memanfaatkan teknologi AC hemat energi secara besarbesaran. Pemanfaatan teknologi inverter, magnetis dan teknologi AHU serta chiller retrofits akan mencapai nilai yang sangat efisien sehingga dapat menurunkan nilai intensitas energi yang cukup tinggi. 11

TWh/Y 900,00 800,00 700,00 600,00 500,00 400,00 300,00 200,00 100,00 0,00 21,69 778,04 2011 Level 1 691,59 518,69 Level 3 345,79 Gambar 5. Ilustrasi proyeksi konsumsi energi untuk pendingin 4. Peralatan lainnya di sektor komersial Peralatan elektronik lainnya di sektor komersial diprediksi akan meningkat di masa yang akan datang. Contoh peralatan elektronik yang sering ditemukan di sektor komersial antara lain: motor listrik, kipas angin, oven, mesin cuci, dan televisi. Saat ini, kepemilikan peralatan elektronik semakin meningkat dan beragam produk elektronik di pasaran berlomba untuk menawarkan teknologi terbaru yang hemat energi dan ramah lingkungan. Oleh karena itu, intensitas energi untuk peralatan elektronik lainnya diprediksi akan menurun karena pengguna memiliki kesadaran untuk memanfaatkan teknologi hemat energi. Level 1 Level 1 mengasumsikan penurunan intensitas energi untuk peralatan elektronik lainnya di sektor komersial sebesar 5% pada tahun. Perilaku hemat energi dan pemanfaatan teknologi hemat energi belum dilakukan secara optimal. mengasumsikan terjadinya penurunan intensitas energi sebesar 10% pada tahun untuk peralatan elektronik lainnya. Konsumen memiliki perilaku hemat energi dan penetrasi pasar teknologi hemat energi memudahkan konsumen mengganti peralatan elektronik dengan yang lebih hemat energi. 12

Level 3 Level 3 mengasumsikan terjadinya penurunan intensitas energi sebesar 20% pada tahun untuk peralatan elektronik lainnya. Adanya kebijakan standarisasi dan pelabelan produk hemat energi mendorong produsen elektronik untuk menghasilkan produk hemat energi. mengasumsikan terjadi penurunan intensitas energi sebesar 40% pada tahun untuk peralatan elektronik lainnya. Adanya kebijakan standarisasi dan pelabelan produk hemat energi mendorong produsen elektronik untuk menghasilkan produk hemat energi. Konsumen memilih memanfaatkan produk hemat energi. Kebijakan standarisasi dilaksanakan secara penuh dan ketat sehingga mayoritas peralatan elektronik di pasar adalah peralatan hemat energi. Dengan demikian, mayoritas peralatan di sektor komersial adalah peralatan hemat energi dan memiliki fitur ramah lingkungan. TWh/y 600,00 500,00 530,75 502,82 446,95 400,00 300,00 335,21 200,00 100,00 0,00 14,02 2011 Level 1 Level 3 Gambar 6. Ilustrasi proyeksi konsumsi energi untuk peralatan lainnya 13

4. Referensi Balai Besar Teknologi Energi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. (2012). Perencanaan Efisiensi dan Elastisitas Energi 2012. Retrieved September 1, 2012, from http://www.bppt.go.id/unduhan/buku%20perencanaan%20efisiensi%20dan%20elastisi TAS%20ENERGI%202012%20-%20B2TE%20-%20FINAL271112.pdf Direktorat Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. (2014). Arah Kebijakan dan Pemanfaatan Energi di Sektor Komersial. Focus Group Discussion Indonesia Pathway Calculator. Jakarta: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Green Building Council Indonesia. (2014). Rating Tools and Energy Efficiency in Commercial Green Buildings Concepts. Focus Group Discussion Indonesia Pathway Calculator 28 Agustus 2014. Jakarta: Green Building Council Indonesia. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. (2012). Handbook of Energy and Economic Statistics of Indonesia 2012. Jakarta: Ministry of Energy and Mineral Resources. Modeler, Core Team. (2014). Core Team Modeler Meeting. Bandung. Swisher, J., Jannuzi, G., & Redlinger, R. (1997). Tools and Methods for Integrated Resource Planning. UNEP Collaboration Centre for Energy and Environment. 14