UPAYA PENGHAPUSAN BENSIN BERTIMBAL MELALUI INSTRUMEN HUKUM

dokumen-dokumen yang mirip
PERSPESKTIF KEBIJAKAN PENGHAPUSAN BENSIN BERTIMBEL

Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 Tentang : Pengendalian Pencemaran Udara

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 167 TAHUN 2003

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR 04 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 04 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEBIJAKAN BERSIH BENSIN TANPA TIMBEL MENYENYELAMATKAN GENERASI BANGSA. Prof. Dr.-Ing.K. Tunggul Sirait

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KOTA PASURUAN

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTAJAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI

Kotak 5.1: Peraturan perundang-undangan terkait dengan pengendalian pencemaran udara

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BAKU MUTU LINGKUNGAN HIDUP DAN KRITERIA BAKU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESI DEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-15/MENLH/4/1996 TENTANG PROGRAM LANGIT BIRU MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 04 TAHUN 2009 TENTANG AMBANG BATAS EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR TIPE BARU

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

BAB 1 : PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi yang

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR

PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP

BERITA DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2010 NOMOR : 40

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2000 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA PANAS BUMI UNTUK PEMBANGKITAN TENAGA LISTRIK

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH R A N C A N G A N PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR :...TAHUN... TENTANG

PELAKSANAAN PROGRAM PEMANTAUAN LINGKUNGAN H M M C J WIRTJES IV ( YANCE ) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 19

BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 1997 Tentang : Indeks Standar Pencemar Udara

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

Mengingat : cvi.6. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah

Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 92 TAHUN 2007 TENTANG

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

BAKU MUTU LINGKUNGAN. Untuk mengatakan atau menilai bahwa lingkungan telah rusak atau tercemar dipakai mutu baku lingkungan.

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NOMOR : 101 TAHUN 2007 NOMOR : B/5576/VII/2007/Datro NOMOR : B-3845/0.1/GP/06/2007 NOMOR : Kep-41B/PPLH-R.eg.4/06/2007 TENTANG

Mata Ajaran : Manajemen Lingkungan Rumah Sakit Topik : Lingkungan Hidup & Sistem Manajemen Lingkungan RS Minggu Ke : II

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : TAHUN 2007 TENTANG BAKU TINGKAT KEBISINGAN KENDARAAN BERMOTOR TIPE BARU

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman dan meningkatnya tingkat kesejahteraan

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. Bagi masyarakat, transportasi merupakan urat nadi kehidupan sehari-hari

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP. Emisi Gas. Baku Mutu. Kategori L3. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia. Semakin berkembangnya teknologi kendaraan bermotor saat ini

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN

LEMBARAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 18 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 2

BAB I PENDAHULUAN. pada bertambahnya jumlah pencemar di udara (Badan Pusat Statistik, 2013).

PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 21 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN LINGKUNGAN HIDUP

Magister Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN

BAB I PENDAHULUAN. menggali dan mengolah sumber daya alam dengan sebaik-baiknya yang meliputi

SOSIALISASI DALAM RANGKA : PERTEMUAN PENGUJI KENDARAAN BERMOTOR SELURUH INDONESIA TAHUN 2010

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 515 TAHUN : 2001 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN LIMBAH

informasi dunia sehingga mengharuskan dibentuknya pengaturan mengenai pengelolaan Informasi dan Transaksi Elektronik di tingkat nasional

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 766 TAHUN : 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP

- 1 - PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG

LAPORAN KEGIATAN PENGKAJIAN BAKU MUTU KUALITAS UDARA AMBIEN LAMPIRAN. PP No.41 TAHUN 1999

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1993 TENTANG PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lingkungan hidup merupakan suatu tempat berlangsungnya kehidupan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

FUNGSI, TUGAS, WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB BPH MIGAS (SECARA UMUM)

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BONDOWOSO

LAMPIRAN 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 1992/49, TLN 3480]

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP

Transkripsi:

UPAYA PENGHAPUSAN BENSIN BERTIMBAL MELALUI INSTRUMEN HUKUM Pendahuluan Keberadaan bensin bertimbal sebagai bahan yang berbahaya (mengandung neurotoksin racun penyerang syaraf ) disadari memiliki implikasi negatif terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, tahun 1999 Menteri Pertambangan dan Energi mengeluarkan SK Mentamben No. 1585/K/32/MPE/1999 tentang Persyaratan Pemasaran bahan bakar Jenis Bensin dan Solar di Dalam Negeri. Dimana dalam ketentuannya dikatakan bahwa timbal sudah harus dihapuskan di seluruh wilayah Indonesia pada awal Januari 2003. Sebelumnya melalui penandatanganan Letter of Intent, sebagai syarat peminjaman kredit antara Pemerintah Indonesia dengan lembaga keuangan dan moneter internasional atau IMF, sebagai upaya menyelamatkan perekonomian Indonesia disebutkan dalam butir ke 50 bahwa Indonesia harus melakukan konversi energi bersih, dimana penghapusan bensin berimbal menjadi prioritas utamanya. 1 Juli 2001, secara resmi dihentikannya injeksi timbal dalam bahan bakar premiun di seluruh wilayah Jakarta oleh Pertamina. Penghapusan bensin bertimbal itu dijadikan moment keberhasilan gerakan peduli lingkungan yang didukung oleh berbagai stakeholders. Evaluasi secara reguler harus dilakukan untuk mengetahui dimana terjadi kendala dalam produksi dan distribusi bensin tanpa timbal untuk kemudian menjadi bahan masukan dalam rangka penghapusan bensin bertimbal untuk seluruh Jawa dan Indonesia. Semestinya penghapusan bensin tanpa timbal di Jawa sudah harus terwujud pada akhir 2002 ini sebagaimana yang direkomendasikan dalam lokakarya yang dihadiri oleh seluruh stakeholders dalam upaya penghapusan bensin bertimbal di Indonesia. Cairnya tuntutan tidak sebagaimana apa yang mereka lakukan pertama kali terhadap upaya

penghapusan bensin bertimbal di Jakarta-- dari kelompok yang mewadahi berbagai stakeholders atas hapusnya bensin bertimbal menjadikan issu ini menguap tidak berbekas. Di sisi lain tidak dilibatkannnya kembali stakeholders ini dalam proses menuju bebasnya pulau Jawa dan Indonesia dari bensin bertimbal menutup akses mereka terhadap informasi dan sekaligus peran dari mereka yang semestinya dapat membantu mengenai siap- tidaknya Pertamina mewujudkan bensin tanpa timbal di Jawa dan Indonesia. Dua kondisi ini (cairnya tuntutan dari kelompok penekan dan tidak dilibatkannya mereka dalam persiapan penghapusan bensin bertimbal di Jawa dan Indonesia oleh Pertamina) akan melahirkan peluang saling sikap curiga-mencurigai yang pada awalnya sudah dihilangkan. Kondisi ini tentunya memberikan suasana yang tidak kondusif bagi kedua belah pihak. Sebagai contoh ketika misalnya Pertamina memberikan alasan ketidakmampuan keuangan negara dalam penyediaan bensin tanpa timbal untuk Jawa dan Indonesia akan muncul sikap keragu-raguan terhadap benar-tidaknya alasan tersebut. Tidak tepatnya waktu penghapusan bensin bertimbal di Jawa dan Indonesia, sebagaimana yang dituangkan dalam SK Mentamben menimbulkan pertanyaan masyarakat di luar Jakarta dan daerah-daerah lainnya yang telah bebas dari bensin bertimbal. Dari sudut kebijakan dan hukum yang ada memang instrumen perlindungan masyarakat dari ancaman pencemaran udara sudah banyak termuat dalam peraturan perundang-undangan kita. Masalah muncul ketika karakteristik timbal sebagai emisi gas buang sudah terkandung dalam bahan bakar sebelum proses pembakaran. Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pencemaran udara Landasan pengaturan pencemaran udara, khususnya yang berasal dari kendaraan bermotor di Indonesia adalah Undang-undang No. 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dalam salah satu ketentuannya dikatakan bahwa untuk mencegah pencemaran udara dan kebisingan suara kendaraan bermotor yang dapat mengganggu kelestarian lingkungan hidup, setiap kendaraan bermotor wajib memenuhi persyaratan ambang batas emisi gas buang dan tingkat kebisingan. Dikatakan selanjutnya bahwa

setiap pemilik, pengusaha angkutan umum dan /pengemudi kendaraan bermotor, wajib mencegah terjadinya pencemaran udara dan kebisingan yang diakibatkan oleh pengoperasian kendaraannya (ps. 50). Mekanisme lain yang dapat digunakan dalam menjerat pelaku pencemaran dari kendaraan bermotor adalah Undang-undang No. 29 tahun 1992 tentang Kesehatan Nasional. Alasannya adalah dampak kesehatan yang dialami masyarakat yang rentan menghirup buangan emisi kendaraan bernotor menjadi perhatian utma mengingat zat atau komponen yang dikandung bahan bakar (apalagi timbal) berisiko sangat tinggi terhadap kesehatan masyarakat. Selanjutnya Undang-undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menjamin setiap orang atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Pencemaran udara yang diakibatkan buangan emisi kendaraan bermotor secara langsung mempengaruhi kualitas udara khususnya dan lingkungan hidup lainnya. Dan terakhir Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara sebagai peraturan pelaksana dari UU No. 23 tahun 1997. Peraturan ini diharapkan menjadi landasan kongkrit langkah penciptaan kondisi udara ke arah kondisi yang layak dihirup oleh masyarakat. Seperti yang menjadi asas pertimbangan lahirnya PP ini, bahwa udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi kehidupan manusia serta mahluk hidup lainnya dan bermanfaat bagi pelestarian lingkungan hidup. Terdapat 2 (dua) kelemahan perangkat peraturan diatas dalam upaya menjaring pengguna bensin bertimbal 1. Peraturan diatas hanya mengatur kewajiban dari pengguna / pemakai kendaraan bermotor. 2. Definisi pencemaran udara yang tidak sesuai dengan karakteristik timbal. Undang-undang Nomor 14 tahun 1992 sebagai undang-undang yang dalam ketentuannya mengatur secara khusus pengendalian pencemaran udara yang berasal dari kendaraan bermotor hanya mengatur mengenai kewajiban dari pengguna atau pemakai kendaraan

bermotor, padahal dalam kaitannya dengan bensin bertimbal, tanggung-jawab bukan terletak pada pemakai kendaraan bermotor tersebut sebagai konsumen, tetapi merupakan tanggung-jawab dari Pertamina sebagai produsen bahan bakar (pencemaran udara yang berasal dari bahan bakar yang sudah tercemari) Masalah berikutnya berawal dari kategori pencemaran udara yang tidak memiliki kesesuaian dengan karakteristik timbal. Dikatakan pencemaran udara apabila masuknya zat, energi dan atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia yang telah melewati ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor. Artinya pencemaran udara terjadi apabila telah melampaui batas maksimum/batas toleransi bahan pencemar yang dikeluarkan. Ukuran batas atau kadar zat dari timbal yang ditenggang keberadaannya dalam udara adalah 2 μg/nm3 per 24 jam dan 1 μg/nm3 per 1 tahun. Namun karena karakteristik timbal yang memiliki efek kumulasi mengharuskan batas timbal ditekan sampai titik 0 (nol). Instrumen dan Upaya Hukum Institusi pemerintah atau eksekutif sebagai penyelenggara pemerintahan yang bertanggung-jawab kepada rakyatnya dibidang sosial, politik dan ekonomi harus melihat isu bahan bakar timbal sebagai isu yang memiliki kaitan kepentingan antar departemen. Oleh karena itu landasan hukum setingkat keputusan Menteri tidaklah cukup untuk mendorong instansi untuk memiliki komitmen dan selanjutnya bekerja bersama-sama mengagendakan penghapusan bensin bertimbal. Dengan demikian keinginan yang sungguh-sungguh untuk menghapuskan bensin bertimbal yang harus dilakukan oleh pemerintah dalam jangka pendek adalah menerbitkan Keputusan Presiden yang melarang peredaran bensin bertimbal. Alasan yang dapat dikemukakan tidak ada batas aman dalam kandungan timbal (nol) dan memberikan kewajiban kepada Pertamina untuk melakukan penghapusan bensin bertimbal sesuai dengan waktu yang ditentukan. Keppres ini akan membantu pelaksanaan Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang mengatur

mengenai kewajiban pelaku usaha untuk mentaati aturan-aturan yang berlaku dalam kegiatan produksinya. Sementara itu upaya hukum yang dapat dilakukan oleh masyarakat sebagai publik adalah mengoptimalkan hak publik atas lingkungan yang baik dan bersih, sebagaimana yang dilindungi oleh undang-undang tentang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Di balik ketentuan tersebut juga dinyatakan bahwa setiap orang berkewajiban untuk memelihara fungsi lingkungan dan mencegah serta memperbaiki pencemaran dan perusakan lingkungan. Konsekuensi dari pelanggaran tersebut setiap orang berhak melakukan tuntutan ganti rugi atas perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerusakan pencemaran lingkungan. Apabila perusakan dan pencemaran lingkungan itu memiliki dampak yang sangat besar dan penting serta mengandung bahan berbahaya dan beracun maka si pelaku dikenakan tanggungjawab seketika (strict liablity) untuk membayar ganti kerugian. Undang-undang No. 23 tahun 1997 juga memberikan hak prosedural kepada masyarakat untuk melakukan gugatan perwakilan (class actions), Hak Gugat LSM (legal standing) dan tanggungjawab mutlak (Strict liability). Ketiga hak prosedural tersebut akan memudahkan masyarakat untuk mendapatkan keadilan, apalagi dalam kasus pencemaran udara ini akan selalu memiliki dampak kepada masyarakat banyak dan lingkungan (Am).