BAB IV TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH B3

dokumen-dokumen yang mirip
TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA & BERACUN (B3)

PEMBELAJARAN VI BAHAN BERACUN BERBAHAYA

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.

RANCANGAN PENGOLAHAN LIMBAH CAIR. Oleh DEDY BAHAR 5960

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG

Pemantauan Limbah Cair, Gas dan Padat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. bahan-bahan yang ada dialam. Guna memenuhi berbagai macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

MANUAL PROSEDUR PENANGANAN LIMBAH LABORATORIUM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mutu air adalah kadar air yang diperbolehkan dalam zat yang akan

Mn 2+ + O 2 + H 2 O ====> MnO2 + 2 H + tak larut

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai

PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI MENJADI AIR MINERAL

II. TINJAUAN PUSTAKA

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

BAB I PENDAHULUAN. dari proses soaking, liming, deliming, bating, pickling, tanning, dyeing,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam

ISBN : Oleh: Ir. Setiyono, MSi

BAB I PENDAHULUAN. Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit

Pengelolaan dan Pengendalian Limbah B3

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF TINGKAT RENDAH DAN TINGKAT SEDANG

Gambar 3. Penampakan Limbah Sisa Analis is COD

BAB I PENDAHULUAN. berdampak positif, keberadaan industri juga dapat menyebabkan dampak

Limbah B3 adalah setiap limbah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun yang karena sifat dan atau konsentrasinya baik secara langsung maupun

KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH

PROSEDUR PENANGANAN LIMBAH

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PROSES RECOVERY LOGAM Chrom DARI LIMBAH ELEKTROPLATING

KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN

MAKALAH PPM TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH ELEKTROPLATING DENGAN PEMANFAATAN KEMBALI LIMBAH ELEKTROPLATING. Oleh: R. Yosi Aprian Sari, M.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

KARAKTERISTIK LIMBAH B3. Limbah B3 didefinisikan sebagai suatu limbah yang mempunyai satu atau lebih sifat-sifat sebagai berikut:

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB 1 PENDAHULUAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENYISIHAN KESADAHAN dengan METODE PENUKAR ION

AUDIT LIMBAH B3 Bahan Berbahaya dan Beracun

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin tinggi dan peningkatan jumlah industri di Indonesia.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENGELOMPOKKAN SIFAT-SIFAT MATERI

RECOVERY ALUMINA (Al 2 O 3 ) DARI COAL FLY ASH (CFA) MENJADI POLYALUMINUM CHLORIDE (PAC)

PENGOLAHAN AIR LIMBAH SECARA FISIK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1994 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

Recovery Logam Ag Menggunakan Resin Penukar Ion

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

Reaksi dalam larutan berair

: Komposisi impurities air permukaan cenderung tidak konstan

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dan panas bumi dan Iain-lain. Pertumbuhan industri akan membawa dampak positif,

SUNARDI. Jl. Babarsari Kotak Pos 6101 YKBB Yogyakarta Telp. (0274) Abstrak

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II AIR LIMBAH PT. UNITED TRACTORS Tbk

PENGOLAHAN LIMBAH PABRIK MIE INSTAN

BAB V HASIL MONITORING IPAL PT. United Tractor Tbk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua

K13 Revisi Antiremed Kelas 11 Kimia

BAB I PENDAHULUAN. industri berat maupun yang berupa industri ringan (Sugiharto, 2008). Sragen

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

DISINFEKSI DAN NETRALISASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ikatan kimia. 1. Peranan Elektron dalam Pembentukan Ikatan Kimia. Ikatan kimia

BAB III TATA NAMA SENYAWA DAN PERSAMAAN REAKSI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

12/3/2015 PENGOLAHAN AIR PENGOLAHAN AIR PENGOLAHAN AIR. Ca Mg

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point

Perancangan Instalasi Unit Utilitas Kebutuhan Air pada Industri dengan Bahan Baku Air Sungai

Perlakuan dan pembuangan limbah kimia dari pekerjaan laboratorium sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kehidupan dan kesehatan manusia (Sunu, 2001). seperti Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat,

Kuliah Pencegahan Pencemaran (CHA )

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Skema Proses Pengolahan Air Limbah

PENCEMARAN LINGKUNGAN. Purwanti Widhy H, M.Pd

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUMAS DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI PATIKRAJA Jalan Adipura 3 Patikraja Telp (0281) Banyumas 53171

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ).

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS 2010

hasil analisis tersebut akan diketahui karakteristik (sifat fisik, biologi dan kimia)

PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH PADA IPAL INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BTIK LIK MAGETAN

Teknik Bioseparasi. Dina Wahyu. Genap/ March 2014

LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT (Diskusi Informasi) INFORMASI Larutan adalah campuran yang homogen antara zat terlarut dan zat pelarut.

PENENTUAN KADAR KARBONAT DAN HIDROGEN KARBONAT MELALUI TITRASI ASAM BASA

Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 Tentang : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun

Hubungan koefisien dalam persamaan reaksi dengan hitungan

LEMBARAN SOAL 11. Mata Pelajaran : KIMIA Sat. Pendidikan : SMA Kelas / Program : X ( SEPULUH )

PENGEMBANGAN MATERIAL SEMEN BERBAHAN DASAR INSINERASI LIMBAH RUMAH SAKIT DENGAN TEKNOLOGI HIDROTERMAL

Transkripsi:

BAB IV TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH B3 4.1. Sistem Pengolahan Limbah B3 Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), adalah proses untuk mengubah jenis, jumlah dan karakteristik limbah B3 menjadi tidak berbahaya dan/atau tidak beracun dan/atau immobilisasi limbah B3 sebelum ditimbun dan/atau memungkinkan agar limbah B3 dimanfaatkan kembali (daur ulang). Ada berbagai cara/sistem yang dapat dipilih untuk mengolah limbah B3, baik secara fisika, kimia, biologi atau kombinasi dari itu. Pemilihan sistem yang akan digunakan untuk mengolah suatu limbah B3 disesuaikan dengan karakteristik dan sifat-sifat limbah tersebut, yang mana prosesnya harus aman dan tidak menimbulkan bahaya bagi pekerjanya, diusahakan dengan biaya yang seefisien mungkin dan dapat memberikan hasil olahan yang aman bagi manusia di sekitarnya maupun lingkungan, tidak hanya memindahkan limbah dari satu tempat/bentuk ke tempat/bentuk yang lain saja tetapi dapat mencapai kesestabilan materi. Proses pengolahan secara fisika dan kimia bertujuan untuk mengurangi daya racun limbah B3 dan/atau menghilangkan sifat/karakteristik limbah B3 dari berbahaya menjadi tidak berbahaya. Cara ini biasanya menghasilkan produk olahan berupa cairan, gas, debu atau padatan. Produk-produk hasil olahan tersebut harus memenuhi baku mutu yang berlaku tentang pengendalian pencemaran sesuai dengan kelasnya. Jenis-jenis proses pengolahan secara fisika dan kimia antara lain : 1. Proses pengolahan secara kimia: (a) Reduksi-Oksidasi, 47

(b) Elektrolisa, (c) Netralisasi, (d) Presipitasi/Pengendapan, (e) Solididifikasi/Stabilisasi, (f) Absorpsi, (g) Penukar lon, (h) Pirolisa. 2. Proses pengolahan secara fisika: (a) Pembersihan gas : (i) Elektrostatik presipitator, (ii) Penyaringan partikel, (iii) Wet scrubbing, (iv) Adsorpsi dengan karbon aktif. (b) Pemisahan cairan dan padatan : (i) Sentrifugasi, (ii) Klarifikasi, (iii) Koagulasi, (iv) Filtrasi, (v) Flokulasi, (vi) Flotasi, (vii) Sedimentasi, (viii) Thickening. (c) Penyisihan komponen-komponen yang spesifik : (i) Adsorpsi, (ii) Kristalisasi, (iii) Dialisa, (iv) Electrodialisa, (v) Evaporasi, (vi) Leaching, (vii) Reverse osmosis, (viii) Solvent extraction, (ix) Stripping. 48

4.2. Teknik Pengolahan Limbah B3 4.2.1. Netralisasi Netralisasi limbah diperlukan jika kondisi limbah masih di luar range ph baku mutu limbah (BML) yang diperlukan (ph 6-8), sebab limbah di luar kondisi tersebut dapat bersifat racun atau korosif. Dalam beberapa hal netralisasi dapat dilakukan dengan cara mencampur limbah yang bersifat asam dengan limbah yang bersifat basa. Pencampuran dilakukan di dalam suatu bak equalisasi (bak penstabil) pada level ketinggian tetap. Bak ini juga sering disebut sebagai tangki netralisasi. Tangki reaksi netralisasi dilengkapi dengan alat sensor ph untuk mengontrol kondisi hasil reaksi. Secara umum reaksi netralisasi tersebut sebagai berikut: Asam + Basa Garam + Air (kondisi lebih netral) Netralisasi menggunakan bahan kimia dilakukan dengan menambahkan bahan yang bersifat asam kuat atau basa kuat. Air limbah yang bersifat asam pada umumnya dinetralkan dengan larutan kapur (Ca(OH) 2 ), soda kostik (NaOH) atau natrium karbonat (Na 2 CO 3 ). Karena larutan kapur harganya lebih murah dari pada bahan kimia lainnya, maka larutan ini lebih sering dipakai di berbagai industri. Air limbah yang bersifat basa dinetralkan dengan asam kuat seperti H 2 SO 4, HCl atau dengan gas CO 2. Netralisasi dengan CO 2 dapat dilakukan dengan memasukkan gas CO 2 melalui bagian bawah tangki netralisasi. Gas akan akan membentuk gelembunggelembung gas yang akan bereaksi dengan basa yang ada sehingga dihasilkan asam karbonat (H 2 CO 3 ). 49

Gambar 4.1: Tangki netralisasi 4.2.2. Pengendapan Jika konsentrasi logam berat di dalam air limbah cukup tinggi, maka logam tersebut dapat dipisahkan dari limbah dengan jalan pengendapan. Pengendapan dapat dilakukan dengan mengubah bentuk logam yang ada ke dalam bentuk hidroksidanya. Hal ini dilakukan dengan penambahan larutan kapur (Ca (OH) 2 ) atau soda kostik (NaOH) dengan memperhatikan kondisi ph akhir dari larutan. Pengendapan optimal akan terjadi pada kondisi ph dimana hidroksida logam tersebut mempunyai nilai kelarutan minimum. Untuk lebih jelasnya hubungan antara konsentrasi logam dengan kondisi ph dapat dilihat pada Gambar 4.2. Dari Gambar 4.2 terlihat bahwa kelarutan minimum krom dan seng terjadi pada ph 7,5 dan 10,2. Gambar tersebut juga menunjukkan bahwa konsentrasi krom maupun seng akan meningkat dengan tajam jika kondisi ph berubah dari nilai 7,5 atau 10,2. Jadi untuk mengendapkan logam yang ada secara optimal kondisi ph memegang peran yang sangat penting. 4.2.3. Koagulasi dan Flokulasi Koagulasi dan flokulasi digunakan untuk memisahkan padatan tersuspensi dari cairan jika kecepatan pengendapan secara alami padatan tersebut lambat atau tidak efisien. Koagulasi dilakukan 50

dengan menambahkan bahan kimia koagulan ke dalam air limbah. Koagulan yang sering digunakan di lingkungan industri antara lain larutan kapur Ca (OH) 2, tawas (Al 2 (SO 4 ) 3. 18 H 2 O; FeCl 3 ; FeCl 2 ; FeSO 4. 7 H 2 O dan lain-lain. Konsentrasi Logam (mg/l) Gambar 4.2: Hubungan Konsentrasi Logam Dengan PH 4.2.4. Oksidasi Reduksi (Redoks) Oksidasi adalah reaksi kimia yang akan meningkatkan bilangan valensi materi yang bereaksi dengan melepaskan elektron. Reaksi 51

oksidasi selalu diikuti dengan reaksi reduksi. Reduksi adalah reaksi kimia yang akan menurunkan bilangan valensi materi yang bereaksi dengan menerima elektron dari luar. Reaksi kimia yang melibatkan kedua reaksi oksidasi dan reduksi ini dikenal dengan reaksi redok. Reaksi kimia Oksidasi-Reduksi dapat merubah bahan pencemar yang bersifat racun menjadi tidak berbahaya atau menurunkan tingkat/daya racunnya. Contoh pengolahan limbah B3 dengan reaksi redok: (1) Krom valensi enam (krom heksavalen) merupakan bahan kimia yang sangat beracun, sehingga keberadaannya di dalam limbah harus ditangani dengan sangat hati-hati. Untuk menurunkan tingkat racun dari krom heksavalen ini dapat dilakukan dengan mengadakan reaksi redok. Krom heksavalen dapat direduksi menggunakan sulfur dioksida (SO 2 ) menjadi krom trivalen yang mempunyai tingkat/daya racun jauh lebih rendah dari pada krom heksavalen. Reaksi dasar dari krom ini adalah sebagai berikut: SO 2 + H 2 O H 2 SO 3 2 CrO 3 + 3 H 2 SO 3 Cr 2 (SO4) 3 + 3 H 2 O Cr 2 (SO 4 ) 3 + 3 Ca(OH) 2 2 Cr(OH) 3 + CaSO 4 Krom trivalen lebih aman dari pada krom heksavalen sehingga lebih dapat diterima di lingkungan. (2) Limbah yang mengandung sianida juga mempunyai sifat racun yang sangat kuat, sehingga diperlukan pengolahan terlebih dahulu sebelum limbah tersebut di-landfill. Sianida yang sangat beracun tersebut dapat dioksidasi ke dalam bentuk sianat yang daya racunnya jauh lebih rendah. 52

Reaksi oksidasinya sebagai berikut: NaCN + Cl 2 + 2 NaOH NaCNO + 2 NaCl + H 2O 2 NaCNO + 3 Cl 2 + 4 NaOH 2 CO 2 + N 2 + 6 NaCl + 2 H 2O Kedua reaksi tersebut sangat sensitive terhadap perubahan kondisi ph. Reaksi pertama membutuhkan ph lebih besar dari pada 10 untuk memproduksi natrium sianida, sedangkan reaksi kedua akan terjadi lebih cepat pada kondisi ph sekitar 8. Proses klorinasi alkalin akan lebih baik dilakukan dengan pemutih hipoklorid seperti menggunakan peroksida dan ozon untuk lebih menyempurnakan hasil reaksi penghancuran sianida. 4.2.5. Insenerasi Insenerator adalah alat untuk membakar sampah padat. Insenerator sering digunakan untuk mengolah limbah B3 yang memerlukan persyaratan teknis pengolahan dan hasil olahan yang sangat ketat. Supaya dapat menghilangkan sifat bahaya dan sifat racun bahan yang dibakar, insenerator harus dioperasikan pada kondisi di atas temperatur destruksi dari bahan yang dibakar. Pengolahan secara insinerasi bertujuan untuk menghancurkan senyawa B3 yang terkandung di dalamnya menjadi senyawa yang tidak mengandung B3. Ukuran, disaint dan spesifikasi insenerator yang digunakan disesuaikan dengan karakteristik dan jumlah limbah yang akan diolah. Insenerator dilengkapi dengan alat pencegah pencemar udara untuk memenuhi standar emisi. Insenerator sudah banyak dipakai oleh industri, usaha pengolahan limbah B3, rumah sakit, pengelola sampah kota serta sampah pasar. Abu dan asap dari insenerator harus aman untuk dibuang ke lingkungan. Kualitas hasil buangan (asap dan abu) banyak dipengaruhi oleh jenis dan karakteristik bahan yang dibakar serta kinerja dari insenerator yang digunakan. Untuk mencapai kondisi 53

yang diinginkan, diperlukan suatu insenerator yang dapat bekerja dengan baik yang dilengkapi dengan suatu sistem kontrol pengendalian proses pembakaran agar dapat dipastikan bahwa semua bahan dapat terbakar pada titik optimum pembakarannya dan hasilnya sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian teknologi insenerator yang akan digunakan harus dapat mengatasi semua permasalahan dalam pembuangan dan pemusnahan limbah B3 (sampah padat). Gambar 4.3 sampai 4.7 menunjukkan foto insenerator yang sudah diproduksi di dalam negeri. Gambar 4.3: Insenerator dan Bagian-bagiannya Gambar 4.4: Insenerator Yang Telah Terpasang. 54

Gambar 4.5: Insenerator Yang Telah Diisi Sampah Siap Untuk Dibakar. Gambar 4.6: Insenerator Pada Saat Dioperasikan Gambar 4.7: Asap Yang Timbul Pada Saat Pembakaran (Jika Pembakaran Sempurna, Asap Hampir Tak Terlihat) 55

4.2.6. Pengolahan dengan cara stabilisasi/solidifikasi Pengolahan secara stabilisasi/solidifikasi bertujuan untuk mengubah sifat fisik dan kimiawi limbah B3 dengan cara penambahan senyawa pengikat (aditif) B3 agar pergerakan senyawa B3 ini terhambat atau terbatasi dan membentuk massa monolit dengan struktur yang kekar (massive). Pada proses ini limbah B3 harus dapat diikat dan distabilkan sehingga sifat racun dan sifat bahayanya dapat diturunkan sampai ambang batas yang ditentukan. Proses stabilisasi/solidifikasi adalah suatu tahapan proses pengolahan limbah B3 untuk mengurangi potensi racun dan kandungan limbah B3 melalui upaya memperkecil/membatasi daya larut, pergerakan/ penyebaran dan daya racunnya (immobilisasi unsur yang bersifat racun) sebelum limbah B3 tersebut dibuang ke tempat penimbunan akhir (landfill). Bahan-bahan yang umum digunakan untuk proses stabilisasi/solidifikasi (bahan aditif) antara lain: 1. Bahan pencampur: gipsum, pasir, lempung, abu terbang; & 2. Bahan perekat/pengikat: semen, kapur, tanah liat, dll. 4.2.7. Pengolahan dengan cara penimbunan Pengolahan dengan cara ini memerlukan lokasi yang luas, jauh dari pemukinan penduduk dan aktivitasnya. Lokasi penimbunan juga tidak boleh berhubungan dengan faktor-faktor pendukung kehidupan seperti, tempat sumber air atau lokasi serapan air tanah. Lokasi penimbunan yang sudah penuh harus ditutup dan tidak dapat digunakan sebagai lokasi pemukiman. Kualitas limbah B3 yang akan ditimbun harus dianalisis di laboratorium terlebih dahulu dan lolos dari persyatan yang diperlukan, antara lain : 56

a. Memenuhi baku mutu uji Toxity Characteristic Leaching Procedure (TCLP) sesuai Tabel 3 Keputusan Kepala Bapedal No. Kep-04/BAPEDAL/09/1995; lolos uji Plain Filter Test dan uji kuat tekan (compressive strength); b. Sudah melalui proses stabilitas/solidifikasi, insinerasi atau pengolahan secara fisika atau kimia; c. Tidak bersifat : (i) Mudah meledak. (ii) Mudah terbakar. (iii) Reaktif. (iv) Menyebabkan infeksi. d. Tidak mengandung zat organik lebih besar dari 10 persen; e. Tidak mengandung PCB; f. Tidak mengandung dioxin; g. Tidak mengandung radioaktif; h. Tidak berbentuk cair atau lumpur. Pada saat penimbunan limbah B3 harus dilakukan pencatatan yang memuat informasi dokumentasi (dokumen limbah B3 / waste tracking form) mengenai asal penghasil limbah B3, karakteristik awal limbah B3, volume, tanggal, dan lokasi (koordinat) penimbunan. 4.3. Pemilihan Proses Pengolahan Limbah B3 Setiap orang atau badan usaha yang kegiatannya menghasilkan limbah/sampah, baik cair, padat maupun gas diwajibkan untuk mengolah limbahnya sampai pada ambang batas yang diberlakukan sebelum dibuang ke lingkungan. Penerapan sistem 57

pengolahan limbah harus disesuaikan dengan jenis dan karakteristik dari limbah yang akan diolah dengan mempertimbangkan 5 hal sebagai berikut : 1. Biaya pengolahan murah, 2. Pengoperasian dan perawatan alat mudah, 3. Harga alat murah dan tersedia suku cadang, 4. Keperluan lahan relatif kecil, 5. Bisa mengatasi permasalahan limbah/sampah yang dihadapi tanpa menimbulkan efek samping terhadap lingkungan. Pemilihan proses pengolahan limbah B3, teknologi dan penerapannya juga didasarkan atas evaluasi kriteria yang menyangkut kinerja, keluwesan, kehandalan, keamanan, operasi dari teknologi yang digunakan, dan pertimbangan lingkungan. Timbulan limbah B3 yang sudah tidak dapat diolah atau dimanfaatkan lagi harus ditimbun pada lokasi penimbunan (landfill) yang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Sebelum melakukan pengolahan, terhadap limbah B3 harus dilakukan uji analisa kandungan/parameter fisika dan/atau kimia dan/atau biologi guna menetapkan prosedur yang tepat dalam proses pegolahan limbah B3 tersebut. Setelah kandungan/parameter fisika dan/atau kimia dan/atau biologi yang terkandung dalam limbah B3 tersebut diketahui, maka tahapan selanjutnya adalah menentukan pilihan proses pengolahan limbah B3 yang dapat memenuhi kualitas dan baku mutu pembuangan dan/atau lingkungan yang ditetapkan. Pemilihan teknologi alternatif proses pengolahan limbah B3 dapat dilihat pada Gambar 4.8. 58

Explosive Flamable Physical- Chemical Reactive Air Emission Toxic (TCLP and LD 50 test Solidification/ Stabilitation Gas Liquid Solid Waste Discharge Infectious Corrosive Incineration or Thermal Destruction Solid Waste Landfill Toxic Organic Recovery Toxic Inorganic Keterangan: 1. Baku mutu limbah cair wajib memenuhi persyaratan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Kep-men 03/1991 atau yang ditetapkan oleh Bapedal. 2. Baku mutu emisi udara wajib memenuhi persyaratan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Kep-men 13/1995 atau yang ditetapkan oleh Bapedal. 3. Penimbunan wajib memenuhi semua persyaratan yang tercantum dalam PP 19/1994 dan ketentuan lain yang ditetapkan. Gambar 4.8: Diagram Alir Alternatif Pemilihan Proses Pengolahan Limbah B3 Gambar 4.9: Proses Pengolahan Limbah Industri B3 59