MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 45/PMK.03/2009 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62/PMK.03/2012 TENTANG

- 2 - II. CONTOH PENGHITUNGAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH: a. Pengeluaran BKP dari Kawa

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTEHI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN. TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41/PMK.03/2018 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU

PEMBERITAHUAN PEMASUKAN/PENGELUARAN BARANG TRANSAKSI TERTENTU (PPBTT) :...(1)... :...(2)...

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. PPh. Penjualan. Barang. Jasa. Pembayaran. Daerah Pabean. Perubahan.

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 240/PMK.03/2009 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 171/PMK.03/2017

KAWASAN BEBAS FRE R E E E TRA R D A E D E ZO Z NE N E (FTZ)

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 65/PMK.03/2010 TENTANG

SE - 133/PJ/2010 PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 45/PMK.03/2009 TENTANG TATA C

TATA CARA ENDORSEMENT ATAS PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK BERWUJUD DAR TEMPAT LAIN DALAM DAERAH PABEAN KE KAWASAN BEBAS

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 65/PMK.03/2010 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 550/KMK.04/2000 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 136/PMK. 03/2012 TENTANG

TATA CARA ENDORSEMENT ATAS PENYERAHAN/PEMASUKAN BARANG KENA PAJAK BERWUJUD DARI TEMPAT LAIN DALAM DAERAH PABEAN (TLDDP) KE KAWASAN BEBAS

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 568/KMK.04/2000 TENTANG

MENTERIKEUANGAN REPUBLlK INDONESIA SALIN AN

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut :

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 50/PJ./2009

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

PER - 50/PJ/2009 TATA CARA PENCABUTAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK DAN TATA CARA PENERBITAN SURAT

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK. 11 April 2005 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 246/PJ.

1 dari 4 11/07/ :43

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. PPN. Ekspor. Kegiatan.

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 27/PJ/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 139/PMK.04/2007 TENTANG PEMERIKSAAN PABEAN DI BIDANG IMPOR MENTERI KEUANGAN,

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 163/PMK.03/2012 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 80/PMK.03/2010 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

FAKTUR PAJAK STANDAR

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PMK.03/2013 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Pajak. Penjualan. Barang Mewah. PPn. Rehabilitasi. NAD. NIAS Hibah. Pemberlakuan.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahin 1998, dengan ini kami : Nama Wajib Pajak : Alamat : N.P.W.P. :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.03/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72/PMK.03/2010 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB VII FAKTUR PAJAK DAN PENGUSAHA KENA PAJAK (PKP)

11/PMK.03/ PERUBAHAN KETIGA ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 155/KMK.03/2001

70/PMK.03/2010 BATASAN KEGIATAN DAN JENIS JASA KENA PAJAK YANG ATAS EKSPORNYA DIKENAI PAJAK PERTAMBA

Lembar ke 1 : untuk Pembeli BKP/Penerima JKP sebagai bukti Pajak Masukan FAKTUR PAJAK

Nomor Putusan Pengadilan Pajak. Put-4/PP/M.XIIA/99/2014. Jenis Pajak : Gugatan. Tahun Pajak : 2011

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 27/PJ/2010 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 486/KMK.04/2000 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-02/BC/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/PMK.03/2010 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

I. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 184/PMK.01/2017

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR TENTANG

Lampiran 1 Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE-13/PJ.51/1998 Tanggal : 22 Juni 1998

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.03/2007 TENTANG

KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL PAJAK

TATA CARA PENGISIAN KETERANGAN PADA FAKTUR PAJAK STANDAR

73/PMK.03/2010 TENT ANG

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 43/PJ/2010 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 75/PMK.03/2010 TENTANG NILAI LAIN SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143 TAHUN 2000 TENTANG

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 1998, dengan ini kami : Nama Wajib Pajak : Alamat : N.P.W.P. :

Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Pajak. a. penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG

Faktur Pajak. Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Pajak. Saat Faktur Pajak Harus Dibuat. Faktur Pajak Gabungan

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 274/PMK.04/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 146/PMK.04/2010 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR - 14/PJ/2010 TENTANG

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 453/KMK

C. PKP Rekanan PKP Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

39/PMK.03/2010 BATASAN DAN TATA CARA PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS KEGIATAN MEMBANGUN SENDI

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 13/PMK.04/2006 TENTANG

TATA CARA PENGISIAN KETERANGAN PADA FAKTUR PAJAK

Menimbang : Mengingat :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44/PMK.04/2012 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : PER- 14/BC/2012

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 213/PMK.04/2008

SALINAN : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 457/KMK.05/1997 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 152/PMK.04/2010 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 106/PMK.04/2007 TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI ATAS IMPOR KEMBALI BARANG YANG TELAH DIEKSPOR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 152/PMK.04/2010 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

15/PJ/2010 PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 29/PJ/2008 TENTANG BENTUK,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 6 /BC/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.04/2009 TENTANG

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 146/PMK.04/2010 TENTANG

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN Bacalah terlebih dahulu Buku Petunjuk Pengisian SPT Masa PPN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 38/PJ/2009 TENTANG BENTUK FORMULIR SURAT SETORAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Transkripsi:

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 45/PMK.03/2009 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN, PENGADMINISTRASIAN, PEMBAYARAN, SERTA PELUNASAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN/ATAU PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS PENGELUARAN DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK DAN/ATAU JASA KENA PAJAK DARI KAWASAN BEBAS KE TEMPAT LAIN DALAM DAERAH PABEAN DAN PEMASUKAN DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK DAN/ATAU JASA KENA PAJAK DARI TEMPAT LAIN DALAM DAERAH PABEAN KE KAWASAN BEBAS MENTERI KEUANGAN, Menimbang : Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 ayat (4), pasal 15 ayat (4), dan Pasal 23 ayat (8) Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2009 tentang Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, dan Cukai serta Pengawasan atas Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari serta Berada di Kawasan yang Telah Ditunjuk Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pengawasan, Pengadministrasian, Pembayaran, Serta Pelunasan Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Pengeluaran dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Dari Kawasan Bebas Ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean dan Pemasukan dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean Ke Kawasan Bebas; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);

3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 Tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4053) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4775); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 259, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4061) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4199); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2009 tentang Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, Dan Cukai Serta Pengawasan Atas Pemasukan Dan Pengeluaran Barang Ke Dan Dari Serta Berada Di Kawasan Yang Telah Ditunjuk Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4970); 6. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGAWASAN, PENGADMINISTRASIAN, PEMBAYARAN, SERTA PELUNASAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN/ATAU PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS PENGELUARAN DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK DAN/ATAU JASA KENA PAJAK DARI KAWASAN BEBAS KE TEMPAT LAIN DALAM DAERAH PABEAN DAN PEMASUKAN DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK DAN/ATAU JASA KENA PAJAK DARI TEMPAT LAIN DALAM DAERAH PABEAN KE KAWASAN BEBAS Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, yang selanjutnya disebut sebagai Kawasan Bebas, adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Dearah Pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan cukai.

2. Tempat Lain Dalam Daerah Pabean adalah Daerah Pabean selain Kawasan Bebas dan Tempat Penimbunan Berikat. 3. Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum. 4. Endorsement adalah pernyataan mengetahui dari pejabat/pegawai Direktorat Jenderal Pajak atas pemasukan Barang Kena Pajak dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas, berdasarkan penelitian formal atas dokumen yang terkait dengan pemasukan Barang Kena Pajak tersebut. Pasal 2 (1) Barang Kena Pajak yang dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean terutang Pajak Pertambahan Nilai. (2) Dalam hal Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah, atas pengeluaran Barang Kena Pajak dimaksud terutang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. (3) Saat terutang pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah pada saat Barang Kena Pajak dikeluarkan dari Kawasan Bebas. (4) Dasar Pengenaan Pajak atas Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah: a. Harga Jual; atau b. Harga Pasar Wajar dalam hal penyerahan antar cabang, penyerahan dari kantor pusat ke cabang atau sebaliknya, atau pemberian cumacuma. (5) Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang terutang harus dipungut dan disetor ke kas negara oleh Orang yang mengeluarkan Barang Kena Pajak melalui kantor pos atau bank persepsi yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). (6) Surat Setoran Pajak (SSP) sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diisi dengan cara: a. Pada kolom nama dan kolom Nomor Pokok Wajib Pajak diisi dengan nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak Orang yang menerima Barang Kena Pajak. b. Pada kolom Wajib Pajak/penyetor dicantumkan juga nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak Orang yang mengeluarkan Barang Kena Pajak. (7) Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling lama pada saat Barang Kena Pajak tersebut dikeluarkan dari Kawasan Bebas.

(8) Surat Setoran Pajak (SSP) sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang dilampiri dengan invoice dan pemberitahuan pabean merupakan dokumen yang dipersamakan dengan Faktur Pajak Standar. (9) Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibayar dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) yang dilampiri dengan invoice dan pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (8), merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak yang menerima Barang Kena Pajak sesuai peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Pasal 3 (1) Barang Kena Pajak dapat dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean apabila telah dipenuhi kewajiban pabean sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. (2) Termasuk dalam pemenuhan kewajiban pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah penyampaian pemberitahuan pabean yang dilampiri dengan: a. Invoice atau faktur penjualan atau dokumen penyerahan barang dalam hal tertentu; dan b. Surat Setoran Pajak (SSP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5). (3) Penyerahan barang dalam hal tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi: a. penyerahan antar cabang; b. penyerahan dari kantor pusat ke cabang atau sebaliknya; atau c. pemberian Cuma-Cuma. Pasal 4 (1) Penyerahan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Kawasan Bebas ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean atau ke Tempat Penimbunan Berikat terutang Pajak Pertambahan Nilai. (2) Saat terutang Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pada saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak di Tempat Lain Dalam Daerah Pabean atau di Tempat Penimbunan Berikat. (3) Saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah pada waktu diketahui terjadi dahulu dari peristiwaperistiwa sebagai berikut: a. saat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak tersebut secara nyata digunakan oleh pihak yang memanfaatkannya;

b. saat harga perolehan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau nilai penggantian Jasa Kena Pajak tersebut dinyatakan sebagai utang oleh pihak yang memanfaatkannya; c. saat harga jual Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau nilai penggantian Jasa Kena Pajak tersebut ditagih oleh pihak yang menyerahkannya; atau d. saat harga perolehan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau nilai penggantian Jasa Kena Pajak tersebut dibayar, baik sebagian atau seluruhnya oleh pihak yang memanfaatkannya. (4) Dalam hal waktu dari peristiwa-peristiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak diketahui, saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah tanggal ditandatanganinya kontrak. (5) Dasar Pengenaan Pajak atas Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar Harga Jual Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Nilai Pengganti Jasa Kena Pajak. (6) Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipungut oleh Orang yang memanfaatkan Barang kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak di Tempat Lain Dalam Daerah Pabean atau di Tempat Penimbunan Berikat pada saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4). (7) Pajak Pertambahan Nilai yang telah dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (6), disetor ke kas negara oleh Orang yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak di Tempat Lain Dalam Daerah Pabean atau di Tempat Penimbunan Berikat, melalui kantor pos atau bank persepsi yang ditunjuk Menteri Keuangan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) paling lama pada tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan terjadinya pemungutan. (8) Surat Setoran Pajak (SSP) sebagaimana dimaksud pada ayat (7) yang dilampiri dengan invoice atau kontrak merupakan dokumen yang dipersamakan dengan Faktur Pajak. (9) Dalam hal Orang yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak merupakan Pengusaha Kena Pajak, Pajak Pertambahan Nilai yang disetorkan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) yang dilampiri dengan invoice atau kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (8) merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sesuai peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak yang sama dengan bulan penyetoran. (10)Dalam hal Orang yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak bukan merupakan Pengusaha Kena Pajak, Pajak Pertambahan Nilai yang disetor sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dengan menggunakan SSP lembar-3 wajib melaporkan paling lama pada tanggal 20 pada bulan yang sama dengan bulan penyetoran ke Kantor

Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Orang tersebut. Pasal 5 Tata cara perhitungan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan pemenuhan kewajiban perpajakan atas pengeluaran Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dari Kawasan Bebas ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan ini, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini. Pasal 6 (1) Pemasukan Barang kena Pajak dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean atau dari Tempat Penimbunan Berikat ke Kawasan Bebas melalui pelabuhan atau bandar udara yang ditunjuk, tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. (2) Penyerahan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Tempat Lain Daerah Pabean atau dari Tempat Penimbunan Berikat ke Kawasan Bebas, tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai. Pasal 7 (1) Atas pemasukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) wajib dibuatkan Faktur Pajak Standar sesuai peraturan Perundang-undangan di bidang perpajakan. (2) Saat pembuatan faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah paling lama pada saat pengiriman Barang Kena Pajak ke Kawasan bebas. (3) Atas penyerahan Barang kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) wajib dibuatkan Faktur Pajak Standar sesuai peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. (4) Faktur Pajak standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) harus diberi cap PPN TIDAK DIPUNGUT BERDASARKAN PP NOMOR 2 TAHUN 2009 oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan. Pasal 8 (1) Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang mewah tidak dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) diberikan apabila Barang kena Pajak Berwujud

tersebut benar-benar telah masuk di Kawasan Bebas yang dibuktikan dengan dokumen yang telah diberikan Endorsement oleh pejabat/pegawai Direktorat Jenderal Pajak. (2) Dokumen yang harus disampaikan dalam rangka Endorsement sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pemberitahuan pabean yang telah didaftarkan pada kantor pabean, yang dilampiri dengan: a. Fotokopi Faktur Pajak Standar (lembar pembeli); b. Fotokopi Bill of Lading atau Airway Bill; dan c. Fotokopi invoice. (3) Penyampaian lampiran dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disertai dengan menunjukkan dokumen aslinya. (4) Dalam hal pengurusan pemberitahuan pabean dilakukan oleh pengusaha pengurusan jasa kepabeanan, dokumen yang harus disampaikan dalam rangka Endorsement sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilampiri dengan surat kuasa dari pengusaha yang melakukan pemasukan barang ke Kawasan Bebas. (5) Dalam hal pemberitahuan pabean tidak sesuai dengan dokumendokumen yang harus dilampirkan dalam rangka Endorsement, Barang Kena Pajak tetap dapat dikeluarkan dari pelabuhan/bandar udara yang ditunjuk dan atas pemasukan Barang kena Pajak tidak dapat diberikan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut. (6) Tata cara Endorsement oleh pejabat/pegawai Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan ini, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini. (7) Penugasan pejabat/pegawai Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka melakukan Endorsement sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di kantor pabean ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Pasal 9 Atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan di Kawasan Bebas sejak berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini, tidak dapat diterbitkan Faktur Pajak. Pasal 10 Ketentuan lebih lanjut mengenai pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak di Kawasan Bebas yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebelum berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

Pasal 11 Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini berlaku: 1. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 583/KMK.03/2003 tentang Pelaksanaan Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah di Kawasan Berikat (Bonded Zone) Daerah Industri Pulau Batam; 2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 393/KMK.03/2004 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Bea Masuk, di Kawasan Berikat (Bonded Zone) Daerah Industri Pulau Batam; 3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2005 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Bea Masuk, di Kawasan Berikat (Bonded Zone) Daerah Industri Pulau Batam; 4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61/PMK.03/2005 tentang Perlakuan Perpajakan dan Kepabeanan Dalam Rangka Proyek Pengembangan Pulau Bintan dan Pulau Karimun sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 02/PMK.011/2009, Dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 12 Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 2009. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 5 Maret 2009 MENTERI KEUANGAN ttd. SRI MULYANI INDRAWATI

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 45/PMK.03/2009 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN, PENGADMINISTRASIAN, PEMBAYARAN, SERTA PELUNASAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN/ATAU PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS PENGELUARAN DAN/ ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK DAN/ATAU JASA KENA PAJAK DARI KAWASAN BEBAS KE TEMPAT LAIN DALAM DAERAH PABEAN DAN PEMASUKAN DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK DAN/ATAU JASA KENA PAJAK DARI TEMPAT LAIN DALAM DAERAH PABEAN KE KAWASAN BEBAS TATA CARA PERHITUNGAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN ATAS PENGELUARAN BARANG KENA PAJAK (BKP) DAN/ATAU PENYERAHAN BKP TIDAK BERWUJUD DAN/ATAU JASA KENA PAJAK (JKP) DARI KAWASAN BEBAS KE TEMPAT LAIN DALAM DAERAH PABEAN I. UMUM a. Atas pengeluaran BKP dari Kawasan Bebas ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean (TLDDP) terutang Pajak pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah oleh Orang yang mengeluarkan BKP. b. Atas penyerahan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP dari Kawasan Bebas ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean atau ke Tempat Penimbunan Berikat dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. c. Dasar Pengenaan untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang adalah: - Harga Jual untuk pengeluaran BKP Berwujud dan BKP Tidak Berwujud; - Nilai Penggantian untuk penyerahan Jasa Kena Pajak; - Harga Pasar Wajar dalam hal penyerahan BKP antar cabang, penyerahan BKP dari kantor pusat ke cabang atau sebaliknya, atau pemberian cuma-cuma BKP. d. Saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah: - Pada saat BKP dikeluarkan dari Kawasan Bebas; - Pada saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak di Tempat Lain Dalam Daerah Pabean atau di Tempat Penimbunan Berikat (TPB). e. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas pengeluaran BKP dari Kawasan Bebas harus dipungut dan disetor oleh Orang yang mengeluarkan BKP melalui kantor pos atau bank persepsi yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). f. Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan BKP Tidak Berwujud atau JKP dari Kawasan Bebas ke TLDDP atau Tempat Penimbunan Berikat (TPB) dipungut dan

disetor ke kas negara oleh Orang yang memanfaatkan BKP Tidak Berwujud atau JKP di TLDDP atau Tempat Penimbunan Berikat (TPB) melalui kantor pos atau bank persepsi yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). g. Saat penyetoran Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang: - Paling lama pada saat BKP dikeluarkan dari Kawasan Bebas; - Paling lama tnggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah bulan terjadinya pemungutan. II. CONTOH PENGHITUNGAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH: a. Pengeluaran BKP dari Kawasan Bebas ke TLDDP 1) Barang asal Luar Daerah Pabean PT A (pengusaha di Kawasan Bebas) memasukkan 10 unit TV plasma (termasuk BKP yang tergolong mewah dengan tarif 10%) dari Luar daerah Pabean yang kemudian dijual seluruhnya kepada PT B (pengusaha di TLDDP) dengan harga jual per unit @ Rp 6.000.000,00. Pengiriman barang dilakukan melalui pelabuhan Sekupang Batam kepada PT B (pengusaha di TLDDP) tanggal 25 April 2009. Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang dan ketentuan perpajakan atas pengeluaran BKP tersebut adalah sebagai berikut : - Dasar Pengenaan Pajak (10 6.000.000,00) Rp. 60.000.000,00 - PPN yang terutang (10% DPP) Rp. 6.000.000,00 - PPnBM yang terutang (10% DPP) Rp. 6.000.000,00 - PT A (orang yang mengeluarkan barang) memungut dan menyetor Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP); - Pemungutan dan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah paling lama tanggal 25 April 2009; - Surat Setoran Pajak (SSP) diisi dengan cara: Pada kolom nama dan kolom NPWP diisi dengan nama dan NPWP PT B; Pada kolom Wajib Pajak/penyetor selain dicantumkan nama penyetor, juga dicantumkan nama dan NPWP PT A. - Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar atas pengeluaran TV plasma tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh PT B sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

2) Barang asal Kawasan Bebas PT A (pengusaha di Kawasan Bebas) memasukkan komponen TV dari Luar Daerah Pabean. Kemudian PT A merakit komponen TV tersebut dengan menambahkan komponen lokal sehingga menjadi TV plasma sebanyak 10 unit dengan merek TV BONY (termasuk BKP yang tergolong mewah dengan tarif 10%). Selnjutnya PT A menjual seluruh unit TV plasma tersebut kepada PT C ( pengusaha di TLDDP) dengan harga jual per unit @ Rp 5.000.000,00. Pengiriman barang dilakukan melalui pelabuhan Batu Ampar Batam tanggal 25 Maret 2009. Penghitungan Pajak pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang mewah yang terutang dan ketentuan perpajakan atas pengeluaran BKP tersebut adalah sebagai berikut : - Dasar Pengenaan Pajak (10 5.000.000,00) Rp. 50.000.000,00 - PPN yang terutang (10% DPP) Rp. 5.000.000,00 - PPnBM yang terutang (10% DPP) Rp. 5.000.000,00 - PT A (Orang yang mengeluarkan barang) memungut dan menyetor PPN dan PPnBM yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP); - Pemungutan dan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang (oleh PT.A) paling lama pada tangga 25 Maret 2009; - Surat Setoran Pajak (SSP) diisi dengan cara: Pada kolom nama dan kolom NPWP diisi dengan nama dan NPWP PT C; Pada kolom Wajib Pajak/penyetor selain dicantumkan nama penyetor, juga dicantumkan nama dan NPWP PT A. - Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar atas pengeluaran TV tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh PT C sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. 3) Barang asal TLDDP PT A (pengusaha di Kawasan Bebas) membeli 10 unit TV plasma (termasuk BKP yang tergolong mewah dengan tarif 10%) dari PT X di Jakarta dengan Harga per unit Rp 4.000.000,00. Kemudian PT. A menjual seluruhnya kepada PT Y di Medan dengan harga jual per unit @ Rp 5.000.000,00. Pengiriman barang dilakukan melalui pelabuhan Sekupang Batam tanggal 25 April 2009. Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang dan ketentuan perpajakan atas pengeluaran BKP tersebut adalah sebagai berikut : - Dasar Pengenaan Pajak (10 X 5.000.000,00) Rp 50.000.000,00 - PPN yang terutang (10% X DPP) Rp 5.000.000,00 - PPnBM yang terutang (10% X DPP) Rp 5.000.000,00 - PT A (Orang yang mengeluarkan barang) memungut dan menyetor Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP);

- Pemungutan dan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang (oleh PT. A) paling lama pada tanggal 25 April 2009; - Surat Setoran Pajak (SSP) diisi dengan cara: Pada kolom nama dan kolom NPWP diisi dengan nama dan NPWP PT Y; Pada kolom Wajib Pajak/penyetor selain dicantumkan nama penyetor, juga dicantumkan nama dan NPWP PT A. - Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar atas pengeluaran TV plasma tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh PT Y sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. b) Penyerahan BKP Tidak Berwujud PT X (pengusaha di Kawasan Bebas) pemilik merek dagang BATAMIA menandatangani kontrak penggunaan merek BATAMIA dengan PT Y di Jakarta dengan nilai kontrak penggunaan merek adalah sebesar Rp 500.000.000,00. PT. Y mulai menggunakan merek tersebut pada awal bulan juli 2009. Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dan ketentuan perpajakan atas penyerahan BKP Tidak Berwujud tersebut adalah sebagai berikut: - Dasar Pengenaan Pajak Rp. 500.000.000,00 - PPN yang terutang (10% X DPP) Rp. 50.000.000,00 - PPN yang terutang dipungut dan disetor oleh PT Y dengan menggunakan SSP paling lama tanggal 15 Agustus 2009; - Surat Setoran Pajak (SSP) pada kolom nama dan kolom NPWP diisi dengan nama dan NPWP PT Y; - Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar oleh PT Y merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh PT Y sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang perpajakan. c) Penyerahan JKP PT A (pengusaha di Kawasan Bebas) melakukan jasa layanan perbaikan purna jual bagi pengguna TV Plasma merek BONY. Pada tanggal 31 Agustus 2009 PT A melakukan jasa perbaikan kepada tuan Andi (PKP di Medan). Atas jasa perbaikan tersebut tuan Andi dikenakan biaya Rp. 500.000,00. Perhitungan Pajak pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan JKP tersebut dan ketentuan perpajakan sebagai berikut: - Dasar Pengenaan Pajak Rp. 500.000,00 - PPN yang terutang (10% X DPP) Rp. 50.000,00 - PPN yang terutang dipungut dan disetor oleh Tuan Andi dengan menggunakan SSP paling lama tanggal 15 September 2009; - Surat Setoran Pajak (SSP) pada kolom nama dan kolom NPWP diisi dengan nama dan NPWP Tuan Andi; - Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar oleh Tuan Andi merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Tuan Andi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

d) Pengeluaran BKP dari Pusat di Kawasan Bebas ke Cabang TLDDP atau dari Cabang di Kawasan Bebas ke Cabang di TLDDP atau dari Cabang di Kawasan Bebas ke Pusat di TLDDP. PT. A (pengusaha di Kawasan Bebas) memasukkan komponen TV dari Luar Daerah Pabean dengan Nilai Impor Rp 20.000.000,00. Kemudian PT. A merakit komponen TV tersebut dengan menambahkan komponen lokal sehingga menjadi TV plasma sebanyak 10 unit dengan merek TV BONY (termasuk BKP yang tergolong mewah dengan tarif 10%). Selanjutnya pada tanggal 25 Maret 2009 PT. A menyerahkan seluruh unit TV plasma tersebut kepada kantor cabang PT. A di Medan (Cabang PT. A merupakan PKP) dengan harga pasar wajar Rp. 30.000.000,00. Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang dan ketentuan perpajakan atas pengeluaran BKP tersebut sebagai berikut: - Dasar Pengenaan Pajak Rp. 30.000.000,00 - PPN yang terutang (10% X DPP) Rp. 3.000.000,00 - PPnBM yang terutang (10% X DPP) Rp. 3.000.000,00 - PT A (Orang yang mengeluarkan barang) memungut dan menyetor Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang dengan menggunakan Surat setoran Pajak (SSP); - Pemungutan dan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang (oleh PT A) paling lama pada tanggal 25 Maret 2009; - Surat Setoran Pajak (SSP) diisi dengan cara: Pada kolom nama dan kolom NPWP diisi dengan nama dan NPWP PT A cabang Medan; Pada kolom Wajib Pajak/penyetor selain dicantumkan nama penyetor, juga dicantumkan nama dan NPWP PT A cabang Batam. - Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar atas pengeluaran TV tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh PT A cabang Medan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. MENTERI KEUNGAN ttd SRI MULYANI INDRAWATI

LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 45/PMK.03/2009 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN, PENGADMINISTRASIAN, PEMBAYARAN, SERTA PELUNASAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN/ATAU PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS PENGELUARAN DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK DAN/ATAU JASA KENA PAJAK DARI KAWASAN BEBAS KE TEMPAT LAIN DALAM DAERAH PABEAN DAN PEMASUKAN MENTERI KEUANGAN DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK REPUBLIK INDONESIA DAN/ATAU JASA KENA PAJAK DARI TEMPAT LAIN DALAM DAERAH PABEAN KE KAWASAN BEBAS. TATA CARA ENDORSEMENT ATAS PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK BERWUJUD DARI TEMPAT LAIN DALAM DAERAH PABEAN KE KAWASAN BEBAS A. Umum 1. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak Berwujud dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas mendapatkan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut, apabila Barang Kena Pajak Berwujud tersebut benar-benar telah masuk di Kawasan Bebas. 2. Pembuktian bahwa Barang Kena Pajak Berwujud tersebut benar-benar telah masuk di Kawasan Bebas adalah dengan menyampaikan dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) untuk diberikan Endorsement oleh pejabat/pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang ditempatkan di kantor pabean. 3. Dokumen yang harus disampaikan dalam rangka Endorsement oleh pejabat/petugas Direktorat Jenderal Pajak adalah Pemberitahuan pabean (PP FTZ-03) yang telah didaftarkan pada kantor pabean, yang dilampiri dengan: a. Foto kopi Faktur Pajak Standar (lembar pembeli); b. Foto kopi Bill of Lading atau Airway Bill; dan c. Foto kopi Faktur Penjualan atau Invoice, dengan menunjukkan dokumen-dokumen aslinya. B. Tata cara Endorsement 1. Dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf A angka 3 di atas disampaikan ke pejabat/pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang ditempatkan di kantor pabean. 2. Pejabat/pegawai Direktorat Jenderal Pajak melakukan Endorsement dengan cara: a. Meneliti dokumen-dokumen yang disampaikan; b. Memastikan bahwa data dalam Bill of Lading atau airway Bill, Invoice, Faktur Pajak dan manifest telah sesuai dengan data dalam pemberitahuan pabean; c. Dalam hal data dalam Bill of Lading atau airway Bill, Invoice, Faktur Pajak dan manifest telah sesuai dengan data dalam pemberitahuan pabean,

pajabat/pegawai membubuhkan cap dan tanda tangan pada pemberitahuan pabean sebagai berikut: CATATAN DITJEN PAJAK DAPAT DIBERIKAN FASILITAS PPN TIDAK DIPUNGUT, (tanggal, bulan, tahun) Mengetahui, Pejabat/Pegawai DJP Nama NIP d. Dalam hal data dalam Bill of Lading atau Airway Bill, Invoice, Faktur Pajak dan manifest tidak sesuai dengan data dalam pemberitahuan pabean, maka pejabat/pegawai membubuhkan cap dan tanda tangan pada pemberitahuan pabean sebagai berikut: CATATAN DITJEN PAJAK DATA TIDAK SESUAI, TIDAK DAPAT DIBERIKAN FASILITAS PPN TIDAK DIPUNGUT., (tanggal, bulan, tahun) Mengetahui, Pejabat/Pegawai DJP Nama NIP 3. Proses Endorsement pemberitahuan pabean dilakukan paling lama 1 (satu) hari kerja sejak dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (2) diterima oleh pejabat/pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang ditempatkan di kantor pabean yang wilayah kerjanya meliputi pelabuhan atau bandar udara yang ditunjuk. 4. Lembar ke-4 Pemberitahuan pabean yang telah diberikan Endorsement dan dokumendokumen sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (2) diadministrasikan di Kantor Pelayanan Pajak di Kawasan Bebas. MENTERI KEUANGAN ttd SRI MULYANI INDRAWATI