BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. and R.W. Kiefer., 1979). Penggunaan penginderaan jauh dalam mendeteksi luas

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Satelit Landsat 8, Landsat Data Continuity Mission Pengolahan Citra Digital

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

ISTILAH DI NEGARA LAIN

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Pertemuan 2 Representasi Citra

SAMPLING DAN KUANTISASI

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

PERUBAHAN DELTA DI MUARA SUNGAI PORONG, SIDOARJO PASCA PEMBUANGAN LUMPUR LAPINDO

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

INTERPRETASI CITRA IKONOS KAWASAN PESISIR PANTAI SELATAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K

PEMETAAN LAHAN TERBANGUN PERKOTAAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN NDBI DAN SEGMENTASI SEMI-AUTOMATIK

INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data

ACARA I SIMULASI PENGENALAN BEBERAPA UNSUR INTERPRETASI

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP :

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GD 319 PENGOLAHAN CITRA DIGITAL KOREKSI RADIOMETRIK CITRA

RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

ABSTRAK. Kata Kunci: kebakaran hutan, penginderaan jauh, satelit Landsat, brightness temperature

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

ix

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

09 - Penginderaan Jauh dan Pengolahan Citra Dijital. by: Ahmad Syauqi Ahsan

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

Pembentukan Citra. Bab Model Citra

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH B. PENGINDERAAN JAUH FOTOGRAFIK

RANCANG BANGUN APLIKASI PENGHITUNGAN GROSS PRIMARY PRODUCTION (GPP) DARI DATA PENGINDERAAN JAUH BERBASIS DESKTOP

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING )

BAB II CITRA DIGITAL

BAB I PENDAHULUAN. pada radius 4 kilometer dari bibir kawah. (

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gambar 1. Satelit Landsat

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

Intensitas cahaya ditangkap oleh diagram iris dan diteruskan ke bagian retina mata.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pengolahan citra. Materi 3

TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia adalah salah satu Negara Mega Biodiversity yang terletak

PENGINDERAAN JAUH D. SUGANDI NANIN T

Interpretasi Citra dan Foto Udara

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software For evaluation only. 23 LAMPIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

SEMINAR NASIONAL GEOGRAFI UMS 2016 Farid Ibrahim, Fiqih Astriani, Th. Retno Wulan, Mega Dharma Putra, Edwin Maulana; Perbandingan Ekstraksi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

2. TINJAUAN PUSTAKA Pemanfaatan Citra Satelit Untuk Pemetaan Perairan Dangkal

Spektrum Gelombang Elektromagnetik

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

Model Citra (bag. 2)

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 2 A. PENGINDERAAN JAUH NONFOTOGRAFIK. a. Sistem Termal

Oleh : Hernandi Kustandyo ( ) Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan 2.2 Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pemanfaatan Citra Aster untuk Inventarisasi Sumberdaya Laut dan Pesisir Pulau Karimunjawa dan Kemujan, Kepulauan Karimunjawa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN HASIL

PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

PERBANDINGAN RESOLUSI SPASIAL, TEMPORAL DAN RADIOMETRIK SERTA KENDALANYA

Citra Digital. Petrus Paryono Erick Kurniawan Esther Wibowo

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

Representasi Citra. Bertalya. Universitas Gunadarma

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH TERAPAN KALIBRASI RADIOMETRIK PADA CITRA LANDSAT 8 DENGAN MENGGUNAKAN ENVI 5.1

A JW Hatulesila. Analisis Spasial Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk Penanganan Perubahan Iklim di Kota Ambon. Abstrak

BAB II TEORI PENUNJANG

PERBANDINGAN PENGGUNAAN METODE THRESHOLD DAN METODE K-NEAREST NEIGHBOUR DALAM DETEKSI LUAS TUTUPAN VEGETASI GUNUNG AGUNG BALI INDONESIA

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Penginderaan Jauh Dan Interpretasi Citra Khursanul Munibah Asisten : Ninda Fitri Yulianti

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2015

BAB 2 LANDASAN TEORI

KATA PENGANTAR Aplikasi Penginderaan Jauh dalam Mendeteksi Kebakaran Hutan Menggunakan Citra Satelit Landsat

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab II memaparkan mengenai teori dasar pendukung yang mendasari proses pembuatan Aplikasi Perbandingan Penggunaan Metode Threshold dan Metode K-Nearest Neighbour dalam Deteksi Luas Tutupan Vegetasi Gunung Agung Bali Indonesia. 2.1 State of the Art Penelitian mengenai perbandingan metode dalam deteksi luas tutupan vegetasi menggunakan citra satelit Landsat telah dilakukan oleh beberapa peneliti dengan menggunakan segmentasi pengolahan citra digital Remote Sensing. Pendeteksian luas tutupan vegetasi pada lereng gunung berapi dapat dikenali melalui padat atau tidaknya populasi tumbuhan yang terdapat pada lereng gunung berapi. Penggunaan parameter seperti metode Threshold dan metode K-Nearest Neighbour untuk mendukung dalam mencari perbandingan antara kedua metode tersebut mengenai luas tutupan vegetasi. Peneliti melakukan penelitian dengan cara menggunakan aplikasi pengolahan citra yang sudah ada, sehingga masih sangat sedikit penelitian yang langsung membuat rancang bangun aplikasi perbandingan antara penggunaan metode Threshold dan metode K-Nearest Neighbour dalam menghitung luas tutupan vegetasi berbasis desktop. Penelitian dalam Tugas Akhir ini melakukan penelitian dan merancang aplikasi perbandingan luas tutupan vegetasi pada lereng Gunung Agung menggunakan metode Threshold dan metode K-Nearest Neighbour berbasis desktop. Penelitian I Putu Wawan Sanjaya Putra (2015) dengan judul Aplikasi Deteksi Luas Tutupan Hutan Mangrove di Taman Hutan Raya Ngurah Rai. Tujuan penelitian tersebut yaitu mendapatkan dan menampilkan perubahan luas tutupan hutan mangrove dari penggunaan citra satelit Landsat 8 dengan tahun yang berbeda. Hasil yang diperoleh yaitu dari luas hutan mangrove menggunakan citra satelit Landsat 8 Tahun 2003 menghasilkan luas area vegetasi mangrove

sebesar 1.008.63 Hektar, dan Tahun 2015 menghasilkan luas area vegetasi mangrove sebesar 1.379,34 Hektar. Perubahan luas area vegetasi mangrove dari Tahun 2003-2015 yaitu mencapai 370.71 Hektar. Penelitian erristhya darmawan dengan judul Perbandingan Metode Supervised (Terbimbing) Dan Unsupervised (Tak Terbimbing) Melalui Google Citra Satelit Dalam Analisis Pengguaan Lahan. Penelitian yang dilakukan yaitu membandingkan hasil klasifikasi citra google satelit dengan menggunakan dua metode seperti Supervised (terbimbing) dan Unsupervised (tak terbimbing) dengan melakukan perbandingan tersebut terlihat hasil citra yang akurat dan tidak akurat. Kesimpulan dari penelitian tersebut yaitu penggunaan metode Supervised (terbimbing) memiliki keakuratan yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode Unsupervised (tak terbimbing). Penelitian Suwarsono dan Rokhis Khomarudin (2015) dengan judul Deteksi Wilayah Pemukiman pada Bentuk Lahan Vulkanik Menggunakan Citra Satelit Landsat-8 OLI Berdasarkan Parameter Normalized Difference Build-Up Index (NDBI). Penelitian yang dilakukan yaitu mengambil lokasi diwilayah bentuk lahan vulkanik gunung api Sinabung, Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara. Data yang dipergunakan adalah Landsat-8 OLI. Koreksi radiometrik dilakukan untuk menghitung nilai reflektansi. Dilineasi bentuk lahan vulkanik dilakukan secara visual dengan teknik digitasi layar. Nilai NDBI dihitung dengan mengadopsi metode perhitungannya (Zha et al., 2003). Nilai NDBI tersebut kemudian dipergunakan untuk memisahkan kelas-kelas permukiman dengan metode pengambangan (Thresholding) dan metode Supervised Maximum Likehood Classification. Penelitian Ketut Wikantika, Yorda Prita Utama dan Akhmad Riqqi (2005) dengan judul Deteksi Perubahan Vegetasi dengan Metode Spectral Mixture Analysis (SMA) dari Citra Satelit Multitemporal Landsat TM dan ETM. Penelitian yang dilakukan yaitu pemantauan perubahan tutupan vegetasi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum dengan menggunakan metode Spectral Mixture Analysis (SMA) dengan menggunakan pemisahan linier (linier unmixing) yang memungkinkan untuk melakukan identifikasi serta penentuan proporsi spasialnya.

Hasil yang diperoleh yaitu citra fraksi dari edmember vegetasi beserta proporsi spasialnya antara tahun 1991, 1994 dan 2001, dimana tahun 1994 dan 2001 dideteksi terjadinya perubahan luas areal vegetasi seluas ± 1.245 hektar. Penelitian Yennie Marini, Emiyati, dan Maryani Hartutidan (2014) dengan judul Perbandingan Metode Klasifikasi Supervised Maximum Likelihood dengan Klasifikasi Berbasis Objek untuk Inventarisasi Lahan Tambak di Kabupaten Maros. Penelitian yang dilakukan yaitu menginventarisasi lahan tambak di Kabupaten Maros Provinsi Sulawesi Selatan berdasarkan citra SPOT -4 secara digital menggunakan metode klasifikasi digital Supervised Maximum Likelihood dan metode klasifikasi digital berbasis objek atau segmentasi dan membandingkan hasil keduanya. Hasil perhitungan luasan tambak di Kabupaten Maros menggunakan metode klasifikasi Supervised Maximum Likelihood adalah 9693,58 hektar sedangkan hasil berdasarkan metode segmentasi adalah 11348,84 hektar. Perbedaan dari perhitungan kedua metode yaitu sebesar 1655,26 hektar, hal ini disebabkan oleh perbedaan interpretasi dalam pengambilan training sampel antara kedua metode tersebut, dimana pada metode Maximum Likelihood training sampel dilakukan oleh user secara manual sedangkan pada segmentasi dilakukan secara digital. 2.2 Citra Citra dapat diartikan sebagai suatu fungsi intensitas cahaya dua dimensi yang dinyatakan oleh f(x,y), dimana nilai atau amplitudo dari f pada koordinat spasial (x,y) menyatakan intensitas (kecerahan) citra pada titik tersebut. Menurut kamus Webster, citra adalah representasi, kemiripan atau imitasi dari suatu objek atau benda. Citra dinyatakan sebagai suatu fungsi kontinyu dari intensitas cahaya pada bidang dua dimensi. Citra yang terlihat merupakan cahaya yang direfleksikan dari sebuah objek. Sumber cahaya menerangi objek, objek memantulkan kembali sebagian dari berkas cahaya tersebut dan pantulan cahaya ditangkap oleh alat optik, misalnya: mata manusia, kamera, scanner, sensor satelit.

Citra digital merupakan citra f(x,y) yang telah dilakukan digitalisasi baik area koordinat maupun level brightness. Nilai f dikoordinat (x,y) menunjukkan level brightness atau grayness dari citra pada titik tersebut. Citra digital adalah citra yang telah disimpan atau dikonversi ke dalam format digital. 2.2.1 Resolusi Citra Gambar 2.1Contoh Citra Dalam Bentuk Piksel (Sumber: yusronrijal.wordpress.com) Empat macam resolusi yang digunakan dalam penginderaan jauh yaitu resolusi spasial, resolusi spektral, resolusi radiometrik, dan resolusi temporal (Jaya, 2002) masing-masing resolusi tersebut yaitu: 1. Resolusi spasial yaitu ukuran terkecil dari suatu bentuk (feature) permukaan bumi yang bisa dibedakan dengan bentuk permukaan di sekitarnya atau yang ukurannya bisa diukur, misalnya data citra yang diambil dari Landsat memiliki resolusi spasial 30 m x 30 m. 2. Resolusi spektral diartikan sebagai dimensi dan jumlah daerah panjang gelombang yang sensitif terhadap sensor, misalnya citra Landsat TM memiliki resolusi spektral sebesar 7 sampai 11 band, dimana masingmasing band memiliki rentang panjang gelombangnya masing-masing. 3. Resolusi radiometrik yaitu ukuran sensitifitas sensor untuk membedakan aliran radiasi (radian flux) yang dipantulkan dari suatu objek permukaan

bumi, misalnya radian pada panjang gelombang 0.6 0.7 µm direkam oleh detector MSS band 5 dalam bentuk voltage. 4. Resolusi temporal yaitu frekuensi dari suatu sistem sensor merekam suatu areal yang sama, misalnya Landsat TM mempunyai ulangan overpass 16 hari. 2.2.2 Interpretasi Citra Interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi objek dan menilai arti pentingnya objek tersebut (Este dan Simonett, 1975). Interpretasi citra, penafsir mengkaji citra dan berupaya mengenali objek melalui tahapan kegiatan, yaitu: 1. Deteksi Pengenalan objek melalui proses deteksi yaitu pengamatan atas adanya suatu objek, berarti penentuan ada atau tidaknya sesuatu pada citra atau upaya untuk mengetahui benda dan gejala di sekitar dengan menggunakan alat penginderan (sensor). Pendeteksian benda dan gejala disekitar, penginderaannya tidak dilakukan secara langsung atas benda, melainkan dengan mengkaji hasil rekaman dari foto udara atau satelit. 2. Identifikasi Tiga ciri utama benda yang tergambar pada citra berdasarkan ciri yang terekam oleh sensor yaitu sebagai berikut: a. Spektoral merupakan ciri yang dihasilkan oleh interaksi antara tenaga elektromagnetik dan benda yang dinyatakan dengan rona dan warna. b. Spatial merupakan ciri yang terkait dengan ruang yang meliputi bentuk, ukuran, bayangan, pola, tekstur situs dan asosiasi. c. Temporal merupakan ciri yang terkait dengan umum benda atau saat perekaman. 3. Analisis Penilaian atas fungsi objek dan kaitan antar objek dengan cara menginterpretasi dan menganalisis citra yang hasilnya berupa klasifikasi yang menuju kearah teorisasi dan akhirnya dapat ditarik kesimpulan dari penilaian

tersebut. Tahapan interpretasi dilakukan oleh seorang yang sangat ahli pada bidangnya, karena hasilnya sangat tergantung pada kemampuan penafsiran citra. 2.2.3 Unsur Interpretasi Citra Pengenalan objek merupakan bagian paling vital dalam interpretasi citra. Foto udara sebagai citra tertua di dalam penginderaan jauh memiliki unsur interpretasi yang paling lengkap dibandingkan unsur interpretasi pada citra lainnya (Sutanto, 1994:121). Unsur interpretasi citra terdiri: a. Rona dan Warna Rona merupakan tingkat kegelapan atau tingkat kecerahan obyek pada citra, sedangkan warna merupakan wujud yang tampak oleh mata dengan menggunakan spektrum sempit, lebih sempit dari spektrum tampak. Gambar 2.2 Contoh Citra Pankromatik (Sumber: Digital Globe Image, 2009) b. Bentuk Bentuk merupakan variable kuantitatif yang memberikan konfigurasi atau kerangka suatu objek (Lo, 1976). Bentuk dapat dikatakan sebagai atribut yang jelas sehingga dengan bentuknya saja dapat dikenali oleh objek, misalnya gunung berapi berbentuk kerucut.

c. Ukuran Gambar 2.3 Contoh Bentuk Kerucut Gunung Berapi (Sumber: Digital Globe Image, 2009) Ukuran merupakan objek berupa jarak, luas, tinggi lereng dan volume. Ukuran objek pada citra berupa skala. Contoh lapangan olahraga sepak bola di cirikan oleh bentuk (segi empat) dan ukuran yang tetap, yakni sekitar (80-100 m). d. Tekstur Gambar 2.4 Contoh Citra Ukuran (Sumber: Digital Globe, 2009) Tekstur merupakan ukuran frekuensi perubahan rona pada citra (Lillesand and Kiefer, 1979) atau pengulangan rona kelompok objek yang terlalu kecil

untuk dibedakan secara individual. Tekstur sering dinyatakan dengan halus, sedang, kasar dan lain-lain. Gambar 2.5 Contoh Citra Tekstur (Sumber: Digital Globe, 2009) e. Pola Pola merupakan susunan keruangan yang dapat menandai bahwa suatu objek adalah bentukan oleh manusia atau bentukan alamiah. Gambar 2.6 Contoh Citra Pola Jalan dan Pola Sungai (Sumber: Digital Globe, 2009)

f. Bayangan Bayangan adalah sifat yang menyembunyikan detail atau objek yang berada di daerah gelap. Objek atau gejala yang terletak di daerah bayangan pada umumnya tidak tampak sama sekali atau tampak samar, namun bayangan sering disebut sebagai kunci pengenalan yang penting bagi beberapa objek yang justru lebih tampak dari bayangannya. g. Asosiasi Asosiasi merupakan keterkaitan antara objek yang satu dengan objek yang lainnya. Kereta api sebagai contoh dengan rel kereta api maka terlihat suatu objek pada citra yang sering merupakan petunjuk bagi adanya objek lain. 2.3 Spektrum Elektromagnetik Spektrum Elektromagnetik memiliki kaitan yang erat dengan ilmu penginderaan jarak jauh (Remote Sensing). Kebanyakan data penginderaan jarak jauh (Remote Sensing) berasal dari hasil pantulan spektrum elektromagnetik. Spektrum elektromagnetik berarti rentang semua radiasi elektromagnetik yang mungkin, sehingga dapat dijelaskan dalam panjang gelombang, frekuensi atau tenaga perfoton. Jenis-jenis spektrum gelombang elektromagnetik ada 7 jenis, jenis tersebut dikategorikan berdasarkan besar frekuensi gelombangnya. Gambar 2.7 Spektrum Gelombang Elektromagnetik (Sumber: www.kelasbelajarku.com)

1. Gelombang Radio Gelombang radio memiliki panjang sekitar 10-3 meter dengan frekuensi sekitar 10 4 Hertz. Sumber gelombang ini berasal dari rangkaian Oscillator Elektronik yang bergetar. Rangkaian oscillator tersebut terdiri dari komponen Resistor (R), Indikator (L) dan Kapasitor (C). Spektrum Elektromagnetik Radio dimanfaatkan manusia untuk teknologi radio, siaran televisi dan jaringan telepon. 2. Gelombang Inframerah Gelombang inframerah memiliki panjang 10-2 meter dengan frekuensi sekitar 10 8 Hertz. Gelombang inframerah dihasilkan ketika elektron bergetar karena panas, contohnya tubuh manusia dan bara api. Manfaat kegunaan lain yaitu untuk pengamatan objek dalam gelap, remote TV dan transfer data di ponsel. 3. Gelombang Mikro Gelombang mikro merupakan gelombang yang memiliki panjang sekitar 10-2 meter dengan frekuensi sekitar 10 8 Hertz. Gelombang mikro dihasilkan oleh tabung Klystron, kegunaannya sebagai penghantar energi panas. Salah satu contoh penggunaan gelombang mikro yaitu pada oven dan panci yang berupa efek panas untuk memasak. Gelombang mikro dapat mudah diserap oleh suatu benda dan juga menimbulkan efek pemanasan pada benda. 4. Gelombang Cahaya Tampak Gelombang cahaya tampak merupakan cahaya yang dapat ditangkap langsung oleh mata manusia. Gelombang cahaya tampak memiliki panjang 0.5x10-6 meter dengan frekuensi 10 15 Hertz. Gelombang cahaya tampak terdiri dari 7 macam yang disebut warna. Jika diurutkan dari yang paling besar frekuensinya adalah merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu. 5. Gelombang Ultra Violet Gelombang UV memiliki panjang 10-8 meter dengan frekuensi 10 16 Hertz. Gelombang ini berasal dari matahari dan juga dapat dihasilkan oleh transisi elektron dalam orbit atom, busur karbon dan lampu mercury. Fungsi UV dapat bermanfaat dan dapat berbahaya bagi manusia. Salah satu contoh fungsi sinar UV adalah sebagai detector untuk membedakan uang asli dan uang palsu.

6. Gelombang Sinar X Gelombang sinar X memiliki panjang 10-10 meter dan memiliki frekuensi 10 18 Hertz. Gelombang sinar X sering disebut juga dengan sinar rontgen, karena gelombang sinar X banyak dimanfaatkan untuk kegiatan rontgen di rumah sakit dalam melakukan dan memeriksa organ bagian dalam tubuh, seperti tulang yang retak dibagian dalam tubuh dapat terlihat menggunakan sinar X. 7. Gelombang Sinar Gamma Gelombang sinar gamma merupakan gelombang elektromagnetik yang memiliki frekuensi yang paling besar. Sinar gamma dihasilkan melalui proses di dalam inti atom (nuklir). Sinar gamma membentuk spektrum elektromagnetik energi tertinggi. Sinar gamma seringkali didefinisikan bermulai dari energi 10 kev/ 2.42 EHz/ 124 pm, meskipun radiasi elektromagnetik dari sekitar 10 kev sampai beberapa ratus kev juga dapat menunjuk kepada sinar X keras. Gamma dibedakan dengan sinar X. Sinar gamma adalah istilah untuk radiasi elektromagnetik energi tinggi yang diproduksi oleh transisi energi karena percepatan elektron. Transisi elektron memungkinkan untuk memiliki energi lebih tinggi dari beberapa transisi nuklir. 2.4 Indeks Vegetasi Cambell (2011) menjelaskan, Indeks vegetasi atau VI (vegetation index), dianalisa berdasarkan nilai-nilai kecerahan digital. Indeks vegetasi terbentuk dari kombinasi dari beberapa nilai spectral dengan menambahkan, dibagi atau dikalikan dengan cara yang dirancang untuk menghasilkan nilai tunggal yang menunjukan jumlah atau kekuatan vegetasi dalam pixel. Indeks vegetasi adalah besaran nilai kehijauan vegetasi yang diperoleh dari pengolahan sinyal digital data nilai kecerahan (brightness) beberapa kanal data sensor satelit. Pemantauan dilakukan dengan proses perbandingan antara tingkat kecerahan kanal cahaya merah vegetasi (red) dan kanal cahaya inframerah dekat (near infrared). Fenomena penyerapan cahaya merah oleh klorofil dan pemantulan cahaya inframerah dekat oleh jaringan mesofil yang terdapat pada

daun membuat nilai kecerahan yang diterima sensor satelit pada kanal tersebut jauh berbeda. Daratan non-vegetasi, termasuk diantaranya wilayah perairan, pemukiman penduduk, tanah kosong terbuka, dan wilayah dengan kondisi vegetasi yang rusak, tidak menunjukan nilai rasio yang tinggi (minimum). Sebaliknya wilayah bervegetasi sangat rapat dengan kondisi sehat, perbandingan kedua kanal tersebut akan sangat tinggi (maksimum) (Suniana, 2008). Gambar 2.8 Pola Spektral Vegetasi dan Air (Sumber: Muhammad Hanif, Program Studi Geografi UNP ) 2.5 Komposit Citra Komposit citra adalah citra baru hasil dari penggabungan 3 saluran yang mampu menampilkan keunggulan dari saluran-saluran penyusunnya (Sigit, 2011). Penggunaan komposit citra dikarenakan keterbatasan mata manusia yang kurang mampu dalam membedakan gradasi warna dan lebih mudah memahami dengan pemberian warna. Citra multispektral yang terdiri dari banyak saluran, apabila hanya menampilkan satu saluran, maka citra yang dihasilkan merupakan gradasi rona. Mata manusia hanya bisa membedakan objek yang terlihat pada suatu saluran, Oleh sebab itu pada citra komposit hasilnya lebih mudah untuk mengidentifikasi suatu objek pada citra. Dasar dari pembuatan komposit citra adalah berdasarkan: 1. Tujuan penelitian yaitu keunggulan di setiap saluran. Contoh, apabila dalam penelitian lebih memfokuskan pada objek air, maka saluran atau band yang digunakan adalah band 1, band 2 dan band 3, selain dari band tersebut air memiliki nilai 0 dalam pemantulannya. Kesimpulannya

komposit citra yang bisa dibuat adalah citra komposit 1,2,3, sehingga air akan berwarna merah. 2. OIF (Optimum Index Factor) yaitu kemampuan citra untuk menampilkan suatu objek. OIF semakin tinggi maka semakin banyak objek berbeda yang dapat ditampilkan pada citra komposit tersebut. OIF digunakan apabila ingin menonjolkan penggunaan lahan dari suatu daerah jika diidentifikasi dari citra. Suatu pembentukan komposit citra dapat dibagi menjadi dua yaitu sebagai berikut: a. Komposit warna asli yaitu gabungan dari warna merah, hijau dan biru. Citra yang dapat menghasilkan komposit warna asli yaitu Landsat, ALOS dll. b. Komposit warna tidak asli terbagi menjadi dua yaitu sebagai berikut: 1) Standar yaitu gabungan dari inframerah, merah, dan hijau. Dianggap standar karena awalnya penginderaan jauh lebih banyak digunakan dalam bidang kehutanan jadi komposit warna tersebut dianggap standar karena citra kompositnya lebih menonjolkan objek vegetasi. 2) Tidak standar yaitu dapat dilakukan penggabungan dengan bebas. 2.6 NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) merupakan perhitungan citra yang digunakan untuk mengetahui tingkat kehijauan yang sangat baik sebagai awal dari pembagian daerah vegetasi. NDVI dapat menunjukan parameter yang berhubungan dengan parameter, antara lain: biomassa dedaunan hijau, daerah dedaunan hijau yang merupakan nilai yang dapat diperkirakan untuk pembagian vegetasi. Pilihan 2 Band tentunya dilakukan dengan berbagai pertimbangan, yaitu pemantulan cahaya oleh objek (Reflectance), penyerapan cahaya oleh objek (Absorptance) dan pelolosan cahaya oleh objek (Transmittance). Pemantulan maksimum pada vegetasi terjadi pada panjang gelombang Near Infrared. Pemantulan maksimum disebabkan oleh struktur daun (mesophyll) yang dapat

meningkatkan pemantulan gelombang Near Infrared. Penyerapan maksimum terjadi pada panjang gelombang Visible Red. Penyerapan disebabkan oleh zat hijau daun (Chlorophyll) (Assyakur, 2009). Persamaan NDVI merupakan hasil dari pengurangan antara Near Infrared dikurangi dengan Visible Red dibagi dengan penjumlahan Near Infrared ditambah dengan Visible Red, sebelum melakukan persamaan tersebut terlebih dahulu inputan band harus dikoreksi secara radiometrik. (2.1) Gambar 2.9 Ilustrasi Pantulan Gelombang Elektromagnetik (Sumber: http://www.laserfocusworld.com) Gambar 2.9 merupakan ilustrasi bagaimana nilai indeks vegetasi didapatkan. Vegetasi sehat (sebelah kiri) dan vegetasi tidak sehat (sebelah kanan). Secara umum vegetasi sehat memantulkan gelombang inframerah dekat dengan presentase yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan vegetasi yang tidak sehat, sebaliknya gelombang visible dipantulkan lebih tinggi pada vegetasi tidak sehat dan lebih rendah pada vegetasi yang sehat. Rumus NDVI yaitu Inframerah dikurang visible dibagi dengan inframerah ditambah visible. Kesimpulan dari

ilustrasi tersebut yaitu nilai perhitungan NDVI yang semakin dekat dengan +1 dideteksi sebagai vegetasi sehat sedangkan perhitungan yang menghasilkan nilai yang kurang dari +1 atau jauh dari +1 dideteksi sebagai vegetasi tidak sehat, karena nilai dari suatu indeks vegetasi berupa +1 sebagai vegetasi dan -1 sebagai non-vegetasi. Analisis citra digital dengan NDVI lebih efektif untuk objek kajian yang mempunyai wilayah persebaran yang luas (Arnanto, 2013) seperti Gunung. Proses NDVI menghasilkan sebuah citra baru dengan piksel berkisaran -1 sampai dengan +1. Nilai piksel positif menandakan suatu vegetasi, sedangkan nilai piksel negatif menandakan suatu objek non-vegetasi. Klasifikasi objek berdasarkan nilai NDVI yaitu sebagai berikut (Benny, 2008). Tabel 2.1 Pembagian Objek Berdasarkan Nilai NDVI (Benny, 2008) Daerah Pembagian Nilai NDVI Awan es, awan air, salju < 0 Batuan dan lahan kosong 0 0.1 Padang rumput dan semak belukar 0.2 0.3 0.4 0.8 Hutan daerah hangat dan hutan hujan tropis Rentang suatu nilai NDVI antara -0.1 hingga +0.1. Nilai yang lebih besar dari 0.1 biasanya menandakan peningkatan derajat kehijauan dan intensitas dari vegetasi. Nilai diantara 0 dan 0.1 umumnya merupakan karakteristik dari bebatuan dan lahan kosong, dan nilai yang kurang 0 kemungkinan mengidentifikasi awan es, awan uap air dan salju. Permukaan vegetasi memiliki rentang nilai NDVI 0.1 untuk lahan savanna hingga 0.8 untuk daerah hutan hujan tropis. 2.7 NDVI Threshold NDVI Threshold adalah proses memberikan batasan rentang pada nilai piksel NDVI. Hutan pada gunung berapi umumnya memiliki NDVI Threshold dengan rentang nilai piksel NDVI berkisaran antara 0.4 0.8 yang mengacu pada Tabel 2.1. Proses perhitungan luas tutupan vegetasi pada lereng gunung berapi

dilakukan dengan menjumlahkan piksel NDVI yang masuk ke dalam rentang NDVI Threshold. Jumlah piksel tersebut kemudian dikalikan dengan nilai resolusi spasial citra Landsat yaitu 30 x 30 (m 2 ) (Wawan Sanjaya Putra, 2015). Tabel 2.2 Klasifikasi NDVI Threshold (Sumber: Nontji Anugrah, Laut Nusantara. Djambatan, Jakarta, 2005 ) Tingkat Kerapatan NDVI Threshold Sangat Jarang 0.4 < NDVI 0.45 Jarang 0.45 < NDVI 0.5 Sedang 0.5 < NDVI 0.55 Padat 0.55 < NDVI 0.8 Gambar 2.10 menunjukan citra NDVI Threshold dengan ukuran matriks 5x5 yang memperoleh nilai baru. Ilustrasi transformasi NDVI terdapat 25 piksel yang mempunyai nilai yaitu 14 piksel merupakan nilai yang layak sebagai vegetasi dan 11 piksel merupakan nilai yang tidak layak sebagai vegetasi atau non-vegetasi. Titik piksel yang layak adalah 1 sesuai dengan NDVI ambang bawah pertimbangan bahwa nilai NDVI hutan berkisaran dari 0.4 dan 0.8. Nilai NDVI Threshold yang layak adalah 1 dan nilai NDVI Threshold yang tidak layak adalah 0 sebagai vegetasi hutan di lereng gunung (Wawan Sanjaya Putra, 2015). Gambar 2.10 Transformasi NDVI

Gambar 2.11 NDVI Threshold Proses identifikasi daerah berdasarkan pada klasifikasi cakupan vegetasi lereng gunung dapat dikelola dengan mengelompokan nilai NDVI Threshold menjadi beberapa segmen. Nilai dari NDVI Threshold dapat diklasifikasikan menjadi beberapa rentang nilai, jika tidak melampaui minimum dan batas maksimum dari nilai NDVI lereng gunung. Rentang nilai tersebut dapat dibagi menjadi 4 bagian. Cakupan klasifikasi lereng gunung dapat ditunjukan pada Tabel 2.2. 2.8 Satelit Landsat Satelit Landsat merupakan salah satu satelit yang digunakan untuk mengamati permukaan bumi. Satelit yang biasa dikenal sebagai satelit sumber daya alam karena fungsinya adalah untuk memetakan potensi sumber daya alam dan memantau kondisi lingkungan. Instrumen satelit Landsat telah menghasilkan jutaan citra. Citra tersebut diarsipkan di Amerika Serikat dan stasiun-stasiun penerima Landsat diseluruh dunia yang memiliki sumber daya untuk riset perubahan global dan aplikasinya pada pertanian, geologi, kehutanan, perencanaan daerah, pendidikan, dan keamanan nasional. Sensor TM mempunyai resolusi sampai 30m x 30m dan bekerja mengumpulkan data permukaan bumi dan luas sapuan 185km x 185km. Penggunaan citra Landsat untuk pemetaan penggunaan lahan khususnya telah populer di negara-negara berkembang untuk mempercepat perolehan data yang diperlukan atau untuk meng-update data lama.

2.8.1 Keunggulan Satelit Landsat Landsat 8 merupakan kelanjutan dari Landsat yang pertama kali menjadi satelit pengamat bumi sejak 1972. Landsat 8 memiliki karakteristik yang mirip seperti Landsat 7, baik resolusinya (spasial, temporal, spektral), metode koreksi, ketinggian terbang maupun karakteristik sensor yang dibawa. Tambahan yang menjadi titik penyempurnaan dari Landsat 7 yaitu seperti jumlah band, rentang spektrum gelombang elektromagnetik terendah yang dapat ditangkap sensor serta nilai bit (rentang nilai Digital Number) dari tiap piksel citra. Warna objek pada citra tersusun atas 3 warna dasar, Red, Green, dan Blue (RGB). Total dari keseluruhan band sebagai penyusun RGB komposit, sehingga warna-warna objek menjadi lebih bervariasi. Kelebihan lainnya tentu dalam akses data yang gratis tanpa berbayar. Resolusi yang dimiliki tidak setinggi citra berbayar seperti Ikonos, Geo, Eye dan Quick Bird, namun resolusi 30m x 30m dan pixel 16 bit akan memberikan begitu banyak informasi berharga bagi para pengguna atau pembuatan aplikasi mengenai penginderaan jarak jauh (Remote Sensing). 2.8.2 Band pada Landsat 8 Landsat 8 memiliki sensor dengan rentang yang berbeda masing-masing memiliki karakteristik yang ditentukan oleh frekuensi spektrum elektromagnetik. Setiap rentang tersebut dikenal dengan istilah band. Secara keseluruhan Landsat 8 memiliki 11 band. Tabel 2.3 merupakan karakteristik band pada satelit Landsat 8. Tabel 2.3 Karakteristik Band pada Satelit Landsat 8 (sumber : www.terra-image/band-landsat/) Nomor Band Panjang Gelombang (µm) Resolusi Spasial Manfaat 1 (Ultra Blue) 0.43 0.45 30 m Studi pesisir dan aerosol 2 (Blue) 0.45 0.51 30 m Pemetaan batimetri dan membedakan tanah.

3 (Green) 0.53 0.59 30 m Menekankan vegetasi puncak, yang berguna untuk menilai kekuatan tanaman. 4 (Red) 0.64 0.67 30 m Mendiskriminasikan lereng vegetasi. 5 (NIR) 0.85 0.88 30 m Menekankan konten biomassa dan garis pantai. 6 (SWIR 1) 1.57 1.65 30 m Mendiskriminasikan kadar air tanah dan vegetasi, menembus awan tipis. 7 (SWIR 2) 2.11 2.29 30 m Peningkatan kadar air tanah dan vegetasi, penetrasi awan tipis. 8(Panchromatic) 0.50 0.68 15 m Resolusi 15 meter, definisi gambar yang lebih tajam. 9 (Cirrus) 1.36 1.38 30 m Peningkatan deteksi kontaminasi awan cirrus. 10 (TIR) 10.6 11.19 100 m Resolusi 100 meter, pemetaan termal dan perkiraan kelembaban tanah.

11 (TIR) 11.5-12.51 100 m Resolusi 100 meter, peningkatan pemetaan termal dan perkiraan kelembaban tanah. Tabel 2.4 Penggunaan Kombinasi Band untuk Aplikasi atau Penelitian. (Sumber: www.blogs.esri.com) Aplikasi Kombinasi Band Natural Color (True Color) 4, 3, 2 False color (Urban) 7, 6, 4 Color Infrared (Vegetation) 5, 4, 3 Pertanian 6, 5, 2 Penetrasi Atmosfer 7, 6, 5 Vegetasi Sehat 5, 6, 2 Tanah/Air 5, 6, 4 Natural With Amospheric Removal 7, 5, 3 Shortwave Infrared 7, 5, 4 Analisis Vegetasi 6, 5, 4 2.8.3 Digital Number (DN) Pixel (picture element) adalah sebuah titik yang merupakan elemen paling kecil pada citra satelit. Angka numeric (1 byte) dari pixel disebut Digital Number (DN). DN bisa ditampilkan dalam warna kelabu, berkisaran antara putih dan hitam (grayscale), tergantung level energi yang terdeteksi. Pixel yang disusun dalam order yang benar akan membentuk sebuah citra. Citra satelit yang belum diproses disimpan dalam bentuk grayscale yang merupakan skala warna dari hitam ke putih dengan derajat keabuan yang bervariasi. Penginderaan jauh, skala yang dipakai adalah 256 shade grayscale, dimana nilai 0 menggambarkan hitam dan nilai putih 255. Gambar 2.12 menunjukan derajat keabuan dari hubungan antara DN dan derajat keabuan yang menyusun sebuah citra.

Gambar 2.12 Hubungan DN dengan Derajat Keabuan (Sumber: http://hosting.soonet.ca/eliris/remotesensing/bl130lec10.html) Citra multispectral mempunyai beberapa DN, sesuai dengan jumlah band yang dimiliki. Sebagai contoh, untuk Landsat 7 mempunyai pixel 7 DN dari 7 band yang dimiliki. Citra bisa ditampilkan untuk masing-masing band dalam bentuk hitam dan putih maupun kombinasi 3 band sekaligus, yang disebut komposit warna (color composites). 2.8.4 Resolusi Spasial Citra Resolusi spasial citra merupakan ukuran terkecil dari suatu bentuk permukaan bumi yang bisa dibedakan dengan bentuk permukaan disekitarnya, atau sesuatu yang ukurannya bisa ditentukan. Citra Landsat memungkinkan pengguna untuk menentukan luas suatu objek dipermukaan bumi berdasarkan resolusi spasial yang terdapat pada spesifikasi setiap band. Kemampuan tersebut memungkinkan pengguna untuk melakukan analisa dan identifikasi luas objek tertentu dipermukaan bumi.

Gambar 2.13 Resolusi Spasial Band 5 (Near Infrared) Setiap band memiliki resolusi spasial yang berbeda, sebagai contoh band 5 (Near Infrared) pada satelit Landsat 8 OLI/TIRS memiliki resolusi spasial 30m x 30m, jadi, citra tersebut memiliki luas bidang sebesar 900 m 2 untuk setiap piksel atau kotaknya. Gambar 2.13 menunjukan resolusi spasial band 5 (Near Infrared). 2.8.5 Koreksi Radiometrik Koreksi radiometrik merupakan perbaikan citra akibat kesalahan radiometrik atau cacat radiometrik. Koreksi radiometrik bertujuan untuk memperbaiki nilai piksel agar sesuai dengan nilai atau warna asli. Efek dari atmosfer menyebabkan nilai pantulan objek dipermukaan bumi yang terekam oleh sensor menjadi bukan merupakan nilai aslinya, tetapi menjadi lebih besar, karena adanya hamburan atau lebih kecil dalam proses serapan. Metode yang sering digunakan untuk menghilangkan efek atmosfer antara lain metode pergeseran histogram (histogram adjustment), metode regresi dan metode kalibrasi bayangan (Projo Danoedoro, 1996). Standar Landsat 8 yang disediakan oleh USGS terdiri dari bilangan yang terkuantisasi dan terkalibrasi secara Digital Number (DN). Digtal Number mewakili data gambar multispektral yang diperoleh dari kedua buah sensor (OLI dan TIRS). Digital Number ditampilkan ke dalam format 16 bit unsigned integer dan dapat dikalibrasi kembali ke nilai koreksi radiometrik Top Of Atmosphere

(TOA) menggunakan koefisien rescaling radiometrik yang disediakan dalam file metadata (file MTL). Persamaan koreksi radiometrik dengan memanfaatkan koefisien rescaling reflektan yaitu sebagai berikut (landsat.usgs.gov): ρλ' = MρQcal + Aρ (2.2) Dimana: ρλ' Mp Aρ = Koreksi Reflektan TOA (Tanpa Elevasi Matahari). = Multiplicative Rescaling Factor Band. (REFLECTANCE_MULTI_BAND_X) = Additive Rescaling Factor Band (REFLECTANCE_ADD_BAND_X) Qcal = Standard Product Pixel Values atau Digital Number (DN). Persamaan koreksi radiometrik dengan memanfaatkan koefisien rescaling reflektan dan sudut matahari adalah sebagai berikut (landsat.usgs.gov): (2.3) Dimana: ρλ' = Koreksi Reflektan TOA (Dengan Koreksi Sudut Matahari) = Sun Elevation (SUN_ELEVATION) 2.9 Metode K-Nearest Neighbour Metode K-Nearest Neighbour adalah sebuah metode untuk melakukan klasifikasi terhadap objek berdasarkan data pembelajaran yang jaraknya paling dekat dengan objek tersebut. Tujuan dari algoritma adalah mengklasifikasikan objek baru berdasarkan atribut dan training sampel. Metode K-Nearest Neighbour sangatlah sederhana, bekerja berdasarkan jarak terpendek dari query instance ke training sampel untuk menentukan K-NN. Training sampel diproyeksikan ke ruang berdimensi banyak, dimana masing-masing dimensi merepresentasikan fitur dari data. Ruang dapat

dibagi menjadi bagian-bagian berdasarkan klasifikasi training sampel. Sebuah titik pada ruang ditandai kelas c jika kelas c merupakan klasifikasi yang paling banyak ditemui pada k buah tetangga terdekat dari titik tersebut. Dekat atau jauhnya tetangga biasanya dihitung berdasarkan Euclidean Distance yang direpresentasikan sebagai berikut (A. J. Arriawati et al 2011; M. I. Sikki, 2009). (2.4) (2.5) Keterangan: a b ᵢ d = Data sampel = Data uji / Training = Variabel data = Jarak 2.9.1 Diagram Alur Klasifikasi K-Nearest Neighbour Diagram Alur Klasifikasi K-Nearest Neighbour berguna untuk mengetahui tahapan-tahapan yang berada pada proses metode K-Nearest Neighbour. Klasifikasi berguna untuk menentukan kelas dari suatu citra yang diteliti. Metode klasifikasi yang digunakan dalam pembuatan aplikasi perbandingan yaitu Metode K-Nearest Neighbour berdasarkan jumlah tetangga terdekat untuk penentuan kelasnya. Klasifikasi K-Nearest Neighbour terdiri dari beberapa tahapan antara lain sebagai berikut: 1. Menentukan nilai k.

2. Menghitung jarak antara citra uji dengan seluruh citra dalam data yang menggunakan rumus jarak Euclidean dan menentukan citra terdekat dengan citra uji berdasarkan nilai k. 3. Menentukan hasil klasifikasi berdasarkan kelas yang memiliki anggota terbanyak. Gambar 2.14 Diagram Alur Klasifikasi K-Nearest Neighbour 2.10 Pemodelan Sistem Pemodelan sistem merupakan salah satu bagian terpenting dalam perancangan aplikasi Deteksi Luas Tutupan Vegetasi Gunung Agung Bali Indonesia. Pemodelan sistem adalah langkah untuk menggambarkan secara umum aplikasi yan dibangun. Bentuk gambaran umum digambarkan dengan use case diagram dan activity diagram.

2.10.1 Use Case Diagram Use case diagram merupakan diagram yang menggambarkan kebutuhan sistem dari sudut pandang user yang memperlihatkan hubungan-hubungan yang terjadi antara actors dengan use case dalam sistem. Use Case Diagram menggambarkan fungsionalitas yang diharapkan dari sebuah sistem. Use Case Diagram lebih mementingkan apa yang diperbuat sistem dan bukan bagaimana. Simbol dari Use Case Diagram antara lain dapat dilihat pada Tabel 2.5 berikut: Tabel 2.5 Simbol pada Use Case Diagram Simbol Nama Keterangan Seseorang atau sesuatu yang Actor berinteraksi dengan sistem. Use Case Relationship Menggambarkan bagaimana seseorang akan menggunakan atau memanfaatkan sistem. Hubungan antara actor dan use case. Terdapat dua hubungan: 1. <<include>> : Kelakuan yang harus terpenuhi agar sebuah event dapat terjadi. 2. <<extends>> : Kelakukan yang hanya berjalan di bawah kondisi tertentu. 2.10.2 Activity Diagram Activity Diagram merupakan salah satu cara untuk memodelkan segala event yang terjadi dalam suatu use case. Activity Diagram secara sepintas mirip dengan diagram alir (flowchart) yang memperlihatkan aliran kendali dari suatu activity ke activity lainnya.

berikut: Simbol dari activity diagram antara lain dapat dilihat pada Tabel 2.6 Tabel 2.6 Simbol pada Activity Diagram Simbol Nama Keterangan Initial State Titik awal dimulai activity Final State Finish (akhir activity) State Initial activity Action State Activity Decision Pilihan untuk mengambil keputusan Line Connector Digunakan untuk menghubungkan satu symbol dengan symbol lainnya.