PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/Permentan/SR.230/7/2015 TENTANG FASILITASI ASURANSI PERTANIAN

dokumen-dokumen yang mirip
2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun1992 Nomor

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 26/Permentan/HK.140/4/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/Permentan/OT.210/3/2014 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN HORTIKULTURA

2 bidang pertanian secara transparan, terukur, perlu menetapkan syarat, tata cara, dan standar operasional prosedur dalam pemberian rekomendasi teknis

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 08/Permentan/OT.140/1/2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 76/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENETAPAN PRODUK UNGGULAN HORTIKULTURA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 77/Permentan/OT.140/12/2012

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4/PERMEN-KP/2013 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Pedoman. BantuanPremiAsuransiUsahaTernakSapi TahunAnggaran2017. DirektoratJenderalPrasaranadanSaranaPertanian KementerianPertanianRepublikIndonesia

2013, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tenta

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12/PERMEN-KP/2014 TENTANG

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 2

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08/Permentan/SR.120/3/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2009 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PRT/M/2013 TENTANG PEDOMAN PENANGGULANGAN DARURAT BENCANA AKIBAT DAYA RUSAK AIR

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PRT/M/2015 TENTANG PENANGGULANGAN DARURAT BENCANA

- 1 - UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI

AN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2015 TENTANG KEMITRAAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 26/Permentan/OT.140/2/2007 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG BUDI DAYA HEWAN PELIHARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 35/permentan/OT.140/7/2011 PENGENDALIAN TERNAK RUMINANSIA BETINA PRODUKTIF

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

2016, No mengalihkan Pegawai Negeri Sipil Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota menjadi Pegawai Negeri Sipil Kementerian Kelautan dan Peri

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 48/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG PEWILAYAHAN SUMBER BIBIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : P.20/MenLHK-II/2015 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG BUDI DAYA HEWAN PELIHARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA

PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI

Pedoman. BantuanPremiAsuransiUsahataniPadi TahunAnggaran2017. DirektoratJenderalPrasaranadanSaranaPertanian KementerianPertanianRepublikIndonesia

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 29/Permentan/KB.410/5/2016

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 35/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK RUMINANSIA BETINA PRODUKTIF

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

2 tentang Fasilitasi Biaya Operasional Kesatuan Pengelolaan Hutan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 103 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Pasal 1 Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan: 1. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Ang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kredit Usaha. Pembibitan Sapi. Pelaksanaan. Pencabutan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kewenangan. Izin Usaha. Pencabutan.

2013, No.6 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan: 1. Pemberdayaan Peternak adalah segala upaya yang dila

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 75/Permentan/OT.140/11/2011 TENTANG LEMBAGA SERTIFIKASI PRODUK BIDANG PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 04/Permentan/OT.140/1/2013 TENTANG UNIT RESPON CEPAT PENYAKIT HEWAN MENULAR STRATEGIS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105/Permentan/PD.300/8/2014 TENTANG

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PENGADAAN, PENGELOLAAN, DAN PENYALURAN CADANGAN PANGAN

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 3 TAHUN 2018 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG

KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 80/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG

2018, No Peraturan Menteri Pertanian Nomor 06/PERMENTAN/ OT.140/2/2012 tentang Pedoman Kerja Sama Penelitian dan Pengembangan Pertanian, perlu

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BONE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BONE NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PERMENTAN/PK.240/5/2017 TENTANG KEMITRAAN USAHA PETERNAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/Permentan/PK.210/10/2016

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.07/MEN/2008 TENTANG BANTUAN SOSIAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PESISIR DAN PEMBUDIDAYA IKAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/Permentan/OT.140/3/2015 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 68/Permentan/OT.140/11/2007 TENTANG

2015, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran

- 3 - BAB II Bagian Kesatu Lingkup Pemanfaatan

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 60/Permentan/HK.060/8/2007 TENTANG UNIT PERCEPATAN PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI TAHUN 2010

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 51/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.14/MEN/2007 TENTANG

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : 1. Pengumpulan sumbangan masyarakat adalah penghimpunan dan/atau

2016, No Republik Indonesia Nomor 3614); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyara

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Budidaya. Izin Usaha.

Samarinda, 29 Februari 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 48/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG PEWILAYAHAN SUMBER BIBIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (Lembaran

Transkripsi:

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/Permentan/SR.230/7/2015 TENTANG FASILITASI ASURANSI PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa sebagian besar usaha di bidang pertanian merupakan usaha pertanian berskala kecil yang tidak mampu melakukan perlindungan usahanya secara mandiri; b. bahwa dalam perkembangan usaha di bidang pertanian berskala kecil dihadapkan pada risiko yang disebabkan antara lain oleh bencana alam, serangan organisme pengganggu tumbuhan, wabah penyakit hewan menular, dan/atau dampak perubahan iklim; c.. bahwa untuk meringankan kerugian akibat bencana alam, serangan organisme pengganggu tumbuhan, wabah penyakit hewan menular, dan/atau dampak perubahan iklim kepada petani, perlu mendapatkan perlindungan melalui fasilitasi asuransi pertanian; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, serta untuk menindaklanjuti amanat Pasal 39 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, perlu menetapkan Fasilitasi Asuransi Pertanian; : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5068 ); 4. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5170); 5. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5433); 6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587);

7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 308, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5613); 8. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 337, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5618); 9. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 338, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5619); 10. Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Kabinet Kerja Periode Tahun 2014-2019; 11. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8); 12. Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2015 tentang Kementerian Pertanian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 85); 13. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.160/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERTANIAN TENTANG FASILITASI ASURANSI PERTANIAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan: 1. Asuransi Pertanian adalah perjanjian antara petani dan pihak perusahaan asuransi untuk mengikatkan diri dalam pertanggungan risiko usaha tani. 2. Fasilitasi Asuransi Pertanian adalah kemudahan dalam meringankan kerugian melalui perjanjian antara Petani dengan pihak perusahaan asuransi untuk mengikatkan diri dalam pertanggungan risiko usaha tani. 3. Petani adalah warga negara Indonesia perseorangan dan/atau beserta keluarganya yang melakukan usaha tani dibidang Tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan/atau peternakan. 4. Kelompok Tani adalah kumpulan Petani/peternak/pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan sosial, ekonomi, sumber daya, kesamaan komoditas dan keakraban untuk meningkatkan serta mengembangkan usaha anggota. 5. Premi Asuransi Pertanian adalah sejumlah nilai uang yang ditetapkan oleh perusahaan asuransi selaku penanggung dan dibayar oleh Petani selaku tertanggung sebagai syarat sahnya perjanjian asuransi dan memberikan hak kepada Petani untuk menuntut kerugian. 2

6. Polis Asuransi Pertanian adalah dokumen perikatan asuransi pertanian, memuat antara lain hak dan kewajiban masing-masing pihak sebagai bukti tertulis terjadinya perjanjian asuransi dan ditandatangani oleh penanggung. 7. Klaim adalah tuntutan ganti rugi karena terjadinya bencana yang berakibat pada kerugian keuangan bagi tertanggung dan memberi hak kepadanya untuk mengajukan tuntutan ganti rugi kepada penanggung. 8. Organisme Pengganggu Tumbuhan yang selanjutnya disebut OPT adalah semua organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan atau menyebabkan kematian pada Tanaman, termasuk didalamnya hama, penyakit, dan gulma. 9. Penyakit Hewan Menular adalah penyakit yang ditularkan antara hewan dan hewan, hewan dan manusia, serta hewan dan media pembawa penyakit hewan lainnya melalui kontak langsung atau tidak langsung dengan media perantara mekanis seperti air, udara, tanah, pakan, perawatan, dan manusia, atau dengan media perantara biologis seperti virus, bakteri, amuba, atau jamur. 10. Perubahan Iklim atau iklim ekstrem adalah keadaan cuaca yang berubah-ubah diluar pengendalian manusia yang berdampak buruk langsung atau tidak langsung pada usaha pertanian, seperti Banjir, Kekeringan dan serangan OPT. 11. Banjir adalah tergenangnya lahan pertanian selama periode pertumbuhan Tanaman dengan kedalaman dan jangka waktu tertentu, sehingga berakibat kerusakan pada Tanaman dan menurunkan tingkat produksi Tanaman. 12. Kekeringan adalah tidak terpenuhinya kebutuhan air Tanaman selama periode pertumbuhan Tanaman yang mengakibatkan pertumbuhan Tanaman tidak optimal, kerusakan pada Tanaman dan menurunkan tingkat produksi Tanaman. 13. Bencana Alam adalah suatu peristiwa alam yang mengakibatkan dampak besar terhadap kehidupan manusia, seperti Banjir, letusan gunung berapi, gempa bumi, tanah longsor, Kekeringan, kebakaran, dan wabah penyakit. 14. Tanaman adalah jenis organisme yang dibudidayakan pada suatu ruang atau media untuk dipanen pada masa ketika sudah mencapai tahap pertumbuhan tertantu. 15. Ternak adalah hewan peliharaan yang produknya diperuntukkan sebagai penghasil pangan, bahan baku industri, jasa, dan/atau hasil ikutannya yang terkait dengan pertanian. 16. Usaha Peternakan adalah kegiatan usaha budidaya Ternak untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, dan kepentingan masyarakat lainnya di suatu tempat tertentu secara terus menerus. 17. Dinas adalah satuan kerja perangkat daerah yang menyelenggarakan fungsi Tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan/atau peternakan. 18. Direktur Jenderal adalah pimpinan unit kerja eselon I yang melaksanakan tugas dan fungsi dibidang pembiayaan. Pasal 2 Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai dasar pelaksanaan Fasilitasi Asuransi Pertanian dengan tujuan untuk memberikan kemudahan dan perlindungan dalam menanggung risiko usaha tani. Pasal 3 Ruang lingkup dalam Peraturan Menteri ini meliputi Jenis dan Fasilitasi Asuransi Pertanian, Pembinaan dan Pelaporan. 3

BAB II JENIS DAN FASILITASI ASURANSI PERTANIAN Bagian Kesatu Umum Pasal 4 (1) Perusahaan asuransi pelaksana asuransi pertanian harus memiliki izin produk asuransi pertanian yang disahkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sesuai peraturan perundang-undangan. Pasal 5 (1) Asuransi Pertanian dilakukan untuk melindungi Petani dari kerugian gagal panen akibat: a. Bencana Alam; b. serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan; c. wabah Penyakit Hewan Menular; d. dampak perubahan iklim; dan/atau e. jenis risiko-risiko lain. (2) Jenis risiko lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri. Bagian Kedua Jenis Asuransi Pertanian Pasal 6 Asuransi Pertanian meliputi Asuransi Tanaman dan Asuransi Ternak. Pasal 7 Asuransi Pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 berdasarkan pola pembayaran premi dibedakan pola swadaya dan pola bantuan premi pemerintah. Pasal 8 (1) Asuransi Tanaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 meliputi Tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan. (2) Asuransi Ternak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 meliputi Ternak ruminansia, Ternak nonruminansia dan monogastrik/pseudoruminant. Bagian Ketiga Fasilitasi Asuransi Pertanian Pasal 9 Fasilitasi Asuransi Pertanian meliputi: a. kemudahan dalam pendaftaran menjadi peserta asuransi; b. kemudahan akses terhadap perusahaan asuransi; 4

c. sosialisasi program asuransi terhadap Petani dan perusahaan asuransi; dan/atau d. bantuan pembayaran Premi. Pasal 10 Pola Asuransi Swadaya meliputi: a. swadaya atau mandiri; b. kemitraan atau kerjasama; dan c. perbankan. Pasal 11 (1) Kemudahan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a untuk pola asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dilakukan melalui pendataan/inventarisasi Petani calon peserta asuransi oleh perusahaan asuransi yang diketahui oleh Dinas kabupaten/kota. (2) Kemudahan akses terhadap perusahaan asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b dilakukan melalui pertemuan Petani dengan perusahaan asuransi dengan melibatkan Dinas kabupaten/kota. (3) Sosialisasi program asuransi terhadap Petani dan perusahaan asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c dilakukan oleh perusahaan asuransi dengan melibatkan Direktorat Jenderal, Dinas provinsi, dan/atau Dinas kabupaten/kota. (4) Sosialisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) antara lain tahap pelaksanaan asuransi pertanian: a. permohonan menjadi calon peserta asuransi pertanian; b. penentuan dan pemilihan risiko asuransi pertanian; c. pendaftaran menjadi peserta dengan mengisi formulir pendaftaran dan membayar premi; d. penerbitan Polis asuransi dilakukan setelah pendaftaran dan premi diterima dari Petani; dan e. pengajuan Klaim dilakukan setelah Petani melaporkan kerusakan atau kerugian sesuai hasil pemeriksaan dan mendapatkan persetujuan dari perusahaan asuransi. Pasal 12 Kemudahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ditujukan untuk: a. Petani penggarap Tanaman pangan; b. Petani yang mempunyai lahan dan melakukan usaha budidaya Tanaman pangan; dan/atau c. Petani hortikultura, pekebun, atau peternak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 13 (1) Kemudahan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a dilakukan melalui pendataan/inventarisasi Petani calon peserta asuransi oleh Dinas kabupaten/kota. (2) Hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Dinas kabupaten/kota diverifikasi dan selanjutnya disampaikan kepada Dinas provinsi untuk diusulkan penetapan peserta asuransi. 5

(3) Dinas provinsi telah menerima usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menetapkan calon penerima dan mengusulkan kepada Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal. (4) Pengisian formulir pendaftaran calon peserta asuransi didampingi oleh petugas Dinas kabupaten/kota. (5) Verifikasi calon penerima dilakukan secara berjenjang oleh kabupaten/kota, provinsi dan Pusat. Pasal 14 (1) Kemudahan akses terhadap perusahaan asuransi sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf b dilakukan oleh Dinas kabupaten/kota dengan cara: a. mendorong pemahaman dan manfaat kepesertaan asuransi pertanian; b. mempertemukan Petani calon peserta asuransi pertanian dengan perusahaan asuransi; dan c. mendorong terbentuknya pengikatan asuransi pertanian. (2) Pendataan atau inventarisasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dilakukan secara berjenjang atas usulan bupati/walikota kepada gubernur, untuk selanjutnya disampaikan kepada Menteri. Pasal 15 Sosialisasi program asuransi terhadap Petani dan perusahaan asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c dilakukan oleh Direktorat Jenderal, Dinas provinsi, dan/atau Dinas kabupaten/kota. Pasal 16 (1) Bantuan pembayaran Premi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf d dilakukan melalui pendaftaran sebagaimana dimaksud pada Pasal 13. (2) Bantuan pembayaran Premi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berasal dari APBN diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri. Pasal 17 Persyaratan Petani peserta asuransi pertanian yang mendapatkan bantuan Premi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf d sebagai berikut: a. Petani penggarap Tanaman pangan yang tidak memiliki lahan usaha tani dan menggarap paling luas 2 (dua) hektare; b. Petani yang memiliki lahan dan melakukan usaha budidaya Tanaman pangan pada lahan paling luas 2 (dua) hektare; dan/atau c. Petani hortikultura, pekebun, atau peternak skala usaha kecil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 18 Petani penerima bantuan Premi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 harus tergabung di dalam Kelompok Tani dan memiliki kepengurusan yang aktif. 6

Pasal 19 (1) Lahan Petani penerima bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 diutamakan pada lahan pertanian pangan berkelanjutan. (2) Penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan. Pasal 20 Petani penerima bantuan Premi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 wajib melaksanakan budidaya Tanaman atau Ternak yang baik. Pasal 21 Tahap pelaksanaan asuransi pertanian dilakukan: a. pengusulan Calon Peserta Calon Lokasi (CPCL) dari Dinas kabupaten/kota; b. sosialisasi asuransi kepada calon peserta; c. penilaian kelayakan terhadap obyek asuransi; d. pendaftaran menjadi peserta dengan mengisi formulir pendaftaran dan membayar Premi; e. penerbitan Polis asuransi dilakukan setelah pendaftaran dan Premi diterima dari Petani; dan f. pengajuan Klaim dilakukan setelah Petani melaporkan kerusakan atau kerugian sesuai hasil pemeriksaan dan mendapat persetujuan dari perusahaan asuransi. Pasal 22 Asuransi Pola Bantuan Premi yang bersumber dari APBN pelaksana perusahaan asuransi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berdasarkan penugasan sesuai dengan peraturan perundangundangan. Pasal 23 Fasilitasi pelaksanaan asuransi pertanian dilakukan oleh tim pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Pasal 24 (1) Tim pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 terdiri atas pengarah, pelaksana, dan anggota. (2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas: a. menyusun bahan rumusan asuransi pertanian; b. menetapkan calon penerima bantuan premi asuransi pertanian; c. melaksanakan sosialisasi asuransi pertanian; dan d. melakukan monitoring pelaksanaan asuransi pertanian. Pasal 25 (1) Tim provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 terdiri atas pengarah, pelaksana, dan anggota. (2) Keanggotaan tim provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berasal dari unsur antara lain Dinas provinsi, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan Badan Koordinasi Penyuluhan. (3) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas: 7

a. inventarisasi, verifikasi dan mengusulkan calon peserta asuransi yang diusulkan oleh kabupaten/kota; b. melaksanakan sosialisasi asuransi pertanian; dan c. melakukan monitoring pelaksanaan asuransi pertanian. Pasal 26 (1) Tim kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 terdiri atas pengarah, pelaksana, dan anggota. (2) Keanggotaan tim kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari unsur antara lain Dinas kabupaten/kota, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan Badan Pelaksana Penyuluhan. (3) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas: a. inventarisasi, verifikasi dan mengusulkan calon penerima bantuan premi asuransi pertanian kepada tim provinsi; b. melaksanakan sosialisasi asuransi pertanian; dan c. melakukan monitoring pelaksanaan asuransi pertanian. Pasal 27 Tim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23: a. Tim Pusat dibentuk oleh Menteri Pertanian; b. Tim provinsi dibentuk oleh gubernur; dan c. Tim kabupaten/kota dibentuk oleh bupati/walikota. BAB III PEMBINAAN DAN PELAPORAN Pasal 28 Pembinaan dilakukan oleh perusahaan asuransi, Dinas provinsi, dan Dinas kabupaten/kota. Pasal 29 (1) Kepala Dinas kabupaten/kota menyampaikan laporan kepada Kepala Dinas provinsi dengan tembusan Direktur Jenderal. (2) Kepala Dinas provinsi menyampaikan laporan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan Kepala Dinas kabupaten/kota. Pasal 30 Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 paling kurang dilakukan dalam satu kurun waktu sesuai dengan komoditas/obyek yang diasuransikan. Pasal 31 Untuk pelaksanaan Peraturan Menteri ini diterbitkan Pedoman Pelaksanaan Fasilitasi Asuransi Pertanian sesuai dengan spesifik komoditas oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri. 8

BAB IV KETENTUAN PENUTUP Pasal 32 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 13 Juli 2015 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA ttd Diundangkan di Jakarta pada tanggal 15 Juli 2015 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA ttd AMRAN SULAIMAN YASONNA H LAOLY BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 1063 9