InfoPOM KERJA SAMA DOKTER DAN AHLI FARMASI. PADA LAYANAN INFORMASI KESEHATAN Dalam Rangka Peningkatan Keselamatan Pasien



dokumen-dokumen yang mirip
Penatalaksanaan Keracunan akibat Gigitan Ular Berbisa

Volume 10, No.4 Juli 2009 ISSN

BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI SURABAYA

TUGAS POKOK DAN FUNGSI

KEADAAN UMUM DAN LINGKUNGAN

Obat dan Makanan Terjamin Aman, Bermutu dan Bermanfaat

Disampaikan oleh. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Yogyakarta Jl Tompeyan I Tegalrejo Yogyakarta Telp (0274) , Fax (0274) ,

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN [LN 1992/100, TLN 3495]

PROPIL BALAI BESAR POM DI PEKAN BARU

CARA MENGATASI GIGITAN ULAR

BALAI BESAR POM DI PONTIANAK

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK

KEAMANAN PANGAN (UNDANG-UNDANG NO 12 TENTANG PANGAN TAHUN 2012

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Kota Bandar Lampung

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

InfoPOM PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DIKAITKAN DENGAN RESIKO KANKER PAYUDARA. Editorial ISSN Vol. 5, No. 1, Januari 2004

RENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN POM TAHUN Target Program

PENGUKURAN KINERJA KEGIATAN BADAN POM TAHUN Uraian. permohonan. Pengawasan. pendaftaran Produk. pangan sebelum Berbahaya. dan Bahan.

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG

BAB II. KEADAAN UMUM INSTANSI

RechtsVinding Online

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAWASAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh terhadap keberadaan dan ketahanan hidup manusia. Mengingat kadar

Waspada Keracunan Akibat Produk Pangan Ilegal

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KABUPATEN BELITUNG


Pemberdayaan Apoteker dalam Peningkatan Efektifitas Pengawasan Iklan Obat Tradisional

PENGUMUMAN : KP

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656]

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

Wimbuh Dumadi,S.Si.M.H.,Apt Ketua Pengurus Daerah IAI DIY. Yogyakarta, 14 April 2018

KEADAAN UMUM INSTANSI MAGANG

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02002/SK/KBPOM

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen pokok yang harus selalu tersedia dan tidak tergantikan

BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN. digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau

UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA [LN 1997/10, TLN 3671]

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG

2016, No Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lemb

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2008 TENTANG

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta;

PP 72/1998, PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN. Tentang: PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN

LAKIP TAHUN BADAN POM i

2017, No Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran N

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN HK TENTANG PEMASUKAN OBAT JALUR KHUSUS KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

KEBIJAKAN PENGAWASAN ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DI PROVINSI/KABUPATEN/KOTA

BAB III PENGAWASAN TERHADAP PELAKU USAHA ROKOK ATAU PRODUSEN ROKOK YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PELABELAN ROKOK MENURUT PP NO.

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 45 TAHUN 2016 TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor HK

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No d. bahwa untuk belum adanya keseragaman terhadap penyelenggaraan rehabilitasi, maka perlu adanya pengaturan tentang standar pelayanan

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG

2011, No sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2

Alamat : Jln.Brigjen H. Hasan Basri No.40, Banjarmasin - Kalimantan Selatan 70124, Telp. : Fax. :

GUBERNUR SULAWESI TENGAH

Pengawasan Mutu Obat di Instalasi Farmasi

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI PUSKESMAS TEGALSARI UPTD PUSKESMAS TEGALSARI Jl. KH syafa at No. 09 Telp (0333) Tegalsari

BUPATI BULUNGAN PROPINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG REGISTRASI OBAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. untuk menunjang penampilan seseorang, bahkan bagi masyarakat dengan gaya

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN SUPLEMEN KESEHATAN

PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR : 15 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH,

Sesuai dengan struktur organisasi, tugas tiap bidang sebagai berikut :

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721)

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 7 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG

UU 22/1997, NARKOTIKA. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 22 TAHUN 1997 (22/1997) Tanggal: 1 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA) Tentang: NARKOTIKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dalam memberikan perlindungan terhadap warga negaranya dari berbagai

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG TATA LAKSANA PENDAFTARAN SUPLEMEN MAKANAN

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2015, No.74 2 Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 T

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 15 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN PELAYANAN KESEHATAN SWASTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

SINERGISTAS BADAN POM DAN DINKES PROV/KAB/KOTA DALAM MENINGKATKAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN

MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 84 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2006 NOMOR 3 SERI D

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB XX KETENTUAN PIDANA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

InfoPOM BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN POM RI Volume 10, No.5 November 2009 ISSN 1829-9334 KERJA SAMA DOKTER DAN AHLI FARMASI PADA LAYANAN INFORMASI KESEHATAN Dalam Rangka Peningkatan Keselamatan Pasien DAFTAR ISI IPendahuluan Komunikasi adalah tulang punggung dalam pelaksanaan sebuah program di institusi mana pun. Dalam pelayanan kesehatan, komunikasi menjadi lebih penting karena menyangkut kelangsungan hidup serta hak sehat manusia. Komunikasi antar dokter dan antara dokter dengan profesi lain sudah banyak dibahas, walau pun masalah yang ada belum sepenuhnya teratasi. Komunikasi antara dokter dengan ahli farmasi menjadi semakin penting mengingat aktivitas pemberian obat kepada pasien ternyata bukan sekedar penyerahan obat dari penyedia obat kepada pasien. Berbagai aspek layak disimak mengenai komunikasi (dapat juga disebut kerja sama atau kolaborasi) antara dokter dengan ahli farmasi. Peran saling melengkapi Kamus Oxford English Dictionary menyebutkan definisi collaborate sebagai: bekerja sama pada sebuah kegiatan atau proyek; pengertian lain adalah: bekerja sama dengan lawan (dengan kecurigaan/ traitorously). Dalam kenyataan sehari-hari, pengertian yang kedua lebih sering mengemuka (disadari atau tidak) terutama jika pihak yang bekerja sama bukan berasal dari induk disiplin ilmu yang sama. Dengan kompleksnya permasalahan kesehatan maka kerja sama yang lebih baik antar profesi menjadi terasa semakin kebutuhan. Mahasiswa kedokteran diminta ikut dalam rotasi perawat agar dapat lebih memahami peran perawat dalam pengelolaan pasien; perawat diajak bekerja sama dengan fisioterapis dalam berbagai tindakan rehabilitasi untuk mempercepat tercapainya target pengobatan jasmani. Kerja sama antara ahli farmasi dengan dokter belum banyak dibahas dan dilaksanakan dalam praktek pelayanan kesehatan sehari-hari di rumah sakit baik di rawat inap mau pun di rawat jalan. Manfaat yang dapat diperoleh setidaknya dalam hal efisiensi pengobatan mau pun peningkatan keselamatan pasien.

Editorial Pembaca yang terhormat, Komunikasi yang baik antara dokter dengan apoteker sebagai tenaga kefarmasian dapat memberikan banyak manfaat terutama dalam hal keamanan dan keselamatan pasien. Tetapi sangat disayangkan jalur komunikasi ini sangatlah minim. Komunikasi yang terjalin ketika masalah muncul seringkali terjadi secara informal dan bersifat insidentil. Agar komunikasi terjalin dengan efisien, komunikasi tersebut harus masuk dalam sebuah sistem sehingga baik dokter maupun ahli farmasi dapat berdiskusi tentang pengelolaan pasien tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut pada kesempatan kali ini kami sajikan artikel tentang Kerjasama Antara Dokter dan Ahli Farmasi Pada Layanan Informasi K e s e h a t a n D a l a m R a n g k a Peningkatan Keselamatan Pasien. Artikel ini merupakan makalah DR., Dr., Czeresna Heriawan Soejono, SpPD-Kger., MEpid., FACP yang disampaikan pada Launching IONI 2008 pada tanggal 26 Oktober 2009. A r t i k e l b e r i k u t n y a a d a l a h Penatalaksanaan Keracunan Akibat Gigitan Ular Berbisa. Ular merupakan jenis hewan melata yang banyak terdapat di Indonesia. Untuk itu d i h a r a p k a n p e n a t a l a k s a n a a n keracunan akibat gigitan ular berbisa dapat diketahui oleh masyarakat luas sehingga apabila ada korban gigitan ular, dapat dilakukan langkah-langkah yang tepat untuk mengatasi dampak racunnya. Sebagai institusi pemerintah yang berwenang dalam pengawasan obat dan makanan, Badan POM berupaya memperkuat Sistem Pengawasan O b a t d a n M a k a n a n y a n g komprehensif dan menyeluruh. Untuk itu kami sajikan artikel Pengawasan Pasca Pemasaran oleh Badan POM RI agar pembaca lebih memahami tugas pengawasan yang dilakukan oleh Badan POM. Edisi kali ini ditutup dengan artikel mengenai Profil Balai Besar POM di Surabaya. Semoga InfoPOM edisi November ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca semua. Selamat membaca. 2 Pekerjaan yang dilakukan dokter dan ahli farmasi sebenarnya bersifat saling melengkapi ( k o m p l e m e n t e r ) ; s e c a r a hipotetikal dapat dikatakan bahwa kerja sama tersebut dapat memberikan pengaruh positif terhadap keluaran pasien (patient outcome). Wujud kolaborasi antara dokter dan ahli farmasi a n t a r a l a i n m i s a l n y a : penelusuranan informasi riwayat obat yang lengkap dan akurat; penyediaan informasi obat yang lege artis; pemanfaatan evidencebased prescribing; deteksi dini kesalahan peresepan obat; pemantauan obat (meningkatkan keamanan obat); meningkatkan c o s t - e f f e c t i v e n e s s d a l a m peresepan obat; meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan masing-masing pihak demi kepuasan pasien. Kolaborasi yang tidak optimal dapat merugikan pasien. Pemberian obat oral yang tidak disesuaikan dengan sifat f a r m a k o k i n e t i k o b a t y a n g b e r s a n g k u t a n p o t e n s i a l menurunkan efektivitas obat dan bahkan dapat meningkatkan risiko interaksi obat. Komunikasi Dengan komunikasi yang baik antara dokter dengan ahli farmasi sebenarnya banyak manfaat yang dapat diperoleh terutama dalam hal keamanan dan keselamatan (pengobatan) pasien. Namun dalam praktek sehari-hari baik di rumah sakit (rawat inap) mau pun rawat jalan, jalur untuk membina komunikasi ini sangatlah minim atau tidak ada sama sekali. Jalur komunikasi yang tertata dalam sistem tidak pernah terjalin. Komunikasi yang terjalin ketika masalah muncul sering kali terjadi secara informal dan bersifat insidentil. Komunikasi informal ini memang dapat membantu; namun ada beberapa komponen dalam berkomunikasi yang hilang sehingga belum memadai untuk sebuah kolaborasi. Komunikasi i n f o r m a l ( m e l a l u i t e l e p o n misalnya) sering kali waktunya (timing-nya) tidak tepat; saat dokter menerima telepon belum tentu ia langsung dapat mengingat pasien mana yang sedang dibicarakan. Jika seorang ahli farmasi harus menyampaikan pesan temannya yang kebetulan sudah lewat waktu tugasnya namun belum sempat berjumpa dengan dokter yang merawat, maka belum tentu ahli farmasi t e r s e b u t m e m a h a m i b e t u l keadaan klinis pasien sehingga h a s i l a k h i r p e m b i c a r a a n / konsultasi tidak optimal. Agar komunikasi terjalin dengan efisien, interaksi/ komunikasi harus masuk dalam sebuah sistem (tim terpadu misalnya); akan ada k e s e m p a t a n u n t u k m e m p e r k e n a l k a n d i r i d a n menjelaskan peran ahli farmasi pada pengelolaan pasien yang bersangkutan. Selanjutnya, baik dokter mau pun ahli farmasi dapat saling berbagi (dari sudut pandang masing-masing) dan berdiskusi tentang pengelolaan pasien tersebut. Dengan sistem yang dibangun seperti di atas maka

k e s a l a h a n a k i b a t m i s s c o m m u n i c a t i o n d a p a t dihindari. Kerja sama tim multidisiplin secara interdisiplin Dalam hubungan kerja sama antara dokter dengan ahli farmasi setidaknya terdapat dua disiplin ilmu dan dua profesi yang berhubungan. Hubungan kerja sama tersebut tentu merupakan hubungan multidisiplin yang pendekatannya seharusnya bersifat interdisiplin dan bukan bersifat multidisiplin. Pendekatan yang bersifat multidisiplin paling sering keliru diinterpretasikan sebagai model interdisiplin. Pada p e n d e k a t a n y a n g b e r s i f a t multidisiplin ini disiplin atau bidang ilmu terkait berupaya untuk mengintegrasikan pelayanan demi kepentingan pasien. Mereka bertemu, saling berbagi informasi, merencanakan dan menetapkan siapa yang akan ikut berperan/ berkontribusi dan jenis keahlian apa yang dapat diperankan. Namun demikian, setiap bidang i l m u m e n g e m b a n g k a n pengalaman di bidang masingmasing kecuali untuk keahlian yang memang berada pada area 'abu-abu' pada saat mereka melakukan koordinasi. Tugas dan tanggung jawab diterapkan pada setiap bidang ilmu dengan batasan yang tegas sesuai disiplin masing-masing. Setiap bidang melaksanakan (mempraktekkan) p e k e r j a a n m e r e k a s e c a r a independen, sangat berhati-hati untuk tidak 'memasuki wilayah' bidang lain. Pengembangan profesionalisme terjadi di dalam bidang masing-masing (Satin, 1996). Pada pendekatan yang bersifat interdisiplin, semua perencanaan, pengembangan pengalaman, dan p e l a k s a n a a n p e l a y a n a n dikerjakan dengan penuh pemahaman bahwa terdapat tumpang tindih dalam hal kompetensi; dipahami pula bahwa masalah-masalah pasien dapat saling terkait. Setiap bidang mampu mengembangkan diri bersama. Mereka bertemu untuk mengevaluasi masalah yang sedang dihadapi, membicarakan tujuan spesifik yang harus dicapai serta mendiskusikan berbagai intervensi yang harus diambil untuk mencapai tujuan tadi. Pekerjaan, tugas dan tanggung jawab diterapkan tidak sematamata berdasarkan disiplin atau bidang terkait namun juga berdasarkan kompetensi atau kemampuan individu, mau pun atas dasar kebutuhan dan situasi masalah yang sedang dihadapi. Peran dan tanggung jawab setiap disiplin tidaklah kaku namun d a p a t b e r a l i h s e s u a i perkembangan masalah yang ada saat itu. Pada model ini, identitas dan praktik setiap bidang tidak terikat pada disiplin terkait, melainkan dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan paparan dengan disiplin lain saat bekerja, juga dengan pengalaman yang didapat serta sejalan d e n g a n p e r k e m b a n g a n kebutuhan profesional yang semakin mendalam; yang lebih penting adalah sesuai pula d e n g a n k e m a m p u a n d a n k e t e r t a r i k a n u n t u k mengembangkan profesinya masing-masing (Satin, 1996; Siegler, 2006). Proses Kolaborasi P r o s e s k o o r d i n a s i u n t u k mendapatkan kolaborasi yang dapat bekerja secara optimal m e m a n g t i d a k l a h m u d a h ; diperlukan serangkaian proses yang harus dilalui baik secara formal mau pun informal. Pertama, masing-masing pihak harus sepakat untuk membangun kolaborasi ini. Kedua belah pihak seyogyanya duduk bersama dan menuangkan seluruh pemikiran, impian, dan keinginan masingmasing. Kedua pihak harus memahami buah pikiran masingm a s i n g d a n m e n y a t a k a n pentingnya kerja sama ini serta setuju untuk berkolaborasi. Langkah berikutnya adalah menetapkan peran dan fungsi m a s i n g - m a s i n g d a l a m pengelolaan pasien. Batasan kegiatan masing-masing pihak perlu dielaborasi secara rinci d a n d i s e p a k a t i d e n g a n berpatokan pada kesepakatan pemikiran yang telah dicapai s e b e l u m n y a ( b a h w a s a n y a keselamatan dan kepuasan pasien adalah yang utama serta merupakan tujuan bersama). K e m u n g k i n a n t e r d a p a t n y a tumpang tindih dari berbagai peran yang ada akan terlihat s e h i n g g a k o n f l i k d a p a t

d i h i n d a r i. K o n f l i k m a s i h potensial timbul karena setiap disiplin merasa paling memiliki kompetensi (atau setidaknya lebih kompeten daripada disiplin lainnya). Terjadinya konflik b u k a n l a h s a t u - s a t u n y a ancaman; tidak tercapainya apa yang disebut sebagai tujuan bersama juga merupakan hal y a n g p e r l u d i a n t i s i p a s i. P e r b e d a a n l a t a r b e l a k a n g p e n d i d i k a n / p e l a t i h a n d a n k u r a n g l a n c a r n y a k o m u n i k a s i d i s a d a r i merupakan hal yang harus diselesaikan dengan bijak. K e a d a a n t e r s e b u t d i a t a s d i s i k a p i d e n g a n m e n g e d e p a n k a n s a l i n g pengertian dan pendekatan i n t e r d i s i p l i n s e r t a p e n t i n g n y a k o m u n i k a s i a n t a r a n g g o t a s e b a g a i l a n d a s a n t e r c a p a i n y a p e n g e r t i a n b e r s a m a. Kesepakatan dapat tercapai k a r e n a m a s i n g - m a s i n g pihak ternyata mempunyai visi yang s a m a. S e t e l a h k e s e p a k a t a n bersama ditaati, masingm a s i n g p i h a k a k a n m e n e g a s k a n k e m b a l i p e n g e r t i a n p e n d e k a t a n i n t e r d i s i p l i n y a n g h a r u s diterapkan -yang berbeda d a r i m u l t i d i s i p l i n, p a r a d i s i p l i n m a u p u n p a n d i s i p l i n. S e l a i n i t u, perbedaan yang ada dapat d i s i k a p i d e n g a n t i n g k a t toleransi yang tinggi dan d i a n g g a p s e b a g a i a s e t p o s i t i f. S e t i a p a n g g o t a saling membantu dan saling m e n d u k u n g ; m e r e k a berpartisipasi aktif dan selfinitiated. Dengan pelaksanaan kolaborasi y a n g s e c a r a s a d a r mengedepankan pemahaman akan peran masing-masing tersebut diharapkan hasil akhir pengelolaan pasien dapat lebih e f i s i e n, t e r h i n d a r k a n d a r i kesalahan yang tidak perlu, serta terbangun sistem yang menjamin keselamatan pasien dari sisi pengobatan. Penutup Telah dibicarakan perlunya kolaborasi antara dokter dengan ahli farmasi (terutama ahli farmasi klinik). Kesadaran akan adanya peran yang saling melengkapi, rasa percaya yang tinggi, serta komunikasi yang optimal yang tersusun dalam sebuah sistem yang mengedepankan prinsip interdisiplin dalam sebuah tim multidisiplin maka keselamatan dan keamanan pasien akan lebih terjamin. (Dr. Dr. Czeresna Heriawan Soejono, SpPD-KGer., Mepid., FACP) DAFTAR PUSTAKA Satin, DG., 1996 The Interdisciplinary, Integrated Approach to Profesional Practice with the Aged. Dalam: Satin DG, Blakeney BA, Bottomley JM, Howe MC, Smith HD, eds. The Clinical Care of the Aged Person, An Interdisciplinary Perspective. New York: Oxford University Press. Hal 391-402. Siegler, EL., 2006 Developing and Managing a High-Functioning Interdisciplinary Team. Dalam : Gallo JJ, Bogner HR, Fulmer T, Paveza GJ, eds. Handbool of Geriatric Assessment. Boston: Jones and Bartlett Publishers. Hal 431-8. Leape, LL., 1999 Pharmacist participation on physician rounds and adverse drug events in the intensive care unit. JAMA; 281(3); July 1999: 267-70. Nijjer, S., 2008 Effective collaboration between doctors and pharmacists. Hospital Pharmacist; vol 15; May 2008: 179-82. September 2009

Penatalaksanaan Keracunan Akibat Gigitan Ular Berbisa Ular Berbisa di Indonesia Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara yang menghambat respons pada sistem biologis dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Keracunan sering dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia. Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang dapat menyebabkan keracunan. Di sekeliling kita ada racun alam yang terdapat pada beberapa tumbuhan dan hewan. Salah satunya adalah gigitan ular berbisa yang sering terjadi di daerah tropis dan subtropis. Mengingat masih sering terjadi keracunan akibat gigitan ular maka untuk dapat menambah pengetahuan masyarakat kami menyampaikan informasi mengenai bahaya dan pertolongan terhadap gigitan ular berbisa. Ular merupakan jenis hewan melata yang banyak terdapat di Indonesia. Spesies ular dapat dibedakan atas ular berbisa dan ular tidak berbisa. Ular berbisa memiliki sepasang taring pada bagian rahang atas. Pada taring tersebut terdapat saluran bisa untuk menginjeksikan bisa ke dalam tubuh mangsanya secara subkutan atau intramuskular. Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsa dan sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut merupakan ludah yang termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar khusus. Kelenjar yang mengeluarkan bisa merupakan suatu modifikasi kelenjar ludah parotid yang terletak di setiap bagian bawah sisi kepala di belakang mata. Bisa ular tidak hanya terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi merupakan campuran kompleks, terutama protein, yang memiliki aktivitas enzimatik. Efek toksik bisa ular pada saat menggigit mangsanya tergantung pada spesies, ukuran ular, jenis kelamin, usia, dan efisiensi mekanik gigitan (apakah hanya satu atau kedua taring menusuk kulit), serta banyaknya serangan yang terjadi. Ular berbisa kebanyakan termasuk dalam famili Colubridae, tetapi pada umumnya bisa yang dihasilkannya bersifat lemah. Contoh ular yang termasuk famili ini adalah ular sapi (Zaocys carinatus), ular tali (Dendrelaphis pictus), ular tikus atau ular jali (Ptyas korros), dan ular serasah (Sibynophis geminatus). Ular berbisa kuat yang terdapat di Indonesia biasanya masuk dalam famili Elapidae, Hydropiidae, atau Viperidae. Elapidae memiliki taring pendek dan tegak permanen. Beberapa contoh anggota famili ini adalah ular cabai (Maticora intestinalis), ular weling (Bungarus candidus), ular sendok (Naja sumatrana), dan ular king kobra (Ophiophagus hannah). Viperidae memiliki taring panjang yang secara normal dapat dilipat ke bagian rahang atas, tetapi dapat ditegakkan bila sedang menyerang mangsanya. Ada dua subfamili pada Viperidae, yaitu Viperinae dan Crotalinae. Crotalinae memiliki organ untuk mendeteksi mangsa berdarah panas (pit organ), yang terletak di antara lubang hidung dan mata. Beberapa contoh Viperidae adalah ular bandotan (Vipera russelli), ular tanah (Calloselasma rhodostoma), dan ular bangkai laut (Trimeresurus albolabris). Bagaimanakah Gigitan Ular Dapat Terjadi? Korban gigitan ular terutama adalah petani, pekerja perkebunan, nelayan, pawang ular, pemburu, dan penangkap ular. Kebanyakan gigitan ular terjadi ketika orang tidak mengenakan alas kaki atau hanya memakai sandal dan menginjak ular secara tidak sengaja. Gigitan ular juga dapat terjadi pada penghuni rumah, ketika ular memasuki rumah untuk mencari mangsa 5 berupa ular lain, cicak, katak, atau tikus.

B a g a i m a n a M e n g e n a l i U l a r Berbisa? Tidak ada cara sederhana untuk mengidentifikasi ular berbisa. Beberapa spesies ular tidak berbisa dapat tampak menyerupai ular berbisa. Namun, beberapa ular berbisa dapat dikenali melalui ukuran, bentuk, warna, kebiasaan dan suara yang dikeluarkan saat merasa terancam. Beberapa ciri ular berbisa adalah bentuk kepala segitiga, ukuran gigi taring kecil, dan pada luka bekas gigitan terdapat bekas taring. Sifat Bisa, Gejala, dan Tanda Gigitan Ular Berdasarkan sifatnya pada tubuh mangsa, bisa ular dapat dibedakan menjadi bisa hemotoksik, yaitu bisa yang mempengaruhi jantung dan sistem pembuluh darah; bisa neurotoksik, yaitu bisa yang mempengaruhi sistem saraf dan otak; dan bisa sitotoksik, yaitu bisa yang hanya bekerja pada lokasi gigitan. Tidak semua ular berbisa pada waktu menggigit menginjeksikan bisa pada korbannya. Orang yang digigit ular, meskipun tidak ada bisa yang diinjeksikan ke tubuhnya dapat menjadi panik, nafas menjadi cepat, tangan dan kaki menjadi kaku, dan kepala menjadi pening. Gejala dan 6 Gambar 2 : Bekas gigitan ular A : Ular tidak berbisa tanpa bekas taring B : Ular berbisa dengan bekas taring Lubang Hidung Organ pendeteksi panas tanda-tanda gigitan ular akan bervariasi sesuai spesies ular yang menggigit dan banyaknya bisa yang diinjeksikan pada korban. Gejala dan tanda-tanda tersebut antara lain adalah tanda gigitan taring (fang marks), nyeri lokal, pendarahan lokal, memar, pembengkakan kelenjar getah bening, radang, melepuh, infeksi lokal, dan nekrosis jaringan (terutama akibat gigitan ular dari famili Viperidae). Penatalaksanaan Keracunan Akibat Gigitan Ular Langkah-langkah yang harus diikuti pada penatalaksanaan gigitan ular adalah: Mata dengan pupil vertikal Gambar 1 :Organ pendeteksi panas (pit organ) pada Crotlinae terletak diantara lubang hidung dan mata 1. Pertolongan pertama, harus dilaksanakan secepatnya setelah terjadi gigitan ular sebelum korban dibawa ke rumah sakit. Hal ini dapat dilakukan oleh korban sendiri atau orang lain yang ada di t e m p a t k e j a d i a n. Tu j u a n pertolongan pertama adalah untuk menghambat penyerapan bisa, mempertahankan hidup k o r b a n d a n m e n g h i n d a r i k o m p l i k a s i s e b e l u m mendapatkan perawatan medis di rumah sakit serta mengawasi gejala dini yang membahayakan. Kemudian segera bawa korban ke tempat perawatan medis. M e t o d e p e r t o l o n g a n y a n g dilakukan adalah menenangkan korban yang cemas; imobilisasi (membuat tidak bergerak) bagian tubuh yang tergigit dengan cara mengikat atau menyangga dengan kayu agar tidak terjadi kontraksi otot, karena pergerakan atau kontraksi otot dapat meningkatkan penyerapan bisa ke dalam aliran d a r a h d a n g e t a h b e n i n g ; p e r t i m b a n g k a n p r e s s u r e - immobilisation pada gigitan Elapidae; hindari gangguan terhadap luka gigitan karena dapat

meningkatkan penyerapan bisa dan menimbulkan pendarahan lokal. 2. Korban harus segera dibawa ke rumah sakit secepatnya, dengan cara yang aman dan senyaman mungkin. Hindari pergerakan atau kontraksi otot untuk mencegah peningkatan penyerapan bisa. 3. Pengobatan gigitan ular Pada umumnya terjadi salah pengertian mengenai pengelolaan gigitan ular. Metode penggunaan torniket (diikat dengan keras sehingga menghambat peredaran darah), insisi (pengirisan dengan alat tajam), pengisapan tempat gigitan, pendinginan daerah yang digigit, pemberian antihistamin dan kortikosteroid harus dihindari karena tidak terbukti manfaatnya. 4. Terapi yang dianjurkan meliputi: a. Bersihkan bagian yang terluka dengan cairan faal atau air steril. b. Untuk efek lokal dianjurkan imobilisasi menggunakan perban katun elastis dengan lebar + 10 cm, panjang 45 m, yang dibalutkan kuat di sekeliling bagian tubuh yang tergigit, mulai dari ujung jari kaki sampai bagian yang terdekat dengan gigitan. Bungkus rapat dengan perban seperti membungkus kaki yang terkilir, tetapi ikatan jangan terlalu kencang agar aliran darah tidak terganggu. Penggunaan torniket tidak dianjurkan karena dapat mengganggu aliran darah dan pelepasan torniket dapat menyebabkan efek sistemik yang lebih berat. c. P e m b e r i a n t i n d a k a n pendukung berupa stabilisasi y a n g m e l i p u t i penatalaksanaan jalan nafas; penatalaksanaan fungsi p e r n a f a s a n ; penatalaksanaan sirkulasi; penatalaksanaan resusitasi perlu dilaksanakan bila kondisi klinis korban berupa hipotensi berat dan shock, s h o c k p e r d a r a h a n, k e l u m p u h a n s a r a f pernafasan, kondisi yang tiba-tiba memburuk akibat terlepasnya penekanan perban, hiperkalaemia akibat rusaknya otot rangka, serta k e r u s a k a n g i n j a l d a n komplikasi nekrosis lokal. d. P e m b e r i a n s u n t i k a n antitetanus, atau bila korban pernah mendapatkan toksoid maka diberikan satu dosis toksoid tetanus. e. Pemberian suntikan penisilin kristal sebanyak 2 juta unit secara intramuskular. Gambar 3 :Imobilisasi bagian tubuh menggunakan perban. f. Pemberian sedasi atau a n a l g e s i k u n t u k menghilangkan rasa takut cepat mati/panik. g. Pemberian serum antibisa. Karena bisa ular sebagian besar terdiri atas protein, maka sifatnya adalah antigenik sehingga dapat dibuat dari serum kuda. Di Indonesia, antibisa bersifat p o l i v a l e n, y a n g mengandung antibodi terhadap beberapa bisa ular. Serum antibisa ini hanya diindikasikan bila t e r d a p a t k e r u s a k a n jaringan lokal yang luas. (Tanti Kuspriyanto, Ssi, Msi) -Sentra Informasi Keracunan Nasional- -Badan Pengawas Obat dan Makanan- Pustaka Guidelines for the Clinical Management of Snakes bites in the South-East Asia Region, World Health Organization, 2005. Pedoman Pertolongan Keracunan untuk Puskesmas, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2002. Snake Venom: The Pain and Potential of Poison, The Cold Blooded News Vol. 28, Number 3, March, 2001. SEGENAP KARYAWAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Mengucapkan SELAMAT TAHUN BARU 2010

PENGAWASAN PASCA PEMASARAN oleh BADAN POM RI kesehatan konsumen. Untuk itu pengawasan tidak dapat dilakukan secara parsial hanya pada produk akhir yang beredar di masyarakat, tetapi harus dilakukan secara komprehensif dan sistemik, mulai dari kualitas bahan yang digunakan, cara-cara pembuatan, distribusi, penyimpanan, sampai produk tersebut siap dikonsumsi oleh masyarakat. Sejalan dengan kebijakan pasar global, pengawasan harus dilakukan mulai dari produk masuk di entry point sampai peredaran di pasar. Pada seluruh mata rantai tersebut harus ada sistem yang memiliki mekanisme yang dapat mendeteksi kualitas produk sehingga secara dini dapat dilakukan pengamanan jika terjadi degradasi mutu, produk sub standar, kontaminasi dan hal-hal lain yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat. Untuk menyelenggarakan tugas pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan tersebut diperlukan institusi dengan infrastruktur pengawasan yang kuat, memiliki integritas dan kredibilitas profesional yang tinggi serta memiliki kewenangan untuk melaksanakan penegakan hukum, maka pemerintah memberi mandat kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk melaksanakan tugas tersebut. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sebelum produk diizinkan untuk diproduksi atau diimpor dan diedarkan di Indonesia harus dilakukan evaluasi terlebih dahulu terhadap keamanan, kemanfaatan dan mutunya. Pengawasan Obat dan Makanan di Indonesia yang merupakan bagian integral dari pembangunan kesehatan secara umum harus dapat mengantisipasi perubahan lingkungan strategis yang senantiasa berubah secara dinamik. Perubahan-perubahan tersebut, baik yang berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung pada sistem pengawasan obat dan makanan, harus dapat diantisipasi secara cepat dan tepat. Dalam upaya meningkatkan perlindungan kesehatan masyarakat dari risiko produk obat dan makanan yang berisiko terhadap kesehatan termasuk diantaranya adalah produk palsu, substandar atau ilegal, Badan POM berupaya memperkuat Sistem Pengawasan Obat dan Makanan yang komprehensif dan menyeluruh. Tugas pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan mempunyai lingkup yang luas dan kompleks, menyangkut kepentingan dan hajat hidup rakyat banyak dengan sensitifitas publik yang tinggi 8serta berimplikasi luas pada keselamatan dan Untuk produk obat, dalam evaluasi tersebut, dikembangkan suatu mekanisme evaluasi yang obyektif melalui pembentukan tim independen Komite Nasional Penilai Obat Jadi (KOMNAS POJ). Komite tersebut terdiri dari pakar dan berasal dari berbagai universitas serta institusi terkait. Pertemuan berkala dilakukan untuk membahas dan mengevaluasi keamanan, kemanfaatan dan mutu obat berdasarkan data ilmiah yang diserahkan, berupa data preklinik dan data klinik serta data penunjang lain. Evaluasi mutu dilakukan untuk menjamin terpenuhinya spesifikasi dan standar untuk zat aktif, zat tambahan dan produk jadi serta bahan kemasan. Untuk menjamin mutu produk, Badan POM mensyaratkan bahwa setiap produk obat yang dihasilkan harus melalui proses produksi sesuai Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Sedangkan untuk setiap produk obat tradisional harus memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB), produk kosmetik harus memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) dan setiap produk pangan harus memenuhi persyaratan Cara Produksi yang Baik untuk Makanan. Evaluasi terhadap penandaan atau label pada kemasan produk dilakukan agar konsumen mendapat informasi yang lengkap, obyektif dan tidak menyesatkan, sehingga dapat menjamin

penggunaan produk yang tepat dan aman. Seluruh rangkaian evaluasi yang dilakukan sebelum produk diedarkan ke masyarakat merupakan langkahlangkah pengawasan pre-market (prapemasaran). Selain melakukan pengawasan melalui evaluasi pre-market, Badan POM juga melakukan post-market surveilans dengan melakukan sampling dan pengujian laboratorium atas produk yang beredar. Untuk pemantauan keamanan obat sesudah beredar dilakukan melalui program Monitoring Efek Samping Obat (MESO). Untuk melaksanakan program ini, Pusat MESO Nasional bekerjasama dan berkomunikasi dengan mitra kerja antara lain tenaga kesehatan (dokter, apoteker, bidan), Rumah Sakit, Akademisi, Organisasi Profesi di bidang kesehatan, WHO dan Drug Regulatory Authority Negara lain. Melalui program ini Badan POM menerbitkan dan mengirimkan buletin Berita MESO serta menyebarkan formulir MESO yang dikenal dengan form kuning MESO ke seluruh Rumah Sakit dan Puskesmas di seluruh Indonesia, 2 (dua) kali dalam setahun. Metode pelaporan dalam program MESO adalah pelaporan secara sukarela dari tenaga kesehatan. Terhadap laporan Efek Samping Obat (ESO) yang diterima akan dilakukan pengkajian mengenai validitas laporan, validitas efek samping dan hubungan kausal antara ESO dengan obat yang digunakan. Pengkajian dilakukan bersama Tim ahli MESO dari FKUI dan selanjutnya hasil pembahasan ini TEMUAN PRODUK ILLEGAL DI PASAR PAGI ASEMKA Pada hari Selasa, tanggal 21 Juli 2009, Tim Gabungan dari Badan POM RI, Balai Besar POM di Jakarta dan Korwas PPNS POLDA Metro Jaya melakukan pemeriksaan sarana distribusi Toko Obat SS, Toko Kosmetik HD, dan Toko Parfum (tanpa nama) berlokasi di Pasar Pagi ASEMKA Kelurahan Pinangsia, Kecamatan Taman Sari, Kodya Jakarta Barat. Pada pemeriksaan di Toko Obat SS ditemukan obat Tanpa Izin Edar (TIE) dan atau Tidak Memenuhi Syarat (TMS) Farmakope, obat tradisional TIE dan atau mengandung Bahan Kimia Obat (BKO), suplemen TIE terutama obat - obat China seperti Viagra, Cialis, obat Kuat Kebo, Obat Walet dan lain-lain sebanyak 96 item yang diamankan dalam 87 karton/ karung. Dalam pemeriksaan berhasil dilakukan pengembangan kasus sehingga ditemukan juga lokasi gudang yang berisi obat, obat tradisional, suplemen TIE dan atau TMS Farmakope di Lantai 2 Pasar Pagi Asemka. Pada pemeriksaan di Toko Kosmetik HD Asemka di Jakarta Barat ditemukan kosmetik TIE sebanyak 21 item yang diamankan dalam 6 karton dan 5 karung. Pada Toko Parfum (tanpa nama) ditemukan kosmetik TIE sebanyak 88 item, 52 kardus dan 3 karung. Parfum tersebut merupakan parfum impor eks Taiwan yang dimasukkan ke Indonesia secara illegal. Terhadap seluruh produk illegal tersebut diamankan di Badan POM. Indikasi bahwa produk tersebut TIE dan atau TMS Farmakope antara lain ditemukan produk ruahan (siap kemas) beserta kemasan kosong dan hologram yang terpisah dari produk, kemasan yang tidak seragam, dan harga lebih murah dari harga normal. Kasus ini akan ditindaklanjuti secara pro-justitia (saat ini sedang dalam tahap pemeriksaan tersangka dan saksi serta penyusunan administrasi penyidikan) dengan jeratan Pasal 80 ayat (4) b, Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Barang siapa dengan sengaja memproduksi dan atau mengedarkan sediaan farmasi berupa obat atau bahan obat yang tidak memenuhi syarat farmakope Indonesia dan atau buku standar lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1); dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan Pasal 81 ayat (2) c : Barang siapa dengan sengaja mengedarkan sediaan farmasi dan atau alat kesehatan tanpa izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1); dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp 140.000.000,00 (seratus empat puluh juta rupiah). Disamping itu tetap dilakukan pengembangan kasus yang terkait dengan temuan di Asemka Jakarta Barat ini. dilaporkan ke WHO. Selain itu juga dilakukan pengkajian isu global terkait keamanan obat yang berkembang di negara lain. Bila diperlukan akan ditetapkan suatu rekomendasi tindak lanjut regulatori. Untuk produk lain seperti obat tradisional, suplemen makanan dan kosmetik juga dilakukan Monitoring Efek Samping Obat Tradisional (MESOT), Monitoring Efek Samping Suplemen Makanan (MESM) dan Monitoring Efek Samping Kosmetik (MESK). Selain itu, untuk memantau peredaran dan mencegah penyimpangan dalam distribusi obat impor perlu dilakukan pengawasan sejak di entry point, demikian juga untuk mencegah penyalahgunaan bahan baku obat untuk kepentingan ilegal, Untuk memantau peredaran dan mencegah penyimpangan dalam distribusi obat impor perlu dilakukan pengawasan sejak di entry point, demikian juga untuk mencegah penyalahgunaan bahan baku obat untuk kepentingan ilegal, dipandang perlu dilakukan pengawasan sejak pemasukannya ke wilayah Indonesia. Oleh karena itu pada tanggal 10 Juli 2005 diterbitkan peraturan Kepala Badan POM No. HK.00.05.1.3459 tentang Pengawasan Pemasukan Obat Impor dan No. HK.00.05.1.3460 tentang Pengawasan Pemasukan Bahan Baku Obat. Salah satu hasil pengawasan post market surveilans yang dilakukan oleh Badan POM dipaparkan dalam text-box. Dra. Tri Asti, Mpharm Pusat Informasi Obat Nasional 9

PROFIL Balai Besar POM Di Surabaya Balai Besar POM di Surabaya merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Badan POM yang dibentuk berdasarkan SK Kepala Badan POM No. 05018/SK/KBPOM tanggal 17 Mei 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Sebagai UPT, tentunya Balai Besar POM di Surabaya mempunyai tugas dan fungsi pengawasan obat dan makanan di wilayah Propinsi Jawa Timur dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat terhadap risiko yang berdampak pada kesehatan akibat penggunaan dan penyalahgunaan obat, narkotika, psikotropika dan zat adiktif (NAPZA), obat tradisional, pangan, suplemen makanan, kosmetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, kemanfaatan dan mutu. KEADAAN UMUM DAN LINGKUNGAN A. Lingkungan Eksternal Wilayah kerja (catchment area) Balai Besar POM di Surabaya adalah 29 kabupaten dan 9 kota di Jawa Timur. Luas wilayah 2 kerja 46.428,38 km dan wilayah terjauh dari Ibukota adalah Kabupaten Banyuwangi dan Pacitan. Terdapat 4 Kabupaten berada di pulau Madura. Untuk mencapai wilayah kerja Balai Besar POM di Surabaya, bisa ditempuh dengan jalan darat menggunakan mobil, dan beberapa daerah bisa menggunakan kereta api, sedangkan untuk ke Pulau Madura dapat ditempuh menggunakan kapal selain darat. Rata-rata waktu perjalanan ke wilayah kerja ditempuh selama 4 jam dimana paling lama perjalanan ditempuh selama 6 jam dan paling cepat 2 jam. Sedangkan waktu perjalanan di satu wilayah kerja rata-rata 3 jam dimana paling lama 4 jam dan paling singkat 2 jam. Jumlah penduduk di wilayah kerja Balai Besar POM di Surabaya adalah 37.478.737 jiwa (Badan Pusat Statistik Jawa Timur, Desember 2008). Kota Surabaya mempunyai jumlah penduduk yang paling besar, yaitu 2.720.156 jiwa, diikuti Kabupaten Malang sebesar 2.442.422 jiwa dan Kabupaten Jember yaitu 2.293.740 jiwa. Tingkat kepadatan penduduk Jawa Timur adalah sebesar 807 jiwa perkilometer persegi, dengan angka kematian bayi di Jawa Timur pada 2007 32,93% dan angka harapan hidup 68,90. Laju pertumbuhan ekonomi Jawa Timur pada tahun 2006 adalah 5,80%. Jumlah sarana yang termasuk dalam ruang lingkup pengawasan Balai Besar POM di Surabaya meliputi 42 Industri Farmasi, 5 Industri Obat Tradisional, 245 Industri Kecil Obat Tradisional, 128 Industri Kosmetika, 77 Industri PKRT, 345 Industri Pangan, 17.063 Industri Rumah Tangga Pangan, 346 Pedagang Besar Farmasi, 161 Rumah Sakit Umum dan Khusus, 909 Puskesmas, 1.706 Apotek, 338 Toko Obat, 38 Gudang Farmasi, 140 sarana distribusi obat tradisional, 497 sarana distribusi kosmetika, 1.150 saran distribusi pangan, 130 sarana distribusi suplemen makanan, sarana distribusi bahan berbahaya dan 116 sarana penjualan parcel. B. Lingkungan Internal Jumlah pegawai Balai Besar POM di Surabaya seluruhnya adalah 143 orang. Terdiri dari 54 pegawai laki-laki dan 89 pegawai perempuan (data per 31 Desember 2008) orang. Dari jumlah tersebut 24 orang pegawai golongan IV, Golongan III 100 orang dan 19 orang golongan II. Pejabat struktural berjumlah 11 orang, pejabat fungsional PFM golongan IV berjumlah 5 orang, PFM golongan III berjumlah 43 orang dan pejabat fungsional PFM golongan II 2 orang. Jumlah total pegawai di Sub. Bag. TU adalah 30 orang, Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan 30 orang, Bidang Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya 15 orang, Bidang Pengujian Mikrobiologi 9 orang, Bidang Pengujian Produk Terapetik, OT, Kosmetik dan Produk Komplemen 36 orang dan Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen 13 orang. Balai Besar POM di Surabaya beralamat di Jalan Karangmenjangan No.20/22 Surabaya. Terdapat 4 saluran telepon, 1 menggunakan sistem PABX kapasitas 36 ekstension untuk menghubungi Balai Besar POM di Surabaya yaitu (031) 5022815, 5020575, 5048833, 5015486 dan terdapat 5 saluran faximili.sedangkan alamat e-mail yang dapat dihubungi adalah bpom_surabaya@pom.go.id serta bbpom_surabaya@yahoo.co.id HASIL KEGIATAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN TAHUN 2008 Pada tahun 2008 telah dilakukan pemeriksaan terhadap sarana produksi dan distribusi obat, NAPZA, obat tradisional, kosmetika, suplemen makanan, pangan dan bahan berbahaya serta dilakukan pengambilan contoh komoditi produk-produk tersebut untuk diuji di Laboratorium Balai Besar POM di Surabaya.

Kepala Balai Besar POM Surabaya Drs.Sudiyanto, Apt. Kepala Bidang Pengujian Teranokoko Dra. Retno Chatulistiani P, Apt Kepala Bidang Pengujian Pangan dan BB Drs. Muhammad Muchtar, Apt., MH Kepala Bidang Mikrobiologi Dra. Puryani Kepala Bidang Sertifikasi dan Layanan informasi Konsumen Dra. Endang Widowati, Apt Kepala Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan Dra. Harlina Samadi, Apt Ka Sub Bag TU Dra. Retno Kurpaningsih, Apt Ka Sie Layanan Informasi Konsumen Drs. Suprihadi, Apt. Ka Sie Sertifikasi Dra. Lindawati, Apt Ka Sie Pemeriksaan Drs. Kotot Munarto, Apt Ka Sie Penyidikan Dra. Trikoranti Mustikawati, Apt Pengawasan Produk Beredar Pada tahun 2008 produk terapetik/obat, NAPZA dan PKRT yang diuji berjumlah 3.833 sampel. Sampel terdiri dari Obat (1866 sampel), NAPZA (114 sampel), Alkes (18 sampel), PKRT (117 sampel) sedangkan rokok tidak dilakukan sampling karena belum berfungsinya alat uji yang ada di BBPOM di Surabaya. Sampling pangan dilakukan pada 204 sampel jajanan anak sekolah, 382 sampling seri, 66 sampel garam beryodium, 941 sampel produk pangan sesuai prioritas sampling. Obat Tradisional (875 sampel), Kosmetika (697 sampel), Suplemen (101 sampel). Hasil uji menunjukkan 0,59% sampel obat; 9,49% obat tradisional; 15,1% kosmetika tidak memenuhi syarat. Jajanan anak perlu sangat diperhatian karena jumlah yang tidak memenuhi syarat cukup tinggi yaitu 60,8% dari 204 sampel MAJS yang diuji, utamanya karena mengandung cemaran mikrobiologi dan boraks. Hasil uji Obat Tradisional menunjukkan 11,2% sampel tidak memenuhi syarat. Pelanggaran terbanyak pada produk obat tradisional adalah adanya kandungan Bahan Kimia Obat (BKO). Jenis BKO yang paling banyak ditemukan adalah parasetamol. Pada sediaan kosmetika, yang terbanyak adalah pelanggaran pada label, yaitu tidak mencantumkan nomor batch, nama pabrik atau keduanya. Kosmetika beredar masih juga ditemukan mengandung bahan berbahaya merkuri (1 sampel), pewarna yang dilarang (7 sampel), dan penetapan kadar zat aktif yang melampaui batas yang diperbolehkan. Pemeriksaan Sarana Produksi Dan Distribusi Farmasi dan Alat Kesehatan (Farmakes) Cakupan pemeriksaan pada sarana produksi dan distribusi farmakes masih kecil dibanding sarana yang ada. Sarana Industri Farmasi yang ada 42 diperiksa 20 (47,62%), semua sarana industri farmasi yang diperiksa belum menerapkan CPOB dengan baik. PBF yang ada 346 sarana, yang diperiksa 175 PBF (50,58%) dan ditemukan 19 sarana PBF yang tidak memenuhi ketentuan. Produsen pangan jumlah 13.345 sarana, diperiksa 246 sarana (1,8%) tidak memenuhi ketentuan 59 sarana (23,98%). Produsen IRTP diperiksa 297 sarana, tidak memenuhi ketentuan 63 sarana (21,2%), perlu diketahui bahwa pengawasan IRTP menjadi tanggung jawab Kabupaten/Kota sehingga pengawasan rutin oleh Balai POM sangat dikurangi. Pengawasan distribusi makanan dilakukan terhadap 274 sarana, sedang pada kegiatan pengamanan parcel Lebaran, Natal dan tahun Baru diperiksa 111 sarana dan ditemukan 182 produk yang tidak memenuhi syarat Sarana distribusi NAPZA meliputi 3 sarana PBF Narkotika dan 52 sarana Psikotropika. Dari 3 sarana PBF Narkotika diperiksa 2 sarana (66,67%) yang hasilnya satu sarana tidak memenihi ketentuan. Dan dari 52 PBF sarana Psikotropika diperiksa 14 sarana (26,92 %) yang hasilnya 3 saran tidak memenuhi ketentuan. Jumlah sarana produksi kosmetika di Jawa Timur sebanyak 128 sarana. Diperiksa dalam rangka pengawasan rutin: 75 (60%) sarana dan ditemukan 3 (4%) sarana tidak memenuhi ketentuan. Cakupan pengawasan industri obat tradisional sebanyak 94 (38,37%) dari sarana yang ada, hasil pemeriksaan menunjukkan 16 (17,02%) sarana tidak memenuhi ketentuan. Tahun 2008 iklan yang diawasi dan dinilai sebanyak 4.350 iklan dan 1.731 (39,79%) diantaranya tidak memenuhi ketentuan. Penyidikan Penyidikan kasus tindak pidana bidang obat dan makanan berhasil menjaring 20 kasus, semua pemberkasan dilakukan oleh PPNS Balai Besar POM Surabaya. Adapun sarana-sarana yang melakukan pelanggaran tersebut terdiri dari sarana distribusi (toko, toko jamu), sarana produksi kosmetika dan rumah tinggal tersebar di beberapa kabupaten/ kota di Propinsi Jawa Timur. Pelayanan dan Pemberdayaan Masyarakat Dalam rangka pelayanan dan pemberdayaan masyarakat telah diterima dan ditindaklanjuti 779 pengaduan, serta telah dilaksanakan penyebaran informasi ke berbagai instansi dan media sebanyak 48 kali. Dan untuk meningkatkan pengetahuan petugas Balai Besar POM di Surabaya, Dinas Kesehatan Kab/Kota dan produsen telah dilatih tentang Distric Food Inspector sebanyak 38 orang dari perwakilan 38 Kab/Kota wilayah kerja Balai Besar POM 11 di Surabaya.

InfoPOM Penasehat : Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan; Penanggung jawab : Sekretaris Utama Badan Pengawas Obat dan Makanan; Pimpinan Redaksi : Kepala Pusat Informasi Obat dan Makanan; Sekretaris Redaksi: Budi Djanu Purwanto, SH, MH; Tim Editor : Dra. Hardaningsih, MHSM, Dra. Sri Mulyani, Apt, Dra. Dyah Nugraheni, Apt, Suyanto, SP, MSi, Yustina Muliani, SSi, Apt, Yusra Egayanti, SSi, Apt, Yuli Hijrah Saputri, SSi, Apt, Ellen Simanjuntak, SE, Dra. Tri Asti I, Apt, Mpharm, Dra. Muti Hadiyani, Rohyanih, SKom, Dewi Sofiah, SSi, Apt; Redaksi Pelaksana : Y u l i n a r, S K M, I n d a h Widiyaningrum, Ssi, Apt, Eriana Kartika Asri, Ssi, Apt, Denik Prasetiawati, SFarm, Apt, Arlinda Wibiayu, Ssi, Apt; Sekretariat : Sandhyani ED, Ssi, Apt, Tanti Kuspriyanto, Ssi, Msi, Anis Siti Annisa, SKom; Sirkulasi : Surtiningsih, Netty Sirait. Alamat Redaksi : Pusat Informasi O b a t d a n M a k a n a n B a d a n Pengawas Obat dan Makanan, Jl. Percetakan Negara No. 23, Jakarta Pusat, Telp. 021-4259945, Fax. 021-4 2 8 8 9 1 1 7, e - m a i l : informasi@pom.go.id Redaksi menerima naskah yang berisi informasi yang terkait dengan obat, kosmetika, obat tradisional, produk komplemen, zat adiktif dan bahan berbahaya. Kirimkan melalui alamat redaksi dengan format minimal MS. Word 97, spasi ganda maksimal 4 halaman A4. LABORATORIUM TERANOKOKO BALAI BESAR POM DI SURABAYA