P P A T K AMLNEWS Clipping Service Anti Money Laundering 19 Juli 2011 Indeks 1. Proyek Wisma Atlet Alex Noerdin segera diperiksa 2. Korupsi Kepala Dinas PU Bengkulu dihukum 3,5 tahun 3. Dugaan Suap Wisma Atlet KPK periksa El Idris 4. Korupsi Alkes Sutedjo juga gunakan jaminan Rp 4 M untuk cangkok ginjal istri Cetak.kompas.com PROYEK WISMA ATLET Alex Noerdin Segera Diperiksa Jakarta, Kompas - Komisi Pemberantasan Korupsi akan memanggil Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin terkait dengan dugaan korupsi pembangunan wisma atlet SEA Games Palembang. Nama Alex disebut dalam dakwaan Muhammad El Idris, manajer di PT Duta Graha Indah, yang menjadi terdakwa dalam kasus itu.
Yang jelas, semua yang mengetahui akan dimintai keterangan untuk membuat terang kasus ini, kata Wakil Ketua KPK Haryono Umar, Senin (18/7). Mengenai waktu pemanggilan, Haryono belum bisa memastikan. Dalam dakwaan yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi beberapa waktu lalu, dari hasil negosiasi El Idris, Direktur Utama PT Duta Graha Indah (DGI) Dudung Purwadi, dan Mindo Rosalina Manulang, serta Muhammad Nazaruddin, disepakati ada pembagian uang dari proyek pembangunan wisma atlet senilai Rp 191,6 miliar. Pembagian jatah itu meliputi Muhammad Nazaruddin, anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat, sebesar 13 persen, Gubernur Sumsel 2,5 persen, Komite Pembangunan Wisma Atlet 2,5 persen, panitia pengadaan 0,5 persen, dan Sekretaris Menpora Wafid Muharam 2 persen. Erman Umar, kuasa hukum Wafid Muharam, menyatakan kliennya kemarin diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Nazaruddin. Pemeriksaan itu terkait pengakuan Wafid yang mengaku dikenalkan dengan Nazaruddin oleh Mindo Rosalina Manulang dan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng. Menurut Erman, Wafid mengakui pernah bertemu pihak PT DGI terkait pembangunan wisma atlet. Namun, Wafid membantah membantu memenangkan PT DGI untuk proyek itu. (RAY) Cetak.kompas.com KORUPSI Kepala Dinas PU Bengkulu Dihukum 3,5 Tahun Bengkulu, Kompas - Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bengkulu Zulkarnain Muin bersama tiga petugas pelaksana teknis kegiatan di dinas pekerjaan umum, Senin (18/7), divonis bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek pembangunan jembatan gantung Muara I dan II tahun 2007. Atas putusan itu, Zulkarnain langsung menyatakan banding. Dalam amar putusan yang dibacakan majelis hakim Pengadilan Negeri Bengkulu, Zulkarnain dan tiga pegawai di dinas PU tak terbukti memperkaya diri dalam kasus korupsi ini. Namun, mereka bersalah tidak melakukan perbuatan sesuai kewenangannya sehingga terjadi kerugian negara Rp 7,5 miliar.
Atas perbuatannya, Zulkarnain dihukum penjara tiga tahun enam bulan. Hukuman ini sama dengan yang diterima petugas pelaksana teknis kegiatan (PPTK) perencanaan teknis, Sumarno, dan PPTK pembangunan jembatan, Asy ari. Adapun pengawas kegiatan pembangunan, Defrizal, dihukum dua tahun enam bulan. Vonis itu lebih rendah dari tuntutan jaksa yang sebelumnya menuntut masingmasing lima tahun penjara. Dalam dakwaannya, jaksa menyatakan, perbuatan para terdakwa yang menyalahi ketentuan hukum ialah melakukan lelang tidak sesuai aturan, mengubah pagu anggaran tanpa persetujuan DPRD Bengkulu, dan tidak mengevaluasi penawaran dari perusahaan konstruksi. Di samping itu, pembangunan jembatan gantung Muara II tidak mengacu pada perencanaan dan kontrak kerja. Kemudian, pembuatan beberapa adendum pun menyalahi aturan. Seusai sidang, kuasa hukum Sumarno, Surmawan, menyatakan putusan majelis hakim tidak adil. Ia mempertanyakan mengapa hukuman terhadap Sumarno yang hanya ketua panitia lelang sama dengan Zulkarnain yang merupakan kepala dinas dengan kewenangan yang lebih besar. Hakim kelewatan. Ini keputusan sesat. Kami jelas langsung banding, ujar Surmawan. Zulkarnain menegaskan, dirinya sudah menjalankan prosedur lelang dan pembayaran sesuai prosedur. (ADH) Kompas.com Dugaan Suap Wisma Atlet KPK Periksa El Idris JAKARTA, KOMPAS.com Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa Manajer Pemasaran PT Duta Graha Indah, Mohamad El Idris, Selasa (19/7/2011), dalam kasus dugaan suap pembangunan wisma atlet SEA Games di Palembang, Sumatera Selatan. El Idris yang menjadi tersangka dalam kasus itu akan dimintai keterangan sebagai saksi untuk tersangka lainnya, Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam.
"MEI (Mohamad El Idris) diperiksa sebagai saksi atas tersangka WM (Wafid Muharam)," ujar Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK, Priharsa Nugraha, melalui pesan singkat hari ini. Dalam kasus ini, empat orang ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Wafid, El Idris, Direktur Pemasaran PT Anak Negeri Mindo Rosalina Manulang, dan anggota Komisi VII DPR, M Nazaruddin. Dari keempatnya, baru El Idris yang telah memasuki proses persidangan. Dalam dakwaan terhadap El Idris disebutkan, Mindo Rosalina Manulang atas perintah atasannya, M Nazaruddin, memperkenalkan El Idris dan Direktur Utama PT DGI, Dudung Purwadi, kepada Wafid. Perkenalan tersebut dimaksudkan agar Wafid dapat mengikutsertakan PT DGI dalam proyek di Kemenpora. Berdasarkan dakwaan, permintaan PT DGI tersebut kemudian dipenuhi Wafid. Dia lantas mengupayakan keikutsertaan PT DGI dalam proyek pembangunan wisma atlet SEA Games. Wafid, menurut dakwaan, meminta kepada Komite Pembangunan Wisma Atlet di Palembang untuk membantu PT DGI memenangkan tender proyek. Dakwaan tersebut disangkal pihak Wafid. Kuasa hukum Wafid, Erman Umar, mengemukakan, kliennya tidak pernah menyetujui permintaan Nazaruddin melalui Rosa untuk mengikutsertakan PT DGI dalam proyek Kemenpora Detik.com Korupsi Alkes Sutedjo Juga Gunakan Jaminan Rp 4 M untuk Cangkok Ginjal Istri Jakarta - PT Bersaudara, perusahaan yang ditunjuk oleh Kemenko Kesra dalam pengadaan alat kesehatan penanganan flu burung tahun 2006, memberikan uang sebanyak Rp 4 miliar kepada eks Sesmenko Kesra Sutedjo Yuwono. Sutedjo sengaja meminta dana tersebut sebagai jaminan agar barang yang terlambat bisa segera dipenuhi. "Dana itu bukan bantuan tapi jaminan dari barang-barang yang terlambat. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) tidak bisa kasih tahu ke saya berapa jumlah barang yang terlambat. Kalau jumlahnya lebih besar dari lima persen, siapa yang mau tanggung jawab. Makanya saya minta jaminan," kata Sutedjo. Hal itu disampaikan Sutedjo sebagai terdakwa saat menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) apakah rekanan memberikan bantuan atau tidak, di Pengadilan Tipikor, Jl HR Rasuna Said, Jakarta (19/7/2011).
Sutedjo mengaku jaminan yang dilaporkan hanyalah sebesar Rp 4 miliar. Dia tidak tahu-menahu kenapa saat diperiksa, penyidik mengatakan dana tersebut bisa mencapai Rp 6 miliar. Dana Rp 4 miliar, lanjut Sutedjo, digunakan untuk membiayai bantuan lainnya. Jaminan itu pun disimpan dalam rekening pribadi Inspektur Kemenko Kesra pada waktu itu, Gunarso Djoko Santoso. "Dana itu memang jaminan tapi kalau ditanya digunakan untuk bantuan-bantuan ya betul juga. Seperti bantuan pengiriman anak-anak peserta olimpiade fisika dan minta bantuan. Bantuan banjir DKI juga dan kami mengirim 20 truk dan uang 500 juta. Itu semua menggunakan dana jaminan dari PT Bersaudara," terangnya. Selain itu, jaminan tersebut digunakan juga untuk pembangunan kerajinan batu di Pacitan sebesar Rp 200 juta, Bansos Rp 2,1 miliar. Bulan Desember 2007 juga diberikan untuk pemberian pelatih dan atlet para penyandang cacat di Shanghai sebesar Rp 800 juta. "Yang saya gunakan untuk pribadi hanya Rp 250 juta. Itu saya pinjam untuk pengobatan istri saya yang harus dicangkok ginjal di China. Tapi sudah saya kembalikan ke bagian keuangan, ada bukti pengembaliannya. Waktu itu terlalu mendesak kalau harus pinjam bank jadi saya pinjam dari kantor dan uang jaminan itu yang dipakai," terang Sutedjo yang mengenakan kemeja putih itu. Menurutnya, jaminan itu hanya dipinjam oleh Kemenko Kesra karena dana pos Bansos baru cair tanggal 14 April 2007. Padahal Kemenko Kesra membutuhkan dana cair secepatnya untuk memberikan beberapa bantuan sosial lainnya. Saat dicecar, Sutedjo mengaku jaminan itu tidak dicantumkan dalam perjanjian kontrak. Ia berdalih hanya digunakan sebagai pengaman dan nantinya akan dikembalikan dengan menggunakan dana pos Bansos Kemenko Kesra. "Jaminan dipinjam dan akan dikembalikan dengan dana pos Bansos yang cair tanggal 14 April 2007. Namun hingga saya pensiun, jaminan itu tidak dikembalikan," tutupnya. (feb/lrn) Humas PPATK Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Centre (INTRAC)
(P) +62-21-3850455/3853922 (F) +62-21-3856809/3856826 (E) humas-ppatk@ppatk.go.id DISCLAIMER: Informasi ini diambil dari media massa dan sumber informasi lainnya dan digunakan khusus untuk PPATK dan pihak-pihak yang memerlukannya. PPATK tidak bertanggungjawab terhadap isi dan pernyataan yang disampaikan dalam informasi yang berasal dari media massa.