OPERASI MILITER SELAIN PERANG. Oleh Hery Darwanto



dokumen-dokumen yang mirip
2017, No Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2010

2016, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang P

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN

2015, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamba

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENGANTAR. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 30 berbunyi

ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM TERKAIT DENGAN SISTEM PERTAHANAN NEGARA PUSANEV_BPHN. ANANG PUJI UTAMA, S.H., M.Si

No Laut Kepulauan (archipelagic sea lane passage) dan jalur udara di atasnya untuk keperluan lintas kapal dan Pesawat Udara Asing sesuai denga

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG OPERASI PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEAMANAN NASIONAL

2017, No Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Te

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA,

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL. BAB

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1.1 Latar belakang masalah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG OPERASI PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA

Assalamu alaikum Warrahmatullah Wa Barakatuh

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEAMANAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERINGATAN DINI DAN PENANGANAN DARURAT BENCANA TSUNAMI ACEH

BAB II TINDAK PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI. mengenai fungsi, tugas dan tanggungjawab mereka sebagai anggota TNI yang

2017, No Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 324); 3. Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 2 Tahun 2017 tentang Orga

2012, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Penang

KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

NOMOR 20 TAHUN 1982 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN WILAYAH PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEBIJAKAN PENGINTEGRASIAN KOMPONEN PERTAHANAN NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pengarahan Presiden RI pada Gelar Kesiapan Satuan Reaksi Cepat Penanggulangan Bencana, 14 Jan 2010 Kamis, 14 Januari 2010

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN WILAYAH PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2013 TENTANG

ANATOMI KEAMANAN NASIONAL

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pencarian dan Pertolongan adalah segala usaha dan

NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA BESERTA PENJELASANNYA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN:

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Tentara Nasional Indonesia ( TNI ) berdasarkan Undang-Undang Republik

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

No.1119, 2014 KEMENHAN. Krisis Kesehatan. Penanganan. Penanggulangan Bencana. Pedoman.

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN BELA NEGARA

2016, No Tahun 2004 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4439); 4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementeria

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN WILAYAH PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Neg

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJAR dan BUPATI BANJAR

Powered by TCPDF (

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 2. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

MI STRATEGI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG FASILITASI PENANGANAN SENGKETA DAN KONFLIK PERTANAHAN

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2010 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

No semua komponen bangsa, maka pemerintah bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pencarian yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Badan

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan hidup negara tersebut.

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 127, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4439)

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

2018, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Wilayah Udara adalah wilayah kedaulatan udara di a

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 2 TAHUN : 2010 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. TNI. Kekuatan. Penggunaan. Kebijakan Umum.

Transkripsi:

OPERASI MILITER SELAIN PERANG Oleh Hery Darwanto Saat ini dunia memang masih harus menyaksikan kejadian perang di beberapa kawasan, seperti di Suriah-Irak, Afrika Tengah dan Ukraina. Namun di kebanyakan negara, perang antar negara hampir tidak pernah terjadi selama puluhan tahun. Walau demikian, banyak negara masih mengutamakan kesiapan menghadapi perang terbuka. Oleh sebab itu, fokus perencanaan pertahanan lebih ditekankan pada bagaimana menghadapi perang konvensional (Taw, 1999). Meskipun Perang Dingin telah berakhir, namun tidak ada tanda-tanda adanya perubahan drastis dalam pengelolaan pertahanan negara. Setiap negara hampir dapat dipastikan berusaha untuk memiliki alutsista dengan teknologi yang lebih tinggi, kemampuan personel yang lebih profesional, didukung gelar pasukan yang siap menghadapi perang dengan negara tetangganya di medan pertempuran utama (main theatre war). Strategi pertahanan seperti itu tidak salah, namun perlu diimbangi juga dengan upaya meningkatkan kesiapan menghadapi ancaman atau gangguan yang tidak berupa perang fisik antar negara, yang dikenal dengan operasi perang selain perang (OMSP). OMSP di Beberapa Negara Di banyak negara, OMSP telah mendapat perhatian serius dari lembaga militer masing-masing (Wikipedia). Kanada memasukkan OMSP dalam kurikulum pendidikan militer. Cina membentuk pasukan khusus dalam Tentara Pembebasan Rakyatnya untuk melakukan OMSP. Kelompok khusus tersebut, adalah (a) pasukan pengendali banjir dan bantuan bencana, (b) pasukan penyelamat darurat pasca-gempa, (c) pasukan penyelamat darurat bencana nuklir, kimia dan biologi, (d) pasukan pembangun sarana transportasi darurat, dan (e) pasukan penjaga perdamaian internasional. OMSP juga diajarkan di Universitas Pertahanan Nasional untuk mempelajari pengalaman praktis menggunakan peralatan dan bantuan untuk OMSP. Jepang sesuai Konstitusi, misi utama Pasukan Bela Dirinya adalah melaksanakan OMSP. Perang tidak dimungkinkan dalam Konstitusi yang berlaku saat ini. Inggris mengembangkan doktrin dan strategi OMSP, antara lain oleh Sir Julian Corbett (1854-1922). Amerika Serikat memasukkan OMSP dalam doktrin militernya, meliputi penggunaan kemampuan militer di berbagai operasi yang tidak bersifat perang. OMSP memiliki aturan keterlibatan tentara yang lebih ketat daripada aturan dalam perang. Singapura selain menyiapkan Angkatan Perangnya (SAF) untuk menghadapi perang konvensional juga untuk mengembangkan program pelatihan OMSP. Tentara dituntut mempunyai keahlian dalam spektrum yang luas untuk mengantisipasi peningkatan OMSP.

Mereka disiapkan menjadi "penjaga perdamaian, duta kemanusiaan, dan perebut hati dan pikiran pembuat ancaman. Ruang Lingkup OMSP Fokus dari OMSP adalah mencegah perang, menyelesaikan konflik, mengupayakan perdamaian, dan mendukung pemerintahan sipil dalam mengatasi krisis dalam negerinya. Istilah alternatif untuk OMSP adalah Operasi Mendukung Perdamaian (OMP) atau Peace Support Operation (PSO). OMSP mencakup pengupayaan, penegakan, dan pemeliharaan perdamaian. OMSP juga melibatkan pengawasan perdagangan/pertukaran senjata. OMSP tidak melibatkan penggunaan atau ancaman kekerasan, namun lebih mengutamakan pemberian bantuan kemanusiaan dan penanggulangan bencana. Dalam OMSP, kekuatan militer bersinergi dengan lembaga/organisasi lain, khususnya yang berkaitan dengan diplomasi, ekonomi, pemerintahan, bahkan politik dan keagamaan. Sebelum melakukan operasi, pengenalan situasi dan kondisi biasanya dilakukan oleh satuan yang dituaskan, untuk menentukan kekuatan dan keahlian, membuat perencanaan, melakukan pelatihan dan menyiapkan prakondisi untuk mencapai tujuan operasi. Tim khusus untuk pengenalan medan dapat dibentuk agar dapat diterjunkan secara cepat untuk melakukan pengamatan lapangan, mengidentifikasi karakter dan besar ancaman, berkomunikasi dengan berbagai pihak, dll. Penguasaan bahasa dan budaya daerah sangat penting dimiliki oleh Tim khusus pendahulu ini. OMSP yang dihadapi saat ini berbeda dengan OMSP yang dilakukan pada waktu-waktu yang lalu. OMSP saat ini merupakan tugas politik yang lebih sulit untuk diukur keberhasilannya, tidak mudah untuk menentukan di mana dan dalam situasi apa tentara ditugaskan untuk melakukan OMSP, kapan OMSP dapat disebut selesai. Misi OMSP memerlukan keterampilan yang agak berbeda dengan misi OMP. Misi OMSP sering menghadapi tantangan yang unik, berbeda dengan tantangan yang dihadapi dalam menghadapi musuh bersenjata saat perang. Bencana alam yang sama di wilayah yang berbeda mengharuskan teknik operasi yang berbeda. Bencana alam itu sendiri ada berbagai jenis, seperti gunung api meletus, banjir, kebakaran hutan, gempa bumi, tsunami, longsor, dan lain-lain. Terorisme juga mempunyai wujud aksi yang berbeda-beda, demikian juga separatisme yang sangat terkait dengan kondisi geografis di mana separatisme tersebut terjadi. OMSP bukan tugas yang kurang terhormat dibandingkan tugas melakukan perang. Namun operasi perang (melawan negara lain atau aktor bukan negara) harus diutamakan jika tentara dihadapkan pada ke dua tugas tersebut. Tentara harus tetap fokus pada misi utamanya yaitu perang melawan negara lain jika keadaan mengharuskannya. Hanya saja, jika OMSP dapat dilakukan secara efektif untuk mencapai tujuan yang sama, maka operasi militer perang harus dikesampingkan. Hal ini karena OMSP melibatkan risiko yang seringkali jauh lebih sedikit bagi prajurit dan negara, dibandingkan OMSP. Pada pihak lain, pelaksanaan OMP juga memiliki komponen OMSP di dalamnya. Misalnya dalam melakukan perang dengan negara lain, masing-masing pihak perlu menyiapkan OMSP, seperti membangun kembali jembatan yang hancur akibat perang. Pada saat sumber daya cukup terbatas, maka pelaksanaan OMSP dapat mengurangi kemampuan OMP.

Prinsip-Prinsip OMSP Pelaksanaan OMSP, seperti halnya operasi perang, berpegang pada suatu prinsip untuk memudahkan, mempercepat, dan melindungi personel yang dikerahkan. Komandan operasi perlu memahami prinsipprinsip yang ditetapkan dan menerapkannya dalam operasi secara benar. Beberapa prinsip umum dalam pelaksanaan OMSP adalah: kejelasan sasaran, kesatuan tindak, keabsahan, keuletan, batasan, dan keselamatan (US Headquarters Department of the Army, 1996). Kejelasan Sasaran. Komandan operasi harus dapat menetapkan sasaran operasi dengan jelas, menerjemahkan tujuan strategis atau politis yang ditetapkan oleh atasan, dirinci dalam perintahperintah yang dapat dicapai. Sasaran (objective) operasi dengan tujuan (goal) strategis yang lebih tinggi harus terkait dengan jelas agar tidak menyebabkan kesalahan bertindak di lapangan. Kesatuan tindak. Komandan operasi perlu menyamakan pandangan/pengertian dari berbagai kelompok yang terlibat dalam OMSP mengenai sasaran operasi yang akan dicapai. Beberapa kelompok mungkin memiliki sasaran yang berbeda. Komandan operasi harus dapat mengenali sasaran yang menyimpang ini dan kemudian meluruskannya agar tercapai kesamaan tindak. Pemahaman mengenai kekuatan dan kelemahan pihak-pihak yang bekerjasama dalam suatu OMSP serta adanya suasana saling percaya akan sangat berguna dalam membangun kerjasama yang serasi. Keabsahan. Suatu OMSP dinilai sah untuk dilakukan jika pemerintah yang menentukan kebijakan OMSP, keterlibatan militer, dan cara-cara yang dilakukan semuanya sah atau dapat dipertanggungjawabkan secara hukum nasional atau internasional tergantung konteksnya. Keabsahan suatu OMSP dapat dinilai berdasarkan aspek politik, ekonomi, budaya dan militer dari oeprasi yang dilakukan. Keabsahan ini sangat penting dalam menentukan keberhasilannya. Keabsahan ini meliputi aspek pemerintahan yang melakukan OMSP. Pelibatan tentara suatu negara dalam OMSP di negara lain dapat menjadi persoalan besar di negara pengirim dan penerima bantuan OMSP. Keabsahan OMSP juga penting untuk mendapatkan dukungan dari penduduk lokal. Keuletan. Penyelesaian OMSP sebisa mungkin segera terjadi, namun dalam banyak hal, OMSP memerlulan waktu yang tidak sebentar jika penyebab terjadinya gangguan yang harus diatasi dengan OMSP bersifat persisten atau sulit berubah dalam jangka pendek. Mengatasi konflik memerlukan waktu yang lama sehingga menuntut komitmen keterlibatan militer yang lama. Jenis konflik lain mungkin sangat sulit diatasi sehingga sasaran OMSP dapat hanya mengurangi korban akibat konflik seminimal mungkin. Batasan. Misi OMSP perlu ditetapkan secara spesifik dan terbatas dalam skala operasi, jenis kekuatan (darat, laut atau udara), senjata yang digunakan, untuk mencegah terjadinya eskalasi kekerasan. Batasan ini perlu dijelaskan oleh komandan operasi kepada bawahannya. Keselamatan. Semua operasi selalu mengandung risiko. Risiko dalam suatu OMSP terjadi karena beberapa sebab: ancaman suatu OMSP tidak mudah dikenali, batasan yang ditetapkan oleh institusi yang lebih tinggi menyebabkan ruang lingkup tindakan menjadi sempit, tentara harus melakukan tugastugas non-tradisional yang mungkin belum dikuasai, keberadaan banyak pihak dalam suatu OMSP dapat menimbulkan gesekan antar personel, dll. Untuk itu, setiap komandan harus berusaha agar risiko yang dihadapi tidak mengorbankan keselamatan anak buahnya.

Penyiapan OMSP Agar OMSP berhasil dengan baik, diperlukan penyesuaian terhadap keahlian, persenjataan, dan struktur kekuatan. a. Penyesuaian Keahlian Dalam berbagai keadaan, pelaksanaan OMSP menuntut kemampuan bekerjasama dengan pihak-pihak lain. Lembaga-lembaga sipil (pers, politisi, LSM) seringkali hadir atau mengamati kegiatan OMSP (misalnya pada saat tentara harus menghadapi kelompok gerombolan bersenjata). Para pengungsi akibat bencana alam seringkali membutuhkan perhatian dan perawatan yang lembut. Keberadaan petugas dari lembaga lain (atau kontingen militer negara lain) juga mungkin menuntut kesiapan mental dan strategi yang berbeda daripada jika hanya ada tentara yang bertugas. Keterkaitan kerja dan saling ketergantungan antar petugas penanggulangan bencana, misalnya, menuntut penyesuaian sistem komando. Dalam (membantu polisi) mengatasi konflik komunal seperti yang sering terjadi di suatu daerah, tentara dituntut mampu menjadi pemain yang netral atau tidak memihak. Tentara juga harus mampu mengantisipasi adanya warga sipil yang sulit dibedakan dengan gerombolan pengacau keamanan. Sikap disiplin sekaligus kreatif seringkali dituntut untuk merespon dengan cepat perubahan keadaan, tanpa menunggu instruksi atau melakukannya secara berlebihan. Selanjutnya, mengingat kegiatan OMSP dapat terjadi di perkotaan padat penduduk, seperti misalnya kegiatan terorisme, maka tentara dituntut untuk siap beroperasi secara individual atau dalam kelompok-kelompok kecil. b. Penyesuaian Persenjataan Pelaksanaan OMSP seringkali memerlukan peralatan yang berbeda dengan peralatan untuk perang. Untuk mengangkat korban yang tertimbun tanah longsor, misalnya, diperlukan mesin pengeruk tanah/puing (backhoe). Maka di daerah-daerah yang tingkat kemungkinan kejadian longsoran tanahnya tinggi, maka unit-unit komando militer di sana perlu tersedia atau dapat dimobilisasi backhoe dalam jumlah yang memadai. Untuk dapat menggunakan peralatan khusus tersebut, maka diperlukan pelatihan terhadap personel tentara yang ditugaskan. Untuk melumpuhkan kekuatan pemberontak bersenjata, penggunaan drone (pesawat tanpa awak yang dipersenjatai) mungkin lebih efektif daripada operasi penumpasan di darat. Sedangkan untuk memberikan bantuan pangan dan obat-obatan pada suatu daerah terpencil yang terkena bencana alam, diperlukan pesawat terbang angkut sejenis Hercules. Dalam menghadapi kelompok pengacau keamanan bersenjata, penggunaan senjata yang dapat mematikan lawan adalah suatu keharusan. Namun mengatasi konflik dengan intensitas kekerasan rendah, tidak diperlukan senjata yang mematikan. Penggunaan senjata untuk keperluan OMSP utamanya bertujuan untuk melumpuhkan pelaku konflik, tidak mematikan atau menyebabkan luka permanen namun juga jangan sampai menciderai tentara pelaksana OMSP (Suhajda, 1997)

c. Penyesuaian Struktur Kekuatan Pelaksanaan OMSP berpotensi memerlukan penyesuaian struktur kekuatan. Suatu tindakan kejahatan atau gangguan keamanan atau kejadian bencana alam seringkali berada pada suatu daerah tertentu. Untuk itu, gelar kekuatan tentara menuntut untuk disesuaikan dengan persebaran lokasi timbulnya kejadian yang menuntut dilakukannya OMSP. Di daerah-daerah rawan bencana alam, maka personel tentara dengan keahlian menangani kondisi tanggap darurat perlu lebih banyak dibandingkan di daerah-daerah lain. Daerah-daerah perbatasan juga memerlukan kekuatan tentara yang lebih besar daripada di daerahdaerah pedalaman. Di daerah-daerah dengan prasarana jalan, air atau listrik yang sangat terbatas, satuan komando militer setempat perlu diperkuat dengan kemampuan konstruksi. Penggelaran kekuatan ini sudah barang tentu tidak harus permanen, namun tergantung pada kondisi yang dihadapi. Tujuannya adalah bagaimana pelaksanaan tugas-tugas OMSP dapat dilakukan secara efektif dan efisien. OMSP di Indonesia OMSP adalah tugas Tentara Nasional Indonesia (TNI) disamping tugas operasi perang. Dalam UU No 34/2004 tentang TNI disebutkan bahwa OMSP meliputi: (1) mengatasi gerakan separatis bersenjata; (2) mengatasi pemberontakan bersenjata; (3) mengatasi aksi terorisme; (4) mengamankan wilayah perbatasan; (5) mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis; (6) melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri; (7) mengamankan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya; (8) memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta; (9) membantu tugas pemerintahan di daerah; (10) membantu Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam undang-undang; (11) membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala negara dan perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di Indonesia; (12) membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan; (13) membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan (search and rescue); serta (14) membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan, perompakan, dan penyelundupan. Keterlibatan TNI dalam beberapa tugas OMSP sudah dilembagakan seperti Basarnas, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Narkotika Nasional (BNN), Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres), Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla, sekarang Bakamla). Di lembaga-lembaga khusus tersebut banyak diperbantukan anggota TNI aktif, mulai dari pangkat terendah hingga Jenderal bintang tiga. Beberapa tugas OMSP lain juga sudah dilakukan oleh TNI secara rutin, seperti

melaksanakan tugas perdamaian dunia dengan Kontingan Garudanya, mengatasi pemberontakan bersenjata, mengamankan wilayah perbatasan, dan penanganan keadaaan darurat akibat bencana alam atau kecelakaan skala besar. TNI juga melakukan pengamanan objek vital nasional yang bersifat strategis, mengatasi aksi terorisme, mengatasi gerakan separatis bersenjata, mengatasi pemberontakan bersenjata. TNI juga membantu tugas pemerintahan di daerah, antara lain dengan kegiatan TNI Manunggal Masuk Desa (TMMD) berupa pembangunan prasarana seperti jalan, jembatan, rumah; penanaman pohon, pembuatan biopori, dll. Di luar itu, masih ada tugas-tugas negara yang seringkali memerlukan keterlibatan TNI, seperti peredaran narkoba, perdagangan senjata api illegal, kejahatan siber, dan lain-lain. Pelaksanaan tugas-tugas OMSP tersebut dipersyaratkan harus berdasarkan pada kebijakan dan keputusan politik negara yang ditetapkan oleh Presiden/Kepala Pemerintah. Dengan kebijakan atau regulasi tersebut, TNI dapat dapat melakukan tugas OMSP secara legal dan Pemerintah dapat mengalokasikan anggaran untuk pelaksanaannya. Perkembangan terbaru tentang OMSP adalah bahwa Pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2015 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut TNI wajib memberikan bantuan penggunaan dan pengerahan kekuatan untuk penghentian Konflik jika diperlukan. PP tersebut dimaksudkan untuk melindungi dan memberikan rasa aman masyarakat yang lebih optimal, maka penanganan Konflik Sosial dilakukan secara komprehensif, terkoordinasi, dan terintegrasi. Konflik Sosial diartikan sebagai perseteruan dan/atau benturan fisik dengan kekerasan antara dua kelompok masyarakat atau lebih yang berlangsung dalam waktu tertentu dan berdampak luas yang mengakibatkan ketidakamanan dan disintegrasi sosial sehingga mengganggu stabilitas nasional dan menghambat pembangunan nasional. Bantuan untuk penghentian Konflik dilaksanakan setelah ada penetapan status keadaan Konflik oleh pemerintah daerah atau Pemerintah Pusat. Bantuan penggunaan dan pengerahan kekuatan TNI dilakukan untuk: a. menghentikan kekerasan fisik; b. melaksanakan pembatasan dan penutupan kawasan Konflik untuk sementara waktu; c. melaksanakan upaya pembatasan orang di luar rumah untuk sementara waktu; d. melaksanakan upaya pelarangan orang untuk memasuki kawasan Konflik atau keluar dari kawasan Konflik untuk sementara waktu; e. mengamankan objek vital nasional dan daerah serta sarana dan prasarana vital yang dimungkinkan menjadi sasaran massa; f. penyelamatan, evakuasi, dan identifikasi Korban Konflik; g. pelindungan terhadap kelompok rentan; h. upaya sterilisasi tempat yang rawan Konflik; dan i. penyelamatan jiwa raga dan harta benda Korban Konflik. Bantuan penggunaan kekuatan TNI dilakukan atas permintaan Kepala Daerah, yaitu bupati/walikota dan gubernur. Kepala Daerah yang mengalami keadaan konflik dalam wilayah masing-masing dapat meminta bantuan penggunaan kekuatan TNI kepada Presiden. Permintaan bantuan penggunaan kekuatan TNI tersebut diputuskan oleh Kepala Daerah setelah mendapat pertimbangan dari panglima

komando daerah militer/komandan satuan unsur TNI setempat, kepala kepolisian daerah dan kepala kejaksaan tinggi. Jika Presiden memberikan persetujuan terhadap permintaan kepala daerah, Presiden mengeluarkan perintah penggunaan kekuatan TNI kepada Panglima TNI. Dalam jangka waktu paling lambat 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam Panglima TNI mengeluarkan perintah kepada panglima komando daerah militer untuk memberikan bantuan penggunaan kekuatan TNI. Selanjutnya Panglima komando daerah militer mengeluarkan perintah kepada komandan komando resor militer, komandan komando distrik militer, dan/atau komandan satuan unsur TNI setempat untuk memberikan bantuan penggunaan kekuatan TNI. Pemberian bantuan penggunaan kekuatan TNI tersebut harus dilaporkan secara hierarki kepada Panglima TNI. Selanjutnya Panglima TNI melaporkan bantuan penggunaan kekuatan TNI kepada Presiden. Dalam status keadaan Konflik skala nasional Presiden berwenang mengerahkan kekuatan TNI setelah berkonsultasi dengan pimpinan DPR. Dalam pengerahan kekuatan TNI, Menteri Pertahanan memberikan dukungan administrasi dan saran pertimbangan kepada Presiden, dan merumuskan kebijakan umum bantuan penggunaan dan pengerahan kekuatan TNI dalam penanganan Konflik. Panglima TNI berwenang merumuskan kebijakan teknis dan penggunaan kekuatan TNI dalam melaksanakan tugas perbantuan penanganan Konflik. Dalam hal penggunaan kekuatan TNI ini, Panglima TNI bertanggungjawab kepada Presiden. Penutup Lembaga militer di berbagai negara umumnya telah mempunyai pengalaman dalam melaksanakan OMSP, seperti menumpas pemberontakan, menjaga wilayah perbatasan, menggelar operasi tanggap darurat menghadapi bencana alam, dll. Pengalaman melaksanakan OMSP ini dapat menjadi bahan menyusun pedoman OMSP. Untuk setiap jenis OMSP, dapat diidentifikasi keterampilan yang harus dikuasai, peralatan yang diperlukan, wawasan yang perlu dipahami agar OMSP tidak melanggar HAM, dll. Butir-butir pembelajaran tersebut perlu dituangkan dalam doktrin OMSP yang menjadi pegangan bagi tentara saat melakukan tugas-tugas OMSP. Pemahaman terhadap geografi wilayah seperti kepulauan, pegunungan, hutan, perkotaan besar, pedesaan, perkampungan, dsb. juga sangat penting dalam OMSP, seperti halnya dalam operasi perang. Prajurit juga dituntut dapat mengatasi penyakit, kendala infrastruktur, kendala bahasa/adat, psikologi sosial, dsb. untuk dapat menjalankan OMSP dengan berhasil. Mengingat tugas-tugas OMSP seringkali memerlukan peralatan yang khusus, maka diperlukan perencanaan yang cermat untuk operasi yang kemungkinan akan dilakukan. Berbagai latihan khusus perlu dilakukan untuk meningkatkan kemampuan personel tentara dalam melaksanakan tugas-tugas OMSP. Perencanaan OMSP perlu mempertimbangkan implikasi dari meningkatnya OMSP terhadap doktrin, struktur kekuatan, dan pelatihan; untuk menghasilkan kekuatan terpadu yang mampu mengatasi keseluruhan spektrum ancaman dan gangguan terhadap ketahanan dan keamanan negara. Lembaga militer perlu menyusun perencanaan menyeluruh untuk memastikan bahwa OMSP yang ditugaskan oleh negara dapat dilakukan dengan tuntas. Bagaimanapun, pelatihan prajurit untuk melakukan OMSP harus tidak mengurangi kemampuannya menjalankan misi utama operasi perang, yaitu memenangkan pertempuran untuk menegakkan kedaulatan dan keutuhan negara.

--o0o-- Penulis adalah PNS senior Kementerian Pertahanan. Pendapat pribadi. Referensi: Headquarters Department of the Army, Field Manual No 100-15, Washington, DC, 29 October 1996 [http://www.globalsecurity.org/military/library/policy/army/fm/100-15/ch9.htm#s1] Suhajda, Joseph M; Non-Lethal Weapons for Military Operations Other Than War, Airman-Scholar Spring 1997, Vol III, No 2 [http://www.fas.org/man/dod-101/sys/land/docs/suhajd~1.htm]. Taw, Jennifer Morrison, Planning for Military Operations other than War: Lessons from US Army Efforts, Australian Defence Force Journal No. 134 January/February 1999: 57-66. Wikipedia, Military Operations Other Than War.