SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 324/Kpts/TN.120/4/94 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN USAHA OBAT HEWAN MENTERI PERTANIAN,



dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 18/Permentan/OT.140/4/2009 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN USAHA OBAT HEWAN

SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 808/Kpts/TN.260/12/94 TENTANG SYARAT PENGAWAS DAN TATACARA PENGAWASAN OBAT HEWAN MENTERI PERTANIAN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Tata Cara. Syarat. Izin Usaha. Obat Hewan. Pemberian. Pencabutan.

Sebagai bahan pertimbangan kami lampirkan persyaratan sebagai berikut :

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN DAN KEHUTANAN NOMOR: 453/Kpts/TN.260/9/2000 TENTANG OBAT ALAMI UNTUK HEWAN MENTERI PERTANIAN DAN KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 74/Permentan/OT.140/12/2007 TENTANG PENGAWASAN OBAT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 19/Permentan/OT.140/4/2009 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENDAFTARAN PAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 695/Kpts/TN.260/8/96 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENDAFTARAN DAN PENGUJIAN MUTU OBAT HEWAN MENTERI PERTANIAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA DAN PEREDARAN OBAT HEWAN DI KABUPATEN JEMBRANA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Obat Ikan. Peredaran. Mekanisme. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.15/MEN/2007 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENERBITAN IZIN USAHA OBAT IKAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 381/Kpts/OT.140/10/2005 TENTANG PEDOMAN SERTIFIKASI KONTROL VETERINER UNIT USAHA PANGAN ASAL HEWAN

BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Tata Cara. Syarat. Pendaftaran Pakan. Pencabutan.

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN. NOMOR : 1017/Kpts/TP.120/12/98 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 381/Kpts/OT.140/10/2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 09/Kpts/TP.260/1/2003 TENTANG SYARAT DAN TATACARA PENDAFTARAN PUPUK AN-ORGANIK

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 26/Permentan/HK.140/4/2015 TENTANG

=DITUNDA= PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 04/Pert/SR.130/2/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 bidang pertanian secara transparan, terukur, perlu menetapkan syarat, tata cara, dan standar operasional prosedur dalam pemberian rekomendasi teknis

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 43/Kpts/Tp.270/1/2003 TENTANG

M E M U T U S K A N : : PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PERGUDANGAN. BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

Keputusan Menteri Perindustrian No. 150 Tahun 1995 Tentang : Tata Cara Pemberian Izin Usaha Industri Dan Izin Perluasan

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 02/Pert/HK.060/2/2006 TENTANG PUPUK ORGANIK DAN PEMBENAH TANAH

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 205/Kpts/OT.210/3/2003 TENTANG

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR :

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 7/MPP/Kep/1/2000 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DI KABUPATEN BARITO UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENATAAN DAN PEMBINAAN PERGUDANGAN PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 16/M-DAG/PER/3/2006

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri. Usaha Obat. Tradisional. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI DAN USAHA OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 326/KPTS-II/1997 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 16/M-DAG/PER/3/2006 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PERGUDANGAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.13, 2008 DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN. IZIN USAHA. Industri. Ketentuan. Pencabutan.

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.29/MEN/2008 TENTANG PERSYARATAN PEMASUKAN MEDIA PEMBAWA BERUPA IKAN HIDUP

16. Eksportir Terdaftar Prekursor Farmasi yang selanjutnya disebut ET

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 104/Kpts-II/2000 TENTANG TATA CARA MENGAMBIL TUMBUHAN LIAR DAN MENANGKAP SATWA LIAR

Form. Surat Keputusan Pembaharuan IUI

Nama Perusahaan :... A l a m a t. Sebagai produsen atau pembuat pakan dengan bahan pakan :...

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 411/Kpts/TP.120/6/1995 TENTANG PEMASUKAN AGENS HAYATI KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 679/MENKES/SK/V/2003 TENTANG REGISTRASI DAN IZIN KERJA ASISTEN APOTEKER

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

Bahan Kuliah ke 6: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan Fakultas Peternakan Unpad. Usaha Peternakan

PERATURAN BUPATI ACEH UTARA NOMOR 1 TAHUN 2007

2017, No Kementerian Perindustrian (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1806); 4. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 77/M- DAG/P

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 253/PMK.03/2014 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 58/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG KETENTUAN IMPOR BARANG MODAL BUKAN BARU

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 63/PMK.04/2011 TENTANG REGISTRASI KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN

Lampiran I PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.24/Menhut-II/2009 TANGGAL : 1 April 2009

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2007 NOMOR : 7 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 9/MPP/Kep/1/2004 TENTANG KETENTUAN IMPOR BERAS

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 08/Permentan/SR.140/2/2007 TENTANG SYARAT DAN TATACARA PENDAFTARAN PUPUK AN-ORGANIK MENTERI PERTANIAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 61/MPP/Kep/2/2004 TENTANG PERDAGANGAN GULA ANTAR PULAU

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 70/Permentan/OT.140/11/2007 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR - 44/PJ/2008 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. 590/MPP/Kep/10/1999 T E N T A N G

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Kosmetika. Izin Produksi.

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 41/M-IND/PER/6/2008 TENTANG


LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 12 TAHUN 2011 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG

BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG

KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 200/PMK.04/2011 TENTANG AUDIT KEPABEANAN DAN AUDIT CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 68/Permentan/OT.140/11/2007 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 200/PMK.04/2011 TENTANG AUDIT KEPABEANAN DAN AUDIT CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 45/M-DAG/PER/9/2009 TENTANG ANGKA PENGENAL IMPORTIR (API)

2 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 317/KPTS-II/1999 TAHUN 1999 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43/Permentan/SR.140/8/2011 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENDAFTARAN PUPUK AN-ORGANIK

Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1996 TENTANG IZIN PENGUSAHA BARANG KENA CUKAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 60/Permentan/OT.140/9/2012 TENTANG REKOMENDASI IMPOR PRODUK HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Bersama ini kami mengajukan permohonan untuk mendapatkan izin Penyalur Alat Kesehatan dengan data-data sebagai berikut

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 418/MPP/Kep/6/2003 TENTANG KETENTUAN IMPOR NITRO CELLULOSE (NC)

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI BUPATI SIDOARJO,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PERMENTAN/SR.130/5/2009 TAHUN 2009 TENTANG PUPUK ORGANIK, PUPUK HAYATI DAN PEMBENAH TANAH

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne

Transkripsi:

SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 324/Kpts/TN.120/4/94 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN USAHA OBAT HEWAN MENTERI PERTANIAN, Menimbang : Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 15 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 1992 perlu menetapkan Syarat dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Obat Hewan. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1967. 2. Peraturan pemerintah Nomor 78 Tahun 1992. 3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1974. 4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1984 jo Keputusan Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 1993. 5. Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 476/Kpts/OP/7/1978. 6. Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 96/Kpts/OT.210/2/1994. MEMUTUSKAN : Menetapkan : SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN USAHA OBAT HEWAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian ini yang dimaksud dengan : a. Izin usaha Obat Hewan adalah pernyataan tertulis yang diberikan oleh pejabat yang berwenang dalam bentuk tertentu, yang memberi hak kepada yang bersangkutan untuk berusaha dibidang pembuatan dan/atau penyediaan dan/atau peredaran obat hewan. b. Perluasan Usaha Obat Hewan adalah sama dengan pengertian yang termuat dalam Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 1992. c. Persetujuan prinsip usaha obat hewan, adalah persetujuan tertulis yang diberikan oleh Menteri/Pejabat yang ditunjuk olehnya terhadap suatu rencana pembuatan obat hewan dengan mencantumkan berbagai kewajiban yang harus dipenuhi, sebagai syarat untuk dapat diberikannya izin usaha sebagai produsen obat hewan.

d. Penyediaan adalah proses kegiatan pengadaan dan/atau pemilikan dan/atau penguasaan dan/atau penyimpanan obat hewan disuatu tempat atau ruangan dengan maksud untuk diedarkan. e. Peredaran adalah proses kegiatan yang berhubungan dengan perdagangan, pengangkutan dan penyerahan obat hewan. f. Produsen Obat Hewan adalah badan usaha atau perorangan warga negara Indonesia yang melakukan usaha pembuatan dan penyediaan obat hewan. g. Importir Obat Hewan adalah badan usaha atau perorangan warga negara Indonesia yang melakukan usaha impor obat hewan. h. Eksportir Obat Hewan adalah badan usaha atau perorangan warga negara Indonesia yang melakukan usaha ekspor obat hewan. i. Distributor Obat Hewan adalah badan usaha atau perorangan warga negara Indonesia yang melakukan usaha penyediaan dan peredaran obat hewan dari produsen atau importir. j. Depo Obat Hewan yang selanjutnya disebut Depo adalah badan usaha atau perorangan warga negara Indonesia yang melakukan usaha penyediaan dan peredaran obat hewan dari distributor. k. Toko Obat Hewan yang selanjutnya disebut Toko adalah badan usaha atau perorangan warga negara Indonesia yang melakukan usaha penyediaan dan peredaran obat hewan selain obat keras dari distributor. (1) Usaha Obat Hewan meliputi usaha : a. Pembuatan Obat Hewan. b. Penyediaan Obat hewan. c. Peredaran Obat Hewan. Pasal 2 (2) Usaha Obat Hewan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan oleh badan usaha atau perorangan warga negara Indonesia. (3) Badan Usaha atau perorangan warga negara Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dalam melakukan usahanya dapat digolongkan menjadi : a. Produsen Obat Hewan. b. Importir Obat Hewan. c. Eksportir Obat Hewan. d. Distributor Obat Hewan. e. Depo Obat Hewan. f. Toko Obat Hewan. (4) Berdasarkan penggolongan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), maka dalam melaksanakan kegiatan usahanya. a. Produsen dapat melakukan pembuatan dan penyediaan obat hewan. b. Importir, Eksportir, Distributor, Depo dan Toko Obat Hewan dapat melakukan penyediaan dan peredaran obat hewan sesuai dengan kewenangannya.

BAB II KEWENANGAN PEMBERIAN IZIN USAHA OBAT HEWAN Pasal 3 (1) Badan Usaha atau perorangan yang berusaha dibidang obat hewan seperti dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) wajib memiliki izin usaha obat hewan dari Menteri Pertanian. (2) Izin usaha obat hewan terdiri dari persetujuan prinsip, izin usaha obat hewan dari izin perluasan usaha obat hewan. (3) Izin usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku selama perusahaan obat hewan yang bersangkutan melaksanakan kegiatannya. Pasal 4 Dalam pelaksanaannya Menteri melimpahkaan wewenang pemberian izin usaha obat hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) kepada : a. Direktur Jenderal Peternakan, sepanjang mengenai izin usaha sebagai produsen, importir, eksportir dan distributor obat hewan. b. Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I sepanjang mengenai izin usaha sebagai depo obat hewan. c. Bupati/Walikotamadya/Kepala Daerah Tingkat II sepanjang mengenai izin usaha sebagai toko obat hewan. BAB III PERSYARATAN IZIN USAHA OBAT HEWAN Pasal 5 Untuk memperoleh izin usaha obat hewan, badan usaha atau perorangan wajib memenuhi persyaratan umum dan persyaratan teknis. Pasal 6 Persyaratan umum yang harus dipenuhi oleh perusahaan yang mengajukan izin usaha obat hewan adalah : 1. Produsen harus memiliki : a. Sarana/peralatan untuk melakukan kegiatan usahanya. b. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). c. Hak Guna Bangunan (HGB). d. Izin Lokasi. e. Izin Gangguan (H.O). f. Tanda Daftar Perusahaan.

g. Surat Persetujuan upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan (UKL/UPL) yang diperlukan. 2. Importir/Eksportir harus memiliki : a. Sarana/peralatan untuk melakukan kegiatan usahanya. b. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). c. Hak Guna Bangunan (HGB). d. Izin Lokasi. e. Izin Gangguan (H.O). f. Tanda Daftar Perusahaan. g. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). h. Memiliki angka pengenal impor atau angka pengenal ekspor. 3. Distributor harus memiliki : a. Sarana/peralatan untuk melakukan kegiatan usahanya. b. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). c. Hak Guna Bangunan (HGB). d. Izin Lokasi. e. Izin Gangguan (H.O). f. Tanda Daftar Perusahaan. g. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). 4. Depo dan Toko Obat Hewan harus memiliki : a. Sarana/peralatan untuk melakukan kegiatan usahanya. b. Tanda Daftar Perusahaan. c. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Pasal 7 Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 untuk : 1. Produsen Obat Hewan, adalah : a. Mempunyai pabrik obat hewan, yang memenuhi syarat cara pembuatan obat hewan yang baik. b. Bagi yang belum memiliki pabrik obat hewan untuk sementara waktu dapat menggunakan pabrik obat hewan pihak lain yang memenuhi syarat cara pembuatan obat hewan yang baik. c. Mempunyai laboratorium pengujian mutu dan tempat penyimpanan obat hewan. d. Mempunyai tenaga dokter hewan dan apoteker yang bekerja tetap sebagai penanggung jawab. 2. Importir, Eksportir, dan Distributor hewan, adalah : a. Mempunyai tempat penyimpanan obat hewan yang dapat menjamin terjaganya mutu. b. Mempunyai tenaga dokter hewan atau apoteker yang bekerja tetap sebagai penanggung jawab. 3. Depo Obat Hewan, adalah :

a. Mempunyai tenaga dokter hewan atau apoteker yang bekerja tetap, atau setidak-tidaknya mempunyai tenaga asisten apoteker yang bekerja tetap sebagai penanggung jawab. b. Mempunyai tempat penyimpanan obat hewan yang dapat menjamin terjaganya mutu. 4. Toko Obat Hewan, adalah mempunyai tempat penyimpanan obat hewan yang dapat menjamin terjaganya mutu. BAB IV TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN DAN PEMBERIAN IZIN USAHA OBAT HEWAN Pasal 8 (1) Untuk memperoleh izin usaha obat hewan sebagai produsen diperlakukan persetujuan prinsip. (2) Permohonan persetujuan prinsip disampaikan kepada Direktur Jenderal Peternakan dengan menggunakan formulir model P.oh 1. (3) Setelah permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diterima, Direktur Jenderal Peternakan dalam waktu selambat-lambatnya 20 hari kerja sudah memberikan persetujuan prinsip dengan menggunakan formulir model P.Oh 2, atau menolaknya dengan menggunakan formulir model P.oh 3. (4) Dalam melaksanakan persiapan usahanya sesuai dengan persetujuan prinsip pemohon wajib menyampaikan laporan kemajuan pelaksanaan persetujuan prinsip setiap 1 tahun sekali, selambat-lambatnya 30 hari sejak berakhirnya tahun yang bersangkutan dengan menggunakan formulir model P.Oh 4. (5) Persetujuan prinsip berlaku selama jangka waktu 2 tahun dan dapat diperpanjang selamalamanya 1 tahun atas permintaan pemohon,dengan menggunakan formulir model P.Oh 4. (6) Dalam hal pemegang persetujuan prinsip tidak menyampaikan laporan kemajuan pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dan telah diberikan peringatan tertulis tiga kali berturut-turut dengan selang waktu masing-masing 2 bulan tetap tidak mengindahkan maka persetujuan prinsip dicabut dengan menggunakan formulir model P.Oh 5. Pasal 9 Apabila persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 dan 7 telah terpenuhi, pemohon mangajukan izin usaha sebagai Produsen, Importir, Eksportir dan Distributor kepada Direktur Jenderal Peternakan. Pasal 10

(1) Permohonan Izin usaha obat hewan sebagai produsen, Importir, Eksportir, dan Distributor diajukan kepada Direktur Jenderal Peternakan, dengan tembusan kepada Kepala Dinas Peternakan Propinsi Daerah Tingkat 1 setempat. (2) Permohonan izin usaha obat hewan sebagai produsen menggunakan formulir model P.Oh 6, sebagai importir menggunakan formulir model P.Oh 7, sebagai Eksportir menggunakan formulir model P.Oh 8, dan sebagai distributor menggunakan formulir model P.Oh 9. (3) Selambat-lambatnya 20 hari kerja sejak tembusan permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) secara lengkap diterima, Kepala Dinas Peternakan Propinsi Dati 1 atau pejabat yang ditunjuknya sudah mengadakan pemeriksaan ke lokasi guna memastikan telah dipenuhinya syarat-syarat teknis usaha obat hewan dan kesiapan menjalankan usahanya yang dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan. (4) Berita Acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dengan menggunakan formulir model P.Oh 10 dilaporkan kepada Direktur Jenderal Peternakan selambat-lambatnya 5 hari kerja setelah pemeriksaan selesai. (5) Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak dilaksanakan, pemohon yang bersangkutan dapat membuat surat pernyataan telah memenuhi syarat-syarat teknis usaha obat hewan dan telah siap melakukan kegiatan usaha kepada Direktur Jenderal Peternakan atau pejabat yang ditunjuknya dengan menggunakan formulir model P.Oh 11 dan tembusan kepada kepala Dinas Peternakan Propinsi Dati I setempat. (6) Dalam hal pemohon mengirimkan surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5), Direktur Jenderal Peternakan atau pejabat yang ditunjuknya selambat-lambatnya dalam waktu 10 hari kerja sudah mengadakan pemeriksaan. (7) Dalam waktu 5 hari kerja pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) setelah mengadakan pemeriksaan membuat Berita Acara Pemeriksaan dengan formulir model P.Oh 10. (8) Dalam jangka waktu 20 hari kerja setelah diterimanya Berita Acara Pemeriksaan Direktur Jenderal Peternakan mengeluarkan Izin usaha dengan menggunakan formulir model P.Oh 12 atau menundanya dengan pernyataan tertulis disertai alasan penundaannya dengan menggunakan formulir model P.Oh 13. (9) Terhadap penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8) Perusahaan Obat Hewan diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 6 bulan sejak diterimanya syarat penundaan. (10) Apabila jangka waktu telah lampau, sedangkan pemohon izin belum juga memenuhi persyaratan yang diwajibkan maka permohonan dapat ditolak dengan menggunakan formulir model P.Oh 14. Pasal 11

(1) Produsen, Importir, Eksportir, dan Distributor yang akan memperluas kegiatan usahanya wajib memiliki Izin perluasan terlebih dahulu dari Direktur Jenderal Peternakan. (2) Permohonan Izin perluasan usaha obat hewan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan kepada Direktur Jenderal Peternakan dengan tata cara sebagai berikut : a. Perluasan usaha obat dan hewan sebagai produsen berupa penambahan unit produksi dilain tapak atau lokasi menggunakan formulir model P.Oh 15 dengan syarat dan tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 butir 1, Pasal 7 butir 1, Pasal 9 dan Pasal 10. b. Perluasan usaha obat hewan sebagai produsen yang menambah jumlah alat produksi dan/atau menambah jenis obat hewan yang diproduksi menggunakan formulir model P.Oh 15a dengan tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10. c. Perluasan usaha obat hewan sebagai importir, eksportir dan distributor yang menambah daerah penyediaan dan/atau peredaran, membuka dan/atau menambah cabang usaha penyediaan dan/atau peredaran ditempat lain menggunakan formulir model P.Oh 15b, atau 15c, dengan tata cara sebagaimana dimaksud dalam pasal 10. Pasal 12 (1) Permohonan izin usaha obat hewan sebagai Depo Obat Hewan diajukan kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dengan menggunakan formulir model P.Oh 16. (2) Selambat-lambatnya 12 hari kerja sejak permohonan diterima, oleh Gubernur kepala Daerah Tingkat I telah menerbitkan izin usaha dengan menggunakan formulir model P.Oh 17 atau menolak dengan menggunakan formulir model P.Oh 18. Pasal 13 (1) Permohonan izin usaha obat hewan sebagai toko obat hewan diajukan kepada Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dengan menggunakan formulir model P. Oh 19. (2) Selambat-lambatnya 12 hari kerja sejak permohonan diterima oleh Bupati/ Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II telah menerbitkan izin usaha dengan menggunakan formulir model P. Oh 20 atau menolak dengan menggunakan formulir model P.Oh 21. BAB V TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA OBAT HEWAN Pasal 14 Izin usaha yang telah diberikan kepada Badan Usaha atau perorangan warga negara Indonesia dapat dicabut oleh pemberi izin dalam hal : a. Tidak melakukan kegiatan usaha selama 1 tahun setelah izin usaha diberikan.

b. Tidak lagi melakukan kegiatan usaha selama 1 tahun berturut-turut. c. Tidak memenuhi ketentuan yang tercantum dalam izin usaha dan peraturan perundangundangan yang berlaku. d. Izin usaha tersebut ternyata telah dipindahtangankan tanpa persetujuan tertulis dari pemberi izin. e. Memindahkan lokasi usaha (pabrik) obat hewan tanpa persetujuan pemberi izin. f. Tidak memberitahukan pada pemberi izin atas kepindahan lokasi usahanya paling lambat dalam waktu satu bulan sejak kepindahannya, bagi importir, eksportir, distributor, depo, dan toko obat hewan. Pasal 15 (1) Pelaksanaan pencabutan izin usaha obat hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dilakukan setelah pemegang izin tidak mengindahkan peringatan yang diberikan secara tertulis sebanyak 3 kali berturut-turut dengan selang waktu masing-masing 2 bulan. (2) Peringatan secara tertulis kepada yang bersangkutan dengan menggunakan formulir model P.Oh 22a, 22b atau 22c. (3) Pencabutan izin usaha obat hewan dilakukan dengan surat keputusan pemberi izin dengan menggunakan formulir model P.Oh 23a, 23b atau 23c. BAB VI PEMINDAHTANGANAN IZIN USAHA OBAT HEWAN Pasal 16 (1) Badan usaha/perorangan warga negara Indonesia yang telah memiliki izin usaha obat hewan dapat memindahtangankan kepada pihak lain setelah mendapat persetujuan tertulis dari pemberi izin. (2) Untuk memperoleh persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pemegang izin usaha obat hewan harus mengajukan permohonan tertulis kepada pemberi izin dengan menggunakan formulir model P.Oh 24a, 24b dan 24c. (3) Selambat-lambatnya 12 hari kerja sejak diterimanya permohonan pemindahtanganan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pemberi izin telah memberikan persetujuannya dengan menggunakan formulir model P.Oh 25a, 25b, dan 25c. BAB VII KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 17

(1) Produsen obat hewan yang melakukan pemindahan lokasi usaha pabrik diwajibkan mempunyai persetujuan tertulis dari pemberi izin. (2) Untuk memperoleh persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), produsen mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Peternakan dengan tembusan kepada Kepala Dinas Peternakan Propinsi Daerah Tingkat I setempat dengan menggunakan formulir model P.Oh 26. (3) Tata cara untuk memperoleh izin pemindahan lokasi usaha pabrik obat hewan berlaku ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) sampai dengan ayat (10). (4) Importir, eksportir, distributor, depo, dan toko obat hewan yang melakukan pemindahan lokasi wajib memberitahukan secara tertulis kepada pemberi izin paling lambat satu bulan sejak kepindahannya dengan menggunakan formulir model P.Oh 27, 28 atau 29. Pasal 18 Pemegang izin usaha obat hewan wajib : a. Menyampaikan laporan kepada pemberi izin usaha setiap 6 bulan sekali mengenai kegiatan usahanya untuk produsen, importir, eksportir, distributor, dan depo obat hewan dengan menggunakan formulir P.Oh 30a, 30b, 30c, 30d atau 30e. b. Membantu pengawas obat hewan dalam melaksanakan tugasnya. Pasal 19 Model formulir yang digunakan dalam pelaksanaan Surat Keputusan ini tercantum pada lampiran Surat Keputusan ini. BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 20 (1) Izin usaha obat hewan yang telah dimiliki pada saat mulai berlakunya Surat Keputusan ini dinyatakan tetap berlaku sampai masa berlakunya berakhir, atau dapat diperbaharui berdasarkan ketentuan Surat Keputusan ini. (2) Izin perluasan yang telah dimiliki pada saat mulai berlakunya Surat Keputusan ini dinyatakan tetap berlaku sampai berakhir masa berlakunya, atau diperbaharui berdasarkan ketentuan Surat Keputusan ini. BAB IX PENUTUP Pasal 21

Dengan berlakunya Surat Keputusan ini, maka : a. Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 429/Kpts/Um/8/74. b. Semua ketentuan mengenai syarat dan tata cara perizinan usaha obat hewan sebagaimana dimaksud dalam pasal 1,2,3,4,5,6,7,8,9 dan 10 Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 539/Kpts/Um/12/1977. c. Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 228/Kpts/OP/7/1979. dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 22 Surat Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 28 april 1994 MENTERI PERTANIAN, ttd DR. IR. SJARIFUDIN BAHARSJAH SALINAN Surat Keputusan ini disampaikan kepada Yth : 1. Menteri Negara Koordinator Ekonomi, Keuangan dan Pengawasan Pembangunan. 2. Menteri Negara Koordinator Industri dan Perdagangan. 3. Menteri Dalam Negeri. 4. Menteri Kesehatan. 5. Menteri Perdagangan. 6. Para Pimpinan Unit Kerja Eselon I dilingkungan Departemen Pertanian. 7. Gubernur Kepala daerah Tingkat I diseluruh Indonesia. 8. Kepala Kantor Wilayah Departemen Pertanian di Propinsi seluruh Indonesia. 9. Kepala Dinas Peternakan Propinsi Dati I di seluruh Indonesia. 10. Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II diseluruh Indonesia. 11. Kepala Dinas Peternakan Dati II diseluruh Indonesia. 12. Ketua Umum Asosiasi Obat Hewan Indonesia.