EFEKTIFITAS METODE CERAMAH DAN LEAFLET DALAM PENINGKATAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG SEKS BEBAS DI SMA NEGERI NGRAYUN



dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang No.23 Tahun 1992 mendefinisikan bahwa kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. penyebaran informasi dan rangsangan seksual melalui media massa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan zaman yang semakin pesat, menuntut. masyarakat untuk bersaing dengan apa yang dimilikinya di era

BAB 1 PENDAHULUAN. yang rata-rata masih usia sekolah telah melakukan hubungan seksual tanpa merasa

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh : NUR ALIEF MAHMUDAH

BAB I PENDAHULUAN. suatu pendekatan untuk meningkatkan kemauan (willingness) dan. meningkatkan kesehatannya (Notoatdmodjo, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. (Soetjiningsih, 2004). Masa remaja merupakan suatu masa yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain, maka mereka

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

I. PENDAHULUAN Path-UNFPA journal. Volume Sarwono SW Psikologi Remaja. Jakarta: CV. Rajawali. 3

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Alma Ata Yogyakarta Jalan Ringroad Barat Daya No 1 Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta 2

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar. penduduknya berusia tahun dan 90% diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia

BAB 1 PENDAHULUAN. sosial yang utuh bukan hanya bebas penyakit atau kelemahan dalam segala aspek

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN HIV/AIDS TERHADAP SIKAP SEKSUAL REMAJA KELAS II DI SMA NEGERI 1 SEDAYU BANTUL YOGYAKARTA

PENGETAHUAN SISWA TENTANG HIV/AIDS SEBELUM DAN SESUDAH PENYULUHAN

BAB I PENDAHULUAN. serta proses-prosesnya, termasuk dalam hal ini adalah hak pria dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada masa remaja umumnya anak telah mulai menemukan nilai-nilai

Dewi Puspitaningrum 1), Siti Istiana 2)

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia berkualitas untuk mewujudkan bangsa yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai pengenalan akan hal-hal baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya. (Depkes, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang

Pengaruh Promosi Kesehatan Tentang HIV/AIDS Terhadap Tingkat Pengetahuan Remaja

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang

PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN PADA REMAJA PUTRI DI SMA 1 PUNDONG BANTUL YOGYAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus pernikahan usia dini banyak terjadi di berbagai penjuru dunia. Hal

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seksualitas merupakan bagian integral dari kepribadian yang tidak dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak yang dimulai saat

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang potensial adalah generasi mudanya. Tarigan (2006:1)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seksual yang memuaskan dan aman bagi dirinya, juga mampu. berapa sering untuk memiliki keturunan (Kusmiran, 2012 : 94).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN REMAJA DI SMK ISLAM WIJAYA KUSUMA JAKARTA SELATAN.

Untuk memenuhi sebagian persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Disusun oleh : PUJI YATMI J

Diyah Paramita Nugraha 1, Mujahidatul Musfiroh 2, M. Nur Dewi 2 INTISARI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. adalah ruang kelas sejumlah 15 ruangan, laboratorium bahasa, laboratorium IPA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi

BAB I PENDAHULAN. Kasus kenakalan remaja semakin menunjukkan trend yang sangat. kelompok, tawuran pelajar, mabuk-mabukan, pemerasan, pencurian,

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan kelompok remaja tidak dapat diabaikan begitu saja. World Health

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

Pendidikan seksualitas remaja. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja atau young people adalah anak yang berusia tahun (World

BAB I PENDAHULUAN. menarche sampai menopause. Permasalahan dalam kesehatan reproduksi

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur tahun

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat (Sarwono, 2001)

BAB 1: PENDAHULUAN. Perubahan-perubahan ini akan mempengaruhi perkembangan jiwa dan pertumbuhan tubuh.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dan anak. Kelompok sosial ini fungsi seperti fungsi pendidikan, kasih sayang, dan lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan era global saat ini membawa remaja pada fenomena maraknya

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. dan dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan secara fisik, kematangan

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL TERHADAP PERUBAHAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMAN 8 SURAKARTA

2015 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SISWI KELAS XI TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA NEGERI 24 BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. antara 10 hingga 19 tahun (WHO). Remaja merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun,

BAB I PENDAHULUAN. saat usia remaja terjadi peningkatan hormon-hormon seksual. Peristiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai 19 tahun. Istilah pubertas juga selalu menunjukan bahwa seseorang sedang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HUBUNGA SEKSUAL SKRIPSII. Diajukan Oleh: F HUBUNGA

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memiliki jumlah remaja sebesar 43,5 juta jiwa (usia 10-

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN SEKSUAL TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SEKS BEBAS PADA REMAJADI SMK NEGERI 1 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

PERBEDAAN EFEKTIVITAS METODE PEER EDUCATION DAN MEDIA AUDIO VISUAL TERHADAP PENGETAHUAN DAN PERSEPSI REMAJA MENGENAI SEKS PRANIKAH

RELATION BETWEEN KNOWLEDGE AND ADOLESCENT POSITION ABOUT HIV-AIDS WITH BEHAVIOR OF SEX BEFORE MARRIEDINDIUM SMA PGRI 1 SEMARANG ABSTRAK

Media Informasi Cenderung Meningkatkan perilaku seks Pada Remaja SMP di Jakarta Selatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penduduk Indonesia tahun , BPS, BAPPENAS, UNFPA, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan fisik remaja di awal pubertas terjadi perubahan penampilan

BAB 1 PENDAHULUAN. dilakukan sebagian besar oleh remaja kita yang masih duduk dibangku sekolah

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa.

EFEKTIVITAS PROMOSI KESEHATAN DENGAN METODE PEER EDUCATOR TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG HIV/AIDS

BAB 1 PENDAHULUAN. harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial yang saling bertentangan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit HIV/AIDS dan penularannya di dunia meningkat dengan cepat, sekitar 60 juta orang di dunia telah

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : DYAH ANGGRAINI PUSPITASARI

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan seksual pranikah umumnya berawal dari masa pacaran atau masa penjajakan.

BAB V PENUTUP. dalam arti dia memiliki penyesuaian sosial (social adjustment) yang tepat.

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi mempengaruhi kualitas sumber daya manusia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa,

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. antara masa kanak-kanak dan dewasa. Menurut WHO (World Health

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. melemahkan kekebalan tubuh manusia. Sedangkan Acquired Immune Deficiency

Transkripsi:

EFEKTIFITAS METODE CERAMAH DAN LEAFLET DALAM PENINGKATAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG SEKS BEBAS DI SMA NEGERI NGRAYUN ¹ Siti Munawaroh, S.Kep.Ners.,M.Kep. ² Anik Sulistyorini ¹ Fakultas Ilmu Kesehatan, UNMUH Ponorogo ² Puskesmas Ngrayun, Ponorogo Abstrak Pengetahuan remaja mengenai dampak seks bebas masih sangat rendah. Banyak faktor yang melatar belakangi perilaku sex bebas pada remaja antara lain kurangnya bimbingan dari orang tua, pemilihan lingkungan yang tidak tepat, kurangnya pendidikan ilmu agama, kurangnya partisipasi guru di sekolah. Saat ini cukup banyak memilih media pengajaran yang salah satunya digunakan adalah leaflet dan ceramah. leaflet yang dapat disajikan dengan gambar dan tulisan singkat diharapkan dapat lebih merangsang perhatian remaja dalam memperoleh pengetahuan tentang dampak perilaku sex bebas, karena leaflet mengkombinasikan fakta dengan gagasan yang jelas sehingga dapat membangkitkan motivasi untuk memperhatikan lebih jauh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas metode ceramah dan leaflet dalam peningkatan pengetahuan remaja tentang seks bebas di SMA Ngrayun Desain yang digunakan adalah Quasi eksperiment dan rancangan penelitiannya adalah pre and post test group design. Populasi kasus seluruh remaja di SMA Ngrayun sejumlah 128 siswa dengan menggunakan total sampling. Alat pengumpul data menggunakan kuesioner dengan teknik analisa data menggunakan uji T paired sample dengan alfa 0.05. Hasil penelitian didapatkan rata-rata pengetahuan remaja yang diberi ceramah adalah 2,08 dengan standar deviasi 1,506. Pengetahuan remaja yang diberi leaflet rata-ratanya adalah 1,40 dengan standar deviasi 1,199. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value 0,009 maka dapat disimpulkan ada perbedaan metode leaflet dengan ceramah terhadap peningkatan pengetahuan remaja tentang seks bebas. Hasil penelitian direkomendasikan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai efektifitas metode dan media penyampaian informasi seks bebas terhadap peningkatan pengetahuan remaja. Selain itu perlu juga dilakukan penelitian tentang faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan remaja tentang seks bebas Kata Kunci: Pengetahuan Remaja, Seks bebas, Leaflet dan Ceramah PENDAHULUAN Keterbukaan informasi dalam era globalisasi baik melalui media cetak maupun elektronika yang semakin canggih dan dengan mudahnya ikut mengeser niai-nilai budaya, moral dan agama dapat menyebabkan munculnya permasalahan pada kelompok remaja seperti perilaku sex bebas. Perkembangan zaman sepertinya sejalan dengan perkembangan jumlah remaja yang melakukan sex bebas¹. Meningkatnya minat seksual remaja mendorong remaja itu sendiri untuk selalu berusaha

mencari informasi dalam berbagai bentuk, terlepas benar atau tidaknya informasi tersebut. Sumber informasi dapat diperoleh dengan bebas mulai dari teman sebaya, buku-buku, majalah, film, vidio, bahkan dengan mudahnya membuka situs-situs internet. Apabila terjadi kesalahan dalam pencarian informasi, maka remaja dapat terjerumus dalam pergaualan bebas. Survei yang diberi nama 1999 Global Sex Survey, A Youth Perspective ini, mengambil 4.200 responden berusia 16-21 tahun dari 14 negara, yakni Amerika, Inggris, Kanada, Perancis, Jerman, Taiwan, Italia, Yunani, Meksiko, Polandia, Singapura, Republik Czech, Spanyol, dan Thailand (Kompas, 16 Oktober 1999). Remaja di Kanada dan Amerika menduduki peringkat paling muda dalam melakukan hubungan seks, yakni 15 tahun, diikuti Inggris umur 15,3, Jerman umur 15,6, dan Perancis pada umur 15,8 tahun. Remaja di Asia Tenggara cenderung melakukan seks lebih telat. Remaja Thailand mulai melakukan seks pada umur 16,5 tahun, dan Taiwan umur 17 tahun 2. Penelitian di Jakarta tahun 1984 menunjukkan 57,3 persen remaja putri yang hamil pranikah mengaku taat beribadah. Penelitian di Bali tahun 1989 menyebutkan, 50 persen wanita yang datang di suatu klinik untuk mendapatkan induksi haid berusia 15-20 tahun 3. Media Indonesia (6/1) mengutip Kantor Berita Antara menulis bahwa 85 Persen Remaja 15 Tahun telah berhubungan seks. Harian Republika terbitan 1 Maret 2007 menulis, Penyakit Menular Seksual Ancam Siapa Pun. Dalam berita itu ditulis pula dinyatakan bahwa hampir 50 persen remaja perempuan Indonesia melakukan hubungan seks di luar nikah. Survei Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) pada 2003 di lima kota yaitu Bandung, Jakarta, dan Yogyakarta. Hasil survei PKBI menyimpulkan bahwa sebanyak 85 persen remaja berusia 13-15 tahun mengaku telah berhubungan seks dengan pacar mereka 4. Penelitian di Bandung tahun 1991 menunjukkan dari pelajar SMP, 10,53 persen pernah melakukan ciuman bibir, 5,6 persen melakukan ciuman dalam, dan 3,86 persen pernah berhubungan seksual². Penelitian lain dilakukan Annisa Foundation, dikutip Warta Kota memberitakan bahwa 42,3 persen pelajar SMP dan SMA di Cianjur telah melakukan hubungan seksual. Menurut pengakuan mereka, hubungan seks itu dilakukan suka sama suka, dan bahkan ada yang berganti-ganti pasangan. Penelitian ini

dilakukan Annisa Foundation (AF) pada Juli-Desember 2006 terhadap 412 responden, yang berasal dari 13 SMP dan SMA negeri serta swasta 4. Bagi kalangan remaja, seks merupakan indikasi kedewasaan yang normal, akan tetapi karena mereka tidak cukup mengetahui secara utuh tentang rahasia dan fungsi seks, maka lumrah kalau mereka menafsirkan seks semata-mata sebagai tempat pelampiasan birahi, tak perduli resiko. Kendatipun secara sembunyi-sembunyi mereka merespon gosip tentang seks diantara kelompoknya, mereka menganggap seks sebagai bagian penting yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan remaja. Kelakar pornografi merupakan kepuasan tersendiri, sehingga mereka semakin terdorong untuk lebih dekat mengenal lika-liku seks sesungguhnya. Jika immajinasi seks ini memperoleh tanggapan yang sama dari pasangannya, maka tidak mustahil kalau harapan-harapan indah yang termuat dalam konsep seks ini benar- benar dilakukan. Pengetahuan remaja mengenai dampak seks bebas masih sangat rendah. Banyak faktor yang melatar belakangi perilaku sex bebas pada remaja antara lain kurangnya bimbingan dari orang tua, pemilihan lingkungan yang tidak tepat, kurangnya pendidikan ilmu agama, kurangnya partisipasi guru di sekolah, sehingga pendidikan sex sangat penting 5. Pendidikan sex dapat dilakukan lewat berbagai media, asal tepat cara pemberiannya karena pada prinsipnya masa remaja merupakan masa pembelajaran. Pendidikan kesehatan yang diselenggarakan guna meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat, sehingga diharapkan peningkatan pengetahuan masyarakat, khususnya dikalangan remaja melalui desiminasi informasi yang pada akhirnya terjadi perubahan perilaku negatif atau tidak sehat menjadi perilaku sehat 6. Secara operasional penyuluhan kesehatan masyarakat meliputi tiga dimensi yaitu : a. Sasaran penyuluhan yaitu individu, keluarga, kelompok dan masyarakat b. Tempat penyuluhan yaitu rumah, sekolah, institusi kesehatan maupun non kesehatan lainnya termasuk tempat-tampat kerja c. Tingkat pelayanan yang mencakup upaya-upaya peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), pengobatan (kuratif), pemulihan kesehatan (rehabilitatif).

Media merupakan segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang seseorang untuk belajar. Untuk mendapatkan media yang baik perlu dilakukan seleksi dan pengujian media yang baik sehingga dapat memenuhi kebutuhan. Saat ini cukup banyak memilih media pengajaran yang salah satunya digunakan adalah leaflet. Leaflet merupakan selembaran kertas yang berisi tulisan, gambar-gambar menarik yang membahas tentang suatu masalah. Sifat leaflet yang dapat disajikan dengan gambar dan tulisan singkat diharapkan dapat lebih merangsang perhatian remaja dalam memperoleh pengetahuan tentang dampak perilaku sex bebas, karena leaflet mengkombinasikan fakta dengan gagasan yang jelas sehingga dapat membangkitkan motivasi untuk memperhatikan lebih jauh 7. Sedangkan metode ceramah merupakan metode yang boleh dikatakan metode tradisional, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didiknya dalam proses belajar mengajar. Meski metode ini lebih banyak menuntut keaktifan dari guru daripada anak didiknya. Metode ceramah baik digunakan apabila peserta penyuluhan lebih dari lima belas orang, sasaran yang berpendidikan tinggi maupun yang berpendidikan rendah 7. Dari uraian di atas permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana perbedaan efektifitas metode ceramah dan leaflet dalam peningkatan pengetahuan remaja tentang seks bebas? Sedangkan tujuan penelitiannya adalah mengetahuai efektifitas metode ceramah dan leaflet dalam peningkatan pengetahuan remaja tentang seks bebas. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah Quasi eksperiment dan rancangan penelitiannya adalah pre and post test group design yaitu peneliti melakukan penggalian pengetahuan tentang sex bebas, kemudian goup I diberi penyuluhan dengan metode ceramah dan group II dengan metode leaflet. Untuk mengetahui peningkatannya kedua group dilakukan post test. Penelitian dilakukan di SMA Ngrayun Kabupaten Ponorogo dengan jumlah sampel 126 siswa yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok leaflet dan kelompok ceramah, dimana masing-masing kelompok ada 63 siswa.

Peneliti dalam menyebar kuesioner dilakukan secara bersama-sama baik pada kelompok ceramah maupun kelompok leaflet. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendidikan kesehatan tentang seks bebas dengan metode ceramah dan leaflet, sedangkan variabel terikatnya adalah pengetahuan remaja tentang seks bebas. Analisa untuk mengetahui efektifitas masing-masing metode digunakan uji T paired sample. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Efektifitas Metode Ceramah Dalam Peningkatan Pengetahaun Remaja Tentang Seks Bebas di SMA Ngrayun, Tahun 2010 Variabel Mean SD SE P value N Metode Ceramah Sebelum ceramah 16,68 2,764 0,348 0,000 63 Setelah ceramah 18,75 2,148 0,27 Tabel 2. Efektifitas Metode Leaflet Dalam peningkatan Pengetahaun remaja Tentang Seks Bebas di SMA Ngrayun, Tahun 2010 Variabel Mean SD SE P value N Metode Leaflet Sebelum leaflet 16,51 2,699 0,340 0,000 63 Setelah leaflet 17,90 2,506 0,316 Tabel 3. Efektifitas Metode Leaflet dan leaflet Dalam peningkatan Pengetahuan Remaja Tentang Seks Bebas di SMA Ngrayun, Tahun 2010 Variabel Mean SD SE P value N Metode Ceramah 2,08 1,506 0,190 0,009 63 Leaflet 1,40 1,199 0,151 Berdasarkan hasil penelitian terlihat nilai mean perbedaan antara sebelum dilakukan ceramah dan sesudah dilakukan ceramah yaitu 2,063 dengan standart deviasi 1,501, dan p value 0,000 yang artinya metode ceramah efektif untuk meningkatkan pengetahuan remaja tentang seks bebas.

Hasil tesebut menunjukkan terjadinya peningkatan pengetahuan pada siswa dan hal ini terjadi karena pada siswa telah terjadi proses pembelajaran. Seseorang dikatakan belajar apabila di dalam dirinya terjadi perubahan pengetahuan 7. Belajar adalah kegiatan yang menghasilkan perubahan diri individu yang sedang belajar, baik maupun potensial. Perubahan-perubahan yang terjadi karena usaha bukan karena proses kematangan. Keberhasilan pendidikan dapat diukur dengan peningkatan pengetahuan dan sikap dari siswa. Model pendidikan dapat dilakukan dengan ceramah. Metode ceramah adalah metode yang boleh dikatakan metode tradisional, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didiknya dalam proses belajar mengajar. Meski metode ini lebih banyak menuntut keaktifan dari guru daripada anak didiknya. Metode ceramah baik digunakan apabila peserta penyuluhan lebih dari lima belas orang, sasaran yang berpendidikan tinggi maupun yang berpendidikan rendah. Metode ceramah yaitu sebuah metode mengajar dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan saecara lisan kepada sejumlah siswa yang pada umumnya mengikuti secara pasif 7. Metode ceramah dapat dikatakan sebagai satu-satunya metode yang paling ekonomis untuk menyampaikan informasi, dan paling efektif dalam mengatasi kelangkaan literatur. Asumsi peneliti bahwa dengan metode ceramah efektif untuk memberikan pengetahuan kepada siswa apalagi jumlah siswa yang banyak. Siswa tinggal mendengarkan apa yang disampaikan oleh penceramah sambil memahami informasi yang telah diberikan sehingga informasi yang melalui beberapa indra dapat lebih efektif dipahami. Seseorang yang mendapat informasi akan dapat mempertinggi tingkat pengetahuan terhadap suatu hal. Apalagi ditunjang dengan umur responden sebagian besar lebih dari 17 tahun. Usia 17 tahun merupakan usia remaja yang lebih mantap dalam berfikir baik abstrak maupun kongkrit. Hal ini membuat remaja usia 17 tahun lebih cepat memahami apa yang telah diterimanya. Apalagi ditunjang seluruh responden belum pernah mendapat pendidikan kesehatan seks bebas, sehingga pelajaran seks bebas sangat menarik untuk diperhatikan oleh siswa. Terlihat nilai mean perbedaan antara sebelum diberi leaflet dan sesudah diberi leaflet yaitu

1,397 dengan standart deviasi 1,199. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value 0,000 maka dapat disimpulkan metode leaflet efektif untuk meningkatkan pengetahuan remaja tentang seks bebas. Jika dilihat dari mean perbedaan tidak terlalu banyak peningkatan pengetahuan responden tentang seks bebas. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kelemahan-kelemahan yang ada di metode leaflet tersebut. Media dua dimensi sebagai media pengajaran dapat mengkombinasikan fakta-fakta, gagasan-gagasan secara jelas dan kuat melalui perpaduan antara ungkapan kata dengan gambar, yang dimaksud dengan gambar misalnya foto. Media dua dimensi dapat didefinisikan sebagai media yang mengkombinasikan fakta dengan gagasan secara jelas, kuat dan terpadu, melalui kombinasi pengungkapan kata-kata dan gambar. Media ini sangat tepat untuk tujuan menyampaikan informasi dalam bentuk rangkuman yang didapatkan. Media dua dimensi dapat diperoleh dengan mudah untuk digunakan secara efektif sebagai media pengajaran. Sebagai media pengajaran, gambar atau foto haruslah dipilih atau digunakan sesuai dengan tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Dengan demikian gambar atau foto bisa memenuhi fungsinya untuk membengkitkan motivasi dan minat siswa, mengembangkan kemampuan siswa berbahasa dan membantu siswa menafsirkan serta mengingat isi pelajaran yang berkenaan dengan gambar atau foto-foto tersebut. Sedikitnya peningkatan pengetahuan pada metode leaflet ini karena metode leaflet mempunyai kelemahan yaitu media dua dimensi merupakan media visual yang hanya mengandalkan indra mata, oleh sebab itu media ini tidak dapat memberikan informasi yang mendalam tentang suatu hal, serta hanya dapat digunakan oleh orang-orang yang mempunyai indra penglihatan yang normal dan sehat. Leaflet yang telah diberikan ke siswa hanya merupakan garis besar tentang materi seks bebas sehingga siswa dengan diberi leaflet tanpa ada penjelasan lebih lanjut membuat siswa salah mempersepsikan apa yang telah dibaca. Dari hasi tabel 3 dapat ditunjukkan bahwa rata-rata pengetahuan remaja yang diberi ceramah adalah 2,08 dengan standar deviasi 1,506. Pengetahuan remaja yang diberi leaflet rata-ratanya adalah 1,40 dengan standar deviasi 1,199. Terlihat nilai mean perbedaan yang diberi ceramah dan

diberi leaflet yaitu 0,683 dengan standart deviasi 2,015. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value 0,009. Nilai p value 0.009<0,05 maka dapat disimpulkan ada perbedaan metode leaflet dengan ceramah untuk meningkatkan pengetahuan remaja tentang seks bebas. Jadi metode pendidikan kesehatan ceramah lebih efektif dari pada metode leatflet terhadap peningkatan pengetahuan remaja tentang seks bebas di SMA Negeri Ngrayun. Banyak faktor yang melatar belakangi perilaku sex bebas pada remaja antara lain kurangnya bimbingan dari orang tua, pemilihan lingkungan yang tidak tepat, kurangnya pendidikan ilmu agama, kurangnya partisipasi guru di sekolah 5. Sex bebas jaman sekarang ini sudah dianggap biasa, padahal dengan melakukan sex bebas sudah merusak nilai-nilai sosial, sehingga pendidikan sex sangat penting. Minimnya pelayanan informasi tentang kesehatan reproduksi, pengaruh budaya, moralitas yang rendah membuat remaja rentan melakukan seks bebas 8. Pendidikan sex dapat dilakukan lewat berbagai media, asal tepat cara pemberiannya karena pada prinsipnya masa remaja merupakan masa pembelajaran. Meskipun masa remaja mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan potensi diri, namun tetap memerlukan bekal, bimbingan dan pengarahan orang tua, pendidik serta dukungan lingkungan yang kondusif. Membekali remaja dengan sebuah konsep hidup yang benar sangat diperlukan dalam proses pencarian jati diri. Dengan bimbingan membentuk remaja merasa percaya diri karena secara kemampuan remaja belum teruji dalam menghadapi tantangan hidup. Pendidikan seks dengan metode ceramah lebih efektif dibanding leaflet dalam meningkatkan pengetahuan remaja tentang seks bebas karena topik seks bebas menarik bagi siswa pada masa remaja. Remaja adalah : adolescence: merupakan suatu masa yang meliputi proses perkembangan dimana terjadi perubahan dalam hal motivasi seksual, organisasi pada ego, dalam hubungan dengan orang tua, orang lain dan cita-cita yang dikejarnya. Sehingga dapat disimpulkan topik merupakan hal yang sedang dialami oleh siswa sehingga dengan metode ceramah dapat menjadi pusat perhatian siswa untuk dipahami.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Pemberian pendidikan kesehatan melalui metode ceramah terbukti efektif dalam meningkatkan pengetahuan remaja tentang seks bebas denga 2. Pemberian pendidikan kesehatan melalui metode leatflet terbukti efektif dalam meningkatkan pengetahuan remaja tentang seks bebas. 3. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value 0,009. Nilai p value 0.009<0,05 maka dapat disimpulkan ada perbedaan metode leaflet dengan ceramah untuk meningkatkan pengetahuan remaja tentang seks bebas. Jadi metode pendidikan kesehatan ceramah lebih efektif dari pada metode leatflet terhadap peningkatan pengetahuan remaja tentang seks bebas di SMA Negeri Ngrayun. Saran 1. Bagi institusi pendidikan Hendaknya memperbanyak program pendidikan yang memberikan penjelasan mengenai seks bebas, berupa seminar ataupun penyuluhan secara interaktif. 2. Bagi profesi keperawatan Metode ceramah merupakan metode yang efektif dalam penyampian informasi tentang seks bebas sehingga metode ceramah dapat digunakan dalam memberikan pendidikan kesehatan tentang seks bebas pada remaja DAFTAR PUSTAKA 1. Anonim. 2001. Seks Bebas HIV/AIDS Narkoba dan Generasi Bangsa. http://www. wattpad.com/124574. Diakses Tanggal 26 Mei 2010. 2. Osholikhin. 2001. Perilaku Seks Remaja makin Bebas. http://www.osholikhin.com. Diakses tanggal 26 Mei 1020 3. Lembaga Dakwah Kampus. 2008. Dampak perilaku seks Bebas bagi Kesehatan remaja. http://diddone.blogdetik.com/2008/10/11. Diakses tanggal 26 mei 2010.

4. Republika. 2007. Seks Bebas Temaja Indonesia Merajalela. http://workshopsalamaa. wordpress. com/2007/04/11. Diakses Tanggal 26 Mei 2010. 5. Sarwono (2000). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka 6. Departemen Kesehatan RI. 2004. Pengembangan Media Promosi Kesehatan. Jakarta: Pusat Promosi Kesehatan, 7. Notoatmodjo. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cet. ke-2, Mei. Jakarta: Rineka Cipta. 8. Anonim, 2008. Mengatasi Perilaku Seks Bebas pada remaja. http://www.acehforum. or.id/showthread.php?2444. Diakses Tanggal 26 Mei 2010.