LANGKAH STRATEGIS PENGELOLAAN HUTAN DAN MEKANISME PENETAPAN HUTAN ADAT PASCA TERBITNYA PUTUSAN MK NO. 35/PUU-X/2012

dokumen-dokumen yang mirip
LANGKAH STRATEGIS PASKA TERBITNYA PUTUSAN MK NO. 35/PUU-X/2012 TENTANG PENGUKUHAN HUTAN ADAT

PENYUSUNAN STRATEGI PERCEPATAN PENGAKUAN HUTAN ADAT PASCA PUTUSAN MK NO. 35/PUU-X/2012

Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PEDOMAN PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT. BAB I KETENTUAN UMUM.

2 kenyataannya masih ada, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria; c. bahwa ha

KEBIJAKAN NASIONAL PENETAPAN TANAH ADAT/ULAYAT

PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG MASYARAKAT ADAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 35/PUU-X/2012 Tentang Tanah Hak ulayat Masyarakat Hukum Adat

NOMOR : 79 Tahun 2014 NOMOR : PB.3/Menhut-11/2014 NOMOR : 17/PRT/M/2014 NOMOR : 8/SKB/X/2014 TENTANG

Eksistensi Hutan Adat Dalam Pembangunan Kehutanan di Indonesia. Paska Putusan MK No. 35/PUU-X/2012

SURAT EDARAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR S.75/MENHUT-II/2004 TAHUN 2004 TENTANG

NOMOR : 79 Tahun 2014 NOMOR : PB.3/Menhut-11/2014 NOMOR : 17/PRT/M/2014 NOMOR : 8/SKB/X/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.25/Menhut -II/2014 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.29/Menhut-II/2014 TENTANG

Draft 0 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. /Menhut -II/2014 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MASYARAKAT HUKUM ADAT (VERSI KEMENDAGRI)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

- 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 33/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI

2016, No diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peratura

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR. P.47/Menhut -II/2010 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kemajuan PENETAPAN KAWASAN HUTAN

2015, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN ASET DESA

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.28/Menhut-II/2014 TENTANG

PILIHAN HUKUM PENGURUSAN/ PENGELOLAAN HUTAN OLEH MASYARAKAT ADAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Oleh: R.D Ambarwati, ST.MT.

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 017/PUU-IV/2006 Perbaikan Tanggal 12 September 2006

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 28/Menhut-II/2009 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT

BAB III TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengakuan Keberadaan Masyarakat Hukum Adat Menurut UndangUndang Nomor 41 Tahun 1999

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG

BPK TETAP AUDIT KEUANGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA.

TATA CARA PENETAPAN HAK GUNA USAHA KEMENTERIAN AGARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL DIT. PENGATURAN DAN PENETAPAN HAK TANAH DAN RUANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR.22 TAHUN 2013

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 67/PUU-XV/2017

BAB II PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGATUR PERALIHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN. A. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG KEWENANGAN DESA

BUPATI KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN MENTERI KEHUTANAN,

RechtsVinding Online

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2017 TENTANG PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH DALAM KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 084 TAHUN 2014 TENTANG

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN ASET DESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 121/PUU-XII/2014 Pengisian Anggota DPRP

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dimuat dalam BAB IV, maka

ASPEK HUKUM PENATAAN RUANG PULAU KEPULAUAN

PERUBAHAN KEBIJAKAN DALAM PENGUKUHAN KAWASAN HUTAN

Penataan Ruang dalam Rangka Mengoptimalkan Pemanfaatan Ruang di Kawasan Hutan


RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XIV/2016 Pembatalan Perda Oleh Gubernur dan Menteri

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tamba

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04 TAHUN 2012 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PMK.02/2013 TENTANG

BAB IV PENUTUP. Alam Nomor : SK. 32/IV-SET/2015 tentang Zonasi Taman Nasional Siberut, Kabupaten

2017, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lemba

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 121/PUU-XII/2014

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI IRIAN JAYA NOMOR 121 TAHUN 2001 T E N T A N G

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 28/PUU-XIV/2016 Dualisme Penentuan Unsur Pimpinan DPR Provinsi Papua dan Papua Barat

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.27/Menhut-II/2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH SELAKU KETUA NOMOR 63 TAHUN 2014 TENTANG

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 103/PUU-XIII/2015 Penolakan Pendaftaran Calon Peserta Pemilukada

Peraturan Perundangan. Pasal 33 ayat 3 UUD Pasal 4 UU 41/1999 Tentang Kehutanan. Pasal 8 Keppres 32/1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung

PERSPEKTIF PEMERINTAH ATAS HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT HUKUM ADAT

2015, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lem

PROSES REGULASI PERATURAN DAERAH RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN/KOTA (PERDA RTRWK)

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

PROSES PEMBUATAN PERATURAN DAERAH. Oleh : Biro Hukum SETDA Provinsi Jawa Tengah

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN. Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 122/PUU-XIII/2015 Penggunaan Tanah Hak Ulayat untuk Usaha Perkebunan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 3/PUU-XIV/2016 Nota Pemeriksaan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan Sebagai Dokumen Yang bersifat Rahasia

PAPARAN LATAR BELAKANG HASIL TELAHAN YURIDIS DRAF PERMENHUT SKEMA KHDTK PETA

BUPATI LAMPUNG BARAT

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

ATE/D.DATA WAHED/2016/PERATURAN/JULI

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 128 /PUU-VII/2009 Tentang UU Pajak Penghasilan Pemerintah tidak berhak menetapkan pajak

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 138/PUU-XIII/2015 Penggunaan Tanah Hak Ulayat untuk Usaha Perkebunan

Transkripsi:

LANGKAH STRATEGIS PENGELOLAAN HUTAN DAN MEKANISME PENETAPAN HUTAN ADAT PASCA TERBITNYA PUTUSAN MK NO. 35/PUU-X/2012 disampaikan oleh: MENTERI KEHUTANAN Jakarta, 29 Agustus 2013

1. Pemohon KERANGKA PAPARAN 2. Permohonan Pengujian a. Pasal Yang Diuji b. Permohonan Dikabulkan Sebagian c. Uraian Pasal Yang Diuji 3. Amar Putusan a. Yang Dikabulkan MK b. Yang Ditolak MK 1. Pertimbangan Hukum MK 2. Penjelasan Pasal 67 ayat (2) dan (3)

KERANGKA PAPARAN 4. Langkah Strategis Pasca Putusan MK No. 35/PUU-X/2012 5. Mekanisme Penetapan Kawasan Hutan Adat 6. Inventarisasi Masyarakat Hukum Adat a. Hasil inventarisasi Perda b. Syarat-syarat pengakuan masyarakat hukum adat

PEMOHON ALIANSI MASYARAKAT ADAT NUSANTARA (AMAN) KESATUAN MASYARAKAT HUKUM ADAT KENEGERIAN KUNTU KESATUAN MASYARAKAT HUKUM ADAT KASEPUHAN CISITU

PERMOHONAN PENGUJIAN A. Pasal yang diuji Pasal 1 angka (6) Pasal 4 ayat (3) Pasal 5 ayat (1) ayat (2), ayat (3), ayat (4) Pasal 67 ayat (1), ayat (2), ayat (3) B. Permohonan dikabulkan sebagian Pasal 1 angka (6) Pasal 4 ayat (3) Pasal 5 ayat (1) ayat (2), ayat (3) C. Permohonan yang ditolak Pasal 5 ayat (4) Pasal 67

C. Uraian Pasal Yang Diuji Permohonan Pengujian (Lanjutan...) PASAL 1 ANGKA 6 : Hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat. PASAL 4 AYAT (3) : Penguasaan hutan oleh Negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat, sepanjang kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya, serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. PASAL 5 AYAT (1) Hutan berdasarkan statusnya terdiri dari: hutan negara, dan hutan hak. AYAT (2) Hutan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dapat berupa hutan adat. AYAT (3) Pemerintah menetapkan status hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2); dan hutan adat ditetapkan sepanjang menurut kenyataannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan masih ada dan diakui keberadaannya. AYAT (4) Apabila dalam perkembangannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan tidak ada lagi, maka hak pengelolaan hutan adat kembali kepada Pemerintah.

Uraian Pasal Yang Diuji (lanjutan...) PASAL 67 1) Masyarakat hukum adat sepanjang menurut kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya berhak: a. melakukan pemungutan hasil hutan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat adat yang bersangkutan; b. melakukan kegiatan pengelolaan hutan berdasarkan hukum adat yang berlaku dan tidak bertentangan dengan undangundang; dan mendapatkan pemberdayaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya. 2) Pengukuhan keberadaan dan hapusnya masyarakat hukum adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah. 3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

AMAR PUTUSAN A. AMAR PUTUSAN YANG DIKABULKAN MK No. Pasal Dalam UU No. 41 Tahun 1999 Amar Putusan MK 1. Kata negara dalam pasal 1 angka 6, yaitu: Hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. 2. Pasal 4 ayat (3), yaitu: Penguasaan hutan oleh Negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat sepanjang kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya, serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. 3. Pasal 5 ayat (1), yaitu: Hutan berdasarkan statusnya terdiri dari: a. hutan negara, dan b. hutan hak 4. Pasal 5 ayat (2), yaitu: Hutan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dapat berupa hutan adat. Pasal 1 angka 6 UU No. 41 Tahun 1999 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sehingga pasal 1 angka 6 dimaksud menjadi Hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat. Pasal 4 ayat (3) dimaknai penguasaan hutan oleh negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat, sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang. Pasal 5 ayat (1), dimaknai hutan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, tidak termasuk hutan adat. Penjelasan Pasal 5 ayat (1) bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Pasal 5 ayat (2) bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. 5. Pasal 5 ayat (3), yaitu: pemerintah menetapkan status hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dan hutan adat ditetapkan sepanjang menurut kenyataannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan masih ada dan diakui keberadaannya. Frasa dan ayat (2) dalam pasal 5 ayat (3) bertentangan dengan UUD Tahun 1945; Frasa dan ayat (2) dalam pasal 5 ayat (3) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sehingga pasal 5 ayat (3) dimaksud menjadi Pemerintah menetapkan status hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan hutan adat ditetapkan sepanjang menurut kenyataannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan masih ada dan diakui keberadaannya.

AMAR PUTUSAN (LANJUTAN ) B. AMAR PUTUSAN YANG DITOLAK MK (Pertimbangan Hukum MK) No Pasal Dalam UU No. 41 Tahun 1999 Pertimbangan Hukum MK 1. Pasal 5 ayat (4) Apabila dalam perkembangannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan tidak ada lagi, maka hak pengelolaan hutan adat kembali kepada Pemerintah. Pasal 5 ayat (4) Pasal 5 ayat (4) UU Kehutanan, oleh Pemohon dianggap bertentangan dengan UUD 1945 karena membatasi hak-hak masyarakat hukum adat untuk memanfaatkan hasil kekayaan alam yang berada di wilayah adatnya dan mendiskriminasi masyarakat hukum adat. Mahkamah Konstitusi memberikan pertimbangan hukum dengan memperhatikan Pasal 4 ayat (3), yaitu penguasaan hutan oleh negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat, sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang. Menurut Mahkamah Konstitusi apabila dalam perkembangannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan tidak ada lagi maka pengelolaan hutan adat adalah tepat untuk dikembalikan kepada pemerintah dan status hutan adat beralih menjadi hutan negara. 2. Pasal 67 (1) Masyarakat hukum adat sepanjang menurut kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya berhak: a. melakukan pemungutan hasil hutan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat adat yang bersangkutan; b. melakukan kegiatan pengelolaan hutan berdasarkan hukum adat yang berlaku dan tidak bertentangan dengan undang-undang; c. mendapatkan pemberdayaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya. (2) Pengukuhan keberadaan dan hapusnya masyarakat hukum adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah. (3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 67 (1) UU Kehutanan mengandung substansi yang sama dengan Pasal 4 ayat (3) UU Kehutanan. Oleh karena permohonan terhadap Pasal 4 ayat (3) UU Kehutanan dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi maka frasa sebagaimana ketentuan Pasal 67 ayat (1) harus dimaknai penguasaan hutan oleh negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat, sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang- Undang. (2) Tetap (3) Tetap

Penjelasan Pasal 67 ayat (2) dan (3) Tentang pengukuhan dan hapusnya masyarakat hukum adat ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda) dan ketentuan lebih lanjut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP), menurut Mahkamah merupakan delegasi wewenang yang diatur dalam Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hakhak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang. Oleh karena Undang-Undang yang diperintahkan Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 hingga saat ini belum terbentuk, dan mengingat kebutuhan yang mendesak, maka pengaturan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Daerah dapat dibenarkan.

LANGKAH STRATEGIS PASCA PUTUSAN MK NO. 35/PUU-X/2012 1. Melanjutkan inventarisasi Perda terkait Masyarakat Hukum Adat. 2. Mempercepat penyelesaian RUU tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (inisiatif DPR) yang dalam hal ini Kementerian Kehutanan telah ditunjuk sebagai koordinator penyiapan RUU dimaksud. 3. Telah dibentuk Tim Kerja Penyusunan Rancangan Undang-Undang Tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat dengan SK Menteri Kehutanan Nomor SK.3201/Menhut-II/Kum/2013 tanggal 18 Juni 2013. 4. Membentuk Tim Sosialisasi putusan Mahkamah Konstitusi No.35/PUU- X/2012 dengan SK Sekretaris Jenderal No. SK.167/II-Kum/2013 tanggal 15 Juli 2013. 5. Menerbitkan Surat Edaran Menteri Kehutanan No SE.1/Menhut-II/2013 tanggal 16 Juli 2013 kepada Gubernur/Bupati/Walikota seluruh Indonesia dan Kepala Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota yang membidangi kehutanan yang memuat penjelasan putusan MK.

LANGKAH STRATEGIS PASCA PUTUSAN MK NO. 35/PUU-X/2012 6. Mempercepat lahirnya Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Hutan Adat sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999. 7. Telah berkoordinasi dengan Kemendagri untuk mendorong Pemda segera mendata, melakukan penelitian dan mengukuhkan keberadaan Masyarakat Hukum Adat beserta wilayah adatnya. 8. Apabila terbukti terdapat wilayah masyarakat hukum adat yang berdasarkan Perda berada dalam kawasan hutan, dikeluarkan dari kawasan hutan.

Surat Edaran Menteri Kehutanan Nomor: SE. 1/MENHUT-II/2013

MEKANISME PENETAPAN KAWASAN HUTAN ADAT A. Menurut Permen Agraria/Kepala BPN No 5/1999 1. Penentuan masih adanya Hak Ulayat (Pasal 5): a. Hasil Penelitian yang dilakukan oleh Pemda dengan mengikut sertakan Pakar Hukum Adat, Masyarakat Hukum Adat yang ada di wilayah bersangkutan, LSM dan instansi yang mengelola Sumber Daya Alam. b. Keberadaan tanah ulayat dinyatakan dalam peta dasar pendaftaran tanah dengan menggambarkan batasnya. 2. Ketentuan lebih lanjut diatur dengan PERDA

B. Menurut PERDASUS Prov Papua No 23/2008 1. Pembentukan Panitia peneliti dengan SK (Gubernur, Bupati/Walikota) 2. Anggota panitia peneliti : a. Pakar Hukum Adat b. Wakil Lembaga Adat/ Tetua Adat/ Penguasa Adat c. LSM d. Pejabat dari BPN (Kantor Pertanahan setempat) e. Pejabat Bagian Hukum dari Pemda Provinsi, Kabupaten/Kota f. Pejabat dari Instansi Terkait lainnya 3. Tugas panitia Peneliti, melakukan penelitian tentang : a. Tatanan hukum adat yang berlaku serta struktur penguasa adat yang masih ditaati b. Tata cara pengaturan, penguasaan dan penggunaan Hak Ulayat/Hak Perorangan atas tanah c. Penguasa adat yang berwenang untuk mengatur peruntukan dan penggunaan serta penguasaan Hak Ulayat/ Hak Perorangan d. Batas-batas wilayah Hak Ulayat dan/atau Hak Perorangan.

Lanjutan. 4. Data Pendukung: a. Peta paling kecil skala 1:50.000, b. Berita Acara Persetujuan Batas yang ditandatangani oleh Penguasa adat yang berwenang dan/atau pihak-pihak yang berkepentingan apabila berbatasan dengan Hak ulayat/hak Perorangan atas tanah pihak lain. c. Pada titik-titik tertentu yang telah disetujui dipasang tanda batas yang bersifat permanen. 5. Finalisasi a. Apabila hasil laporan tim peneliti dinyatakan memenuhi syarat, maka diterbitkan SK Gubernur, Bupati/Walikota b. Substansi SK Gubernur, Bupati/Walikota berisi: Nama Asli Masyarakat Hukum Adat Peguasa Adat Peta hasil penelitian

C. Menurut RUU Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (Masih Dibahas) Pengakuan kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya dilakukan dg cara: a. Identifikasi;. Identifikasi Kesatuan Masyarakat Hukum Adat dilakukan sendiri oleh Masyarakat Hukum Adat dan/atau Pemda. Identifikasi paling sedikit memuat data dan informasi mengenai: sejarah Masyarakat Hukum Adat; letak dan Batas Wilayah Adat; hukum Adat; harta kekayaan dan/atau benda-benda adat; dan kelembagaan/sistem pemerintahan adat. Kesatuan Masyarakat Hukum Adat yang berada dalam satu wilayah Kabupaten menyampaikan hasil identifikasi dan usulan keberadaannya kepada Bupati/Walikota. Kesatuan Masyarakat Hukum Adat yang berada di wilayah paling sedikit 2 kabupaten dalam 1 Provinsi menyampaikan hasil identifikasi dan usulan keberadaannya kepada Gubernur. Kesatuan Masyarakat Hukum Adat yang berada di minimal 2 Provinsi menyampaikan hasil identifikasi dan usulan keberadaannya kepada Mendagri.

Lanjutan b. Verifikasi Panitia Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Kab/Kota/Provinsi/Nasional melakukan verifikasi terhadap usulan keberadaan Kesatuan Masyarakat Hukum Adat. Bupati/Walikota, Gubernur atau Mendagri mengumumkan hasil verifikasi yang dilakukan oleh Panitia Kesatuan Masyarakat Hukum Adat. Masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan dapat mengajukan keberatan dalam waktu 90 hari sejak hasil verifikasi diumumkan. c. Penetapan masyarakat hukum adat dengan Perda/Kemendagri.

INVENTARISASI MASYARAKAT HUKUM ADAT A. Hasil Inventarisasi Perda Perda Provinsi 1. Perda Provinsi Maluku No 14 Tahun 2005 dan Perda No 3 Tahun 2008 2. Perda Provinsi Sumatera Barat No 16 Tahun 2008 Tentang Tanah Ulayat Dan Pemanfaatannya 3. Perda Khusus Provinsi Papua Nomor 23 Tahun 2008 Tentang Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat Dan Hak Perorangan Warga Masyarakat Hukum Adat Atas Tanah 4. Perda Provinsi Riau No 1 Tahun 2012 Tentang Lembaga Adat Melayu Riau Perda Kabupaten 1. Perda Kab. Kampar No 12 Tahun 1999 Tentang Hak Tanah Ulayat 2. Perda Kab. Lebak No 65 Tahun 2001 Tentang Perlindungan Atas Hak Ulayat Masyarakat Baduy (terdapat wilayah adat namun tidak dilampiri peta) 3. Perda Kabupaten Maluku Tenggara No 03 Tahun 2009 Tentang Ratshap dan Ohoi 4. Perda Kabupaten Nunukan No 03 Tahun 2004 Tentang Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat Kabupaten Nunukan

Inventarisasi Masyarakat Hukum Adat (Lanjutan...) B. Syarat-syarat pengakuan masyarakat hukum adat (Kumulatif) 1. Masyarakat masih dalam bentuk paguyuban, 2. Ada kelembagaan dalam bentuk perangkat penguasa adatnya, 3. Ada wilayah hukum adat yang jelas, 4. Ada pranata dan perangkat hukum, khususnya peradilan adat, yang masih ditaati; dan 5. Masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan sekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. (Penjelasan Pasal 67 UU 41 Tahun 1999)

TERIMA KASIH