STANDAR PRAKTIK KEBIDANAN



dokumen-dokumen yang mirip
PERAN DAN FUNGSI MAJELIS PERTIMBANGAN KODE ETIK. IRMA NURIANTI, SKM. M.Kes. Copyright Wondershare Software

STANDAR PRAKTIK KEBIDANAN. IRMA NURIANTI, SKM. M.Kes

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2017 TENTANG KONSIL TENAGA KESEHATAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1995 TENTANG MAJELIS DISIPLIN TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEDOMAN PENGORGANISASIAN KOMITE ETIK RUMAH SAKIT DAN MAJELIS KEHORMATAN ETIK RUMAH SAKIT INDONESIA PERSI - MAKERSI

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang

BAB II PENGATURAN MENGENAI MALPRAKTEK YANG DILAKUKAN OLEH BIDAN. 1. Peraturan Non Hukum (kumpulan kaidah atau norma non hukum)

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1995 TENTANG MAJELIS DISIPLIN TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 93 Tahun 2016 Seri E Nomor 45 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 93 TAHUN 2016 TENTANG

ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BIDAN DI KOMUNITAS

BAB V PENUTUP. khususnya pada keluhan utama yaitu Ny. S G III P II A 0 hamil 40 minggu. mmhg, Nadi: 88 x/menit, Suhu: 36,5 0 c, RR: 26 x/menit, hasil

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PRAKTIK PERAWAT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN KEANGGOTAAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG REGISTRASI TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ASUHAN KEBIDANAN PADA NY. S KEHAMILAN TRIMESTER II DENGAN HIPERTENSI GESTASIONAL. Eka Sarofah Ningsih* ABSTRAK

BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN. Disajikan Pada : RAPAT 23 SEPTEMBER 2014

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEPERAWATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN KEANGGOTAAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR: 3 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN TRANSPLANTASI ORGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG DEWAN RISET NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG DEWAN RISET NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT MATERNITAS: EKLAMPSIA

PRESIDEN REPU BLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2017 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS GADJAH MADA NOMOR 33/P/SK/HT/2006 TENTANG DEWAN KEHORMATAN KODE ETIK DOSEN UNIVERSITAS GADJAH MADA

BAB 1 PENDAHULUAN. Kematian Ibu (AKI), sehingga menempatkannya diantara delapan tujuan Millennium

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1419/MENKES/PER/X/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEBIDANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENYUSUNAN RUU TENTANG PRAKTIK KEPERAWATAN * Oleh : F.X. Soekarno, SH

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 512/MENKES/PER/IV/2007 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG DEWAN RISET NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 900/MENKES/SK/VII/2002 TENTANG

DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1419/MENKES/PER/X/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 9 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA ( BPD ) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.41, 2011 KEMENTERIAN KESEHATAN. Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran. Keanggotaan.

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2011 TENTANG PEMERIKSAAN KESEHATAN DAN PSIKOLOGI CALON TENAGA KERJA INDONESIA

PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2011 TENTANG PEMERIKSAAN KESEHATAN DAN PSIKOLOGI CALON TENAGA KERJA INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER-01/MEN/1998. TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PASIR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASIR NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

2011, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lem

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA REGISTRASI TENAGA KESEHATAN

- - PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG MAJELIS KEHORMATAN KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1796/MENKES/PER/VIII/2011 TENTANG REGISTRASI TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

ANGGARAN RUMAH TANGGA INSTITUT AKUNTAN MANAJEMEN INDONESIA TAHUN 2009 BAB I KEANGGOTAAN. Pasal 1 KETENTUAN UMUM

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEBIDANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN

- - PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG MAJELIS KEHORMATAN KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Selama pertumbuhan dan perkembangan kehamilan bisa saja terjadi sebuah

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2011 TENTANG PEMERIKSAAN KESEHATAN DAN PSIKOLOGI CALON TENAGA KERJA INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.03/2014 TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.03/2014 TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.03/2014 TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ASPEK LEGAL DAN ETIK DALAM DOKUMENTASI KEPERAWATAN

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 10 TAHUN 2001 PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA

Preeklampsia dan Eklampsia

ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN AHLI PERENCANA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI NASIONAL LANJUT USIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DAERAH NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG TENTANG PERMUSYAWARATAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA BUPATI MUSI RAWAS

ASUHAN KEBIDANAN PADA Ny F GI P TRIMESTER III INPARTU DENGAN PRE EKLAMPSIA BERAT. Siti Aisyah* dan Sinta Lailiyah** ABSTRAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dunia ini setiap menit seorang perempuan meninggal karena

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN DEWAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL NOMOR : 70 / KPTS / LPJK / D / VIII / 2001

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 4 TAHUN 2000 TENTANG BADAN PERWAKILAN DESA SERTA TATA CARA PEMBENTUKANNYA

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

STANDAR PRAKTIK KEBIDANAN

STANDAR I : METODE ASUHAN Asuhan kebidanan dilaksanakan dengan metode manajemen kebidanan dengan langkah; Pengumpulan data dan analisis data, penentuan diagnosa perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan dokumentasi. Defenisi Operasional : 1. Ada format manajemen kebidanan yang sudah terdaftar pada catatan medis. 2. Format manajemen kebidanan terdiri dari, format pengumpulan data, rencana format pengawasan resume dan tindak lanjut catatan kegiatan dan evaluasi.

STANDAR II : PENGKAJIAN Pengumpulan data tentang status kesehatan klien dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Data yang diperoleh dicatat dan dianalisis. Definisi Operasional : 1. Ada format pengumpulan data. 2. Pengumpulan data dilakukan terfokus, yang meliputi data : secara sistimatis, - Demografi identitas klien. - Riwayat penyakit terdahulu. - Riwayat kesehatan reproduksi. - Keadaan kesehatan saat ini termasuk kesehatan reproduksi - Analisis data.

3. Data dikumpulkan dari : - Klien / pasien, keluarga dan sumber lain. - Tenaga kesehatan. - Individu dalam lingkungan terdekat. 4. Data diperoleh dengan cara : - Wawancara. - Observasi. - Pemeriksaan fisik. - Pemeriksaan penunjang.

STANDAR III : DIAGNOSA KEBIDANAN. Diagnosa kebidanan dirumuskan berdasarkan analisis data yang telah dikumpulkan. Definisi Operasional : 1. Diagnosa kebidanan dibuat sesuai dengan kesenjangan yang dihadapi oleh klien atau suatu keadaan psikologis yang ada pada tindakan kebidanan sesuai dengan wewenang bidan dan kebutuhan klien. 2. Diagnosa kebidanan dirumuskan dengan padat, jelas, sistimatis mengarah pada asuhan kebidanan yang diperlukan oleh klien.

STANDAR IV : RENCANA ASUHAN Rencana asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan. Definisi Operasional : 1. Ada format rencana asuhan kebidanan. 2. Format rencana asuhan kebidanan terdiri dari diagnosa, rencana tindakan dan evaluasi.

STANDAR V : TINDAKAN Tindakan kebidanan dilaksanakan berdasarkan rencana dan perkembangan keadaan klien : tindakan kebidanan dilanjutkan dengan evaluasi keadaan klien. Definisi Operasional : 1. Ada format tindakan kebidanan dan evaluasi. 2. Format tindakan kebidanan terdiri dari tindakan dan evaluasi. 3. Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan rencana dan perkembangan klien. 4. Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan prosedur tetap dan wewenang bidan atau tugas kolaborasi. 5. Tindakan kebidanan dilaksanakan dengan menerapkan kode etik kebidanan serta mempertimbangkan hak klien aman dan nyaman. 6. Seluruh tindakan kebidanan dicatat pada format yang telah tersedia.

STANDAR VI : PARTISIPASI KLIEN Tindakan kebidanan dilaksanakan bersama-sama / partisipasi klien dan keluarga dalam rangka peningkatan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan. Definisi Operasional : 1. Klien / keluarga mendapatkan informasi tentang. - Status kesehatan saat ini. - Rencana tindakan yang akan dilaksanakan. - Peranan klien / keluarga dalam tindakan kebidanan. - Peranan petugas kesehatan dalam tindakan kebidanan. - Sumber-sumber yang dapat dimanfaatkan. 2. Klien dan keluarga bersama-sama dengan petugas melaksanakan tindakan / kegiatan.

STANDAR VII : PENGAWASAN Monitoring / pengawasan terhadap klien dilaksanakan secara terus menerus dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan klien. Definisi Operasional : 1. Adanya format pengawasan klien. 2. Pengawasan dilaksanakan secara terus menerus sistimatis untuk mengetahui keadaan perkembangan klien. 3. Pengawasan yang dilaksanakan selalu dicatat pada catatan yang telah disediakan.

STANDAR VIII : EVALUASI Evaluasi asuhan kebidanan dilaksanakan terus menerus seiring dengan tindakan kebidanan yang dilaksanakan dan evaluasi dari rencana yang telah dirumuskan. Definisi Operasional : 1. Evaluasi dilaksanakan setelah dilaksanakan tindakan kebidanan klien sesuai dengan standar ukuran yang telah ditetapkan. 2. Evaluasi dilaksanakan untuk mengukur rencana yang telah dirumuskan. 3. Hasil evaluasi dicatat pada format yang telah disediakan.

STANDAR IX : DOKUMENTASI Asuhan kebidanan didokumentasikan sesuai dengan standar dokumentasi asuhan kebidanan yang diberikan. Definisi Operasional ; 1. Dokumentasi dilaksanakan untuk disetiap langkah manajemen kebidanan. 2. Dokumentasi dilaksanakan secara jujur sistimatis jelas dan ada yang bertanggung jawab. 3. Dokumentasi merupakan bukti legal dari pelaksanaan asuhan kebidanan.

PERAN DAN FUNGSI MAJELIS PERTIMBANGAN KODE ETIK PROFESI

Dasar penyusunan Majelis Pertimbangan Etika Profesi adalah Majelis Pembinaan dan Pengawasan Etik Pelayanan Medis (MP2EPM), yang meliputi : 1. Kepmenkes RI No. 554/Menkes/Per/ XII/1982, memberikan pertimbangan, pembinaan dan melaksanakan pengawasan terhadap semua profesi tenaga kesehatan dan sarana pelayanan medis. 2. Peraturan Pemerintah No, 1 Tahun 1988 Bab V Pasal 11 Pembinaan dan pengawasan terhadap dokter, dokter gigi dan tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya dilakukan oleh Menteri Kesehatan atau Pejabat yang ditunjuk.

3. Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 640/Menkes/Per/X/1991, tentang Pembentukan MP2EPM. Dasar pembentukan Majelis Disiplin Tenaga kesehatan (MDTK), adalah sebagai berikut : 1. Pasal 4 ayat 1 UUD 1945. 2. Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. 3. Keputusan Presiden Tahun 1995 tentang pembentukan MDTK.

TUGAS DAN WEWENANG MP2EPM WILAYAH PUSAT 1. Memberi pertimbangan tentang etik dan standar profesi tenaga kesehatan kepada menteri. 2. Membina, mengembangkan dan mengawasi secara aktif pelaksanaan kode etik kedokteran Gigi, Perawat, Bidan, Sarjana Farmasi dan Rumah Sakit. 3. Menyelesaikan persoalan, menerima rujukan dan mengadakan konsultasi dengan instansi terkait. 4. MP2EPM pusat atas Menteri yang berwenang mereka yang ditunjuk mengurus persoalan etik tenaga kesehatan.

TUGAS DAN WEWENANG MP2EPM WILAYAH PROPINSI 1. Menerima dan memberi pertimbangan, mengawasi persoalan kode etik dan mengadakan konsultasi dengan instansi terkait dengan persoalan kode etik. 2. Memberi nasehat, membina dan mengembangkan serta mengawasi secara aktif etik profesi tenaga kesehatan dalam wilayahnya bekerjasama dengan organisasi profesi seperti IDI,PDGI,PPNI,IBI,ISFI, PRS21. 3. Memberi pertimbangan dan saran kepada intansi terkait. 4. MP2EPM propinsi atas nama Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi berwenang memanggil mereka yang bersangkutan dalam suatu etik profesi.

TUGAS MAJELIS DISIPLIN TENAGA KESEHATAN (MDTK). Adalah meneliti dan menentukan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standar profesi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan.

MAJELIS ETIKA PROFESI BIDAN Adalah merupakan badan perlindungan hukum terhadap para bidan sehubungan dengan adanya tuntutan dari klien akibat pelayanan yang diberikan dan tidak melakukan indikasi penyimpangan hukum. Realisasi Majelis Etika Profesi Bidan adalah dalam bentuk Majelis Pertimbangan Etika Bidan (MPEB) dan Majelis Peradilan Profesi (MPA).

Latar belakang dibentuknya Majelis Etika Profesi Bidan atau MPEB adalah adanya unsur-unsur pihak-pihak terkait : 1. Pemeriksa pelayanan untuk pasien. 2. Sarana pelayanan kesehatan. 3. Tenaga pemberi pelayanan, yaitu Bidan. Pelaksanaan tugas bidan dibatasi oleh norma, etika dan agama. Tetapi apabila ada kesalahan dan menimbulkan konflik etik, maka diperlukan wadah untuk menentukan standar profesi, prosedur yang baku dan kode etik yang disepakati, maka perlu dibentuk Majelis Etika Bidan, yaitu MPEB dan MPA.

Tujuan dibentuknya Majelis Etika Bidan adalah untuk memberikan perlindungan yang seimbang dan obyektif kepada bidan dan penerima pelayanan.

Lingkup Majelis Etika Kebidanan meliputi : a. Melakukan peningkatan fungsi pengetahuan sesuai standar profesi pelayanan bidan (Kepmenkes No. 900/Menkes/SK/VII/Tahun 2002. b. Melakukan supervisi lapangan, termasuk tentang tehnis dan pelaksanaan praktik, termasuk penyimpangan yang terjadi. c. Membuat pertimbangan bila terjadi kasus-kasus dalam praktik kebidanan. d. Melakukan pembinaan dan pelatihan tentang hukum kesehatan, khususnya yang berkaitan atau melandasi praktik bidan.

Pengorganisasian Majelis Etik Kebidanan adalah sebagai berikut : a. Majelis Etika Kebidanan merupakan lembaga organisasi yang mandiri, otonom dan non struktural. b. Majelis Etika Kebidanan dibentuk ditingkat propinsi dan pusat. c. Majelis Etika Kebidanan pusat berkedudukan di Ibukota Negara dan Majelis Etika Kebidanan propinsi berkedudukan di ibukota propinsi. d. Majelis Etika Kebidanan pusat dan propinsi dibantu oleh sekretaris. e. Jumlah anggota masing-masing terdiri dari lima orang.

f. Masa bakti anggota Majelis Etika Kebidanan selama tiga tahun dan sesudahnya, jika berdasarkan evaluasi masih memenuhi ketentuan yang berlaku, maka anggota tersebut dapat dipilih kembali. g. Anggota Majelis Etika Kebidanan diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Kesehatan. h. Susunan organisasi Majelis Etika Kebidanan terdiri dari : 1) Ketua dengan kualifikasi mempunyai kompetensi tambahan di bidang hukum. 2) Sekretaris merangkap anggota. 3) Anggota Majelis Etika Bidan.

Tugas Majelis Etika Kebidanan adalah meliputi : a. Meneliti dan menentukan ada dan tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standar profesi yang dilakukan oleh bidan. b. Penilaian didasarkan atas permintaan pejabat, pasien dan keluarga yang dirugikan oleh pelayanan kebidanan. c. Permohonan secara tertulis dan disertai data-data. d. Keputusan tingkat propinsi bersifat final dan bisa konsul ke Majelis Etika Kebidanan pada tingkat pusat.

e. Sidang Majelis Etika Kebidanan paling lambat tujuh hari, setelah diterima pengaduan. Pelaksanaan sidang menghadirkan dan minta keterangan dari bidan dan saksi-saksi. f. Keputusan paling lambat 60 hari dan kemudian disampaikan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang. g. Biaya dibebankan pada anggaran pimpinan pusat IBI atau pimpinan daerah IBI di tingkat propinsi.

Dalam pelaksanaannya di lapangan sekarang ini bahwa organisasi profesi bidan IBI, telah melantik MPEB (Majelis Pertimbangan Etika Bidan) dan MPA (Majelis Peradilan Profesi, namun dalam pelaksanaannya belum terealisasi dengan baik.

BADAN KONSIL KEBIDANAN Secara konseptual badan konsil merupakan badan yang dibentuk dalam rangka melindungi masyarakat penerima jasa pelayanan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Konsil kebidanan Indonesia merupakan lembaga otonom dan independent, bertanggung jawab kepada Presiden sebagai Kepala Negara.

Tugas Badan Konsil Kebidanan : 1. Melakukan registrasi tenaga bidan. 2. Menetapkan standar pendidikan bidan. 3. Menapis dan merumuskan arah perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi. 4. Melakukan pembinaan terhadap pelanggaran praktik kebidanan.

Konsil kebidanan Indonesia berfungsi mengatur, menetapkan serta membina tenaga bidan yang menjalankan praktik kebidanan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Wewenang badan konsil kebidanan meliputi : 1. Menetapkan standar kompetensi bidan. 2. Menguji persyaratan registrasi bidan. 3. Menyetujui dan menolak permohonan registrasi. 4. Menerbitkan dan mencabut sertifikat registrasi. 5. Menetapkan tehnologi kebidanan yang dapat diterapkan di Indonesia. 6. Melakukan pembinaan bidan mengenai pelaksanaan etika profesi yang ditetapkan organisasi profesi. 7. Melakukan pencatatan bidan yang dikenakan sansksi oleh organisasi profesi.

Keanggotaan Konsil Kebidanan : 1. Dari unsur Departemen Kesehatan 2 orang. 2. Unsur Departemen Pendidikan Nasional 1 orang. 3. Lembaga konsumen 1 orang. 4. Bidan 10 orang. 5. Organisasi profesi terkait 4 orang. 6. Ahli hukum 1 orang.

Persyaratan anggota konsil : 1. Warga Negara Indonesia. 2. Sehat jasmani dan rohani. 3. Berkelakuan baik. 4. Usia sekurangnya 40 tahun. 5. Pernah praktik kebidanan minimal 10 tahun. 6. Memiliki moral etika yang tinggi.

Keanggotaan konsil berhenti karena : 1. Berakhir masa jabatan sebagai anggota. 2. Meninggal dunia. 3. Mengundurkan diri. 4. Bertempat tinggal diluar wilayah Republik Indonesia. 5. Gangguan Kesehatan. 6. Diberhentikan karena melanggar aturan konsil.

Mekanisme tata kerja konsil : 1. Memelihara dan menjaga registrasi bidan. 2. Mengadakan rapat pleno, dikatakan sah bila dihadiri separuh tambah 1 unsur pimpinan harian. 3. Rapat pleno memutuskan ; a. Menolak permohonan registrasi. b. Membentuk sub-sub komite dan anggota. c. Menetapkan peraturan dan kebijakan. 4. Konsil kebidanan melakukan rapat pleno sekurangkurangnya empat kali dalam setahun. 5. Konsil kebidanan daerah hanya mengambil keputusan yang berkaitan dengan persoalan etik profesi. 6. Ketua konsil, wakil ketua konsil, ketua komite registrasi dan ketua komite peradilan profesi merupakan unsur pimpinan harian konsil.

HIPERTENSI Hipertensi dalam kehamilan berarti bahwa wanita telah menderita hipertensi sebelum hamil, disebut juga sebagai preeklamsi tidak murni. Superimposed preeklamsi bila disertai dengan proteinuria dan edema. Penyebab utama hipertensi dalam kehamilan adalah : a) Hipertensi esensial b) Penyakit ginjal

Menurut Sims (1970), penyakit hipertensi dan penyakit ginjal dengan hipertensi adalah sebagai berikut : 1) Penyakit hipertensi : Hipertensi esensial ; - Ringan - Sedang - Berat - Ganas (progresif) Hipertensi renovaskuler Koartasio aortae Aldosteronismus primer Feokromositomo

2) Penyakit ginjal dan saluran kencing: Glomerulonefritis; - Mendadak - Menahun - Sindromanefrotik Pielonefritis; - Mendadak (akut) - Menahun (kronik) Lupus eritematosus: - Dengan glomerulitis - Dengan glomerulonefritis Skelopoderma dengan kelainan ginjal Periarteritis nodosa dengan kelainan ginjal Kegagalan ginjal mendadak Penyakit polikistik Nefropatia diabetik.

Hipertensi Esensial. adalah penyakit hipertensi yang mungkin disebabkan oleh faktor heriditer serta dipengaruhi oleh faktor emosi dan lingkungan. Yang paling banyak dijumpai adalah hipertensi esensial jinak dengan tekanan darah sekitar 140/90 sampai 160/100. Hipertensi jarang berubah menjadi ganas secara mendadak hingga mencapai sistolik 200 mmhg atau lebih.

Gejala-gejala seperti kelainan jantung, arteriosklerosis, perdarahan otak dan penyakit ginjal baru timbul setelah dalam waktu lama dan penyakit terus berlanjut : a) Kehamilan dengan hipertensi esensial akan berlangsung normal sampai aterme. b) Pada kehamilan setelah 30 minggu, 30% dari wanita hamil akan menunjukkan kenaikan tekanan darahnya namun tanpa gejala, c) Kira-kira 20% dari wanita hamil akan menunjukkan kenaikan tekanan darah yang mencolok, bisa disertai proteinuria dan edema (pre-eklamsi tidak murni) dengan keluhan : sakit kepala, nyeri epigastrium, oyong, mual, muntah dan gangguan penglihatan (visus)

Hipertensi esensial dijumpai pada 1-3% dari seluruh kehamilan. Hipertensi ini lebih sering dijumpai pada multipara berusia lanjut dan kira-kira 20% dari kasus toksemia gravidarum. Penanganan 1) Dalam Kehamilan; Dianjurkan mentaati pemeriksaan antenatal yang teratur dan jika perlu, dikonsultasikan kepada ahli. Dianjurkan cukup istirahat, menjauhi emosi dan jangan bekerja terlalu berat. Penambahan berat badan yang agresif harus dicegah. Dianjurkan untuk diet tinggi protein, rendah hidrat arang, rendah lemak dan rendah garam. Pengawasan terhadap janin harus lebih teliti, di samping pemeriksaan biasa dapat dilakukan pemeriksaan monitor janin lainnya seperti elektrokardiografi fetal, ukuran biparietal (USG), penentuan kadar estriol, amnioskopi, ph darah janin dan sebagainya.

Pemberian obat-obatan : a) Anti-hipertensif ; serpasil, katapres, minipres dan sebagainya. b) Obat penenang; fenobarbital, valium, frisium ativan dan sebagainya. Pengakhiran kehamilan baik yang muda maupun yang sudah cukup bulan harus dipikirkan bila ada tanda-tanda hipertensi ganas (tekanan darah 200/120 atau preeklamsi berat), apalagi bila janin telah meninggal dalam kandungan. Pengakhiran kehamilan ini sebaiknya dirundingkan antar disiplin : dengan ahli penyakit dalam; apakah memang ada ancaman terhadap jiwa wanita ini.

2) Dalam persalinan : Kala I akan berlangsung tanpa gangguan. Kala II memerlukan pengawasan yang cermat dan teliti. Bila ada tanda-tanda penyakit bertambah berat dan pembukaan hampir atau sudah lengkap, ibu dilarang mengedan, kala II diperpendek dengan melakukan ekstraksi vakum atau forseps. Pada primitua dengan anak hidup dilakukan segera seksio sesarea primer.

Prognosis 1) Prognosis untuk ibu kurang baik. Angka kematian ibu kira-kira 1-2%: biasanya disebabkan oleh perdarahan otak, payah jantung dan uremia. 2) Prognosis bagi janin juga kurang baik, karena adanya insufisiensi plasenta, solusio plasenta. Janin bertumbuh kurang sempurna : prematuritas dan dismaturitas. Angka kematian bayi : 20%

Nasihat 1) Dianjurkan untuk memakai kontrasepsi, bila jumlah anak belum cukup, selama beberapa tahun. 2) Bila jumlah anak sudah cukup, dianjurkan untuk segera melakukan tubektomi.

Penyakit Ginjal Hipertensif Penyakit ginjal dengan gejala hipertensi yang dapat dijumpai pada wanita hamil adalah : Glomerulonefritis akut dan kronik. Pielonefritis akut dan kronik. Frekuensi : Secara klinis kira-kira 1%. Secara patologi anatomis kira-kira 15%

Pemeriksaan : 1) Pemeriksaan urin lengkap dan faal ginjal. 2) Pemeriksaan retina (fundoskopi) 3) Pemeriksaan umum : tekanan darah, nadi. 4) Pemeriksaan kuantatif albumin air kencing (urin). 5) Pemeriksaan darah lengkap : ureum darah dan lain-lain. Penanganan : 1) Pemeriksaan antenatal yang baik di mana pengobatan penyakit ginjal bekerja sama dengan ahli nefrologi. 2) Keadaan ibu dan pertumbuhan janin harus diawasi. 3) Berat tindaknya penyakit dan perlu tindaknya pengakhiran kehamilan adalah atas indikasi dan pembicaraan beberapa disiplin ilmu yaitu kebidanan, penyakit dalam dan ilmu kesehatan anak.