Oleh : Slamet Pribadi

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN PENGGOLONGAN NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA (Oleh: Sundari)

J A K A R T A, M E I

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA NARKOTIKA. 2.1 Pengaturan Hukum tentang Tindak Pidana Narkotika dalam Undang- Undang Nomor 9 Tahun 1976

No II. anggota masyarakat yang telah berjasa mengungkap adanya tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika, perlu diberi landasan hukum ya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Narkotika Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Oktober 2015; disetujui: 15 Oktober 2015

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 9 TAHUN 1976 (9/1976) Tanggal: 26 JULI 1976 (JAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada

I. PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

PERANAN KEMENKEU DALAM IMPLEMENTASI JAKSTRANAS P4GN TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V PENUTUP. Penyalahguna magic mushroom dapat dikualifikasikan sebagai. golongan I sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UU 22/1997, NARKOTIKA. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 22 TAHUN 1997 (22/1997) Tanggal: 1 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA) Tentang: NARKOTIKA

I. PENDAHULUAN. pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

KEBIJAKAN NARKOTIKA, PECANDU DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG

2013, No.96 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari ta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia

BAB I PENDAHULUAN. legal apabila digunakan untuk tujuan yang positif. Namun

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KONDISI SAAT INI BIDANG PEMBERANTASAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

SARWIRINI. Seminar Kerjasama Badan Penanggulangan Narkotika Nasional dan Fakultas hukum Universitas Airlangga Surabaya, 24 September 2014

I. PENDAHULUAN. kita mengetahui yang banyak menggunakan narkoba adalah kalangan generasi muda

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

SOSIALISASI INSTITUSI PENERIMA WAJIB LAPOR (IPWL) OLEH : AKBP AGUS MULYANA

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan narkotika pada akhir-akhir tahun ini dirasakan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

BAB I PENDAHULUAN. peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1. BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III PENERAPAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. 3.1 Penempatan Rehabilitasi Melalui Proses Peradilan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan masyarakat secara wajar. Istilah narkoba muncul sekitar

UU NO.35 tahun 2009 tentang Narkotika PP 25 tahun 2010 Tentang Wajib Lapor. Abdul Azis T, SKep

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. atau kesulitan lainnya dan sampai kepada kematian tahun). Data ini menyatakan bahwa penduduk dunia menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, T

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan narkoba ataupun dalam penyalahgunaanya merupakan masalah. perkembangan tingkat peradaban umat manusia serta mempengaruhi

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

BAB III PEMIDANAAN ORANG TUA ATAU WALI DARI PECANDU NARKOTIKA DI BAWAH UMUR MENURUT UU NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESS RELEASE AKHIR TAHUN 2016 KERJA NYATA PERANGI NARKOTIKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEBIJAKAN PENANGANAN NARKOBA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1976 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. dirasakan semakin menunjukkan peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat dari

I. PENDAHULUAN. mengisi kemerdekaan dengan berpedoman pada tujuan bangsa yakni menciptakan

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan UUD 1945 sebagai konstitusi

KEBIJAKAN NASIONAL P4GN

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059]

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan bagi penggunanya dimana kecenderung akan selalu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

I. PENDAHULUAN. Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak

BAB II PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA NARKOTIKA

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi pengobatan, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan atau tidak. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

persepsi atau mengakibatkan halusinasi 1. Penggunaan dalam dosis yang 2

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Penyalahgunaan, perdagangan gelap narkotika merupakan permasalahan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah Negara hukum, sebagaimana tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN. hakim di sidang pengadilan. Penegakan hukum ini diharapkan dapat menangkal. tersebut. Kejahatan narkotika (the drug trafficking

JALAN LURUS. Penanganan Penyalah Guna Narkotika Dalam Konstruksi Hukum Positif

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1976 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BANGKA BARAT PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015

Dasar Hukum. Direktorat Reserse Narkoba Polda Jatim

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DENGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL Nomor: PJ 23 Tahun 2017 Nomor: NK/43/X/2017/BNN

Dalam Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009, sanksi bagi pelaku kejahatan narkoba adalah sebagai berikut :

BAB III PERKEMBANGAN PENGATURAN TENTANG TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA SEBELUM LAHIRNYA DAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. ditemukan dan dibeli baik secara langsung di tempat-tempat perbelanjaan maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2OII TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. sejak tahun 2700 tahun sebelum masehi. Orang-orang kuno telah menggunakan

Institute for Criminal Justice Reform

PRESS RELEASE AKHIR TAHUN 2017 KERJA BERSAMA PERANG MELAWAN NARKOBA

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting,

Transkripsi:

Oleh: Slamet Pribadi

DASAR HUKUM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DIUNDANGAN PADA TANGGAL 12 OKT 2009

Tugas BNN ps 70 UU 35/2009 a. menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenaipencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; b. mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; c. berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; d. meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial pecandu Narkotika, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat; e. memberdayakan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;

f. memantau, mengarahkan, dan meningkatkan kegiatan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan danperedaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; g. melakukan kerja sama bilateral dan multilateral, baik regional maupun internasional, guna mencegah dan memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; h. mengembangkan laboratorium Narkotika dan Prekursor Narkotika; i. melaksanakan administrasi penyelidikan dan penyidikan terhadap perkara penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan j. membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang.

Narkotika (ps 1 butir 1) Adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongangolongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.

STRATEGI BNN DALAM MENANGANI MASALAH NARKOBA SUPPLY REDUCTION : MELAKUKAN OPERASI PENGUNGKAPAN JARINGAN DAN MENINDAKNYA. MEMBUAT JARINGAN MISKIN (PEMBERANTASAN). DEMAND REDUCTION : SEBANYAK MUNGKIN MEREHABILITASI PENYALAHGUNA/KORBAN NARKOBA UNTUK DIPULIHKAN (REHABILITASI). JUMLAH PENYALAHGUNA NARKOBA SEKITAR 3,8 JUTA ORANG (2,2 % JUMLAH PENDUDUK INDONESIA). MEMBUAT IMUN YANG BELUM TERKENA (PENCEGAHAN). 97,8 % YANG BELUM TERKENA NARKOBA DIUPAYAKAN UNTUK TIDAK TERPENGARUH NARKOBA, BAIK SEBAGAI PEMAKAI MAUPUN SEBAGAI PENGEDAR.

BISNIS ILEGAL NARKOBA Berlaku hukum ekonomi: Supply melimpah, Demand menurun, maka harga akan jatuh. Sebaliknya, supply kurang, demand meningkat, maka harga akan tinggi. Untuk itu, dalam menekan peredaran narkoba diperlukan upaya menekan supply sekaligus menekan demand. Apabila harga tidak bagus, maka orang tidak akan tertarik berbisnis narkoba, karena resikonya berat.

ULTIMUM REMIDIUM

TUGAS DEP PEMBERANTASAN LANDASAN PENYELIDIKAN/PENYIDIKAN UUD 45 UU 17/2007,ttg RPJPN 2005-2025 RPJPMN RENSTRA BNN 2015-2019 RENJA DEP BID BRANTAS UU 35/2009 PERKEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS GLOBAL REGIONAL NASIONAL GAKKUM MEDIS TPPU GAKKUM MEDIS TPPU GAKKUM MEDIS TPPU RE ORIEN TASI DEKRINALISASI DEPENALISASI PENURUNAN ANGKA PREVALENSI LINGK MASYARAKAT / LSM SUPLY & DEMAND YG SEIMBANG

1961, Singgle Convention on Drug, masalah Kecanduan narkotika merupakan kejahatan serius dan duhukum pidana penjara. 1972, Diamandemen dengan Protokol 1971 diperlukan terapi dan rehabilitasi thd pecandu narkoba. Diratifikasi dengan UU 22/1972 ttg Narkotika 1998, sidang UN GASS (New York), deklarasi politik dalam menyelesaikan permasalahan narkotika dengan pedekatan seimbang, antara pendekatan hukum dan kesehatan. Diratifikasi dg UU no 35/2009 ttg narkotika.

2009, High Level Segment (CND), menghasilkan deklarasi politik dan rencana aksi strategi pendekatan keseimbangan antara pemberantasan peredaran narkoba dan pendekatan kesehatan. 2014, merupakan tindak lanjut deklarasi 2009, menghasilkan deklarasi penyelesaian secara hukum, kesehatan dan sumber pembiayaan (pencucian uang dengan TPA Narkotika)

UU NO 35 / 2009, TTG NARKOTIKA KESEIMBANGAN ANTARA HUKUM (co:ps 112 DLL), KESEHATAN (co: PS 54) DAN SUMBER PEMBIAYAAN (co: PS 137) PERLU WAKTU UNTUK MERUBAH PARADIGMA. MERUPAKAN CITA CITA HUKUM INDONESIA. NEGARA WAJIB MEREHABILITASI. PECANDU DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN, BERHAK UNTUK SEHAT, SEMBUH.

de kri mi na li sa si /dékri minalisasi/ de kri mi na li sa si /dékriminalisasi/ n penggolongan suatu perbuatan yg pd mulanya dianggap sbg peristiwa pidana, tetapi kemudian dianggap sbg perilaku biasa. Bahkan dalam proses dekriminalisi ini juga dihapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan. Sebab terjadinya deksriminalisasi: 1. Masyarakat sudah dapat menerima bahwa perbuatan yang tadinya dikenakan sanksi tersebut merupakan perbuatan yang sudah dapat diterima sebagai perbuatan yang pantas. 2. Timbul keragu-raguan yang sangat kuat apakah perbuatan itu dikenakan sanksi atau tidak. 3. Adanya keyakinan yang kuat bahwa biaya sosial untuk menetapkan sanksi tertentu sangat besar. http://kbbi.web.id/dekriminalisasi http://pendidikanonline.com/info-2254-pengertian-kriminalisasi-dekriminalisasi-dan-depenalisasi.html

Depenalisasi adalah sebagai suatu perbuatan yang semula bisa di hukum pada suatu saat bisa menjadi tidak bisa di hukum oleh UU. Sanksi yang bersifat pidana dihilangkan, sebetulnya perbuatannya masih tetap bersifat melawan hukum, tetapi sanksi diganti dengan sanksi perdata atau administrasi. Pemidanaan bersifat bersifat ultimum remedium http://hedisasrawan.blogspot.com/2013/09/pengertian-depenalisasi-kriminologi.html http://pendidikanonline.com/info-2254-pengertian-kriminalisasi-dekriminalisasi-dan-depenalisasi.html

KEBIJAKAN DEKRIMINALISASI DAN DEPENALISASI merupakan amanat konvensi internasional, hasil sidang PBB mengenai narkotika, dimana pengguna narkoba diberi alternatif penghukuman berupa rehabilitasi, dan diminta negara-negara peserta sidang untuk menyiapkan sumber daya manusia dan fasilitasnya untuk merehabilitasi pengguna narkoba.

Diarakan kepada pengguna narkoba bagi diri sendiri, karena melakukan pelanggaran maka perbuatan diancam dengan hukuman pidana (diterapkan pasal 127, red). Namun sanksinya tidak pidana penjara, tapi sanksinya rehabilitasi. Alternatip penghukuman.

BEBERAPA CIRI2 KEJAHATAN NARKOTIKA Trans National Crime. Lintas Negara: Negara asal narkoba, Negara transit, Negara tujuan pemasaran. Pelaku/jaringan melibatkan multi kewarganegaraan Lintas demografis dan geografis. Penangannya perlu kerja sama internasional. Jaringan tertutup/rahasia, sistem sel

Bagi pengedar, berulang ulang melakukan kejahatan, tidak kapok dg pemenjaraan. Bagi penyalahguna, ada kecenderungan meningkat. Memanfaatkan kelemahan tehnologi, sistem hukum, kondisi geografis dan demografis indonesia. Selalu ada big bos, dari dalam lapas maupun diluar lapas. Sasaranya adalah orang yang lemah scara sosiologis, ekonomis dan psikologis. Menggunakan Komunikasi canggih, hp, email, fb, twitter, menggunakan sandi2

SEBAGAI EXTRA ORDINARY CRIME Korban luas dan masiv, korban meninggal 50 orang seluruh dunia. Kerugian sangat besar, /th 50 T (uang yg diserap dari hasil penjualan, biaya rehabilitasi sos/medis) Merusak kesehatan dan masa depan generasi. Pelakukanya melibatkan jaringan yg luas, memiliki dana yg sangat besar. Memerlukan cara penanganan khusus dan UU khusus. Extra Ordinary. Ancaman serius thd keamanan negara. Melibatkan oknum aparat yang mempunyai kewenangan dan senjata.

PERSOALAN SOSIAL SEPUTAR NARKOTIKA Sumber kejahatan Ancaman non militer Menyerang otak (neuro transmiter), berdaya rusak tinggi, ada dampak ikutan Perubahan perilaku Insting binatang lebih menonjol dari pada insting manusia

Cemas belebihan Mengarah ke free sex Mafia selalu mensiasati hukum positip. Produktifitas sangat menurun Perkembangan jaringan lebih cepat daripada perkembangan penegak hukum. Bisnis yang sangat menguntungkan. Jalur lundup memanfaatkan kelengahan sistem.

Kondisi geografis Indonesia yang sangat luas, darat, laut. Pelabuhan sebagai pintu masuk BNN harus sinergi dg pemangku tugas yang lain.

KONVENSI WINA 1988, PENANGANAN SOAL NARKOTIKA, PRIORITAS. KONVENSI UNGASS 1998, SIDANG CND 2014, KESEIMBANGAN ANTARA PENDEKTAN KESEHATAN DAN PENDEKATAN HUKUM UU MEMERINTAHAKAN BAGI PARA PECANDU DAN KORBAN LAHGUN NARKOTIKA WAJIB REHABILITASI. PROGRAM WAJIB LAPOR BAGI PECANDU YG BELUM DEWASA DAN DEWASA. PERADILAN PIDANA BELUM MENYELESAIKAN PERSOALAN NARKOTIKA SECARA TUNTAS. DE KRIMINALISASI DAN DE PENALISASI BAGI PECANDU DAN KORBAN LAHGUN NARKOTIKA. MAFIA, BANDAR, PENGEDAR, DIHUKUM SEBERAT- BERATNYA. UU MEMERINTAHKAN PENANGANAN SEIMBANG ANTARA PENEGAKAN HUKUM DAN PEMULIHAN, PENGOBATAN

AZAS HUKUM RESTORATIVE JUSTICE. PENEGAK HUKUM DICETAK SEBAGAI TUKANG MEMENJARAKAN PENJAHAT. BANYAK ZAT BARU NARKOTIKA (DUNIA 356, INDONESIA 34) KORBAN LAHGUN NARKOTIKA 4 JUTA ORANG YG HARUS DIPERBAIKI KONDISINYA. PENGHUNI LAPAS SELURUH INDONESIA, 60% (27.000) ADL KEJAHATAN NARKOTIKA

Ancaman non Militer (ps 7 ayat 3 UU no 3 th 2002 ttg Haneg) Sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman nonmiliter menempatkan lembaga pemerintah di luar bidang pertahanan sebagai unsur utama, sesuai dengan bentuk dan sifat ancaman yang dihadapi dengan didukung oleh unsurunsur lain dari kekuatan bangsa.

KAMDAGRI (Pasal 1 ayat 6 UU no 2 tahun 2002 ttg Kepolisian Negera RI) Keamanan dalam negeri adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Pertahanan Negara bertujuan: Ps 4 UU Pertahanan Negara Untuk menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman.

PERJALANAN PEREDARAN GELAP NARKOTIKA DARAT LAUT UDARA

TRANS NATIONAL CRIME Lintas Negara: Negara asal narkoba, Negara transit, Negara tujuan pemasaran. Pelaku/jaringan melibatkan multi kewarganegaraan Penangannya perlu kerja sama internasional. Jaringan tertutup/rahasia, sistem sel Komunikasi canggih, hp, email, fb, twitter, menggunakan sandi2

Ancaman non Militer (ps 7 ayat 3 UU no 3 th 2002 ttg Haneg) Sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman nonmiliter menempatkan lembaga pemerintah di luar bidang pertahanan sebagai unsur utama, sesuai dengan bentuk dan sifat ancaman yang dihadapi dengan didukung oleh unsurunsur lain dari kekuatan bangsa.

KAMDAGRI (Pasal 1 ayat 6 UU no 2 tahun 2002 ttg Kepolisian Negera RI) Keamanan dalam negeri adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Pertahanan Negara bertujuan: Ps 4 UU Pertahanan Negara Untuk menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman.

PERJALANAN PEREDARAN GELAP NARKOTIKA DARAT LAUT UDARA

DETEKSI NARKOTKA Benda: Kristal Butiran Tablet Penyamaran bawaan Manusia Mencurigakan Duduk dibelakang Kurang tenang kalau sdg ada pemeriksaan ( melarikan diri, tolak pemeriksaan).

PERAN MASYARAKAT PENCEGAHAN/DEMAND Kontrol sosial Program Rehabilitasi Sosialisasi dan kader Anti Drug Abuse PEMBERANTASAN/SUPLY Informasi Publik Kontrol sosial Intelejen publik.

YG DIBUTUHKAN DLM KERMA INTERNASIONAL UNTUK MENGATASI PEREDARAN GELAP NARKOTIKA Kerjasama Intelejen. Kerjasama Penyelidikan. Kerjasama Penyidikan. Kerjasama Pelatihan. Laboratorium. (NPS) Kerjasama mengatasi TPPU Antara lain (timbal balik) : Perbantuan Pencarian bukti Pemeriksaan Saksi Pencarian Tersangka Penangkapan Tersangka WNI/WNA yg pernah melakukan kejahatan narkotika di Indonesia, atau sebaliknya Pelacakan Aset dll

PEMIDANAAN KLASIK Penjara Dlm kasus Narkotika, ditangkap dan ditahan. Memperhatikan hak masyarakat. MODERN Tahanan, Pembinaan, Pemasyarakatan. Tangkap, tahan plus Rehab (+). pengedar Tangkap, Rehab (+) pecandu dan korban Memperhatikan hak masy dan hak individu

Aplikasi Hk Pidana General Preventip Azas Legalitas Azas Subsidiaritas Azas Ultimum Remedium

KORBAN NARKOBA PENGGUNA KERUSAKAN OTAK PERMANEN, (KUALITAS SDM MENURUN, WAKTU DAN KESEMPATAN HILANG, DLL) KELUARGA(TENAGA, WAKTU, BIAYA, PIKIRAN, PERASAAN, DLL) MASYARAKAT (NYAWA, MATERI, DLL) CONTOH KASUS XENIA.

PELINDUNGAN HUKUM BAGI PARA WAJIB LAPOR.DLM UU NO 35/2009

Dasar 1. UU Nomor 35 / 2009 Tentang Narkotika; 2. PP Nomor 25 Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika. 3. Inpres Nomor 12 / 2011 Tentang Strategi Nasional Dan Rencana Aksi Nasional P4GN; 4. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 218/MENKES/SK/VII/2012 tanggal 9 Juli 2012 tentang Penunjukkan Institusi Penerima Wajib Lapor. 5. Surat Keputusan Menteri Sosial Nomor 31/HUK/2012 tanggal 17 April 2012 tentang Penunjukkan Lembaga Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA sebagai Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL). 6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 2171 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika Tahun 2011.

Pasal 54 Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Pasal 55 (1) Orang tua atau wali dari Pecandu Narkotika yang belum cukup umur wajib melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. (2) Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Pasal 134 (1) Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur dan dengan sengaja tidak melaporkan diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah). (2) Keluarga dari Pecandu Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dengan sengaja tidak melaporkan Pecandu Narkotika tersebut dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).

Pasal 128 (1) Orang tua atau wali dari pecandu yang belum cukup umur, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) yang sengaja tidak melapor, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). (2) Pecandu Narkotika yang belum cukup umur dan telah dilaporkan oleh orang tua atau walinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) tidak dituntut pidana. (3) Pecandu Narkotika yang telah cukup umur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) yang sedang menjalani rehabilitasi medis 2 (dua) kali masa perawatan dokter di rumah sakit dan/atau lembaga rehabilitasi medis yang ditunjuk oleh pemerintah tidak dituntut pidana.

KRITERIA KEPARAHAN KECANDUAN Ringan (A) : Penggunaan coba2, penggunaan rekreasional, penggunaan situuasional, pengggunaan,3 hari/minggu. Sedang (B): Penggunaan lebih 3 hari/minggu baik 1 atau jenis narkoba. Berat (C): penggunaan setiap hari dan atau dengan frekuensi lebih dari 1 kai/hari, pengguna narkoba suntik, pengguna dengan komplikasi medis psikis, punya masalah sosial dan atau hukum

KENDALA REHABILITASI Persepsi yg belum sama antara medis dan Penyidikan. Termasuk diantara penegak hukum, Kebijakan yg belum sama di dalam mengaplikasikan pasal 54 UU Narkotika. Belum ada SOP tatacara rehab fasilitas Rehab yang memadai di setiap wilayah, baik negara maupun swasta. Masih banyak wilayah yg belum mempunyai tempat rehabilitas.

OTAK SEHAT OTAK NARKOBA

NARKOTIKA JENIS BARU Menurut UNODC per 2012 ada + 354 new psychoactive substances. Penelitian BNN di Indonesia, +31

Jumlah Korban narkotika di Indonesia Data Puslidatin BNN + 4 Juta siapa yang mau menambah lagi. X X X X X X X

Cara bekerjanya jaringan Hubungan dekat Hubungan perkawinan Hubunga profesi (Peg negeri, Olah raga, pembalap, sesama artis, dll) Sesama penghuni penjara. Sistem sel/terputus Pemakaian awal yg gratis sampai ybs kecanduan Iming2 kentungan Masuk kedalam penegak hukum (Polisi, BNN, jaksa, Hakim, Sipir Penjara, TNI, Birokrasi, Dll

SIAGA MERAH Penghancuran keamanan dalam negeri, Ipoleksusbudhan tanpa senjata, tapi menggunakan Narkotika. Narcoterorrism.

BNN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA BNN merupakan lembaga pemerintah nonkementerian yang berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden.

UU NO 35/2009 Mengatur hukum materiil Mengatur hukum formil, namun masih tunduk pada KUHAP.

1. Tanaman Papaver Somniferum L dan semua bagian-bagiannya termasuk buah dan jeraminya, kecuali bijinya. 2. Opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri, diperoleh dari buah tanaman Papaver Somniferum L yang hanya mengalami pengolahan sekedar untuk pembungkus dan pengangkutan tanpa memperhatikan kadar morfinnya. 3. Opium masak terdiri dari : a. candu, hasil yang diperoleh dari opium mentah melalui suatu rentetan pengolahan khususnya dengan pelarutan, pemanasan dan peragian dengan atau tanpa penambahan bahan-bahan lain, dengan maksud mengubahnya menjadi suatu ekstrak yang cocok untuk pemadatan. b. jicing, sisa-sisa dari candu setelah dihisap, tanpa memperhatikan apakah candu itu dicampur dengan daun atau bahan lain. c. jicingko, hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing. 4. Tanaman koka, tanaman dari semua genus Erythroxylon dari keluarga Erythroxylaceae termasuk buah dan bijinya. 5. Daun koka, daun yang belum atau sudah dikeringkan atau dalam bentuk serbuk dari semua tanaman genus Erythroxylon dari keluarga Erythroxylaceae yang menghasilkan kokain secara langsung atau melalui perubahan kimia. 6. Kokain mentah, semua hasil-hasil yang diperoleh dari daun koka yang dapat diolah secara langsung untuk mendapatkan kokaina. 7. Kokaina, metil ester-1-bensoil ekgonina. 8. Tanaman ganja, semua tanaman genus genus cannabis dan semua bagian dari tanaman termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasuk damar ganja dan hasis. 9. Tetrahydrocannabinol, dan semua isomer serta semua bentuk stereo kimianya. 10. Delta 9 tetrahydrocannabinol, dan semua bentuk stereo kimianya.

11. Asetorfina 12. Acetil alfa metil fentanil 13. Alfa-metilfentanil 14. Alfa-metiltiofentanil 15. Beta-hidroksifentanil 16. Beta-hidroksi-3-metil-fentanil 17. Desmorfina 18. Etorfina 19. Heroina 20. Ketobemidona 21. 3-metilfentanil 22. 3-metiltiofentanil 23. MPPP 24. Para-fluorofentanil 25. PEPAP 26. Tiofentanil 27. BROLAMFETAMINA 28. DET 29. DMA 30. DMHP 31. DMT 32. DOET 33. ETISIKLIDINA 34. ETRIPTAMINA. 35. KATINONA 36. ( + )-LISERGIDA 37. MDMA 39. METKATINONA : 40. 4- metilaminoreks 41. MMDA 42. N-etil MDA 43. N-hidroksi MDA 44. Paraheksil 45. PMA 46. psilosina, psilotsin : 47. PSILOSIBINA : 48. ROLISIKLIDINA,

49. STP, DOM 50. TENAMFETAMINA 51. TENOSIKLIDINA 52. TMA 53. AMFETAMINA 54. DEKSAMFETAMINA 55. FENETILINA 56. FENMETRAZINA 57. FENSIKLIDINA 58. LEVAMFETAMINA 59. Levometamfetamina 60. MEKLOKUALON 61. METAMFETAMINA 62. METAKUALON 63. ZIPEPPROL 64. Opium Obat 65. Campuran atau sediaan opium obat dengan bahan lain bukan narkotika

1. Alfasetilmetadol 2. Alfameprodina 3. Alfametadol 4. Alfaprodina 5. Alfentanil : 4-(metoksimetil)-4-pipe ridinil]-n-fenilpropanamida 6. Allilprodina 7. Anileridina 8. Asetilmetadol 9. Benzetidin 10. Benzilmorfina 11. Betameprodina : 12. Betametadol 13. Betaprodina 14. Betasetilmetadol 15. Bezitramida 16. Dekstromoramida 17. Diampromida 18. Dietiltiambutena 19. Difenoksilat 20. Difenoksin 21. Dihidromorfina 22. Dimefheptanol 23. Dimenoksadol 24. Dimetiltiambutena 25. Dioksafetil butirat 26. Dipipanona : 27. Drotebanol 28. Ekgonina, termasuk ester dan derivatnya yang setara dengan ekgonina dan kokaina. 29. Etilmetiltiambutena 30. Etokseridina 31. Etonitazena 32. Furetidina 33. Hidrokodona 34. Hidroksipetidina 35. Hidromorfinol

36. Hidromorfona 37. Isometadona 38. Fenadoksona 39. Fenampromida 40. Fenazosina 41. Fenomorfan 42. Fenoperidina 43. Fentanil 44. Klonitazena 45. Kodoksima 46. Levofenasilmorfan 47. Levomoramida 48. Levometorfan 49. Levorfanol 50. Metadona 51. Metadona intermediate 52. Metazosina 53. Metildesorfina 54. Metildihidromorfina 55. Metopon 56. Mirofina 57. Moramida intermediate 58. Morferidina 59. Morfina-N-oksida 60. Morfin metobromida dan turunan morfina nitrogen pentafalent lainnya termasuk bagian turunan morfina-n-oksida, salah satunya kodeina-n-oksida 61. Morfina 62. Nikomorfina 63. Norasimetadol 64. Norlevorfanol 65. Normetadona 66. Normorfina 67. Norpipanona 68. Oksikodona 69. Oksimorfona 70. Petidina intermediat A

1. Asetildihidrokodeina 2. Dekstropropoksifena 3. Dihidrokodeina 4. Etilmorfina 5. Kodeina 6. Nikodikodina 7. Nikokodina 8. Norkodeina 9. Polkodina 10. Propiram 11. Buprenorfina 12. Garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut diatas 13. Campuran atau sediaan difenoksin dengan bahan lain bukan narkotika 14. Campuran atau sediaan difenoksilat dengan bahan lain bukan narkotika

Methylone 3,4 Methylenedioxy Methcathinone adalah senyawa kimia derivate/turunan cathinone, yang mana bila dikonsumsi / digunakan dapat menimbulkan efek farmakologi bersifat stimulan, yang mempengaruhi sistem saraf pusat dimana mirip dengan kerja amphetamine derivate, namun afilitas (daya aksinya) lebih kuat dari MDMA (methylanedioxy methamphetamine derivate amphetamine/ats ) Literatur : (Cozzi et all (1999) Eur J Pharmacy 381:63); nagae et all (2007) Eur J Pharmacy 559:132

Efek yang ditimbulkan METHYLONE Denyut jantung meningkat dan berdebar sampai dengan keram jantung. Tekanan darah tinggi Pupil mata melebar Mual dan muntah Sakit Kepala Sulit tidur pada dosis tinggi menimbulkan halusinasi dan psikosis

PERATURAN PEMERINTAH NO. 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA Pasal 13 (1) Pecandu Narkotika yang telah melaksanakan Wajib Lapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 wajib menjalani rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial sesuai dengan rencana rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2). (2) Kewajiban menjalani rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi Pecandu Narkotika yang diperintahkan berdasarkan: a. Putusan pengadilan jika Pecandu Narkotika terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika; b. Penetapan pengadilan jika Pecandu Narkotika tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika. (3) Pecandu Narkotika yang sedang menjalani proses peradilan dapat ditempatkan dalam lembaga rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial. (4) Penempatan dalam lembaga rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan kewenangan penyidik, penuntut umum, atau hakim sesuai dengan tingkat pemeriksaan setelah mendapatkan rekomendasi dari Tim Dokter. (5) Ketentuan penempatan dalam lembaga rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) berlaku juga bagi Korban Penyalahgunaan Narkotika. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan penempatan dalam lembaga rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan instansi terkait Pasal 14 (1) Setiap penyelenggara program rehabilitasi wajib mempertahankan dan meningkatkan kualitas layanan. (2) Pembinaan dan pengawasan atas kualitas layanan dilakukan oleh Kementerian Kesehatan dan Kementerian Sosial, bersamasama dengan Badan Narkotika Nasional.

SEMA NO.4 TAHUN 2010

SEMA NO.4 TAHUN 2010

SEMA NO. 3 TAHUN 2011 Dilatarbelakangi permasalahan tentang pecandu, korban penyalahgunaan narkotika, semakin meningkat jumlahnya. Sementara upaya pengobatan / perawatan melalui proses rehab bagi yang bersangkutan belum optimal dan implementasi belum terdapat keterpaduan diantara penegak hukum Dijelaskan secara rinci melalui PP No. 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika

SEMA NO. 3 TAHUN 2011

Pemusnahan tanaman ganja secara simbolik Oleh Ka BNN, pada pukul 09.30 s/d 11.30 bertempat di Desa Pulo, Kemukiman Lamteuba, Kecamatan Seulimeun, Kabupaten Aceh Besar, seluas 2.5 ha pada titik koordinat N 05.29.30.3 derajat, long 095 derajat 37.53.7, ketinggian 327m hingga 336m diatas permukaan laut

MESIN PEMUSNAHAN

Narkotika yg diselipkan diantara barang belanjaan di sebuah minimarket. Kedoya Maret 2014

Dimasukkan dalam tas kemudian di tanam di hutan. Pelabuhanratu Feb 2014

modus operandi Shabu disembunyikan dalam paket Batu Nisan

modus operandi

modus operandi Penyembunyian Menyumpal Tubuh

modus operandi HEROIN DAN XTC DISIPKAN DALAM BUKU TEBAL (LUAR NEGERI)

modus operandi HEROIN DISISIPKAN DALAM HAK SEPATU

modus operandi 600 GR HEROIN DITEMPEL PADA TUBUH

modus operandi 21 RIBU BTR XTC DLM BODY WRAPPING

modus operandi DAUN GANJA DALAM PLAVON MOBIL

modus operandi COCAINE DALAM PAPAN SELANCAR

modus operandi EKSTASY disembunyikan dalam kaset

modus operandi NARKOBA DILILITKAN PADA TUBUH, PERUT DAN PINGGANG

modus operandi NARKOBA DALAM BENTUK PIL DISEMBUNYIKAN PADA ALAT KEMALUAN

modus operandi BARANG BUKTI : 3 KG HEROIN BENTUK KAPSUL YANG DIKEMAS DALAM MAKAN KALENG BERBENTUK COKLAT

modus operandi BARANG BUKTI : YANG DISIMPAN DALAM TAS KOPER DILAPISI PELINDUNG ALUMINIUM FOIL

modus operandi BB : DIKEMAS DALAM BENTUK SUSU BUBUK ENFAGROW

modus operandi Kitab Suci Al Qur an dalam sebuah paket dengan pengiriman DHL Express

modus operandi BB : SHABU YANG DIKEMAS DLM BOTOL SHAMPOO, MAKANAN RINGAN & PAKAIAN WANITA YG DISIMPAN DLM KOPER

modus operandi BB : SHABU YANG DIKEMAS DLM BOTOL KOSMETIK & PERALATAN MANDI MODUS OPERANDI

modus operandi BB : SHABU YANG DIKEMAS DLM PLASTIK & PAKAIAN YG DISELIPKAN DLM KOPER

modus operandi BARANG BUKTI : SHABU YANG DISERAP DLM HANDUK

modus operandi BB : SHABU YANG DISELIPKAN PADA KAKI PALSU

modus operandi BB : SHABU YANG DISIMPAN DALAM TABUNG OKSIGEN & BOTOL KALENG

TANTANGAN DAN KENDALA Politik hukum di Indonesia belum menjadikan masalah Narkoba sebagai prioritas. Lebih memprioritaskan Tipikor dan Terorisme. Jumlah Demand terus meningkat. Peredaran gelap di Indonesia di back up jaringan internasional. Metoda rehabilitasi dalam kasus Narkotika belum satu persepsi di kalangan penegak hukum. Karena paradigma masih belum berubah. Kebijakan penempatan ps 127 dan Rehabilitas sbg komoditi negosiasi. Lapas memberikan andil bagi tempat pertemuan para bandar. Terlalu mudahnya pemakaian dan kepemilikan celluler.

SEKIAN & TERIMA KASIH Jl. MT. Haryono No. 11 Cawang Jakarta Timur Telepon : (62-21) 80871566, 80871567 Faksimili : (62-21) 80885225, 80871591, 80871592 Call Center : 021-80 88 00 11 SMS : 081-221-675-675